Liputan6.com, Yogyakarta – Tradisi buang bayi atau buang anak dalam budaya Jawa, yang dilakukan ketika weton bayi sama dengan anggota keluarga, kini semakin sulit ditemui. Meski pernah menjadi ritual yang dianggap penting untuk menjaga harmoni keluarga, praktik ini perlahan mulai ditinggalkan seiring perubahan zaman dan pola pikir masyarakat.
Mengutip dari berbagai sumber, weton merupakan hari lahir seseorang dalam perhitungan kalender Jawa yang terdiri dari gabungan hari pasaran dan hari biasa. Dalam kepercayaan Jawa, weton dipercaya memengaruhi sifat dan nasib seseorang.
Jika weton bayi sama dengan orang tua atau saudara kandung, ada keyakinan bahwa hal itu dapat menimbulkan kesamaan sifat yang berpotensi memicu konflik. Untuk menghindari hal tersebut, dilakukan ritual buang bayi secara simbolik.
Bayi tidak benar-benar dibuang, melainkan diangkat keluar rumah melalui jendela atau pintu, lalu diterima kembali oleh keluarga. Ritual ini dimaknai sebagai upaya memutus energi negatif dan menjaga keseimbangan dalam keluarga.
Dahulu, tradisi ini banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa, terutama di daerah pedesaan yang masih kuat memegang adat. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, semakin sedikit keluarga yang masih menjalankannya.
Di beberapa daerah seperti Batur, Banjarnegara, Jawa Tengah, ritual ini masih kadang ditemui, tetapi tidak sebanyak dulu. Sebagian keluarga lebih memilih alternatif lain, seperti ruwatan, untuk menetralkan energi negatif tanpa harus melakukan ritual buang bayi.
Beberapa faktor menyebabkan tradisi ini semakin jarang dilakukan. Pertama, pengaruh modernisasi dan pendidikan membuat masyarakat lebih rasional dalam menyikapi kepercayaan turun-temurun.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5147632/original/068801800_1740973641-arti-weton.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)