Transportasi: mobil listrik

  • Buat Dongkrak Penjualan, Perlukah Pemerintah Bikin Program Mobil Murah Lagi?

    Buat Dongkrak Penjualan, Perlukah Pemerintah Bikin Program Mobil Murah Lagi?

    Jakarta

    Penjualan mobil di Indonesia pada 2025 mengalami tren penurunan. Selain disebabkan lesunya perekonomian nasional, harga mobil yang kian mahal juga bikin penjualannya turun. Apakah pemerintah perlu membuat lagi program mobil murah seperti LCGC (low cost green car)?

    Sebagai catatan, selama Januari-Agustus 2025, total penjualan mobil wholesales di Indonesia baru mencapai 500.951 unit, atau turun 10,6% YoY, dibandingkan periode yang sama pada 2024 sebanyak 560.552 unit.

    Di masa lalu, pemerintah mengatasi lesunya penjualan kendaraan roda empat dengan membuat program mobil murah bernama LCGC. Meluncur tahun 2013, mobil-mobil low cost green car yang efisien bahan bakar dan punya harga relatif murah, terbukti diterima dengan sangat baik oleh konsumen Indonesia, khususnya pembeli mobil pertama.

    Pada awal diluncurkan tahun 2013 silam, program mobil LCGC atau Kendaraan Bermotor Roda Empat Hemat Energi dan Harga Terjangkau (KBH2) ini mendapat keistimewaan berupa pembebasan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

    Namun sejak 2021, keistimewaan itu dicabut. Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 73 tahun 2019 yang telah diubah jadi PP No. 74 tahun 2021, maka mobil-mobil LCGC dikenakan PPnBM, melalui skema tarif sebesar 15% dengan dasar pengenaan pajak sebesar 20% dari harga jual. Singkatnya, kini mobil LCGC dikenai tarif PPnBM sebesar 3%.

    Harga mobil-mobil LCGC yang awalnya ada di bawah angka Rp 100 jutaan pun sekarang semakin mahal, mulai di angka Rp 130 jutaan hingga nyaris menyentuh angka Rp 200 jutaan. Dengan harga yang semakin tidak terjangkau, apakah pemerintah perlu membuat program mobil murah yang harganya lebih murah dari LCGC?

    Ketua Gaikindo Jongkie D. Sugiarto mengatakan, saat ini yang diperlukan adalah, bagaimana membuat mobil harganya menjadi terjangkau untuk konsumen. Jadi tidak terlalu penting, apakah mobil harga terjangkau itu mau diberi nama atau tidak.

    “Sekarang apa pun judulnya, mau dibilang LCGC, mau dibilang mobil listrik, atau mobil apa pun, pokoknya yang bikin harga terjangkau aja. Terserah mau dinamain, mau nggak dinamain, nggak apa-apa, yang penting harganya terjangkau,” buka Jongkie menjawab pertanyaan detikOto di Jakarta (29/9/2025).

    Jongkie mengakui bahwa program LCGC memang sukses mendongkrak penjualan. Tapi di sisi lain, sekarang juga banyak bermunculan mobil listrik murah dari China, sehingga konsumen semakin banyak pilihan.

    “Program LCGC berhasil. Dengan dilabeli persyaratan ini, itu dan lain sebagainya, berhasil. Sekarang tapi kan udah tersaingi dengan mobil-mobil dari Tiongkok. Jadi terpenting konsumen itu juga banyak pilihannya sekarang. Ya kan bagus lah. Udah makin maju, makin besar industri otomotif (kita),” terang Jongkie.

    (lua/rgr)

  • SPBU Pertamina Tampil Lebih Modern, Pelanggan Jadi Lebih Nyaman

    SPBU Pertamina Tampil Lebih Modern, Pelanggan Jadi Lebih Nyaman

    Jakarta

    Pertamina Patra Niaga terus berupaya menghadirkan layanan SPBU yang lebih lengkap dan nyaman bagi masyarakat. SPBU Pertamina kini tidak hanya menyediakan bahan bakar minyak, namun juga menghadirkan berbagai fasilitas tambahan seperti penggantian oli (pelumas/lubricant), pengisian angin nitrogen, serta sarana penunjang lain yang membuat konsumen semakin nyaman.

    Salah satunya SPBU Pertamina Signature 31.122.04 Pondok Indah, di lantai dasar ada sebuah Bright OliMart yang melayani pengisian nitrogen, ganti oli dan layanan tambal ban yang bisa dimanfaatkan oleh pelanggannya. Untuk tarif layanan juga sudah tertera harganya dan Pertamina menjamin jika tidak ada struk pembayaran maka pelanggan akan mendapatkan layanan gratis.

    Bagi pelanggan yang ingin menunaikan ibadah solat dan istirahat bisa menuju ke lantai dua SPBU ini yang dilengkapi fasilitas, mulai dari musala yang bersih dan toilet yang bersih. Terlebih fasilitas toilet tersebut tidak dipungut biaya. Konsumen juga bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan adanya outlet LPG di SPBU ini.

    SPBU Signature Pondok Indah Foto: Heri Purnomo/detikcom

    Selain itu, lantai 2 SPBU ini juga ada minimarket atau Bright Store dengan beragam pilihan snack, minuman, bakery, popcorn, ramen instan yang bisa langsung dimasak, serta produk pelumas Pertamina. Bagi pelanggan yang ingin menikmati kopi juga tersedia outlet Tomoro Coffe di lantai dua SPBU.

    Sari, salah satu pelanggan yang ditemui di lokasi menyampaikan, fasilitas di SPBU Signature Pondok Indah cukup memuaskan. Hanya saja, luas area pengisian BBM dan jumlah dispenser yang tersedia untuk pengisian BBM motor tidak terlalu banyak sehingga antrean yang terjadi terlalu lama.

    “Secara fasilitas sih overall oke. Cuma kadang antreannya panjang, tapi enaknya sih ada tempat ngopi kalau kita capek bisa ngopi-ngopi sebentar lah,” katanya saat ditemui di lokasi.

    SPBU Signature Pondok Indah Foto: Heri Purnomo/detikcom

    Sementara itu, di SPBU Fatmawati 2 memiliki area yang lebih luas. Di area SPBU ini masyarakat dapat menemukan Swapping Station untuk motor listrik dan charging station untuk mobil listrik. Tak hanya itu, di SPBU ini juga tersedia layanan bengkel yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk mengganti oli, tune up, service AC, service rem dan penggantian rem.

    Selain itu, SPBU juga terdapat layanan drop point minyak jelantah. Di sini masyarakat dapat menukarkan minyak goreng bekas pakai menjadi saldo rupiah. Tak ketinggalan, kebutuhan rumah tangga pun juga tersedia dengan hadirnya Kios Gas Pertamina yang menjual produk LPG, baik Bright Gas maupun Elpiji 3 kg.

    Di SPBU ini juga terdapat outlet makanan cepat saji dan outlet kopi yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi dahaga dan lapar. Outlet makan cepat saji ini banyak dikunjungi driver online untuk mengambil pesanan makanan dari pelanggannya.

    SPBU Pertamina Fatmawati 2 Foto: Heri Purnomo/detikcom

    Untuk area toilet dan musala di SPBU ini berada di area belakang SPBU. Area musala di SPBU ini cukup terbilang besar untuk sebuah fasilitas yang disediakan oleh SPBU.

    Video: Melihat Posko Kesehatan Pertamina di SPBU Rest Area Tol Medan-Tebing Tinggi

    Bagus salah satu driver ojek online yang sedang mengambil makanan di outlet ini puas dengan fasilitas yang ada di SPBU dengan berbagai fasilitas yang ada. Baik itu untuk toiletnya maupun lahan parkir yang cukup luas.

    “Enak sih SPBU di sini, parkirnya luas dan tidak bayar ya, kalau ngambil di tempat lain kan, kadang-kadang ada biaya parkir. Di sini juga toilet dan musala nya bersih jadi bisa sekalian gitu,” katanya.

    Halaman 2 dari 2

    (ara/ara)

  • Video: BYD Jadi Mobil Listrik Terlaris Dunia di Kuartal II 2025

    Video: BYD Jadi Mobil Listrik Terlaris Dunia di Kuartal II 2025

    Video: BYD Jadi Mobil Listrik Terlaris Dunia di Kuartal II 2025

  • Pantas Laku Keras, Begini Spesifikasi Mobil Listrik Wuling Seharga Rp 150 Juta

    Pantas Laku Keras, Begini Spesifikasi Mobil Listrik Wuling Seharga Rp 150 Juta

    Jakarta

    Kurang dari sepekan lalu, produsen roda empat asal China, Wuling telah meluncurkan mobil listrik terbaru untuk konsumen domestik. Kendaraan tersebut bernama Wuling Binguo S dan hanya dibanderol mulai dari 66.800 yuan atau Rp 150 jutaan!

    Dilansir dari Carnewschina, Rabu (1/10), Wuling Binguo S bisa ditebus 63.800 yuan atau Rp 149 jutaan untuk konsumen yang melakukan trade-in atau tukar tambah. Harganya yang murah membuat kendaraan tersebut laku keras di China.

    Dua hari setelah diluncurkan, Wuling Binguo S sudah terpesan 55.840 unit. Sementara unit yang terkirim ke konsumen baru mencapai 7.250 unit.

    Wuling Binguo S Foto: Dok. Carnewschina

    Dengan harganya yang murah, ditambah penjualan yang laku keras, kalian mungkin penasaran seperti apa spesifikasi Wuling Binguo S. Nah, untuk menjawab rasa penasaran tersebut, berikut kami rangkum fitur dan mesinnya.

    Spesifikasi Wuling Binguo S

    Secara tampilan, Binguo S tetap mempertahankan bahasa desain bulat dan playful ala keluarga Binguo. Bagian depannya dihiasi lampu depan poligonal bergaya retro, sementara opsi warna bodi dual-tone dan desain velg kustom siap bikin tampilannya makin gemas.

    Soal ukuran, mobil ini cukup kompak dengan panjang 4.265 mm, lebar 1.785 mm, tinggi 1.600 mm, dan jarak sumbu roda 2.610 mm. Meski mungil, Wuling mengklaim kabinnya lapang untuk sebuah city car lima penumpang. Headroom baris depan mencapai 1.008 mm, sementara baris kedua punya pitch kursi 882 mm.

    Wuling Binguo S Foto: Dok. Carnewschina

    Masuk ke interior, ada dua pilihan tema warna: Soft White dan Warm Brown. Sedangkan fiturnya cukup lengkap, ada panel instrumen 8,8 inch, layar hiburan floating 12,8 inch, konektivitas Bluetooth, tombol start/stop, lampu otomatis, dan cruise control. Trim lebih tinggi ditambah kamera panoramik, jok pengemudi elektrik, pemanas jok depan, hingga spion elektrik dengan heater.

    Sistem hiburannya mengandalkan platform Lingyu AI milik Wuling yang mendukung Hicar, Carlink, dan Apple CarPlay. Tak ketinggalan, ada dasbor sekunder model tembus untuk ruang ekstra dan wireless charging 50W.

    Di balik kap, Binguo S memakai motor listrik tunggal bertenaga 75 kW. Tenaganya dipasok baterai LFP dua pilihan kapasitas: 31,9 kWh dengan jarak tempuh 325 km dan 41,9 kWh yang bisa melaju hingga 430 km. Sementara pengisian daya dari 30 ke 80 persen hanya butuh 35 menit dengan fitur fast charging.

    (sfn/din)

  • Kapal Kedelapan BYD Meluncur, Siap Kirim Ribuan Mobil Listrik

    Kapal Kedelapan BYD Meluncur, Siap Kirim Ribuan Mobil Listrik

    Jakarta

    BYD kembali meluncurkan kapal RoRo pengangkut ribuan mobil. Produsen mobil listrik asal China itu meresmikan kapal terbarunya bernama BYD Jinan.

    BYD, di akun media sosial Weibo, mengumumkan BYD Jinan sebagai kapal pengangkut mobil kedelapan BYD telah resmi beroperasi. Kapal ini menggunakan nama Jinan, diambil dari nama kota di Provinsi Shandong, China Timur, yang merupakan salah satu basis manufaktur kendaraan terbesar BYD.

    “Kapal pengangkut mobil kedelapan, ‘Jinan’, telah resmi bergabung dengan armada laut BYD, dan telah dirakit sepenuhnya untuk memajukan internasionalisasi mobil China dengan kecepatan penuh,” demikian tulis BYD dalam pengumuman resminya.

    Tujuh kapal lain dalam armada BYD adalah BYD Explorer No.1, BYD Hefei, BYD Changzhou, BYD Shenzhen, BYD Xi’an, BYD Changsha, dan BYD Zhengzhou. Kecuali BYD Explorer No. 1, kapal-kapal BYD lainnya menggunakan nama kota tempat basis produksi kendaraan BYD berada.

    Di antara kapal-kapal tersebut, BYD Zhengzhou belum lama ini mampir ke pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, untuk mengirimkan mobil listrik BYD yang diimpor langsung dari China. Bahkan disebutkan, BYD Zhengzhou menjadi kapal terbesar yang pernah ditangani PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo melalui cucu perusahaan PT Indonesia Kendaraan Terminal Tbk (IPCC).

    IPCC mengatakan pihaknya telah sukses memberikan pelayanan kapal RoRo berskala besar pada awal bulan Agustus 2025. IPCC melayani Kapal MV. BYD Zhengzhou dengan panjang keseluruhan (Length Over All) 200 M dan lebar 38 M.

    “Menjadikannya kapal terbesar yang pernah ditangani oleh IPCC dengan kapasitas angkut 7.000 unit kargo dan terdiri dari 15 lantai,” demikian dikutip dari siaran pers IPCC.

    Kapal-kapal pengangkut mobil BYD itu punya kapasitas yang sangat besar. Sebagian besar kapal RoRo BYD tersebut dapat mengangkut hingga 7.000 mobil. Bahkan, tiga kapal di antaranya punya kapasitas 9.200 kendaraan. Kapal-kapal ini memungkinkan kapasitas ekspor tahunan BYD melebihi satu juta kendaraan.

    (rgr/din)

  • Penjualan Mobil RI Kalah Jauh dari Malaysia, Ternyata Ini Penyebabnya

    Penjualan Mobil RI Kalah Jauh dari Malaysia, Ternyata Ini Penyebabnya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Penjualan mobil nasional di bulan Agustus 2025 memang mengalami kenaikan secara bulanan. Namun, masih jauh di bawah pencapaian penjualan Agustus 2024.

    Tak hanya itu, penjualan mobil nasional bulan Agustus 2025 juga jauh di bawah pencapaian pasar otomotif Malaysia di periode sama.

    Lalu apa penyebab penjualan mobil di Indonesia lebih rendah dibandingkan Malaysia?

    Pengamat Otomotif Yannes Martinus Pasaribu mengatakan, pemicunya adalah masalah klasik. Yaitu, pajak tahunan kendaraan di Malaysia yang lebih rendah dibandingkan Indonesia.

    “Masalanya klasik. Pajak tahunan kendaraan di Malaysia yang rendah (sekitar 2-5% dari nilai kendaraan). Ini mendorong ‘remajakan armada’ dan pembelian baru, terutama di kalangan kelas menengah sebagai segmentasi pasar otomotif terbesar di manapun,” katanya kepada CNBC Indonesia, dikutip Selasa (30/9/2025).

    Malaysia, sambungnya, juga memberikan subsidi yang sama dengan Indonesia. Yakni, insentif untuk EV (electric vehicle/ mobil listrik) dan mobil hybrid sampai akhir tahun. Ini menjadi salah satu faktor turut mendongkrak penjualan mobil di negara tersebut.

    Hanya saja, imbuh dia, untuk EV yang dirakit di Malaysia ada pembebasan penuh pajak impor, cukai, dan penjualan hingga Desember.

    “Dan yang terakhir, ini kuncinya. Income rata-rata rakyat Malaysia itu sekitar US$11.970, ini tahun 2023, dengan proyeksi pertumbuhan mencapai US$12.500-an di tahun 2025 ini. Bandingkan dengan Indonesia yang hanya sekitar US$4.980-an. Dan, pendapatan rumah tangga perkotaan rata-rata Indonesia sekitar US$350-400 US, rata-rata di Malaysia sekitar US$1.500-1.700,” bebernya.

    “Jadi jelas ada kesenjangan ekonomi yang signifikan antara daya beli rakyat Malaysia dan Indonesia, sampai 2,5 kali,” cetus Yannes.

    Kesimpulannya, papar dia, penjualan mobil listrik di Malaysia pun berhasil melampaui Indonesia di tahun 2025. Terutama, ujarnya, karena kebijakan insentif yang lebih jangka panjang, dominasi produksi lokal yang berhasil, dan daya beli masyarakat kelas menengah di Malaysia yang superior.

    “Inilah yang menciptakan ekosistem adopsi EV yang lebih matang dari kita,” tukasnya.

    Belum lagi, tuturnya, Malaysia juga lebih unggul untuk rasio ketersediaan SPKLU per EV dibandingkan Indonesia. “Sekitar 0,273 versus 0,093. Lalu, distribusi di Malaysia lebih merata, sedangkan di Indonesia distribusi terkonsentrasi di Jawa,” ucapnya.

    Kualitas Kondisi Jalan di Malaysia Lebih Baik

    Dari pengalamannya saat berkunjung ke Malaysia, Yannes menyebut, jalanan di Malaysia hingga ke kampung semuanya aspal hotmix.

    “Karena pertumbuhan ekonomi Malaysia yang lebih merata antara kota dan desa, tidak terjadi penumpukan komuter di jam-jam sibuk yang menuju dan keluar dari kota besar. Intinya secara keseluruhan jalan di Malaysia berkualitas lebih baik, sehingga biaya logistik jauh lebih efisien dibandingkan Indonesia,” sebutnya.

    Kondisi ini mendorong kepercayaan konsumen untuk beli mobil baru, baik mobil listrik maupun mobil bensin.

    Hanya saja, imbuh dia, langkah pertama yang harus dilakukan di Indonesia agar bisa mengejar ketertinggalan dari Malaysia adalah memperbaiki pertumbuhan ekonomi makro.

    “Nah kita tunggu keberhasilan program Menkeu baru terkait gelontoran dana Rp200 triliun dan berbagai deregulasi agar dana yang parkir di bank-bank pemerintah dapat diputarkan ke sektor bisnis di dalam negeri. Yang terus terang masih dalam tahap awal, apakah berhasil atau tidak,” kata Yannes.

    Sebagai catatan, penjualan mobil nasional tercatat mengalami kenaikan 1,48% atau 902 unit secara wholesale (dari pabrik ke dealer) menjadi 61.780 unit dari Juli 2025 yang tercatat sebanyak 60.878 unit.

    Penjualan bulan Agustus 2025 ini melanjutkan tren kenaikan sejak Juni 2025. Di mana pada bulan Juni tercatat penjualan sebanyak 58.341 unit.

    Meski, jika dibandingkan penjualan bulan Agustus setahun sebelumnya yang mencapai 76.302 unit, masih tercatat penurunan sampai 19,03% atau 14.522 unit.

    Sementara itu, mengutip The Star, penjualan mobil di Malaysia pada bulan Agustus 2025 melonjak 0,6% secara tahunan menjadi 73.041 unit, dibandingkan Agustus 2024 yang cetak penjualan 72.580 unit.

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Pasar Otomotif RI Tetap ‘Seksi’ Meski Insentif EV Impor Disetop

    Pasar Otomotif RI Tetap ‘Seksi’ Meski Insentif EV Impor Disetop

    Jakarta

    Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menegaskan, meski insentif mobil listrik impor tak berlanjut tahun depan, namun pasar kendaraan nonemisi di Indonesia tetap ‘seksi’ untuk investor atau calon produsen baru. Sebab, menurut mereka, insentif hanya bersifat sugar coating.

    Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan, insentif bukan alasan utama investor atau calon produsen baru masuk ke pasar Indonesia. Menurutnya, mereka biasanya melihat potensi ekonomi dan sebesar apa konsumennya.

    “Orang udah punya plan, mereka ke sini bukan karena insentif, tapi memang tertarik ke sini. Insentif kan sebenarnya sugar coating aja,” ujar Kukuh Kumara saat ditemui di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

    “Tahun depan bisa aja ada yang masuk lagi ya, kalau kita lihat potensi pasar kita. Memang pasar lagi turun, tapi potensi kan masih besar. Jadi kita lihat, kalau kemudian kita bisa naik 5 persen ke 6 persen pertumbuhan ekonominya, mereka pasti datang ke sini,” tambahnya.

    Kukuh Kumara dari Gaikindo. Foto: Ari Saputra

    Ketika ditanya apakah industri mobil listrik di Indonesia bisa hidup tanpa insentif impor, Kukuh belum bisa menjawabnya dengan tegas. Namun, menurutnya, produsen yang sudah dan berencana masuk ke pasar Indonesia seharusnya sudah tahu konsekuensinya.

    “Itu kan ada business case dan business plan. Kemudian ada kebijakan yang telah ditetapkan di awal. Maka pelaku dan calon pelaku yang mau investasi sudah melihatnya di awal, jadi harus disesuaikan dengan rencana,” kata dia.

    Diberitakan sebelumnya, insentif mobil listrik CBU dipastikan tak lanjut tahun depan. Bantuan yang saat ini dinikmati BYD dan kawan-kawan itu berakhir pada Desember 2025.

    “Tahun ini insya Allah tidak akan lagi kami keluarkan izin CBU. Izin CBU dalam konteks skema investasi dengan mendapatkan manfaat,” ujar Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita.

    Pabrik mobil listrik VinFast Foto: Luthfi Anshori/detikOto

    Saat ini ada beberapa merek yang menikmati insentif tersebut yakni BYD, AION, VinFast, Geely, Citroen, GWM, hingga Xpeng. Lewat skema importasi, mobil listrik CBU harusnya dikenakan bea masuk sebesar 50 persen namun berkat insentif jadi 0 persen. Begitu juga dengan PPnBM tak dikenakan tarif sama sekali.

    Dengan demikian, mulai 1 Januari 2026 hingga 31 Desember 2027 para produsen wajib memproduksi mobil listrik di Indonesia dengan jumlah setara kuota impor CBU. Produksi ini harus menyesuaikan aturan TKDN yang sudah ditetapkan.

    Bagi pabrikan yang tidak memenuhi ketentuan impor dan lokalisasi, maka pemerintah bisa mengambil uang ‘ganti rugi’ dari bank garansi.

    Bank garansi itu menjadi jaminan bagi pemerintah. Jika produsen gagal memenuhi komitmen produksinya sesuai target yang ditetapkan, maka bank garansi tersebut akan dicairkan atau hangus untuk mengembalikan insentif yang telah diberikan oleh pemerintah.

    (sfn/rgr)

  • Modal VinFast VF 3 Bersaing di Segmen Mobil Listrik Mungil

    Modal VinFast VF 3 Bersaing di Segmen Mobil Listrik Mungil

    Hanoi

    VinFast makin percaya diri menantang pasar mobil listrik di Asia Tenggara lewat model terbaru, VF 3. VinFast VF 3 bersaing di segmen mobil listrik mungil yang cukup banyak pemainnya di Tanah Air seperti Wuling Air ev, Seres E1, hingga BYD Atto 1. VF 3 juga jadi tulang punggung penjualan VinFast di Indonesia. Lantas apa yang ditawarkan VF 3?

    “Untuk saat ini model VF3 masih menjadi tulang punggung (penjualan kami di Indonesia),” jelas CEO VinFast Indonesia Kariyanto Hardjosoemarto kepada wartawan di Hanoi (24/9/2025).

    Secara dimensi, VF 3 punya panjang 3.190 mm, lebar 1.679 mm, dan tinggi 1.652 mm. Posturnya ringkas, tapi tetap tangguh dengan velg alloy 16 inci dan ground clearance 175 mm. Ukuran ini pas untuk melibas jalan sempit kota besar sekaligus mudah parkir di ruang terbatas.

    Mesin listrik VF 3 mampu menempuh jarak 215 km sekali pengisian penuh. Dengan fast charging, baterai dapat terisi dari 10% ke 70% hanya dalam 36 menit. Akselerasinya dari 0-50 km/jam dicapai dalam 5,3 detik dengan kecepatan puncak 100 km/jam. Cukup untuk mobilitas harian di jalanan padat.

    Masuk ke kabin, nuansa minimalis terasa dominan. Layar sentuh 10 inci jadi pusat kendali, dipadukan tuas transmisi di balik kemudi ala mobil Eropa. Kabin depan terasa lega, sementara kursi belakang tetap nyaman untuk perjalanan singkat.

    Untuk urusan gaya, VF 3 tersedia dalam empat warna standar serta empat opsi two-tone premium, termasuk kuning, hijau, biru, hingga pink pastel dengan atap putih. Pilihan warna ini menyasar anak muda yang ingin menjadikan mobil sebagai bagian dari gaya hidup.

    Soal harga, VinFast VF 3 juga kompetitif. Ini lantaran merek asal Vietnam tersebut punya opsi sewa baterai, sehingga harga VF 3 dijual mulai Rp 156 juta (OTR Jabodetabek) dengan skema berlangganan baterai Rp 253 ribu per bulan. Harga ini lebih hemat Rp74 jutaan dibanding pembelian beserta baterai.

    VinFast juga menyiapkan garansi panjang, seperti garansi kendaraan 7 tahun atau 160.000 km, kemudian garansi baterai 8 tahun tanpa batasan jarak tempuh. VinFast juga memiliki program pembelian kembali, sehingga konsumen tak perlu khawatir soal nilai jual kembali.

    (lua/din)

  • Ekspor Komponen Otomotif RI Bisa Tembus Rp 115 T, Produksi Kalah dari Thailand

    Ekspor Komponen Otomotif RI Bisa Tembus Rp 115 T, Produksi Kalah dari Thailand

    Jakarta

    Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) memprediksi kinerja ekspor komponen kendaraan bermotor buatan Indonesia mencapai US$ 7 miliar atau Rp 115 triliun tahun ini. Meski penuh tantangan, mereka yakin angka tersebut sangat masuk akal.

    Rachmat Basuki selaku Sekretariat Jendral (Sekjend) GIAAM mengatakan, kinerja ekspor kendaraan bermotor di Indonesia cenderung stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara tujuan ekspornya juga tersebar, mulai dari Malaysia, Jepang hingga Amerika Serikat (AS).

    “Kalau proyeksi saya mirip tahun lalu, sekitar US$ 7 miliar (Rp 115 triliun). Mungkin kalau dilihat trend-nya bahkan naik sekitar 6 persen (year on year) Kalau semua komponen kita ikutin dari tahun ke tahun,” ujar Rachmat Basuki saat forum diskusi di Tanah Abang, Jakarta Pusat.

    Industri komponen otomotif di Indonesia. Foto: Doc. TMMIN

    Hingga semester pertama tahun ini, kinerja ekspor komponen otomotif ke berbagai negara sudah mencapai US$ 3 miliar atau sekira Rp 50 triliun. Menurut Basuki, di tengah pasar otomotif nasional yang sedang melemah, industri terkait memang ‘menggantungkan hidup’ ke sektor ekspor.

    “Di tengah kondisi sulit ini, untuk menjaga kapasitas produksi dan maintain tenaga kerja, akhirnya kami menggenjot ekspor,” tuturnya.

    “Cuma memang yang ekspor itu kebanyakan perusahaan yang punya network. Misalnya perusahaan komponen yang joint venture dengan Jepang atau China. Tetapi yang benar-benar perusahaan lokal agak susah,” kata dia menambahkan.

    Produksi Komponen Otomotif RI Kalah dari Thailand

    Di saat yang sama, Basuki mengatakan, produksi komponen di Indonesia tahun lalu hanya 1,1 jutaan unit, sementara Thailand mencapai 1,4 jutaan unit. Meski demikian, penjualan komponen di dalam negeri masih lebih baik.

    “Kalau sales, Thailand tahun lalu capai 572 ribuan, sedangkan Indonesia 865 ribuan,” kata Basuki.

    Produksi komponen kendaraan bermotor di Thailand punya rata-rata 10 tahunan hingga 2 jutaan unit. Sedangkan Indonesia hanya di 1,2 juta unit. Karuan saja, mereka punya 2.800 suppliers, sementara kita hanya ada 1.550 suppliers.

    Rachmat Basuki menjelaskan, situasi pasar otomotif Indonesia yang terjadi belakangan memang tak ‘menguntungkan’ industri komponen kendaraan. Sebab, mobil listrik CBU (completely built up) atau impor utuh dipermudah masuk ke Tanah Air. Sehingga, produsen terkait tak membutuhkan lagi komponen dari dalam negeri.

    (sfn/din)

  • Ada Usulan Besaran Insentif Mobil di Indonesia Ditentukan dari TKDN

    Ada Usulan Besaran Insentif Mobil di Indonesia Ditentukan dari TKDN

    Jakarta

    Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) mengusulkan agar besaran insentif mobil ditentukan dari seberapa besar tingkat kandungan dalam negeri atau TKDN-nya. Sebab, dengan demikian, produsen akan ramai-ramai menggunakan komponen lokal.

    Usulan tersebut disampaikan langsung Rachmat Basuki selaku Sekretaris Jenderal atau Sekjend GIAMM. Menurutnya, dengan kebijakan tersebut, maka tak ada lagi produsen yang hanya mengejar batas minimal aturan TKDN.

    “Jadi, kalau maunya GIIAM, semakin tinggi TKDN mobilnya, semakin (besar) dikasih insentifnya. Tapi TKDN-nya yang benar, jangan sampai TKDN assembling aja 30 persen, kurang lah lokalisasinya,” ujar Rachmat Basuki di Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (25/9).

    Pabrik Daihatsu. Foto: Doc. ADM.

    Menurut Basuki, kebijakan tersebut lebih tepat. Sebab, dengan demikian, produsen terdorong memperluas penggunaan komponen lokal, sehingga meningkatkan kapasitas produksi serta menciptakan lapangan kerja bagi tenaga kerja di dalam negeri.

    Lebih jauh, Basuki menambahkan, realisasi lokalisasi komponen kendaraan di Indonesia masih menemui banyak tantangan. Lebih lagi, sejak dua tahun terakhir, mobil listrik impor mendapat ‘karpet merah’ dari pemerintah, sehingga tak ada penyerapan komponen lokal.

    Muncul usulan insentif mobil berdasarkan TKDN. Foto: Doc. TMMIN

    Selain itu, menurut Basuki, syarat TKDN 40 persen juga dianggap terlalu kecil untuk suatu kendaraan bermotor. Sebab, dari batas minimal tersebut, 30 persennya dihitung dari aktivitas assembling atau perakitan.

    “Aturannya itu terlalu mudah dan terlalu ringan untuk yang BEV, sedangkan kita misalkan (TKDN) Avanza (ICE) 80 persen, dia itu komponennya harus disuplai dari lokal, jadi akan tumbuh banyak pabrik, pabrik kodi, pabrik steering, dan lainnya,” tuturnya.

    “Kalau BEV peraturannya ini misalkan hanya dirakit di Indonesia, (sudah dapat) 30 persen TKDN, kalau begitu impor saja semua (komponennya) kan assembling sudah dapat 30 persen,” kata dia menambahkan.

    (sfn/din)