Topik: volatilitas

  • Harga Bitcoin Terjun Bebas Usai Shutdown AS Berakhir, Kok Bisa?

    Harga Bitcoin Terjun Bebas Usai Shutdown AS Berakhir, Kok Bisa?

    Jakarta

    Pasar aset kripto kembali bergerak melemah setelah harga Bitcoin (BTC) turun ke bawah level support di kisaran US$ 96.000. Hal ini terjadi saat shutdown atau penutupan pemerintah Amerika Serikat (AS) berakhir.

    Presiden AS Donald Trump telah menandatangani rancangan anggaran yang mengakhiri shutdown selama 43 hari pada Rabu malam (13/11) waktu setempat. Penandatanganan ini mengakhiri shutdown terpanjang dalam sejarah AS dan memulihkan pendanaan federal hingga 30 Januari 2026.

    Dengan beroperasinya pemerintah secara penuh, lembaga-lembaga yang memegang peran penting dalam ekosistem kripto, termasuk Securities and Exchange Commission (SEC) dan Commodity Futures Trading Commission (CFTC), dapat melanjutkan agenda regulasinya.

    Kondisi pasca shutdown kali ini berbeda. Meski pemerintah AS telah kembali beroperasi, reaksi pasar kripto relatif datar, bahkan Bitcoin masih berada di bawah tekanan.

    Vice President INDODAX, Antony Kusuma, menyampaikan bahwa fluktuasi harga saat ini harus dilihat sebagai konsolidasi pasar menuju fase pematangan. Selebihnya, ketidakpastian kebijakan suku bunga masih menjadi faktor utama yang menentukan arah pergerakan harga Bitcoin.

    “Kebijakan suku bunga The Fed memiliki imbas terhadap pergerakan harga Bitcoin. Selain itu, selama arah kebijakan masih belum pasti, volatilitas pasar akan tetap tinggi karena investor cenderung menunggu kejelasan sebelum kembali masuk,” ujar Antony dalam keterangan tertulis, Jumat (14/11/2025).

    Ia menambahkan bahwa sinyal pemangkasan suku bunga di bulan Desember nantinya bisa menjadi titik balik penting, sebab perubahan arah kebijakan moneter berpotensi membuka ruang pemulihan harga di pasar kripto global.

    Selain itu, di tengah tekanan jangka pendek ini, Antony menegaskan bahwa pergerakan harga yang terjadi saat ini merupakan bagian dari dinamika pasar aset digital di era ketidakpastian global.

    “Penurunan harga Bitcoin di bawah US$ 100.000 dipengaruhi oleh beberapa faktor makro yang bersifat eksternal. Dengan berakhirnya shutdown dan operasional regulator kembali berjalan, pasar memiliki ruang untuk menata ulang arah dalam beberapa minggu ke depan,” jelas Antony.

    Ia menjelaskan bahwa volatilitas saat ini tidak perlu disikapi dengan kepanikan. Antony menyebut seluruh investor bisa tetap tenang dan fokus pada prinsip manajemen risiko.

    “Koreksi semacam ini adalah bagian dari mekanisme pasar, dan setiap investor perlu meninjau kembali strategi investasi jangka panjang sesuai profil risiko masing-masing,” tambahnya.

    Ia menjelaskan, Shutdown yang berkepanjangan menyebabkan gangguan pada proses pengumpulan data ekonomi penting, termasuk Consumer Price Index (CPI) dan laporan pekerjaan (nonfarm payrolls) untuk bulan Oktober 2025 yang seharusnya dirilis pada bulan November 2025.

    Terkait sentimen inflasi, data terakhir menunjukkan adanya tekanan harga yang masih membayangi. Tingkat inflasi tahunan di AS naik menjadi 3% pada September 2025, tertinggi sejak Januari, dari 2,9% pada Agustus, meskipun angka ini sedikit di bawah perkiraan pasar sebesar 3,1%.

    Data CPI terakhir ini masih menjadi acuan utama bagi The Fed karena perilisan data terbaru yang tertunda akibat shutdown. Adapun dengan kembalinya regulator utama seperti SEC dan CFTC bekerja penuh, perhatian pasar mulai bergeser dari urusan politik ke arah kejelasan regulasi kripto yang lebih terarah,

    Misalnya, proses persetujuan ETF Kripto dan lanjutan pembahasan regulasi stablecoin. Kondisi ini bisa menjadi pondasi penting bagi perkembangan industri kripto dalam jangka panjang, meskipun tekanan inflasi masih perlu dicermati.

    (ily/hns)

  • 6 Aplikasi Trading Bitcoin Terbaik di Indonesia untuk Pemula

    6 Aplikasi Trading Bitcoin Terbaik di Indonesia untuk Pemula

    Jakarta, Beritasatu.com – Dunia aset digital, khususnya Bitcoin, semakin berkembang pesat di Indonesia. Tidak hanya menjadi alat investasi jangka panjang, kini Bitcoin juga aktif diperdagangkan di berbagai platform resmi yang diawasi oleh pemerintah. 

    Bagi pemula, memilih aplikasi trading yang tepat menjadi langkah penting untuk memastikan keamanan aset sekaligus kemudahan bertransaksi. Dengan semakin banyaknya pilihan, memahami fitur dan reputasi tiap platform menjadi hal yang sangat krusial. 

    Beberapa aplikasi kini bahkan menyediakan layanan kontrak derivatif seperti BNB USDT perp, yang memungkinkan trader memperdagangkan aset tanpa harus memilikinya secara langsung. 

    Untuk itu, kamu harus memilih dan menggunakan aplikasi trading dengan leverage tinggi yang aman dan terdaftar resmi menjadi kunci agar aktivitas investasi berjalan tanpa risiko berlebihan. Berikut 6 aplikasi trading Bitcoin terbaik untuk pemula, diantaranya adalah:

    1. Pintu: Aplikasi Lokal dengan Lisensi Resmi dan Antarmuka Ramah Pemula

    Pintu adalah aplikasi crypto yang telah diunduh lebih dari 10 juta kali dan memiliki banyak pilihan aset dengan lebih dari 320+ token, serta telah resmi terdaftar dan berada di bawah pengawasan OJK. Dengan antarmuka yang ramah pengguna dan fitur yang lengkap, Pintu cocok bagi investor pemula maupun trader profesional dan aktif. 

    Aplikasi ini mendukung berbagai aset populer seperti Bitcoin, Ethereum, dan Solana, serta menyediakan fitur tambahan seperti Pintu Earn dan Auto DCA untuk menabung crypto, Pintu Academy untuk belajar crypto, Pintu Pro untuk trading dengan fitur advanced di desktop maupun HP. 

    Pintu Pro adalah platform trading crypto lengkap yang memiliki fitur Spot dan Futures dalam satu platform, serta telah teregulasi resmi. Dengan Pintu Futures, trader dapat trading secara fleksibel dan efisien dengan memanfaatkan leverage hingga 25x untuk menangkap peluang di berbagai kondisi pasar baik saat harga naik maupun turun. 

    Tersedia juga versi web trading yang cepat, dilengkapi dengan fitur advanced trading yang lengkap seperti chart, limit order, trading futures, perpetual contracts dan margin trading. Kelebihan ini menjadikan Pintu Pro cocok untuk trader aktif dan profesional.

    Exchange Pintu dilengkapi dengan sistem keamanan berlapis yang dirancang untuk melindungi aset dan data pengguna secara maksimal seperti autentikasi dua faktor (2FA) dan verifikasi biometrik serta mengantongi sertifikasi keamanan internasional ISO 27001:2022. Bukan hanya itu saja, aset pengguna disimpan utuh di PT Kustodian Koin Indonesia (ICC) dan Fireblocks, dua mitra kustodian dengan teknologi kelas dunia yang menjamin keamanan penyimpanan aset digital.

    2. Indodax: Platform Lokal Tertua dengan Jutaan Pengguna

    Sebagai platform crypto pertama di Indonesia, Indodax (Indonesia Digital Asset Exchange) memiliki reputasi yang sangat kuat. Indodax kini melayani lebih dari 8 juta pengguna aktif dan menawarkan lebih dari 200 aset digital, termasuk Bitcoin, Ethereum, dan stablecoin.

    Indodax dirancang agar ramah bagi pemula dengan tampilan sederhana dan dukungan transaksi langsung dalam rupiah. Proses deposit maupun penarikan dana dapat dilakukan melalui berbagai metode pembayaran lokal. 

    Dari sisi keamanan, Indodax menerapkan two-factor authentication (2FA), sistem deteksi login asing, dan penyimpanan cold wallet untuk melindungi aset pengguna.

    Selain menjadi tempat jual beli Bitcoin, Indodax juga memiliki fitur edukatif dan komunitas aktif melalui forum dan kanal media sosial resminya, sehingga pemula bisa belajar langsung dari pengalaman trader lain.

    3. Tokocrypto: Kombinasi Legalitas Lokal dan Teknologi Global

    Platform resmi yang terdaftar di OJK dan memiliki kemitraan strategis dengan Binance, salah satu bursa crypto terbesar di dunia. Melalui kolaborasi ini, Tokocrypto mendapatkan dukungan teknologi, keamanan, serta likuiditas yang sangat kuat.

    Aplikasi ini dirancang untuk semua level pengguna dengan dua mode tampilan, yaitu Lite Mode untuk pemula dan Pro Mode bagi trader berpengalaman. Tokocrypto juga memiliki berbagai program edukasi seperti webinar, kelas investasi, dan Tokonews, kanal berita resmi seputar pasar crypto.

    Tokocrypto menyediakan sistem keamanan berlapis dan legalitas jelas, Tokocrypto menjadi jembatan ideal antara kenyamanan pengguna lokal dan infrastruktur global.

    4. Binance: Bursa Global dengan Fitur Profesional

    Bagi trader yang ingin memperdalam kemampuan analisis pasar, Binance tetap menjadi salah satu platform global paling populer di dunia. Binance dikenal karena volume transaksi yang tinggi, biaya rendah, dan fitur perdagangan yang sangat lengkap.

    Dengan aplikasi Binance maka kamu bisa melakukan trading Bitcoin dalam bentuk spot maupun futures, termasuk kontrak BNB USDT perpetual yang sangat populer di kalangan profesional. Binance juga memiliki fitur academy, di mana pengguna bisa mempelajari berbagai topik mulai dari blockchain, strategi trading, hingga manajemen risiko secara gratis.

    Meski belum terdaftar di OJK, banyak trader Indonesia yang menggunakan Binance karena keunggulan fiturnya. Namun, penting diingat bahwa penggunaan leverage di platform global seperti ini membutuhkan pemahaman kuat terhadap volatilitas pasar dan potensi kerugian yang tinggi.

    5. Bybit: Fitur Copy Trading dan Leverage Fleksibel

    Platform internasional yang semakin populer di kalangan pengguna Indonesia. Dikenal dengan sistem order yang cepat dan andal, Bybit menawarkan pengalaman trading profesional tanpa mengorbankan kemudahan penggunaan.

    Pengguna bisa memperdagangkan Bitcoin, Ethereum, dan aset lainnya baik di pasar spot maupun futures. Salah satu fitur unggulannya adalah copy trading, yang memungkinkan pengguna meniru strategi trader berpengalaman secara otomatis.

    Bagi pemula, fitur ini menjadi cara efektif untuk belajar langsung dari pelaku pasar profesional. Selain itu, Bybit juga memiliki mode demo trading, yang bisa digunakan untuk berlatih strategi tanpa risiko kehilangan uang sungguhan. 

    Dengan antarmuka yang bersih dan dukungan edukatif, Bybit menjadi jembatan bagi pengguna yang ingin memahami konsep aplikasi trading dengan leverage tinggi tanpa tekanan besar.

    6. Nanovest: Aplikasi Hybrid untuk Investasi Digital dan Aset Crypto

    Berbeda dari platform lain yang fokus sepenuhnya pada crypto, Nanovest mengusung konsep hybrid dengan menyediakan akses ke investasi saham luar negeri dan aset crypto dalam satu aplikasi. Kamu bisa membeli Bitcoin, Ethereum, dan berbagai aset digital dengan biaya transaksi rendah serta sistem keamanan berlapis.

    Keunggulan utama Nanovest adalah kemudahannya bagi pemula. Aplikasi ini memiliki tampilan modern, proses registrasi cepat, dan integrasi dompet digital yang memudahkan pengguna bertransaksi kapan pun. 

    Selain itu, Nanovest menekankan aspek edukasi keuangan digital dengan berbagai artikel dan konten panduan investasi yang tersedia langsung di dalam aplikasi. Nanovest juga telah terdaftar dan diawasi oleh OJK. 

    Dengan pendekatan yang ramah pengguna, platform ini menjadi pilihan menarik bagi investor muda yang ingin mulai mengenal Bitcoin tanpa kesulitan teknis.

    Dari penjelasan dapat disimpulkan, setiap platform menawarkan keunggulannya masing-masing. Pintu, Indodax, Nanovest dan Tokocrypto menjadi pilihan terbaik bagi pemula yang mencari keamanan, kemudahan, dan dukungan lokal resmi. 

    Sementara Binance dan Bybit menawarkan pendekatan yang lebih luas, dan memberikan leverage yang lebih tinggi dibandingkan aplikasi lokal. Perlu diingat, semua aktivitas jual beli crypto memiliki resiko dan volatilitas yang tinggi karena sifat crypto dengan harga yang fluktuatif. 

    Maka dari itu, selalu lakukan riset mandiri (DYOR) dan gunakan dana yang tidak digunakan dalam waktu dekat (uang dingin) sebelum berinvestasi. Segala aktivitas jual beli bitcoin dan investasi aset crypto lainnya menjadi tanggung jawab para trader dan investor.

  • IHSG Hari Ini Turun Dikit Nggak Apa-apa, Jangan Wait and See Lagi!

    IHSG Hari Ini Turun Dikit Nggak Apa-apa, Jangan Wait and See Lagi!

    Jakarta

    Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah jelang akhir pekan hari ini, Jumat (14/11). Berdasarkan data perdagangan RTI Business, IHSG hari ini terparkir di level 8.370,43 atau melemah tipis 0,02%.

    IHSG berbalik arah, padahal sejak pembukaan hingga menjelang penutupan perdagangan menguat. IHSG sempat berada pada level tertingginya di posisi 8.417,13 kemudian melemah ke 8.360,93.

    Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan pelemahan IHSG hari ini terjadi karena keraguan investor. Namun begitu, volatilitas indeks saat ini merupakan hal yang wajar. Karena menurutnya, IHSG yang terus naik maupun turun akan membuat broker rugi.

    “Hari ini turun dikit, itu nggak apa. Mereka ragu, tapi IHSG itu naik-turun-naik begini, karena kalau turun terus, naik terus nanti broker rugi. Turun terus rugi, flat juga rugi, yang bagus begini,” Purbaya di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (14/11/2025).

    Meski begitu, Purbaya meyakini IHSG bisa terus naik lantaran pondasi ekonomi Indonesia dalam kondisi yang baik. Bahkan ia percaya pertumbuhan ekonomi di kuartal IV mencapai 5,6-5,7%.

    “Jadi, fondasi seperti itu harusnya memberi keyakinan ke investor bahwa, ‘jangan wait and see lagi, kalau wait and see ketinggalan lu’. Ke depan, tahun berikutnya akan kita dorong lebih cepat lagi, lebih cepat, lebih cepat, lebih cepat, tanpa mengganggu fiskal sustainability,” tegasnya.

    Diketahui sebelumnya, Purbaya meyakini IHSG bisa tembus 9.000 akhir tahun. Alasannya, pemerintah saat ini sedang memperbaiki fondasi perekonomian Indonesia, dan investor tidak perlu khawatir. Purbaya menilai ekonomi Indonesia akan meningkat ke depannya seiring berbagai program yang dijalankan.

    “Akhir tahun bisa 9.000 nggak terlalu sulit. Setelah mereka tahu program yang saya jalankan betul-betul dijalankan dengan benar, fondasi ekonomi akan berubah,” katanya di Kementerian PU, Jakarta Selatan, Jumat (17/10/2025).

    (ara/ara)

  • Arah Wall Street Pekan Ini: Minim Data Ekonomi, Investor Cermati Dampak Shutdown AS

    Arah Wall Street Pekan Ini: Minim Data Ekonomi, Investor Cermati Dampak Shutdown AS

    Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan bursa saham Amerika Serikat (AS) pekan ini akan dipengaruhi oleh sikap investor yang mencermati arah ekonomi Negeri Paman Sam.

    Pasar AS saat ini menghadapi dilema karena minimnya data resmi akibat shutdown pemerintah dan tekanan di saham teknologi yang mengguncang Wall Street dari rekor tertingginya.

    Melansir Reuters pada Senin (10/11/2025), indeks S&P 500 ditutup melemah pada akhir pekan lalu, mengakhiri tren kenaikan selama tiga pekan berturut-turut. Meski kinerja emiten besar AS umumnya kuat pada musim laporan keuangan kuartal III/2025, indeks acuan itu masih turun sekitar 2,4% dari rekor penutupan tertinggi yang tercatat pada 28 Oktober.

    Kekhawatiran terhadap valuasi saham yang dinilai terlalu tinggi—terutama pada emiten yang terkait euforia kecerdasan buatan (AI)—kian meningkat setelah munculnya data tenaga kerja yang lemah, termasuk laporan lonjakan pengumuman pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan-perusahaan AS.

    Minimnya rilis data resmi pemerintah akibat penutupan operasional (shutdown) sejak 1 Oktober membuat investor kini lebih banyak mengandalkan data alternatif dari sektor swasta.

    “Kami tidak mendapatkan banyak data ekonomi. Dengan valuasi saat ini dan kenaikan yang sudah signifikan, investor mulai sedikit lebih berhati-hati. Itu bukan hal buruk, tapi terjadi di saat ketidakpastian terhadap laju pertumbuhan ekonomi makin besar,” ujar Anthony Saglimbene, Chief Market Strategist di Ameriprise Financial.

    Investor kini menimbang apakah pelemahan saham belakangan ini hanya aksi ambil untung dan koreksi sehat setelah reli panjang, atau sinyal awal penurunan yang lebih dalam. 

    Kekhawatiran akan terjadinya “gelembung AI” masih membayangi Wall Street, di mana S&P 500 telah naik 14% sepanjang tahun berjalan dan 35% sejak posisi terendah pada April.

    Sektor teknologi, yang menjadi motor utama reli pasar sejak lebih dari tiga tahun lalu, justru paling terpukul dalam penurunan terakhir, melemah sekitar 6% sejak pekan lalu.

    Sejumlah laporan pada Kamis menunjukkan tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja AS. Data Revelio Labs mencatat sekitar 9.100 kehilangan pekerjaan pada Oktober, sementara laporan Challenger, Gray & Christmas mengungkap rencana PHK melonjak hingga lebih dari 153.000 posisi. Bank Sentral Chicago memperkirakan tingkat pengangguran AS naik ke level tertinggi dalam empat tahun.

    Data tersebut muncul sehari setelah laporan ADP menunjukkan penambahan 42.000 pekerjaan di sektor swasta pada Oktober.

    Peter Cardillo, Chief Market Economist di Spartan Capital Securities menuturkan, laporan PHK dari Challenger, ditambah absennya data ketenagakerjaan resmi pemerintah, menjadi sinyal peringatan bahwa pasar tenaga kerja mungkin belum benar-benar stabil.

    Pekan ini seharusnya menjadi periode padat rilis data ekonomi, termasuk laporan inflasi konsumen dan produsen serta penjualan ritel. Namun, publikasi tersebut kemungkinan tertunda akibat penutupan pemerintah. 

    Investor kini akan mengandalkan laporan sekunder seperti indeks optimisme usaha kecil dari National Federation of Independent Business (NFIB) yang dijadwalkan terbit Selasa.

    Sementara itu, Menteri Transportasi AS memperingatkan pada Jumat bahwa pemerintah dapat memaksa maskapai mengurangi hingga 20% jadwal penerbangan bila shutdown tidak segera berakhir.

    Keterbatasan data resmi juga memperumit keputusan bank sentral AS (The Fed) yang harus menentukan langkah suku bunga pada rapat Desember. Setelah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin untuk kedua kalinya pada 29 Oktober, Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan bahwa penurunan lanjutan belum menjadi kepastian.

    “The Fed membutuhkan lebih banyak panduan untuk memahami kondisi pasar tenaga kerja. Mereka mendapatkan sinyal yang saling bertentangan, dan keputusan pada Desember tentu akan berdampak besar bagi pasar saham,” ujar Chuck Carlson, CEO Horizon Investment Services.

    Data futures Fed Funds pada Jumat malam memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga Desember sekitar 65%. Sebelum pernyataan Powell pada Oktober, pasar hampir sepenuhnya yakin pemangkasan akan dilakukan.

    Investor juga menantikan perkembangan negosiasi yang dapat mengakhiri shutdown, yang kini menjadi yang terpanjang dalam sejarah AS.

    Selain itu, perhatian pasar tertuju pada sisa laporan keuangan kuartalan sejumlah emiten besar, menjelang berakhirnya musim rilis laba yang umumnya positif. Dari 446 perusahaan dalam indeks S&P 500 yang telah melaporkan, 82,5% mencatatkan laba di atas ekspektasi analis — tingkat tertinggi sejak kuartal II/2021, menurut LSEG IBES.

    Pekan depan, laporan keuangan dari Walt Disney dan Cisco Systems akan menjadi sorotan, sebelum giliran raksasa semikonduktor Nvidia yang dijadwalkan pekan berikutnya. Nvidia kini menjadi perusahaan dengan valuasi pasar terbesar di dunia dan simbol antusiasme investor terhadap AI.

    “Saya memperkirakan volatilitas akan meningkat di saham-saham teknologi menjelang laporan Nvidia,” kata Saglimbene.

  • Harga HP Bakal Makin Mahal, Ternyata Ini Biang Keroknya

    Harga HP Bakal Makin Mahal, Ternyata Ini Biang Keroknya

    Jakarta, CNBC Indonesia – Harga HP dan perangkat elektronik diprediksi bakal merangkak naik dalam beberapa tahun ke depan. Penyebabnya karena Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC), raksasa produsen chip dunia, akan menaikkan harga produksi chip tercanggihnya mulai 2026. Chip merupakan komponen penting dalam HP hingga sejumlah perangkat elektronik lainnya.

    TSMC disebut akan menaikkan harga chip untuk node di bawah 5 nanometer, teknologi yang digunakan untuk prosesor kelas premium seperti pada ponsel flagship, laptop, dan perangkat AI.

    Menurut laporan TrendForce, kenaikan rata-rata diperkirakan mencapai 3 hingga 4 persen. Namun, untuk node paling canggih, kenaikannya bisa menembus 10 persen.

    Tidak berhenti di situ, chip 2nm, yang diproyeksikan menjadi tulang punggung performa smartphone flagship di masa depan, akan mengalami kenaikan harga tahunan selama empat tahun berturut-turut mulai Januari 2026. Artinya, hingga 2030, biaya produksi chip ultra-premium tersebut bisa melonjak dua digit.

    Kenaikan harga ini terjadi karena permintaan global terhadap chip berperforma tinggi terus melonjak, terutama dari perusahaan teknologi besar dan startup AI.

    Kebutuhan untuk GPU dan prosesor kuat masih tinggi, sementara pasokan belum mampu mengimbangi permintaan. Kondisi ini memaksa TSMC mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk proses manufaktur chip tercanggih, sekaligus mengurangi fokus pada chip yang lebih matang seperti 6nm dan 7nm.

    Situasi ini berisiko menekan produsen smartphone besar seperti Apple, Samsung, Xiaomi, hingga pembuat chip seperti Qualcomm dan MediaTek.

    Jika prediksi tersebut terbukti, produsen chip terbesar di dunia akan segera menghadapi lonjakan biaya manufaktur yang signifikan. Baik karena inflasi, permintaan pasar, atau volatilitas dalam ledakan AI, perusahaan seperti Nvidia dan Qualcomm kemungkinan besar akan meneruskan sebagian besar kenaikan tersebut kepada konsumen melalui harga produk yang lebih tinggi.

    (hsy/hsy)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Survei Kitco Sepekan: Pelaku Pasar Masih Optimistis terhadap Harga Emas

    Survei Kitco Sepekan: Pelaku Pasar Masih Optimistis terhadap Harga Emas

    Liputan6.com, Jakarta – Pelaku pasar ritel dan investor tetap optimistis harga emas masih tangguh pada pekan ini. Namun, hal ini berbeda dengan prediksi sejumlah pengamat yang tetap netral.

    Hal itu berdasarkan survei emas mingguan Kitco terbaru yang dikutip dari laman Kitco, Senin (3/11/2025).

    Berdasarkan survei Kitco sepekan, 14 analis berpartisipasi. Analis mulai bersikap netral setelah volatilitas logam mulia itu menyempit. Tiga analis atau 21% masih memperkirakan harga emas naik selama sepekan. Sedangkan tiga lainnya atau mewakili 21% memprediksi harga emas turun. Sementara itu, delapan analis atau 57% memprediksi harga emas akan sideways selama sepekan.

    Sedangkan 282 suara diberikan dalam jajak pendapat daring Kitco. Investor lokal memperkuat mayoritas bullish terhadap harga emas. 180 pelaku pasar ritel atau 64% memprediksi harga emas naik pekan ini. Sementara itu, 51 atau 18% memprediksi logam kuning akan merosot. 51 investor atau 18% memperkirakan harga emas konsolidasi selama sepekan.

    Chief Market Strategist SIA Wealth Management, Colin Cieszynski menuturkan, pihaknya tetap netral dengan harga emas selama sepekan. “Saya pikir emas masih perlu konsolidasi,” ujar dia.

    Sementara itu, Presiden dan COO Asset Strategiest International, Rich Checkan memprediksi, harga emas turun pada pekan ini. Namun, untuk jangka panjang, Rich Checkan prediksi, harga emas masih menguat.

    “Dalam jangka pendek, emas tampaknya itdak memiliki momentum yang dibutuhkan untuk mencapai level tertinggi baru,” ujar dia.

    Sejumlah pihak menilai hal itu disebabkan oleh meredanya ketegangan dengan China. Pihak lain menilai hal itu disebabkan oleh sikap ketua the Federal Reserve (the Fed) Jerome Powell yang sedikit lebih agresif yang mempertanyakan pemangkasan suku bunga pada Desember. Pihak lain juga menilai hal itu sebabkan oleh aksi ambil untung atau upaya terkoordinasi pelaku pasar untuk menurunkan harga emas.

    “Apapun penyebabnya, ini akan berlangsung singkat. Tapi saya rasa ini belum berakhir,” Checkan memperingatkan.

    Ia perkirakan ada pengujian lagi di bawah USD 4.000.

     

     

  • Daftar 10 Negara dengan Inflasi Tertinggi 2025

    Daftar 10 Negara dengan Inflasi Tertinggi 2025

    Bisnis.com, JAKARTA – Tekanan inflasi global masih belum merata, dan segelintir negara masih harus berjuang melawan pertumbuhan harga yang luar biasa tinggi yang didorong oleh pelemahan mata uang, tekanan fiskal, dan kerapuhan ekonomi struktural.

    Dari Afrika hingga Amerika Selatan, inflasi telah mengikis daya beli dan menguji respons kebijakan, dengan beberapa negara masih mencatat tingkat inflasi dua bahkan tiga digit pada 2025.

    Venezuela, di Amerika Selatan, seharusnya berada di peringkat pertama dengan tingkat inflasi 172%, tetapi data terbaru yang tersedia hanya mencakup April 2025, sehingga tidak termasuk dalam daftar.

    Meskipun banyak negara maju telah mengalami penurunan inflasi, beberapa negara berkembang juga masih terjebak dalam siklus harga tinggi, mata uang yang tidak stabil, dan rantai pasokan yang rapuh.

    Mengutip Riset Nairametrics terhadap data terbaru yang tersedia, sebagian besar berasal dari kantor statistik masing-masing negara, menunjukkan bahwa negara-negara seperti Venezuela, Sudan Selatan, dan Sudan memimpin dunia dengan tingkat inflasi di atas 80%, yang menggarisbawahi ketidakseimbangan makroekonomi dan tantangan tata kelola yang terus berlanjut.

    Berikut adalah negara-negara dengan tingkat inflasi tertinggi di dunia.

    10. Angola – 18,2% (September 2025, Afrika)

    Tingkat inflasi tahunan Angola mencapai 18,2% pada September 2025, mencerminkan moderasi yang stabil dari tingkat inflasi yang tinggi yang tercatat pada tahun 2024. 

    Menurut data dari Institut Statistik Nasional (INE) dan Bank of Angola, penurunan ini menandai kemajuan dalam upaya disinflasi negara tersebut, yang didukung oleh kebijakan moneter yang lebih ketat dan stabilitas nilai tukar yang relatif.

    Stabilitas kwanza (AOA) yang membaik sejak akhir 2024 juga telah memperlambat inflasi impor, terutama pada kategori makanan dan bahan bakar yang sebelumnya mendorong lonjakan harga.

    Namun, kerentanan struktural, seperti ketergantungan yang tinggi pada impor, produksi domestik yang terbatas, dan paparan terhadap fluktuasi harga minyak, terus memberikan tekanan mendasar pada harga.

    Untuk mendorong kemajuan, Angola mungkin perlu mempertahankan manajemen moneter yang bijak, memperkuat transparansi fiskal, dan berinvestasi dalam produksi domestik untuk mengurangi ketergantungan impor. 

    Reformasi berkelanjutan juga diperlukan untuk membangun kepercayaan investor dan meningkatkan produktivitas pertanian dapat membantu melindungi perekonomian dari guncangan eksternal dan mempertahankan stabilitas harga dalam jangka menengah.

    9. Malawi – 28,7% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Malawi naik menjadi 28,7% pada September 2025, naik dari 28,2% pada Agustus, menurut Badan Pusat Statistik. Faktor pendorong utamanya adalah kenaikan harga pangan dan bahan bakar, depresiasi mata uang, dan gangguan rantai pasokan. Ketergantungan pada barang impor dan tingginya biaya transportasi terus memperkuat tekanan inflasi.

    Untuk menstabilkan kwacha Malawi (MWK) perlu manajemen moneter yang bijak, meningkatkan hasil pertanian, dan mengatasi hambatan struktural di sektor energi dan logistik dapat membantu. Disiplin fiskal yang ketat dan penargetan inflasi yang kredibel dapat memulihkan stabilitas secara bertahap.

    8. Argentina – 31,8% (September 2025, Amerika Selatan)

    Inflasi Argentina sedikit melambat menjadi 31,8% pada September 2025 dari sekitar 33,6% pada Agustus, menurut data Instituto Nacional de Estadística y Censos (INDEC). 

    Meskipun lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, inflasi tetap menjadi masalah kronis yang berakar pada ketidakseimbangan fiskal dan kredibilitas moneter yang lemah.

    Defisit pemerintah yang besar yang dibiayai melalui pinjaman bank sentral, peso Argentina yang terdepresiasi (ARS$), dan ekspektasi inflasi yang terus-menerus terus memicu kenaikan harga.

    Konsolidasi fiskal, rencana disinflasi yang kredibel, dan pemulihan otonomi bank sentral menjadi langkah penting. Manajemen nilai tukar yang konsisten dan reformasi struktural untuk meningkatkan daya saing ekspor dapat membantu mengendalikan ekspektasi dan menstabilkan peso.

    7. Haiti – 31,9% (September 2025, Amerika Utara)

    Inflasi Haiti mencapai 31,9% pada September 2025, di tengah ketidakstabilan politik, tantangan keamanan, dan rantai pasokan yang rapuh. 

    Depresiasi gourde Haiti (HTG) terhadap dolar AS dan tingginya biaya impor pangan serta bahan bakar telah menyebabkan harga konsumen terus naik. Kelemahan struktural, terbatasnya produksi lokal, infrastruktur yang buruk, dan seringnya gangguan perdagangan memperkuat inflasi impor.

    Lingkungan politik dan keamanan yang stabil menjadi syarat penting untuk perbaikan ekonomi Haiti. Memperkuat pengelolaan mata uang, meningkatkan produktivitas pertanian, dan berinvestasi dalam transportasi dan logistik pasar, semuanya dapat membantu menurunkan inflasi secara berkelanjutan. 

    6. Zimbabwe – 32,7% (Oktober 2025, Afrika)

    Tingkat inflasi tahunan Zimbabwe mencapai 32,7% pada Oktober 2025, menurut laporan yang mengutip Badan Statistik Nasional Zimbabwe (ZimStat). Zimbabwe mengalami perubahan inflasi tahunan (YoY) bulanan paling dramatis, turun tajam dari 82,7% pada September 2025 menjadi 32,7% pada Oktober 2025.

    Meskipun ini menandai perbaikan dari episode hiperinflasi dalam beberapa tahun terakhir, inflasi tetap tinggi karena ketidakstabilan mata uang dan terbatasnya kepercayaan terhadap mata uang domestik, Zimbabwe Gold (ZWG) yang diperkenalkan pada April 2024 oleh Bank Sentral Zimbabwe (RBZ) untuk menggantikan dolar Zimbabwe (ZWL) yang sedang melemah.

    Ketergantungan yang terus-menerus pada impor, ketidakseimbangan moneter, dan kapasitas produksi yang lemah terus memicu volatilitas harga.

    Untuk memperkuat reformasi moneter, khususnya rasionalisasi mata uang, Zimbabwe perlu meningkatkan manufaktur domestik, dan memulihkan transparansi fiskal. Membangun kepercayaan investor dan memperluas investasi produktif juga dapat memoderasi inflasi jangka panjang.

    5. Turki – 33,29% (September 2025, Asia/Eropa)

    Inflasi Turki tetap tinggi di angka 33,29% per September 2025, naik dari 32,95% pada Agustus, mencerminkan pelemahan mata uang yang berkelanjutan dan kebijakan moneter yang tidak lazim sebelumnya yang mempertahankan suku bunga tetap rendah meskipun harga melonjak.

    Depresiasi lira Turki (TRY) telah meningkatkan biaya barang impor secara signifikan, terutama energi dan pangan. Permintaan domestik, yang didorong oleh dukungan fiskal dan ekspansi kredit, juga terus menekan harga.

    Komitmen yang kredibel terhadap pengetatan moneter, yang didukung oleh bank sentral independen, dapat membantu memulihkan kepercayaan dan memperkuat lira. Kehati-hatian fiskal, reformasi struktural, dan upaya untuk meningkatkan produksi dalam negeri juga penting untuk semakin menstabilkan lintasan inflasi.

    4. Burundi – 36,9% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Burundi mencapai 36,9% pada September 2025, sedikit meningkat dari 36,6% pada Agustus, yang sebagian besar didorong oleh biaya pangan dan transportasi, menurut kantor statistik nasional. 

    Tekanan tersebut mencerminkan depresiasi nilai tukar, tingginya harga impor, dan lemahnya produksi pangan domestik akibat cuaca yang tidak menentu dan terbatasnya infrastruktur. Seperti banyak negara berpenghasilan rendah, Burundi juga menghadapi kendala fiskal dan moneter yang membatasi kemampuannya untuk menahan lonjakan harga.

    Untuk memperkuat ekonominya, perlu meningkatkan produktivitas pertanian, memperbaiki infrastruktur transportasi, dan mempertahankan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih ketat. Memperkuat pengelolaan mata uang dan mengurangi ketergantungan impor, terutama untuk pangan dan bahan bakar, juga akan meredakan tekanan harga.

    3. Iran – 38,9% (Oktober 2025, Asia)

    Tingkat inflasi Iran mencapai 38,9% pada Oktober 2025, melonjak dari 37,5% pada September, menurut Pusat Statistik Iran. Tekanan inflasi berasal dari defisit fiskal, volatilitas mata uang, dan dampak sanksi internasional yang membatasi akses terhadap valuta asing. 

    Depresiasi Rial Iran (IRR) yang terus-menerus dan tingginya biaya impor terus mengikis daya beli rumah tangga. Otonomi bank sentral yang lemah dan monetisasi defisit telah membuat inflasi tetap tinggi.

    Memperkuat independensi bank sentral, membangun kembali penyangga valuta asing, dan konsolidasi fiskal secara bertahap akan menjadi langkah yang krusial. Terobosan yang meringankan sanksi eksternal atau memulihkan pendapatan ekspor minyak yang stabil juga dapat membantu menstabilkan rial dan meredam inflasi.

    2. Sudan – 83,47% (September 2025, Afrika)

    Inflasi di Sudan sudah turun menjadi 83,47% pada September 2025 dari sekitar 156,3% pada April 2025, sebagaimana dilaporkan oleh Sudan Tribune, mengutip statistik resmi. 

    Meskipun mengalami penurunan, inflasi tetap sangat tinggi, didorong oleh pasokan uang yang ekspansif, depresiasi nilai tukar, dan distorsi struktural di pasar pangan dan energi. Konflik dan fragmentasi kebijakan selama bertahun-tahun juga telah melemahkan kapasitas produksi. Kekurangan pasokan dan implementasi kebijakan yang tidak menentu terus menghambat stabilitas.

    Membangun kembali kerangka moneter yang stabil, mengendalikan pertumbuhan pasokan uang, dan meningkatkan produksi serta logistik pangan domestik akan membantu menurunkan harga. Stabilisasi nilai tukar dan konsistensi kebijakan kelembagaan merupakan kunci untuk memulihkan kepercayaan investor.

    1. Sudan Selatan – 107,9% (September 2025, Afrika)

    Inflasi Sudan Selatan masih termasuk yang tertinggi secara global, mencapai 107,9% pada September 2025, sedikit turun dari sekitar 112,6% tahun sebelumnya. 

    Perekonomiannya masih terus berjuang dengan nilai tukar yang fluktuatif, koordinasi kebijakan yang lemah, dan ketergantungan yang besar pada pendapatan minyak yang berfluktuasi seiring dengan harga global.

    Depresiasi tajam pound Sudan Selatan (£SSP) telah membuat biaya impor tetap tinggi, sementara gangguan pada jaringan transportasi dan pasokan mendorong kenaikan harga pangan dan bahan bakar. Ketidakpastian politik dan defisit fiskal yang terus-menerus semakin mempersulit upaya untuk menstabilkan harga.

    Membangun disiplin fiskal yang lebih kuat di sekitar pendapatan minyak, meningkatkan infrastruktur dan logistik perbatasan, serta mengadopsi kebijakan nilai tukar yang lebih kredibel dapat membantu mengendalikan inflasi seiring waktu. Mendorong produksi dalam negeri juga dapat mengurangi tekanan dari sisi penawaran.

  • Trump-Xi Ulur Waktu, Tapi Kecurigaan Masih Mengakar

    Trump-Xi Ulur Waktu, Tapi Kecurigaan Masih Mengakar

    Jakarta

    Pertemuan berisiko tinggi antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Cina Xi Jinping pada Kamis lalu di Busan, Korea Selatan, semula digadang sebagai momentum meredakan ketegangan tarif global yang telah berlangsung berbulan-bulan. Namun, pertemuan itu hanya berlangsung 100 menit – jauh dari ekspektasi tiga sampai empat jam—dan hasilnya pun tipis.

    Trump menyebut pembicaraan itu berjalan “luar biasa”, bahkan memberi nilai 12 dari 10. Beijing lebih berhati-hati, sekadar menyerukan agar saluran komunikasi tetap terbuka. Bagi mereka yang berharap hubungan Washington–Beijing mencair, singkatnya pertemuan itu menjadi pengingat bahwa ketidakpercayaan antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia masih mengakar dalam.

    Gencatan senjata taktis

    Trump mengumumkan sedikit rincian dari kesepakatan terbatas yang disampaikan Washington awal pekan itu: penundaan kenaikan tarif, pembatalan pembatasan ekspor logam tanah jarang, serta dimulainya kembali impor kedelai Amerika. Xi, lewat kantor berita Xinhua, menyebut kedua pemimpin mencapai “konsensus dasar” di bidang ekonomi dan perdagangan, seraya mengingatkan pentingnya kerja sama jangka panjang dan menghindari “siklus balas-membalas yang merugikan”.

    Deborah Elms, Direktur Hinrich Foundation di Hong Kong, menilai hasilnya “menarik tapi kabur.” Tak ada pernyataan bersama, tak ada konferensi pers. Pasar pun merespons datar: reli singkat saham Tiongkok memudar, sementara indeks berjangka Amerika melemah.

    “Pasar berharap banyak, tapi kecewa oleh minimnya detail,” kata Anna Wu, analis di Van Eck Associates. Ia menyebut kesepakatan itu sekadar “gencatan senjata taktis” dan memperingatkan volatilitas masih akan berlanjut.

    Tarik ulur Logam Tanah Jarang

    Trump mengklaim Cina sepakat menurunkan tarif 10 persen atas perdagangan terkait fentanyl, sebagai imbalan janji Beijing menekan peredaran opioid mematikan itu di AS. Ia juga menyebut adanya kesepakatan satu tahun untuk menjamin pasokan logam tanah jarang – bahan vital industri teknologi tinggi yang 70 persen dikuasai Tiongkok.

    Namun, seperti diingatkan ekonom Alicia Garcia-Herrero dari Natixis, kesepakatan itu belum jelas bagaimana izin ekspor akan dilonggarkan. “Logam tanah jarang tetap menjadi kartu truf Beijing,” ujarnya.

    Usai pembicaraan, Trump menulis di Truth Social bahwa Cina akan segera memulai pembelian energi Amerika dalam “transaksi besar-besaran”, termasuk minyak dan gas dari Alaska. Ia juga menyebut Cina akan membeli “jumlah luar biasa besar” kedelai dan hasil pertanian lain. Beijing, lagi-lagi, memilih nada hati-hati: kedua pihak, katanya, akan “memperkuat kerja sama di bidang energi dan perdagangan.”

    Uji Nuklir, gelagat Perang Dingin?

    Beberapa jam sebelum bertemu Xi, Trump mengumumkan rencana Amerika melanjutkan uji coba nuklir—yang pertama dalam 33 tahun—dengan fokus pada kemampuan kapal selam. Ia menyebut langkah itu demi “menyamakan kedudukan” dengan para rival.

    Langkah itu memicu kecaman para ahli pengendalian senjata. Garcia-Herrero menyebut keputusan itu “menakutkan” dan memperingatkan pasar bisa bereaksi negatif bila eskalasi bergeser dari ekonomi ke nuklir.

    Damai yang rapuh

    Meski ada jeda sementara, pembicaraan Busan jauh dari terobosan. Persoalan mendasar—seperti perlindungan kekayaan intelektual, dominasi teknologi AI, hingga persaingan strategis—nyaris tak tersentuh.

    Kedua ekonomi raksasa itu masih tertekan dampak perang dagang yang hampir setahun berjalan: tarif tinggi, rantai pasok terganggu, dan ketidakpastian investor menahan pertumbuhan. Krisis properti dan permintaan domestik yang lesu terus membebani ekonomi Tiongkok. Amerika pun bergulat dengan inflasi dan melemahnya industri manufaktur.

    Gencatan ini mungkin memberi napas pendek, tapi tanpa reformasi mendalam dan kerja sama berkelanjutan, ancaman eskalasi baru tinggal menunggu waktu.

    Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
    Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

  • EY: Prospek IPO RI positif seiring makroekonomi stabil-likuiditas kuat

    EY: Prospek IPO RI positif seiring makroekonomi stabil-likuiditas kuat

    Kunci sukses emiten Indonesia ke depan adalah kesiapan menghadapi volatilitas dan kemampuan membangun kepercayaan investor

    Jakarta (ANTARA) – Perusahaan jasa profesional multinasional EY memproyeksikan prospek Initial Public Offering (IPO) di Indonesia tetap positif hingga akhir 2025, ditopang oleh kondisi likuiditas yang kuat, kebijakan moneter longgar dan stabilitas makroekonomi.

    Namun demikian, Partner EY-Parthenon Indonesia Reuben Tirtawidjaja mengingatkan untuk tetap mewaspadai ketidakpastian politik dan volatilitas ekonomi di tingkat global.

    “Kunci sukses emiten Indonesia ke depan adalah kesiapan menghadapi volatilitas dan kemampuan membangun kepercayaan investor melalui tata kelola yang solid dan strategi pertumbuhan berkelanjutan,” ujar Reuben sebagaimana keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

    EY menilai fokus pasar modal Indonesia saat ini adalah emiten bernilai tinggi dan berfundamental kuat, sejalan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menekankan kualitas dibandingkan kuantitas aksi IPO​​​​​​​​​​​​​​.

    EY melaporkan jumlah aksi IPO di Indonesia turun 35 persen year on year (yoy) per kuartal III- 2025, namun, total penghimpunan dana justru melonjak hampir tiga kali lipat menjadi 906 juta dolar AS.

    “Selama tahun berjalan 2025, aktivitas IPO di Indonesia didominasi sektor industri, energi, konsumer dan kesehatan. Momentum ini akan berlanjut di kuartal IV, dengan pipeline 13 perusahaan yang siap melantai di bursa,” ujar Reuben.

    Ia mengatakan kinerja IPO Indonesia tahun 2025 didorong oleh sejumlah emiten besar, di antaranya PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) mencatatkan penggalangan dana senilai 283 juta dolar AS, diikuti PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) sebesar 146 juta dolar AS.

    Kemudian, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CBDK) sebesar 142 juta dolar AS, dan diikuti PT Yupi Indo Jelly Gum Tbk (YUPI) sebesar 123 juta dolar AS.

    Sebagai perbandingan, pada periode sama tahun lalu hanya ada satu IPO dengan nilai di atas 50 juta dolar AS, yaitu PT Ancara Logistics Indonesia Tbk (ALII) yang meraih dana 55 juta dolar AS.

    “Investor kini lebih berhati-hati dalam memilih emiten, menilai tidak hanya potensi keuntungan, namun juga narasi pertumbuhan, tata kelola dan kesiapan menghadapi disrupsi teknologi,” ujar Reuben.

    Dalam pipeline (antrean) IPO, tercatat ada 13 perusahaan, dengan rincian 5 perusahaan dengan aset di atas Rp250 miliar, 6 perusahaan dengan aset Rp50-250 miliar, serta 2 perusahaan beraset di bawah Rp50 miliar.

    Sementara itu, secara global, momentum IPO meningkat 19 persen (yoy) dengan lonjakan nilai mencapai 89 persen (yoy)

    Di Asia Tenggara, Singapura memimpin perolehan dana IPO per kuartal III-2025 dengan nilai 1,5 miliar dolar AS, disusul Indonesia di posisi kedua dengan 478 juta dolar AS.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • IHSG Hari Ini 29 Oktober Naik Nyaris 1 Persen

    IHSG Hari Ini 29 Oktober Naik Nyaris 1 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada Rabu (29/10/2025) ditutup naik 73,6 poin atau 0,91% ke level 8.166,22. Sejumlah saham terpantau menghijau, mulai dari saham INOV hingga STRK dengan lonjakan harga 16% sampai 34%.

    Adapun total nilai transaksi di bursa hari ini mencapai Rp 20,96 triliun. Sebanyak 373 saham naik, sedangkan 330 saham turun dan 253 saham stagnan. Volume perdagangan sebanyak 26,83 miliar saham dengan frekuensi sebanyak 2,213 juta kali.

    Sejumlah sektor saham mengalami penguatan pada penutupan pasar hari ini, dengan penguatan terbesar pada saham sektor properti yang naik 3,44%. Saham sektor keuangan juga menguat sebesar 1,56%, sektor barang konsumen primer 1,54%, dan sektor transportasi 0,97%.

    Selanjutnya, sektor energi menguat sebesar 0,79%, sektor kesehatan 0,4%, dan sektor barang konsumen non-primer 0,35%. Sebaliknya, saham sektor perindustrian melemah 0,95%, sektor properti melemah 0,74%, sektor teknologi melemah 0,66%, dan sektor infrastruktur turun 0,26%.

    Pilarmas memaparkan, volatilitas pasar masih menyelimuti pasar keuangan di saat pelaku pasar menantikan arah kebijakan The Fed dan juga pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) dengan Presiden China Xi Jinping.

    Menurut Pilarmas, pasar menunggu dan mencermati pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell tentang laju pelonggaran lebih lanjut. Sementara pasar memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga acuannya sebesar 25 bps ke level 4%.

    Selanjutnya, tambah Pilarmas, pasar juga menunggu pertemuan yang sangat dinantikan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden AS Donald Trump. Sebelumnya, Trump mengatakan berencana untuk membahas penurunan tarif terkait fentanil terhadap China dan mendukung petani AS.

    Dari internal, Pilarmas memaparkan, IHSG sempat tertekan pada sesi I hari ini karena aksi jual investor asing yang membukukan net sell Rp 1,20 triliun di pasar reguler.