Selain batu, bahan-bahan seperti gula merah, gabah padi, parutan kelapa, jagung, dan pecahan belanga diletakkan dalam pondasi rumah.
Setiap bahan memiliki makna filosofis. Misalnya, gula merah, gabah, dan jagung melambangkan kelimpahan rezeki, sementara parutan kelapa mencerminkan harapan agar penghuni rumah tidak pernah kekurangan.
Setelah ritual selesai, pembangunan rumah dilanjutkan secara bergotong royong atau mohuyula. Tradisi ini melibatkan masyarakat sekitar, yang bersama-sama membantu proses pembangunan rumah.
“Momayango tidak hanya memperkuat hubungan spiritual, tetapi juga menumbuhkan kebersamaan antarwarga,” tuturnya.
Payango bukan sekadar prosesi adat, tetapi juga bentuk penghormatan terhadap kearifan lokal Gorontalo. Di tengah derasnya arus modernisasi, melestarikan tradisi ini menjadi tanggung jawab bersama agar nilai-nilai budaya tidak hilang ditelan zaman.
“Dengan menjaga tradisi ini, masyarakat Gorontalo tidak hanya membangun rumah, tetapi juga mewariskan identitas budaya kepada generasi mendatang,” ia menandaskan.
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-color-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/4355352/original/054627600_1678600020-WhatsApp_Image_2023-03-12_at_13.28.57.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)