Demo Buruh di Depan Gedung DPR, Polisi Lakukan Rekayasa Lalin di Gatot Subroto
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com —
Satuan Lalu Lintas (Satlantas) Polda Metro Jaya memberlakukan rekayasa arus lalu lintas di Jalan Gatot Subroto dari arah Semanggi menuju Slipi pada Senin (22/9/2025) siang.
Langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi kepadatan akibat demonstrasi buruh dari berbagai serikat pekerja yang memadati kawasan depan Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat.
Arus kendaraan dari arah Semanggi mulai dialihkan sejak di bawah
flyover
Ladokgi.
Namun, pengalihan itu tidak berlaku penuh. Sebagian kendaraan masih diperbolehkan melintas di depan Gedung DPR RI meski lalu lintas padat merayap.
Sementara itu, sebagian pengendara dialihkan untuk berbelok kanan menuju Jalan Gerbang Pemuda.
Adapun kendaraan dari arah kawasan Gelora Bung Karno diarahkan untuk memutar balik dan dilarang masuk ke Jalan Gatot Subroto.
Meski sudah diberlakukan rekayasa lalu lintas, kawasan depan Gedung DPR tetap dipadati motor, mobil, truk, hingga bus yang mencoba melintas.
Kemacetan kian parah karena penyempitan dari tiga jalur menjadi hanya satu jalur tepat di depan gerbang utama DPR.
Klakson kendaraan terdengar bersahutan akibat antrean panjang, bahkan sebuah ambulans sempat terjebak macet meski sudah menyalakan sirene.
Kondisi bertambah semrawut karena jalur paling kiri dipenuhi kendaraan roda dua, mobil, hingga pedagang yang memarkirkan kendaraannya di bahu jalan.
Namun, arus lalu lintas kembali lancar setelah kendaraan melewati gerbang utama DPR RI menuju arah
flyover
Slipi. Arus di Jalan Tol Cawang–Grogol maupun sebaliknya juga terpantau ramai lancar.
Sebelumnya, ribuan buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI.
Dalam aksinya, mereka mendesak DPR segera mengesahkan RUU Ketenagakerjaan, menolak sistem
outsourcing
yang dianggap memperburuk kesejahteraan buruh, serta menyuarakan isu Supremasi Sipil sebagai respons atas perkembangan politik satu bulan terakhir.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Transportasi: Ambulans
-
/data/photo/2025/09/22/68d0d5cd88068.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Demo Buruh di Depan Gedung DPR, Polisi Lakukan Rekayasa Lalin di Gatot Subroto Megapolitan 22 September 2025
-

Tindak Pengguna Strobo Ilegal! Jalan Raya Bukan Panggung Arogansi
Jakarta –
Anggota Komisi III DPR RI, Hasbiallah Ilyas, meminta polisi menindak tegas pengguna strobo dan sirine ilegal di Indonesia. Sebab, selain menyalahi aturan, perbuatan tersebut juga termasuk arogan.
Menurut Hasbi, jalan raya merupakan fasilitas milik bersama. Sehingga, kata dia, tak ada yang boleh merasa paling berhak melintasinya.
“Jangan sampai jalan raya hanya jadi panggung arogansi bagi segelintir orang. Jalan adalah milik bersama, dan kita semua punya hak yang sama untuk menggunakannya dengan tertib dan aman,” ujar Hasbi, dikutip melalui laman resmi DPR RI, Senin (22/9).
Strobo mobil Foto: Selama 14 hari Operasi Patuh Jaya 2024, total 74 penggunaan strobo tidak sesuai peruntukannya ditindak polisi. (dok TMC Polda Metro Jaya)
Hasbi menjelaskan, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penggunaan lampu isyarat dan sirine dibatasi untuk kendaraan tertentu, yakni ambulans, mobil jenazah, pemadam kebakaran, kendaraan pengawalan, serta kendaraan aparat penegak hukum yang sedang menjalankan tugas.
Di luar itu, kata dia, penggunaan sirine dan strobo dianggap pelanggaran hukum yang dapat dikenakan sanksi.
“Penggunaan sirine dan strobo sudah ada aturannya. Tidak bisa sembarangan. Hanya kendaraan tertentu yang memang mendapat prioritas dalam keadaan darurat yang boleh menggunakannya. Polisi harus menindak tegas pengendara yang melanggar aturan ini,” ungkapnya.
“Kalau ada masyarakat biasa, kelompok tertentu, atau bahkan pejabat yang tidak berhak tapi memaksakan diri memakai sirine dan strobo, itu jelas melanggar hukum. Polisi jangan ragu memberikan sanksi, karena aturan ini dibuat demi keselamatan bersama,” tambahnya.
Hasbi mendorong kepolisian agar memperketat pengawasan, memperbanyak razia, sekaligus meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang tata tertib penggunaan perlengkapan kendaraan. Dia menilai, selain penegakan hukum, pendekatan persuasif melalui sosialisasi aturan juga penting dilakukan.
“Kalau masyarakat paham aturan, mereka akan lebih menghargai hak pengguna jalan lain. Tapi kalau tetap ada yang melanggar, tentu harus ada penindakan agar ada efek jera,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Korps Lalu Lintas (Korlantas) telah membekukan pemakaian strobo dan rotator di jalan raya. Namun, pengawalan khusus terhadap pejabat tertentu tetap dilaksanakan.
“Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu, sembari dievaluasi secara menyeluruh. Pengawalan tetap bisa berjalan, hanya saja untuk penggunaan sirene dan strobo sifatnya dievaluasi. Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan,” ujar Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho.
Lebih jauh, Agus menekankan, penggunaan sirene hanya boleh dilakukan pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas. Bukan asal-asalan demi mengejar kecepatan.
“Kalau pun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan. Sementara ini sifatnya imbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak,” tegasnya.
Keputusan bijak tersebut diambil sebagai bentuk respons positif atas aspirasi masyarakat yang merasa terganggu dengan penggunaan sirene dan strobo di jalan raya.“Kami berterima kasih atas kepedulian publik. Semua masukan akan kami tindaklanjuti. Untuk sementara, mari bersama-sama menjaga ketertiban lalu lintas,” kata dia.
(sfn/din)
-

Boncengan Tiga Tabrak Pohon, Dua Remaja Tewas Kecelakaan di Gubeng Surabaya
Surabaya (beritajatim.com) – Kecelakaan lalulintas pengendara sepeda motor bonceng tiga terjadi di Jalan Sulawesi, Kecamatan Gubeng, Surabaya pada pukul 04.04 WIB, menewaskan dua remaja, Senin (22/9/2025) pagi.
Remaja bonceng tiga mengalami kecelakaan dengan menabrak sebuah pohon di tepi jalan, setelah kendaraan yang ditumpanginya melaju oleng dari arah timur Viaduk Kertajaya ke arah barat.
“Laka tunggal korban berboncengan tiga dari arah timur Viaduk Kertajaya oleng kekanan nabrak pohon dua MD (meninggal dunia),” kata Kanit Lantas Polsek Gubeng Ipda Didik Supriyanto, Senin (22/9/2025).
Didik menyampaikan, korban meninggal dunia masing-masing adalah berinisial R usia 16 tahun, warga Jalan Gubeng Klingsingan, dan L 15 tahun yang belum diketahui tempat tinggalnya.
“Korban meninggal dunia dievakuasi ke kamar mayat RSUD Dr Soetomo Surabaya menggunakan ambulans,” urainya.
Sementara, untuk korban selamat ialah berinisial A perempuan 17 tahun asal Gubeng Jaya. Ia mengalami indikasi fraktur di tulang rahang dan juga dirujuk ke RSUD dr. Soetomo.
Dan terhadap barang bukti kecelakaan telah diamankan anggota Unit Laka Lantas Polrestabes Surabaya.
Dalam penanganan kecelakaan lalulintas tunggal bonceng tiga ini, turut melibatkan petugas BPBD dan Tim Gerak Cepat (TGC) Dinkes Kota Surabaya dalam proses evakuasi.
Kabid Darlog BPBD Kota Surabaya Linda Novanti mengatakan, meninggalnya dua korban remaja ini terjadi di lokasi kejadian kecelakaan setelah menabrak pohon.
“Korban ditemukan tergeletak di pinggir jalan. Penanganan dua korban MD (meninggal dunia) dipastikan oleh rekan Tim Gerak Cepat Pusat,” tutupnya. [rma/aje]
-

Saya Lihat yang Ilegal, Harus Ditertibkan
JAKARTA – Panglima TNI Agus Subiyanto menangapi soal keresahan publik soal penggunaan sirine dan strobo di jalan. Menurut Agus, saat ini memang banyak penyalahgunaan sirine dan strobo untuk kendaraan.
Sehingga, menurutnya, wajar bila muncul gerakan warga menolak memberi jalan kepada kendaraan yang dikawal sirine dan strobo selain mobil ambulans dan pemadam kebakaran.
“Ya mungkin ilegal yang harus, saya juga suka lihat, harus ditertibkan, lah, enggak boleh (dibiarkan),” tutur Agus ditemui di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Minggu, 21 September.
Agus mengaku sepakat bahwa pengawalan lampu strobo, sirine, dan rotator hanya diperuntukkan bagi kendaraan VVIP.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), pengaturan mengenai kendaraan yang mendapatkan hak utama di jalan tercantum di Pasal 134.
Di antaranya, kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan pimpinan lembaga negara, kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, serta konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan Polri.
“Saya rasakan untuk VVIP, dalam konvoi itu kan ada aturan, itu boleh, kalau untuk khusus VVIP itu ada aturan,” ujar Agus.
Oleh sebab itu, Agus mengklaim dirinya telah memberi peringatan kepada Polisi Militer atau POM TNI untuk tidak menyalakan strobo dan sirine saat mengawal kendaraan yang ia tumpangi ketika jalanan kosong.
“Saya sampaikan kepada satuan saya kalau ikuti aturan, kecuali ada hal yang memang membutuhkan kita urgensi cepat kita harus ada di suatu tempat, membutuhkan bantuan. Juga seperti ambulans, pemadam kebakaran, kita dahulukan,” jelasnya.
Panglima TNI Agus Subiyanto. (Diah-VOI)
Dalam beberapa waktu terakhir, publik diramaikan dengan gerakan yang menolak memberikan jalan kepada kendaraan-kendaraan yang menggunakan sirine. Gerakan itu kemudian dikenal dengan “Setop Tot, Tot, Wuk, Wuk” dan mendapatkan dukungan dari banyak warganet serta masyarakat.
Soal gerakan itu, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho saat ditemui sejumlah wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, menyatakan Polri telah membekukan penggunaan rotator dan sirine mobil pengawalan (patwal).
“Saya Kakorlantas, saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi padat,” urai Agus Suryonugroho kepada wartawan.
Agus juga berterima kasih atas masukan yang diberikan kepada masyarakat, terutama para pengendara yang terganggu dengan suara bising sirine mobil atau motor patwal.
“Semua masukan masyarakat itu hal positif untuk kita, dan ini saya evaluasi. Biar pun ada ketentuannya pada saat kapan menggunakan sirine, termasuk tot tot, dan ini saya terima kasih kepada masyarakat, untuk Korlantas sementara kita (telah) bekukan,” tandasnya.
-

Akui Minta Pengawalnya Matikan Sirine-Strobo di Jalan, Panglima TNI: Ganggu Saya Juga
JAKARTA – Panglima TNI Agus Subiyanto mengaku dirinya juga terganggu dengan bisingnya suara sirine dan lampu strobo pengawalan kendaraan di jalan, seperti yang dikeluhkan masyarakat belakangan ini.
Bahkan, Agus mengklaim dirinya telah memerintahkan kepada jajarannya untuk mematikan perangkat tersebut ketika mengawal kendaraan yang ia tumpangi. Sebab, Agus juga merasa terganggu.
“Saya juga mengarah kepada pengawal saya untuk tak bunyikan strobo karena ganggu kita juga. Ganggu saya juga. Saya kan pengen nyaman juga,” ucap Agus ditemui di kawasan Monumen Nasional (Monas), Minggu, 21 September.
Agus juga mengklaim tak mau menggunakan sirine dan strobo untuk menerobos lampu lalu lintas. Hal itu juga ia tekankan kepada pejabat TNI lainnya.
“Lihat aja kalau saya juga jarang pakai strobo. Saya kalau lampu merah saya berhenti. Kasad, semua berhenti. Saya sampaikan kepada satuan saya kalau ikuti aturan,” ungkap Agus.
Agus mengaku sepakat bahwa pengawalan lampu strobo, sirine, dan rotator hanya diperuntukkan bagi kendaraan VVIP.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ), pengaturan mengenai kendaraan yang mendapatkan hak utama di jalan tercantum di Pasal 134.
Di antaranya, kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas, kendaraan pimpinan lembaga negara, kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, serta konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan Polri.
“Saya rasakan untuk VVIP, dalam konvoi itu kan ada aturan, itu boleh, kalau untuk khusus VVIP itu ada aturan,” ujar Agus.
Oleh sebab itu, Agus mengklaim dirinya telah memberi peringatan kepada Polisi Militer atau POM TNI untuk tidak menyalakan strobo dan sirine saat mengawal kendaraan yang ia tumpangi ketika jalanan kosong.
“Saya sampaikan kepada satuan saya kalau ikuti aturan, kecuali ada hal yang memang membutuhkan kita urgensi cepat kita harus ada di suatu tempat, membutuhkan bantuan. Juga seperti ambulans, pemadam kebakaran, kita dahulukan,” jelasnya.
Dalam beberapa waktu terakhir, publik diramaikan dengan gerakan yang menolak memberikan jalan kepada kendaraan-kendaraan yang menggunakan sirine. Gerakan itu kemudian dikenal dengan “Setop Tot, Tot, Wuk, Wuk” dan mendapatkan dukungan dari banyak warganet serta masyarakat.
Soal gerakan itu, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho saat ditemui sejumlah wartawan di Mabes Polri, Jakarta, Jumat, menyatakan Polri telah membekukan penggunaan rotator dan sirine mobil pengawalan (patwal).
“Saya Kakorlantas, saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi padat,” urai Agus Suryonugroho kepada wartawan.
Agus juga berterima kasih atas masukan yang diberikan kepada masyarakat, terutama para pengendara yang terganggu dengan suara bising sirine mobil atau motor patwal.
“Semua masukan masyarakat itu hal positif untuk kita, dan ini saya evaluasi. Biar pun ada ketentuannya pada saat kapan menggunakan sirine, termasuk tot tot, dan ini saya terima kasih kepada masyarakat, untuk Korlantas sementara kita (telah) bekukan,” imbuhnya.
-

Mobil Pribadi Pasang Strobo Bisa Kena Sanksi, Ini Kendaraan yang Berhak Pakai
Bisnis.com, JAKARTA – Penggunaan lampu strobo dan sirene oleh kendaraan pribadi kerap ditemui di jalan raya. Dalam kondisi lalu lintas padat, tak sedikit pemilik mobil sipil menyalakan aksesoris tersebut untuk memberi kesan sebagai kendaraan pejabat atau aparat, agar mendapatkan prioritas dan cepat sampai tujuan.
Selain menimbulkan kebisingan, aksi tersebut juga membahayakan pengendara lain akibat silau cahaya strobo yang mengganggu konsentrasi dari pengendara di depan maupun arah berlawanan.
Padahal, penggunaan lampu isyarat dan sirene telah diatur secara tegas dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Kendaraan pribadi sama sekali tidak termasuk dalam kategori yang diperbolehkan menggunakan strobo.
Berdasarkan Pasal 134 UU No. 22/2009, ada beberapa kendaraan atau pengguna jalan yang memperoleh hak utama dan diprioritaskan untuk didahulukan sesuai urutan berikut:
a. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas
b. Ambulans yang mengangkut orang sakit
c. Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas
d. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia
e. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara
f. Iring-iringan pengantar jenazah
g. Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Setiap kendaraan yang mendapat hak utama tersebut wajib dikawal polisi dengan isyarat lampu merah atau biru serta bunyi sirene. Selain itu, Pasal 59 UU LLAJ juga mengatur penggunaan warna lampu rotator. Misalnya, warna biru dan sirene diperuntukkan bagi kendaraan kepolisian. Kemudian, warna merah digunakan untuk ambulans, pemadam kebakaran, pengawalan TNI, mobil jenazah, maupun kendaraan rescue.
Sementara itu, lampu kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan patroli jalan tol, derek, perawatan fasilitas umum, hingga angkutan barang khusus.
Adapun ancaman bagi pelanggaran penggunaan strobo oleh kendaraan sipil diatur dalam Pasal 287 Ayat (4) UU LLAJ. Pengendara yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan pidana kurungan paling lama satu bulan atau denda maksimal Rp250.000.
Penggunaan Sirene-Rotator di Mobil Patwal Dibekukan
Diberitakan sebelumnya, Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho menegaskan pihaknya membekukan sementara penggunaan sirene dan rotator di jalan raya. Meski begitu, pengawalan kendaraan pejabat tetap berjalan, hanya saja penggunaan sirene dan strobo tidak lagi menjadi prioritas.
“Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu sembari dilakukan evaluasi menyeluruh. Pengawalan tetap bisa dilakukan, hanya saja penggunaan sirene dan strobo sifatnya dievaluasi. Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan,” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (21/9/2025).
Agus menekankan, sirene hanya boleh digunakan dalam kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas.
Menurutnya, evaluasi ini merupakan bentuk respons atas aspirasi masyarakat yang mengeluhkan terganggunya kenyamanan akibat penggunaan sirene dan strobo. Sebab, belakangan ini gerakan setop “tot tot wuk wuk” bergema di media sosial.
“Kalau pun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan. Sementara ini sifatnya imbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak,” katanya.
-
/data/photo/2025/07/18/687a066db3c1f.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Panglima Ngaku Selalu Berhenti di Lampu Merah, Ikut Aturan Lalin meski dalam Pengawalan Nasional 21 September 2025
Panglima Ngaku Selalu Berhenti di Lampu Merah, Ikut Aturan Lalin meski dalam Pengawalan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengaku tetap mengikuti aturan lalu lintas saat berkendara meskipun dalam pengawalan.
Contohnya, dia bersama kendaraan iring-iringan tetap berhenti di lampu merah.
“Saya kalau lampu merah, saya berhenti. Kasad (Kepala Staf Angkatan Darat) semua berhenti. Saya sampaikan kepada satuan saya untuk mengikuti aturan,” kata Panglima usai meninjau baksos hingga pameran Alutsista di area silang Monas, Jakarta Pusat, Minggu (21/9/2025).
Agus pun mengaku jarang menggunakan lampu strobo, sirene, maupun rotator yang berlebihan saat melintasi jalan umum.
Ia beralasan ingin nyaman tanpa mendengar suara mengganggu, sekaligus menghargai pengguna jalan yang lain.
“Saya juga mengarah(kan) kepada pengawal saya untuk tidak bunyikan strobo karena ganggu kita juga. Ganggu saya juga. Saya kan pengen nyaman juga. Kendaraan juga tidak menghargai pengendara yang lain,”
“Lihat aja kalau saya juga jarang pakai strobo,” imbuhnya.
Ia pun meminta jajarannya untuk mematuhi aturan tersebut, meski penggunaannya diperbolehkan dalam keadaan tertentu.
Ia meminta jajarannya untuk mendahulukan kendaraan lain yang mengejar waktu, seperti ambulans hingga pemadam kebakaran.
“Kecuali ada hal yang memang membutuhkan kita urgensi cepat, kita harus ada di suatu tempat. Membutuhkan bantuan atau mungkin kita juga seperti ambulans. Ambulan kita dahulukan, kemudian pemadam kebakaran,” beber Agus.
Sebelumnya, media sosial diramaikan dengan gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” sebagai bentuk protes terhadap penggunaan sirene dan strobo.
Protes tersebut muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari unggahan poster digital hingga stiker sindiran yang ditempel pada kendaraan pribadi.
Salah satu stiker bahkan bertuliskan, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
Gerakan ini lahir dari kejenuhan masyarakat yang menilai banyak pengendara, baik kendaraan pribadi maupun pejabat, menggunakan sirene dan strobo secara berlebihan, bahkan di luar kepentingan darurat.
Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho menegaskan, penggunaan suara sirene tersebut untuk sementara dihentikan.
“Sementara kita bekukan. Semoga tidak usah harus pakai ‘tot tot’ lagi lah. Setuju ya?” ujar Agus di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025).
Agus menambahkan, kebijakan ini dikeluarkan karena masyarakat kerap merasa terganggu, terutama di tengah kepadatan lalu lintas.
“Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi (saat lalu lintas) padat,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2015/05/15/0642320sirine1780x390.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kesal Dengar Bunyi "Tot Tot Wuk Wuk", Warga: Ganggu, Suaranya Bikin Emosi Megapolitan 21 September 2025
Kesal Dengar Bunyi “Tot Tot Wuk Wuk”, Warga: Ganggu, Suaranya Bikin Emosi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Fenomena penggunaan sirene dan pengawalan jalan oleh sejumlah kendaraan, baik berpelat merah maupun hitam, kembali menuai sorotan.
Warga menilai fasilitas tersebut kerap dipakai untuk urusan pribadi, bukan kondisi darurat ataupun kepentingan negara.
Keluhan ini muncul seiring ramainya gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” di media sosial, yang mengecam penggunaan strobo dan sirene di jalan raya.
Dwi (40), karyawan swasta, mengaku kerap menjumpai kendaraan pejabat menggunakan sirene saat dirinya bepergian dengan taksi maupun transportasi daring.
“Kalau di luar negeri, itu cuma untuk presiden atau wakilnya. Di sini, kayak tiap hari ada aja.
Annoying
(mengganggu) banget, apalagi bunyinya dari jauh sudah bikin emosi,” kata Dwi kepada Kompas.com, Minggu (21/9/2025).
Ia menilai sirene seharusnya hanya digunakan oleh pemimpin negara atau tamu kenegaraan, bukan untuk setiap aktivitas pejabat.
“Kadang mikir, ini darurat apa enggak sih? Kalau memang buru-buru ke kantor oke lah, tapi kita juga pekerja, sama-sama butuh cepat,” ujar dia.
Hal senada disampaikan Tami (39), karyawan swasta lainnya. Ia menyayangkan ketika sirene dipakai untuk keperluan yang dianggap tidak mendesak.
“Pernah dengar kabar, ternyata dipakai buat ke padel. Masa iya buat olahraga perlu pengawalan begitu?” kata Tami.
Menurutnya, fasilitas negara yang dibiayai rakyat seharusnya dipakai bijak.
“Kalau ada event kenegaraan besar, seperti KTT, mungkin bisa dimaklumi. Tapi kalau hanya meeting harian atau olahraga, jangan lah. Itu cuma bikin macet tambah semrawut,” tegasnya.
Kecurigaan warga semakin besar ketika muncul layanan atau pengawalan berbayar.
Dwi menilai praktik itu membuka celah penggunaan sirene untuk kepentingan pribadi.
“Kalau punya uang, bisa beli jalan. Bahkan ada orang nikahan pakai patwal biar cepat sampai. Padahal kan enggak darurat,” ucapnya.
Sementara Naufal (31), seorang pengusaha asal Jakarta Barat, menilai penggunaan pengawalan di luar kepentingan negara hanyalah bentuk
privilege
bagi yang punya kuasa atau uang.
“Sekarang instansi ujung-ujungnya duit. Ada uang, ada kuasa. Semua bisa dibayar, termasuk patwal. Sementara kita masyarakat biasa tetap kena macet,” ujar dia.
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menegaskan bahwa sirene dan strobo hanya boleh dipasang di kendaraan prioritas.
Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Ojo Ruslani menyebut, penggunaannya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 135.
“Hanya ambulans, pemadam kebakaran, mobil jenazah, tamu negara, dan konvoi tertentu yang mendapat hak prioritas. Kendaraan pribadi tidak termasuk,” kata Ojo, Jumat (19/9/2025).
Ojo juga mengingatkan, pelanggar bisa dijerat Pasal 287 Ayat 4 dengan ancaman kurungan satu bulan atau denda Rp250.000.
“Masyarakat bisa melapor jika menemukan penyalahgunaan, termasuk oleh oknum aparat,” tambahnya.
Baik Dwi, Tami, maupun Naufal berharap aparat lebih tegas menindak pelanggar. Menurut mereka, pejabat justru harus memberi contoh dalam menaati aturan, bukan sebaliknya.
“Kalau enggak darurat, jangan pakai sirene. Kita sama-sama bayar pajak, sama-sama pengguna jalan. Haknya harus sama,” kata Naufal.
Gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” pun ramai di media sosial.
Warganet menyuarakan keresahan dengan poster, meme, hingga stiker sindiran.
Salah satunya berbunyi: “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
Masyarakat berharap aparat lebih tegas menindak pelanggar aturan, sekaligus mendorong pejabat maupun pemilik kendaraan agar lebih bijak menggunakan fasilitas negara maupun jasa pengawalan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/19/68cd1517470ac.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Polri Evaluasi Aturan Sirine dan Strobo, tetapi Pengawalan Pejabat Tetap Berjalan Nasional 21 September 2025
Polri Evaluasi Aturan Sirine dan Strobo, tetapi Pengawalan Pejabat Tetap Berjalan
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho mengatakan pihaknya tengah menyusun ulang aturan penggunaan sirene dan rotator untuk mencegah penyalahgunaan.
Namun, kegiatan pengawalan terhadap pejabat tetap dilakukan dengan pembatasan penggunaan sirine.
Hal tersebut Agus sampaikan dalam merespons masyarakat yang melakukan gerakan ‘setop tot tot wuk wuk’.
“Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu, sembari dievaluasi secara menyeluruh. Pengawalan tetap bisa berjalan, hanya saja untuk penggunaan sirene dan strobo sifatnya dievaluasi. Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan,” ujar Agus dalam keterangan tertulis, Minggu (21/9/2025).
Agus menekankan, penggunaan sirene hanya boleh dilakukan pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas.
Kalaupun digunakan, kata dia, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan.
“Sementara ini sifatnya himbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak,” ucapnya.
Agus menyampaikan, langkah evaluasi ini diambil sebagai bentuk respons positif atas aspirasi masyarakat yang merasa terganggu dengan penggunaan sirene dan strobo.
“Kami berterima kasih atas kepedulian publik. Semua masukan akan kami tindaklanjuti. Untuk sementara, mari bersama-sama menjaga ketertiban lalu lintas,” imbuh Agus.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) Pasal 59 ayat (5), dengan jelas mengatur siapa saja yang berhak menggunakan rotator dan sirene.
Di antaranya, lampu isyarat warna biru dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Lalu, lampu isyarat warna merah dan sirene digunakan untuk kendaraan bermotor tahanan, pengawalan TNI, pemadam kebakaran, ambulans, palang merah, rescue, dan jenazah.
Selanjutnya, lampu isyarat warna kuning tanpa sirene digunakan untuk kendaraan bermotor patroli jalan tol, pengawasan sarana dan prasarana LLAJ, perawatan dan pembersihan fasilitas umum, penderek kendaraan, serta angkutan barang khusus.
Sebelumnya, media sosial diramaikan protes warga terhadap maraknya penggunaan strobo dan sirene.
Aksi penolakan muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari poster digital hingga stiker satire di kendaraan pribadi.
Salah satu stiker yang viral berbunyi, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
Keluhan masyarakat terutama diarahkan pada kendaraan pejabat yang menggunakan pengawalan meski tidak darurat, serta mobil berpelat sipil yang memasang strobo maupun sirene tanpa hak.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/09/21/68cfa28e15ec7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
4 Panglima TNI Ngaku Jarang Pakai Strobo: Itu Ganggu Saya Juga… Nasional
Panglima TNI Ngaku Jarang Pakai Strobo: Itu Ganggu Saya Juga…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengaku jarang menggunakan lampu strobo, sirene, maupun rotator yang berlebihan saat melintasi jalan umum.
Ia beralasan ingin nyaman tanpa mendengar suara mengganggu, sekaligus menghargai pengguna jalan yang lain.
Hal ini dikatakannya menanggapi keresahan warga atas penggunaan sirene berlebihan pejabat saat melintasi jalan umum.
Keresahan ini berubah menjadi gerakan untuk tidak memberikan jalan selain untuk ambulans dan pemadam kebakaran.
“Saya juga mengarah(kan) kepada pengawal saya untuk tidak bunyikan strobo karena ganggu kita juga. Ganggu saya juga. Saya kan pengen nyaman juga. Kendaraan juga tidak menghargai pengendara yang lain,” kata Panglima usai meninjau baksos hingga pameran Alutsista di area silang Monas, Jakarta Pusat, Minggu (21/9/2025).
“Lihat aja kalau saya juga jarang pakai strobo,” imbuhnya.
Agus juga berujar, ia kerap mematuhi aturan lalu lintas ketika berkendara.
Jika lampu merah, kendaraan dan iring-iringan yang melintas bersamanya turut berhenti.
“Saya kalau lampu merah, saya berhenti. Kasad (Kepala Staf Angkatan Darat) semua berhenti. Saya sampaikan kepada satuan saya untuk mengikuti aturan,” ucap Agus.
Ia pun meminta jajarannya untuk mematuhi aturan tersebut, meski penggunaannya diperbolehkan dalam keadaan tertentu.
Ia meminta jajarannya untuk mendahulukan kendaraan lain yang mengejar waktu, seperti ambulans hingga pemadam kebakaran.
“Kecuali ada hal yang memang membutuhkan kita urgensi cepat, kita harus ada di suatu tempat. Membutuhkan bantuan atau mungkin kita juga seperti ambulans. Ambulan kita dahulukan, kemudian pemadam kebakaran,” beber Agus.
Lebih lanjut, ia mendorong penertiban jika lampu strobo hingga sirene dinyalakan tidak sesuai aturan.
“Ya mungkin ilegal yang harus, saya juga suka lihat, harus ditertibkan, lah. Enggak boleh,” tandas Agus.
Sebelumnya, media sosial diramaikan dengan gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” sebagai bentuk protes terhadap penggunaan sirene dan strobo.
Protes tersebut muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari unggahan poster digital hingga stiker sindiran yang ditempel pada kendaraan pribadi.
Salah satu stiker bahkan bertuliskan, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”
Gerakan ini lahir dari kejenuhan masyarakat yang menilai banyak pengendara, baik kendaraan pribadi maupun pejabat, menggunakan sirene dan strobo secara berlebihan, bahkan di luar kepentingan darurat.
Kepala Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho menegaskan, penggunaan suara sirene tersebut untuk sementara dihentikan.
“Sementara kita bekukan. Semoga tidak usah harus pakai ‘tot tot’ lagi lah. Setuju ya?” ujar Agus di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025).
Agus menambahkan, kebijakan ini dikeluarkan karena masyarakat kerap merasa terganggu, terutama di tengah kepadatan lalu lintas.
“Saya bekukan untuk pengawalan menggunakan suara-suara itu karena ini juga masyarakat terganggu, apalagi (saat lalu lintas) padat,” ucapnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.