Transportasi: Ambulans

  • Viral Bikin Ngilu! Perempuan Ini Curhat ‘Patah Leher’ saat Nguap Terlalu Lebar

    Viral Bikin Ngilu! Perempuan Ini Curhat ‘Patah Leher’ saat Nguap Terlalu Lebar

    Jakarta

    Hayley Black (36) di Inggris menceritakan pengalamannya mengalami patah leher karena menguap terlalu lebar. Kondisi ini membuatnya berada di kondisi antara hidup dan mati.

    Ibu dua anak itu menceritakan kejadiannya terjadi pada 2016. Saat itu ia menguap dan meregangkan tubuh setelah melihat bayinya yang baru lahir, Amelia, melakukan hal tersebut. Namun, Hayley tiba-tiba merasakan sakit yang luar biasa.

    “Tiba-tiba saya merasakan sensasi seperti tersengat listrik di setengah badan saya dan saya melonjak kaget. Lengan saya terhenti di udara dan tubuh saya mengalami sensasi seperti percikan listrik, mirip kejang di setengah badan. Saya tahu seketika ada yang sangat salah,” cerita Hayley dikutip dari Daily Mail, Selasa (23/9/2025).

    Karena panik, ia meminta suaminya untuk memanggilkan ambulans. Ia mengingat perjalanannya saat itu ke rumah sakit sangat menyakitkan sembari menahan kepala dengan penyangga.

    Ketika menjalani pemeriksaan, dokter awalnya tidak menemukan hal yang aneh dari tubuh Hayley. Mereka bingung, karena Hayley mengaku merasakan nyeri yang luar biasa. Sampai kondisi yang dialami oleh Hayley terungkap setelah dokter bedah datang.

    “Dokter melakukan pemeriksaan lebih lanjut, dan ahli bedah berkata, ‘ini lebih parah dari yang kita kira’. Saya lumpuh total di sisi kanan tubuh saya.Ternyata, ruas tulang leher C6 dan C7 bergeser maju menekan tulang belakang saya akibat kekuatan menguap. Mereka bilang ini kejadian yang sangat langka,” cerita Hayley.

    Hayley harus menjalani operasi darurat. Dokter menyebut saat itu peluang Hayley untuk selamat hanya 50 persen. Bahkan, jika selamat dokter memperkirakan peluang Hayley untuk hidup normal dan bisa berjalan juga hanya 50 persen.

    Namun, untungnya proses operasi darurat berjalan dengan sangat baik. Hayley merasa begitu beruntung karena ia masih bisa selamat

    “Saat saya bangun, semua fungsi tubuh saya kembali. Itu luar biasa. Saya sangat beruntung, tapi saya masih trauma. Saya tidak bisa menguap tanpa panik, dan sekarang setiap kali menguap, saya selalu menahan diri. Itu masih membekas sampai sekarang,” ujar Hayley.

    “Saya berterima kasih setiap hari kepada tim dokter karena saya masih bisa bersama anak-anak saya. Fakta bahwa saya tidak harus duduk di kursi roda adalah sebuah keajaiban, dan saya sangat bersyukur,” sambungnya.

    Proses pemulihan pasca operasi yang dijalani oleh Hayley berjalan hingga berbulan-bulan. Ia sempat mengalami nyeri saraf hebat serta fibromyalgia yang membuatnya mengalami nyeri seluruh tubuh, gangguan tidur, dan masalah konsentrasi.

    “Sampai sekarang saya masih kesakitan akibat kerusakan saraf. Saya sering merasakan nyeri yang menjalar ke lengan, punggung, leher, hingga kepala. Kalau saya tidak minum obat, setiap kali melangkah saya akan merasakan sengatan listrik di tulang belakang sampai ke kepala,” tandas Hayley.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/naf)

  • Kisah Pilu Fahmi Bo Bertahan Hidup Lewat Saweran Live TikTok

    Kisah Pilu Fahmi Bo Bertahan Hidup Lewat Saweran Live TikTok

    GELORA.CO  – Artis Fahmi Bo sudah tidak lagi syuting sejak 2022. Hal ini ada kaitannya dengan kondisi kesehatan yang semakin menurun. 

    Ya, komplikasi penyakit yang diderita Fahmi Bo membuat tubuhnya tak berdaya. Selain badan semakin kurus, dia juga sudah tidak bisa jalan karena masalah pada tulang di kakinya. 

    Untuk bisa bertahan hidup, Fahmi mengandalkan saweran saat live TikTok. Dia pun mendapatkan bantuan dari orang lain secara langsung atau lewat sahabat artis. 

    Sayangnya, belakangan ini Fahmi Bo sudah tidak bisa live TikTok karena sakit yang dideritanya membuat dia tak lagi sanggup live TikTok meski hanya duduk di depan ponsel. Tapi, saat masih bisa live, pendapatan Fahmi per hari paling sedikit Rp100 ribu. 

    “Enggak bisa dipastiin (berapa penghasilan per hari). Paling kecil Rp100 ribu. Tapi, beberapa hari ini enggak live, enggak kuat,” ucap dia saat ditemui wartawan di kawasan Jakarta Barat, belum lama ini. 

    Fahmi mengatakan pendapatan yang tak menentu itu digunakan untuk kebutuhan hidup, mulai dari makan hingga mengisi token listrik. 

    “Uangnya untuk makan, isi token listrik, sama laundry. Kalau lebih dari Rp100 ribu, buat bayar kontrakan. Ya, itu saja harapan saya dari Live TikTok,” tuturnya. 

    Sebagai informasi, saat ini Fahmi Bo sudah kehilangan kemampuan untuk berjalan. Aktivitasnya dibantu dengan kursi roda dan bantuan orang lain, bahkan sekadar untuk ke kamar mandi. Jika tidak ada orang, dia merangkak. 

    Kemudian, Fahmi pun cerita kalau dia belum lama ini dirawat di rumah sakit. “Dibawa ke rumah sakit Harapan Kita 9 hari, terus RS Pelni 9 hari juga. Dirawatnya dari 13 hari yg lalu, pulang kan hari Sabtu,” bebernya.

    “Karena dari segi jantungnya sudah selesai, sudah bagus. Tinggal ortopedi kakinya. Enggak mungkin kalau berobat jalan, saya harus pakai ambulans terus, sekarang enggak bisa berdiri,” sambung Fahmi Bo. 

    Fahmi kini hanya terbaring di kasur dengan menggunakan alat bantu pernapasan. Dia juga sudah tiga pekan kehilangan nafsu makan sehingga membuat badannya sangat kurus

  • Gerakan Stop Tot Tot Wuk Wuk Berakar dari Rasa Ketidakadilan di Jalan

    Gerakan Stop Tot Tot Wuk Wuk Berakar dari Rasa Ketidakadilan di Jalan

    JAKARTA – Munculnya gerakan stop tot tot wuk wuk belakangan ini adalah bentuk kegeraman masyarakat atas praktik penyalahgunaan atribut kendaraan tersebut.

    Belakangan ini media sosial tengah ramai dengan gerakan stop tot tot wuk wuk, yang menggambarkan bunyi sirene dan strobo yang kerap digunakan pejabat di Indonesia di jalan raya maupun jalan tol.

    Penggunaan aksesoris kendaraan itu dinilai menyalahi aturan dan menganggu kenyamanan berkendara. Bentuk protes ini muncul dalam berbagai cara, mulai dari poster digital yang tersebar di media sosial, hingga stiker sindiran yang ditempel pada kendaraan pribadi.

    Salah satu stiker yang ramai beredar berbunyi, “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”

    Artis Bertrand Antolin termasuk yang vokal menyuarakan kegeramannya atas penggunaan sirene dan strobo secara ilegal. Ia bahkan sering disebut mewakili suara rakyat yang muak dengan penggunaan sirene dan strobo tersebut.

    Sejumlah anggota kepolisian patwal di kawasan Nusa Dua, Badung, Bali, Oktober 2018. (ANTARA /FIKRI YUSUF)

    Menciptakan Ketidakadilan

    Keluhan masyarakat utamanya diarahkan kepada kendaraan pejabat yang menggunakan pengawalan, meski tidak dalam situasi darurat. Bahkan, tidak sedikit juga kendaraan berpelat sipil yang memakai strobo maupun sirene.

    “Kalau lagi panas-panas, macet, terus bunyi-bunyian itu kedengarannya puyeng banget, bikin emosi aja. Kita sama-sama bayar pajak, masa iya harus minggur buat pejabat yang cuma mau rapat atau urusan biasa,” kata seorang pengendara asal Jakarta, yang mengaku kesal setiap mendengar suara sirene di jalan.

    Menanggapi keresahan warganet di media sosia. Istana angkat bicara. Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi menegaskan, pejabat publik harus menjaga kepatutan dan tidak menggunakan fasilitas sirene dan strobo secara berlebihan. Aturan memang membolehkannya pada kondisi tertentu, tetapi penerapannya harus menghargai ketertiban umum.

    ”Jangan digunakan untuk sesuatu yang melampaui batas-batas wajar dan tetap kita harus memperhatikan dan menghormati pengguna jasa yang lain,” ujar Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Politisi Partai Gerindra ini juga mencontohkan Presiden Prabowo Subianto yang tidak selalu memakai sirene saat berkendara. “Bapak presiden sering ikut bermacet-macet, kalau pun lampu merah juga berhenti, ketika tidak ada sesuatu yang sangat terburu-buru mencapai tempat tertentu,” ucap Prasetyo.

    Pengamat transportasi Djoko Setijoworno menuturkan, alasan paling mendasar dari penolakan masyarakat adalah adanya penyalahgunaan sirene dan rotator atau yang dikenal sebagai strobo di jalanan. Masyarakat sering melihat kendaraan pribadi atau pejabat yang bukan dalam keadaan darurat menggunakan stroboe untuk menembus kemacetan.

    Hal ini, kata Djoko, menimbulkan persepsi bahwa strobo adalah simbol hak istimewa, bukan lagi sebagai alat untuk keselamatan publik.

    “Penggunaan yang tidak pada tempatnya ini menciptakan rasa tidak adil dan memicu kemarahan,” tutur Djoko dalam keterangan yang diterima VOI.

    Menurunkan Kepercayaan Masyarakat

    Tak hanya menimbulkan kecemburuan sosial, penggunaan rotator ternyata juga berdampak langsung pada kenyamanan warga, menurut Djoko. Suara sirene yang nyaring, terutama pada malam hari atau di lingkungan padat penduduk, kerap mengganggu waktu istirahat masyarakat.

    Lebih jauh, penggunaan sirene dan strobo secara sembarangan juga berpotensi menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem darurat.  

    “Saat mendengar sirene, masyarakat tidak lagi yakin apakah itu benar-benar situasi darurat atau hanya kendaraan yang ingin mencari jalan pintas. Akibatnya, ketika ada situasi darurat yang nyata, respons masyarakat untuk memberikan jalan mungkin tidak secepat atau setanggap seharusnya,” imbuhnya.

    Mengacu pada Pasal 134 dan 135 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkatan Jalan, sirene dan lampu isyarat (strobo) merah atau biru dperbolehkan untuk kendaraan yang mendapat hak utama, yaitu kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas, ambulans yang mengangkut orang sakit, dan kendaraan untuk memberi pertolongan pada kecelakaan lalu lintas.

    Selain itu, penggunaannya diperbolehkan pula untuk pengawalan kendaraan pimpinan lembaga negara serta kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, dan konvoi atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Polri.

    Pendistribusian logistik Pilkada Serentak 2024 dari Gudang Logistik KPU Situbondo, jawa Timur, dikawal mobil patwal Polres Situbondo. Sabtu (23/11/2024). (ANTARA/HO-Humas Polres Situbondo)

    Gerakan anti sirene dan strobo ilegal muncul tak lama setelah aksi protes besar-besaran rakyat Indonesia atas adanya berbagai tunjangan, termasuk tunjangan rumah Rp50 juta per bulan, untuk anggota DPR. Jika dihitung-hitung, total pendapatan anggota dewan mencapat Rpp200-an juta per bulan.

    Angka ini dinilai terlalu fantastis, memunculkan ketimpangan yang cukup lebar dengan rakyat, yang mayoritas tengah mengalami kesulitan finansial.

    Perasaan ketidakadilan juga kemudian ditumpahkan kepada para pejabat yang memanfaatkan penggunaan sirene dan strobo ilegal yang sering digunakan untuk membelah kemacetan, bahkan tak jarang menerobos lampu merah, sehingga menciptakan ketidakadilan di jalan raya.

    “Penolakan ini tidak hanya sekadar ketidaknyamanan, tetapi memiliki dampak serius,” tutur Djoko.

    “Intinya, penggunaan sirene dan rotator yang tidak sesuai aturan menciptakan ketidakadilan, mengganggu ketenangan, dan pada akhirnya merusak esensi dari tujuannya sebagai alat keselamatan,” kata dia menambahkan.

  • TNI tertibkan penggunaan sirene dan strobo

    TNI tertibkan penggunaan sirene dan strobo

    Jadi peruntukan strobo itu sebenarnya hanya untuk ambulans, pemadam kebakaran, kemudian mobil jenazah, kemudian mobil kawal, baik motor roda empat maupun roda dua. Di luar itu dilarang

    Jakarta (ANTARA) – Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Mayjen TNI Yusri Nuryanto mengatakan internal TNI sedang menertibkan penggunaan sirene dan strobo yang tidak sesuai aturan agar tidak mengganggu kenyamanan di jalan raya.

    “Di internal kita, di TNI, kami sudah sampaikan kepada masing-masing danpuspom angkatan untuk menertibkan itu,” ucap Yusri menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Senin.

    Dia menyebut pihaknya telah berkoordinasi dengan Direktorat Lalu Lintas Polri, mengingat belakangan ini penggunaan sirene dan strobo yang tidak sesuai peruntukannya diprotes masyarakat karena dinilai mengganggu.

    Danpuspom mengakui bunyi dan cahaya yang ditimbulkan dapat mengganggu pengguna jalan, karenanya sirene dan strobo harus digunakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

    “Jadi peruntukan strobo itu sebenarnya hanya untuk ambulans, pemadam kebakaran, kemudian mobil jenazah, kemudian mobil kawal, baik motor roda empat maupun roda dua. Di luar itu dilarang,” kata Yusri.

    Adapun Pasal 134 UU LLAJ mengatur bahwa pengguna jalan yang berhak didahulukan, antara lain pemadam kebakaran, ambulans, kendaraan pertolongan kecelakaan, pimpinan lembaga negara, tamu negara, iring-iringan pengantar jenazah, serta konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan Polri.

    Danpuspom mengimbau jajarannya untuk mencontoh Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto, sebab Panglima tidak menggunakan sirene dan strobo dalam perjalanan dinas.

    “Bapak Panglima sendiri tidak menggunakan itu. Jadi mari kita contoh, kita sesuai dengan aturan aja, ya, biar lebih enak,” tuturnya.

    Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto mengungkapkan bahwa dirinya telah mengingatkan polisi militer (POM) soal penggunaan sirene dan strobo agar dilaksanakan sesuai aturan.

    Panglima saat ditemui di TNI Fair 2025 di kawasan Monumen Nasional, Jakarta Pusat, Minggu (21/9), mengatakan sirene dan strobo bisa digunakan dalam kegiatan pengawalan selama mengikuti aturan.

    “Saya juga menyampaikan kepada, khususnya POM, kalau menyalakan strobo ada aturannya. Kalau lagi kosong dibunyikan, tidak etis juga. Tapi itu ada aturannya untuk VVIP (naratetama) menggunakan pengawalan,” katanya.

    Pewarta: Fath Putra Mulya
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Danpuspom: Panglima TNI Tidak Gunakan Strobo-Sirine Tot Tot Wuk Wuk – Page 3

    Danpuspom: Panglima TNI Tidak Gunakan Strobo-Sirine Tot Tot Wuk Wuk – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta- Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI, Mayjen Yusri Nuryanto mengklaim Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto tidak menggunakan strobo dan sirene saat melintas di jalan raya. 

    Penegasan ini disampaikan Yusri di tengah maraknya gerakan penolakan terhadap penggunaan sirene dan strobo yang ramai dijuluki masyarakat sebagai suara “tot tot wuk wuk”.

    “Bapak Panglima sendiri tidak menggunakan itu,” kata Yusri kepada wartawan, Jakarta, Senin (22/9/2025).

    Yusri meminta anggota TNI mencontohi Agus Subiyanto yang disiplin dalam berlalu lintas tanpa menggunakan strobo dan sirine sembarangan.

    “Jadi, mari kita contoh. Kita sesuai dengan aturan aja ya, biar lebih enak,” ujarnya.

    Dia menegaskan, penggunaan strobo dan sirine sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya dalam Pasal 134 dan 135. Dalam aturan tersebut, hanya kendaraan tertentu yang diizinkan menggunakan perangkat tersebut.

    “Penggunaan strobo itu hanya diperuntukkan bagi ambulans, pemadam kebakaran, mobil jenazah, serta kendaraan pengawalan baik roda dua maupun roda empat,” jelasnya.

  • Cerita Panglima TNI Jarang Pakai Strobo-Lampu Merah Wajib Berhenti

    Cerita Panglima TNI Jarang Pakai Strobo-Lampu Merah Wajib Berhenti

    Jakarta

    Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menceritakan tetap taat berlalu lintas meski dapat fasilitas pengawalan.

    “Lihat aja, kalau saya juga jarang pakai strobo, saya kalau lampu merah saya berhenti. KSAD semua berhenti,” kata Panglima TNI Jenderal Agus dikutip dari 20Detik, Senin (22/9/2025).

    Dia melanjutkan sirene dan strobo bisa digunakan dalam kegiatan pengawalan selama mengikuti aturan.

    “Saya sampaikan kepada satuan saya kalau ikuti aturan, kecuali ada hal yang memang membutuhkan kita, urgensi cepat, kita harus ada di suatu tempat,” imbuhnya.

    Panglima TNI itu juga mengungkapkan bahwa ia telah melarang pengawalnya untuk menggunakan strobo di jalan raya lantaran mengganggu dirinya serta pengendara lainnya.

    “Saya juga menyampaikan kepada, khususnya POM, kalau menyalakan strobo ada aturannya. Kalau lagi kosong dibunyikan, tidak etis juga. Tapi itu ada aturannya untuk VVIP menggunakan pengawalan,” ujarnya dalam video 20detik.

    Agus juga mengingatkan tetap memprioritaskan urutan sesuai aturan yang berlaku.

    “Membutuhkan bantuan atau mungkin kita juga seperti ambulans. Ambulans kita dahulukan, kemudian pemadam kebakaran, harus segera memberikan bantuan kepada yang membutuhkan,” kata dia.

    Gelombang protes dan penolakan terhadap penggunaan strobo, rotator, sirine belakangan memenuhi media sosial.

    Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol. Agus Suryonugroho membekukan sementara penggunaan sirine dan strobo. Tapi alat isyarat litu masih diperbolehkan untuk kegiatan patroli dan pengaturan lalu lintas.

    “Petugas Polantas (polisi lalu lintas) saat bertugas, baik dalam pengaturan lalu lintas maupun patroli rutin, tetap bisa menggunakan sirene dan strobo. Ini penting, terutama di jalan tol, di mana tanda-tanda isyarat seperti lampu dan suara sirene sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi peristiwa kecelakaan,” ujar Irjen Pol Agus di Jakarta, Minggu.

    Penggunaan sirine dan rotator terkait dengan proses pengawalan kendaraan prioritas di jalan. Tertuang dalam pasal 134 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan yang wajib didahulukan sesuai urutan adalah:

    (a) Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
    (b) Ambulans yang mengangkut orang sakit;
    (c) Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
    (d) Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
    (e) Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
    (f) Iring-iringan pengantar jenazah; dan
    (g) Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    (riar/din)

  • Infografis Korlantas Polri Larang Penggunaan Sirene dan Strobo – Page 3

    Infografis Korlantas Polri Larang Penggunaan Sirene dan Strobo – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Sempat ramai di sosial media (sosmed) gerakan publik melawan penggunaan sirene dan rotator bertajuk ‘Stop Tot Tot Wuk Wuk’ untuk kendaraan pejabat di jalan.

    Setelah ramai diperbincangkan, Korps Lalu Lintas atau Korlantas Polri pun mengeluarkan kebijakan membekukan penggunaan sirine, strobo, dan rotator dalam kegiatan pengawalan kendaraan pejabat yang dianggap tidak mendesak atau bukan prioritas.

    Kebijakan tersebut diambil sebagai respons atas keluhan masyarakat yang merasa terganggu dengan suara bising dan kilatan lampu yang kerap digunakan berlebihan di jalan raya.

    Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho menyampaikan, pengawalan terhadap pejabat tetap berjalan. Bedanya, strobo dan sirene tidak lagi sembarangan digunakan. Hanya ketika situasi darurat.

    “Pengawalan tetap jalan, tapi penggunaan bunyi-bunyi sirene, strobo itu perlu kita evaluasi dan bahkan bila perlu dibekukan. Untuk lebih baiknya demikian,” ujar Agus dalam keterangannya, Sabtu 20 September 2025.

    Lalu, seperti apakah aturan Undang-Undang soal penggunaan sirine, strobo, dan rotator? Penggunaan sirine dan strobo pada kendaraan di Indonesia sedianya diatur secara ketat untuk menjaga ketertiban dan keselamatan lalu lintas.

    Hanya kendaraan tertentu yang memiliki hak prioritas diperbolehkan menggunakan perangkat ini. Aturan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).

    Pasal 59 UU LLAJ secara spesifik mengatur penggunaan lampu isyarat dan sirene. Hanya kendaraan bermotor untuk kepentingan tertentu yang bisa dilengkapi dengan lampu isyarat dan/atau sirene. Penggunaan sirine dan strobo yang tidak sesuai dengan ketentuan dapat dikenakan sanksi pidana.

    Selain itu, lampu-lampu mengkilat dan berwarna-warni nyatanya juga memiliki arti dan isyarat tertentu yang dibagi menjadi merah, biru, dan kuning. Ketiganya memiliki fungsi berbeda:

    Warna Merah atau biru dengan sirene, berarti kendaraan itu memiliki hak utama, seperti polisi (biru + sirene), kendaraan tahanan, pengawalan TNI, ambulans, pemadam kebakaran, palang merah, tim penyelamat, hingga mobil jenazah (merah + sirene).

    Sementara warna Kuning tanpa sirene, hanya sebagai peringatan, bukan prioritas. Biasanya dipakai kendaraan patroli tol, pengawasan sarana/prasarana jalan, derek, perawatan fasilitas umum, hingga angkutan barang khusus.

    Lantas, bagaimana sebenarnya aturan Undang-Undang soal penggunaan sirine, strobo, dan rotator? Seperti apa aturan yang dibekukan? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini:

  • Korlantas Polri Evaluasi Penggunaan Sirene dan Rotator Patwal, Belum Terapkan Sanksi – Page 3

    Korlantas Polri Evaluasi Penggunaan Sirene dan Rotator Patwal, Belum Terapkan Sanksi – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri masih melakukan evaluasi terhadap penggunaan sirene dan rotator kendaraan patroli pengawal atau patwal di jalan.

    Meski telah memberikan imbauan tegas, belum ada penerapan sanksi bagi yang tidak mendengarkan arahan tersebut.

    “Ada ketentuannya kapan digunakan dan kapan tidak digunakan. Tetapi manakala ini aspirasi dari masyarakat, untuk sementara pengawalan yang menggunakan sirene, strobo, ini kami bekukan. Sambil nanti kita evaluasi yang terbaik seperti apa,” tutur Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho di Auditorium PTIK, Jakarta Selatan, Senin (22/9/2025).

    Menurutnya, evaluasi penggunaan sirene dan rotator akan melibatkan masyarakat dan para pakar. Kedepan, kata Agus, diskusi dilaksanakan untuk membahas tugas dan fungsi kepolisian dalam mewujudkan lalu lintas yang aman, selamat, tertib, dan lancar.

    “Tentunya contohnya di tol pada saat patroli. Ini kan penting sekali bagaimana caranya pengguna jalan itu aman dan selamat. Tentunya juga harus ada patroli polisi. Ini akan kita evaluasi, dan kami terima kasih kepada masyarakat bahwa ternyata Polantas juga disenangin oleh masyarakat,” terang Agus.

    Ada pun soal sanksi, Agus belum menegaskan lebih jauh. Pihaknya sejauh ini masih menggunakan pendekatan persuasif, agar semua pihak dapat memahami keresahan masyarakat dan bijaksana saat bertindak.

    “Kami tidak bangga untuk melakukan penegakan hukum. Tetapi kami mengimbau agar supaya mari kita jaga ketertiban bersama-sama,” ucap dia.

    “Hal-hal yang tidak baik dirasa oleh masyarakat, hal-hal yang tidak baik dirasa di perjalanan, polantas tidak akan mengedepankan penegakan hukum. Tetapi kami menghimbau kesadaran pribadi untuk kepentingan kita bersama,” Agus menandaskan.

     

    Kesal ambulans pembawa pasien menyalakan sirene, oknum polantas pukul sang sopir.

  • Tak Lagi Terdengar ‘Tok Tok Wuk Wuk’ di Ruas Sudirman-Thamrin Jelang Siang Hari Ini – Page 3

    Tak Lagi Terdengar ‘Tok Tok Wuk Wuk’ di Ruas Sudirman-Thamrin Jelang Siang Hari Ini – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, menjadi salah satu ruas jalan protokol langganan para pejabat melintas, lengkap dengan kendaraan patroli pengawal (patwal) yang berkelip dan berbunyi “Tot tot wuk wuk”. Di saat situasi macet, pengendara lain hanya bisa menggerutu, mengomel dalam hati lantaran dan terpaksa mencari cara untuk memberi kesempatan kendaraan itu melintas.

    Protes publik pun bergaung di sosial media, membentuk gerakan Stop Tot Tot Wuk Wuk demi meluapkan kejengkelan terhadap pejabat yang dinilai tidak memahami situasi di jalan. Sebab pada dasarnya, semua kendaraan pribadi punya hak yang sama kecuali termasuk kendaraan tertentu atau yang dikhususkan seperti ambulans dan mobil pemadam kebakaran.

  • Ramai Ditolak, Strobo-Sirene Bisa Bahaya Buat Pengendara Lain

    Ramai Ditolak, Strobo-Sirene Bisa Bahaya Buat Pengendara Lain

    Jakarta

    Penggunaan strobo dan sirene rupanya turut mempengaruhi keselamatan. Sirene yang terlalu bising dan strobo yang terang intimidatif, bisa bikin konsentrasi pengendara buyar.

    Muncul di media sosial ajakan untuk ‘Stop Tot Tot Wuk Wuk’ yang merujuk pada penggunaan strobo dan sirene di mobil pejabat. Penggunaan lampu strobo dan sirene itu dianggap mengganggu, sehingga ada ajakan agar tidak menggubris ketika penggunanya membunyikan untuk meminta dibukakan jalan.

    Praktisi keselamatan berkendara sekaligus Instruktur Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC) Jusri Pulubuhu menilai penggunaan strobo dan sirene ini memang bisa mempengaruhi beberapa aspek. Jusri menjabarkan dari sisi keselamatan misalnya, strobo yang terlalu terang dan sirene keras bisa mengganggu konsentrasi pengendara lain. Tak cuma itu, strobo dan sirene seolah intimidatif ke pengendara lain.

    “Menyebabkan kecemasan/kepanikan/stress mendadak sehingga berisiko menimbulkan kecelakaan,” terangnya.

    Jusri juga menyebut strobo dan sirene itu membahayakan pengguna jalan yang sensitif terhadap cahaya atau suara. Pun dari sisi hukum, sejatinya penggunaan lampu sirene itu sudah diatur dalam Undang-undang.

    Tertuang dalam pasal 134 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan yang wajib didahulukan sesuai urutan adalah:

    (a) Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas;
    (b) Ambulans yang mengangkut orang sakit;
    (c) Kendaraan untuk memberikan pertolongan pada kecelakaan lalu lintas;
    (d) Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia;
    (e) Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara;
    (f) Iring-iringan pengantar jenazah; dan
    (g) Konvoi dan/atau kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.

    Pasal 135 dalam Undang-undang yang sama, menyebutkan kendaraan yang mendapat hak utama harus dikawal oleh petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan/atau menggunakan isyarat lampu merah atau biru dan bunyi sirene.

    “Banyak kasus penyalahgunaan oleh kendaraan pribadi atau pejabat yang tidak dalam keadaan darurat. Masyarakat merasa aturan ini sering dilanggar, sehingga gerakan ini menjadi bentuk kontrol sosial terhadap ketidakadilan,” beber Jusri

    Meski begitu, Jusri menegaskan bukan berarti penggunaan strobo sirene bukan sepenuhnya harus dilarang. Ada beberapa kendaraan pengguna strobo dan sirene yang memang dalam kondisi darurat seperti pemadam kebakaran atau ambulans harus tetap diberi jalan.

    Adapun terkait penggunaan strobo dan sirene, Kakorlantas Polri Irjen Pol Agus Suryonugroho menyebut pihaknya akan melakukan pembekuan sementara. Kendati demikian, pengawalan terhadap kendaraan pejabat tertentu tetap dilaksanakan. Kakorlantas menekankan, penggunaan sirene hanya boleh dilakukan pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas.

    “Kalau pun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan. Sementara ini sifatnya himbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak,” tutur Agus.

    (dry/din)