Topik: volatilitas

  • IHSG ditutup menguat tipis di tengah masih bergulirnya tensi AS-China

    IHSG ditutup menguat tipis di tengah masih bergulirnya tensi AS-China

    Jakarta (ANTARA) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat sore ditutup menguat tipis di tengah masih bergulirnya tensi perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dengan China.

    IHSG ditutup menguat tipis 8,20 poin atau 0,13 persen ke posisi 6262,22. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 turun 0,41 poin atau 0,06 persen ke posisi 706,70.

    “Pasar masih diselimuti oleh tingginya volatilitas dan ketidakpastian pasar keuangan global, menyusul risiko meningkatnya tensi perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan China,” sebut Tim Riset Pilarmas Investindo Sekuritas dalam kajiannya di Jakarta, Jumat.

    Meskipun ada penangguhan tarif selama 90 hari, pelaku pasar tetap berhati-hati karena kebijakan perdagangan Presiden Trump dinilai dapat menjerumuskan ekonomi AS ke dalam resesi.

    Pemerintah AS telah mengonfirmasi bahwa tarif kumulatif atas barang-barang dari China telah meningkat menjadi 145 persen, yang memicu kekhawatiran terhadap pembalasan lebih lanjut dari China, yang saat ini telah mengenakan pungutan 84 persen atas impor dari AS.

    Gayung bersambut, China tengah mempersiapkan tindakan balasan tambahan yang menargetkan perusahaan-perusahaan asal AS, yang semakin meningkatkan ketidakpastian dan memicu kekhawatiran bahwa sengketa perdagangan yang berkepanjangan dapat mendorong ekonomi global menuju resesi.

    Dari dalam negeri, demi menjaga iklim usaha dari dampak kebijakan tarif perdagangan tinggi yang diterapkan oleh AS, pemerintah membuka ruang untuk melakukan revisi ketentuan perpajakan, terutama terkait aksi korporasi seperti merger dan akuisisi.

    Melalui revisi ini, diharapkan pelaku usaha yang terdampak oleh beratnya kondisi perdagangan global tidak semakin terbebani.

    Dibuka melemah, IHSG bergerak ke teritori positif hingga penutupan sesi pertama perdagangan saham. Pada sesi kedua IHSG betah di zona hijau hingga penutupan perdagangan saham.

    Berdasarkan Indeks Sektoral IDX-IC, tujuh sektor menguat yaitu dipimpin sektor barang baku yang menguat 2,87 persen, diikuti oleh sektor transportasi & logistik dan sektor energi yang masing- masing naik sebesar 1,27 persen dan 0,77 persen.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Kenapa Harga Saham Bisa Naik Turun Drastis? Ini Jawabannya

    Kenapa Harga Saham Bisa Naik Turun Drastis? Ini Jawabannya

    Jakarta: Pernah ngalamin saham yang kelihatannya oke banget, tiba-tiba anjlok tanpa peringatan? Atau sebaliknya, saham yang tadinya sepi peminat, tahu-tahu melejit gila-gilaan dalam semalam?
     
    Tenang, kamu nggak sendiri. Pergerakan harga saham memang bisa terasa seperti roller coaster, naik tajam, turun mendadak, dan seringkali bikin jantung deg-degan. 
     
    Tapi sebenarnya, apa sih yang bikin harga saham bisa berubah begitu cepat?

    Yuk, kita kupas tuntas secara ringan dan mudah dipahami seperti yang tim Medcom.id rangkum dari Newsletter Pintar Saham.

    1. Harga Saham = Permintaan dan Penawaran
    Ini hukum paling dasar. Kalau banyak yang mau beli, harga naik. Kalau banyak yang mau jual, harga turun. Sesimpel itu.
     
    Tapi tunggu dulu, di balik permintaan dan penawaran ini ada banyak faktor yang memengaruhi keputusan investor. Di sinilah cerita sebenarnya dimulai.
    2. Kinerja Keuangan Perusahaan
    Saham yang diburu biasanya berasal dari perusahaan dengan kinerja kinclong. Laba naik, utang terkendali, dan prospek cerah? Sudah pasti menarik minat investor.
     
    Sebaliknya, kalau laporan keuangan jeblok atau manajemen dinilai kurang solid, investor bisa buru-buru cabut. Makanya, setiap rilis laporan keuangan bisa langsung menggerakkan harga saham.
     

    3. Sentimen Pasar: Irasional tapi Berpengaruh
    Kadang, bukan angka yang bicara, tapi persepsi. Isu merger, pengunduran diri direksi, atau bahkan cuitan dari tokoh populer bisa bikin pasar heboh. Padahal, dari sisi fundamental belum tentu ada perubahan besar.

    4. Kebijakan Suku Bunga dan Kondisi Ekonomi
    Saat suku bunga naik, investor cenderung pindah ke instrumen yang lebih aman seperti deposito dan obligasi. Tapi ketika suku bunga rendah, saham jadi incaran karena return-nya lebih menjanjikan.
     
    Jadi, keputusan Bank Indonesia soal BI rate patut kamu perhatikan kalau nggak mau ketinggalan momentum.
    5. Aksi Trader dan Investor Institusi
    Harga saham juga bisa naik-turun dalam jangka pendek karena aksi beli-jual dari trader harian atau institusi besar. Mereka punya strategi sendiri, dan pergerakan mereka bisa menciptakan volatilitas tinggi yang nggak selalu mencerminkan nilai perusahaan.

    6. Ekspektasi Pasar
    Kadang ekspektasi lebih penting daripada fakta. Misalnya, jika pasar berharap laba naik 50 persen, tapi perusahaan cuma naik 40 persen, harga bisa turun karena dianggap “nggak sesuai harapan.”
     
    Sebaliknya, jika ekspektasinya rendah dan hasilnya di atas dugaan, pasar bisa bereaksi positif secara mengejutkan.
     
    Jadi, apa yang sebenarnya bikin harga saham naik atau turun? Jawabannya adalah gabungan antara data, sentimen, ekspektasi, hingga kondisi global.
     
    Itulah kenapa menjadi investor nggak cukup cuma paham teknikal. Kamu juga perlu melihat “cerita” di balik angka. Karena yang menggerakkan pasar bukan hanya logika tapi juga emosi.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Antusias, BEI ungkap 32 perusahaan siap IPO di tengah gejolak pasar

    Antusias, BEI ungkap 32 perusahaan siap IPO di tengah gejolak pasar

    Hingga saat ini, terdapat 32 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI.

    Jakarta (ANTARA) – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) melaporkan terdapat 32 perusahaan berada dalam antrean (pipeline) akan melangsungkan Initial Public Offering (IPO) di tengah volatilitas pasar saham domestik maupun global.

    Sampai 10 April 2025, sebanyak sebelas perusahaan telah melangsungkan IPO di pasar modal Indonesia, dengan dana dihimpun mencapai Rp5,92 triliun.

    “Hingga saat ini, terdapat 32 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna, di Jakarta, Jumat.

    Dari 32 perusahaan itu, Nyoman merincikan sebanyak 17 perusahaan masuk kategori beraset skala menengah antara Rp50 miliar sampai Rp250 miliar, merujuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 53/POJK.04/2017.

    Kemudian, sebanyak 12 perusahaan beraset skala besar dengan aset di atas Rp250 miliar, serta sebanyak tiga perusahaan beraset skala kecil dengan aset di bawah Rp50 miliar.

    Dari 32 perusahaan itu, dari sisi sektor, terdapat sebanyak tujuh perusahaan sektor barang konsumen primer, lima perusahaan sektor kesehatan, dan empat perusahaan sektor barang konsumen non primer.

    Lalu, empat perusahaan sektor industri, tiga perusahaan sektor energi, tiga perusahaan sektor keuangan, dan tiga perusahaan sektor transportasi dan logistik,

    Kemudian, satu perusahaan sektor teknologi. satu perusahaan sektor infrastruktur, dan satu perusahaan sektor barang baku,

    Sampai periode 10 April 2025, telah diterbitkan sebanyak 37 emisi dari 27 penerbit Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) dengan dana yang dihimpun senilai Rp50,1 triliun.

    Di sisi lain, terdapat 47 emisi dari 36 penerbit EBUS yang sedang berada dalam antrean (pipeline) untuk menerbitkan emisi EBUS.

    Sementara itu, untuk aksi rights issue, sampai periode ini telah terdapat dua perusahaan yang telah melakukan aksi rights issue dengan total nilai Rp470 miliar.

    Dalam antrean, terdapat sebanyak empat perusahaan yang akan melangsungkan aksi rights issue, yang terdiri dari dua perusahaan sektor barang baku, satu perusahaan sektor energi, serta satu perusahaan sektor kesehatan.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

  • OJK: ARB 15 persen seimbangkan perlindungan investor & efisiensi pasar

    OJK: ARB 15 persen seimbangkan perlindungan investor & efisiensi pasar

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi menyampaikan, keputusan untuk menyesuaikan batasan persentase auto rejection bawah (ARB) menjadi 15 persen merupakan langkah pendekatan yang lebih seimbang antara perlindungan investor dan efisiensi pasar.

    “Perlu saya jelaskan bahwasanya kebijakan ARB di level 15 persen ini sudah melalui kajian yang mendalam. Dan ini sudah merupakan pendekatan yang lebih seimbang antara perlindungan investor dan efisiensi pasar,” kata Inarno dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Maret 2025 di Jakarta, Jumat.

    Batasan persentase ARB kali ini tidak sama seperti saat situasi pandemi COVID-19 yang terjadi pembatasan-pembatasan ekonomi. Saat ini, ujar Inarno, OJK melihat pasar lebih stabil dan lebih matang sehingga diperlukan ruang yang lebih luas untuk menjaga stabilitas harga dan likuiditas.

    Inarno mengatakan, OJK dan self-regulatory organization (SRO) bersama pelaku pasar akan terus memantau secara berkala terhadap efektivitas pelaksanaan kebijakan ini.

    Apabila volatilitas dan tekanan di pasar saham sudah mulai berkurang serta didukung oleh data fundamental yang baik, OJK akan mempertimbangkan dengan seksama sebelum dilakukan penyesuaian terhadap kebijakan tersebut.

    Sebelumnya pada Selasa (8/4), PT Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan dukungan OJK melakukan penyesuaian ketentuan pelaksanaan penghentian sementara perdagangan efek (trading halt) dan batasan persentase ARB.

    Batasan persentase ARB disesuaikan menjadi 15 persen bagi efek berupa saham pada Papan Utama, Papan Pengembangan, dan Papan Ekonomi Baru, kemudian Exchange-Traded Fund (ETF), serta Dana Investasi Real Estat (DIRE) untuk seluruh rentang harga.

    Sementara terkait ketentuan trading halt, apabila Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan hingga lebih dari 8 persen maka dapat dilakukan trading halt selama 30 menit.

    Apabila terjadi penurunan lanjutan hingga lebih dari 15 persen, maka diterapkan trading halt tambahan 30 menit. Kemudian, trading suspend apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan hingga lebih dari 20 persen sampai akhir sesi perdagangan atau lebih dari satu sesi perdagangan setelah mendapat persetujuan atau perintah OJK.

    Dalam merespon tekanan di pasar modal yang terjadi belakangan ini, OJK bersama BEI juga telah memutuskan untuk menunda implementasi short selling dan menerbitkan kebijakan buyback saham tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

    Sesuai Peraturan OJK (POJK) No. 13 Tahun 2023, perusahaan terbuka dapat melakukan pembelian buyback tanpa RUPS dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan. Penetapan kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan berlaku enam bulan sejak 18 Maret 2025.

    Terkait perkembangan buyback tanpa RUPS, Inarno mencatat bahwa hingga 9 April 2025 terdapat 21 emiten yang berencana untuk melakukan buyback tanpa RUPS dengan total nilai anggaran dana buyback sebesar Rp14,97 triliun.

    Dari 21 emiten tersebut, sebanyak 15 emiten di antaranya telah melakukan buyback tanpa RUPS dengan nilai realisasi sebesar Rp429,72 miliar.

    “Jadi room-nya itu masih besar. Dan tentunya kita melihat perkembangan, volatilitas ke depan juga masih harus kita antisipasi dan room untuk buyback tersebut masih cukup banyak,” kata Inarno.

    Ia menegaskan, OJK juga terus melakukan monitoring atas perkembangan pasar serta tentunya untuk mengambil respon kebijakan yang cepat dan tepat dalam memitigasi volatilitas pasar.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pasar Sempat Bergejolak! Begini Langkah Cerdas yang Bisa Investor Lakukan

    Pasar Sempat Bergejolak! Begini Langkah Cerdas yang Bisa Investor Lakukan

    Jakarta: Pekan kedua April 2025 jadi masa yang menegangkan bagi investor. Bukan cuma di Indonesia, pasar global juga ikut tertekan. 
     
    Pemicunya? Pengumuman tarif impor dari Presiden AS, Donald Trump, yang menjuluki kebijakan ini sebagai Liberation Day.
     
    Merangkum Bibit, Trump menetapkan tarif dasar 10 persen untuk semua barang impor ke AS. Bahkan, beberapa negara mitra dagang dikenakan tarif lebih tinggi seperti untuk Tiongkok, Vietnam, dan Indonesia. 

    Dampaknya langsung terasa Wall Street sempat anjlok dan IHSG tiarap di perdagangan hari pertama setelah libur panjang Idulfitri. BEI bahkan sempat menghentikan sementara perdagangan (trading halt) demi menjaga kestabilan pasar.
     

    Jangan panik! ini alasan kamu perlu tetap tenang
    Lihat pasar merah semua? Tenang, kamu nggak sendirian. Tapi, panik bukanlah solusi.
     
    Sejarah sudah membuktikan bahwa gejolak pasar sifatnya sementara. Misalnya, pada 2008 IHSG sempat turun -62 persen dan di 2020 anjlok -38 persen. Tapi dalam beberapa tahun setelahnya, indeks bisa rebound +173 persen dan +66 persen.
     
    Jadi, kalau tujuan investasimu masih jangka panjang, jangan buru-buru jual aset hanya karena pasar turun. Ingat, investasi itu maraton, bukan sprint.
     

    5 langkah strategis untuk hadapi pasar yang lagi turun
    Kalau kamu bingung harus ngapain, ini langkah-langkah yang bisa kamu ambil:

    Ingat tujuan investasimu
    Kalau tujuan keuanganmu masih jauh, seperti dana pensiun atau beli rumah 10 tahun lagi, koreksi pasar sekarang cuma bagian kecil dari perjalanan panjang.
    Review portofolio kamu
    Cek lagi komposisi investasimu. Kalau kamu terlalu terganggu dengan volatilitas, bisa alihkan sebagian ke aset yang lebih stabil seperti Reksa Dana Pasar Uang atau obligasi pemerintah jangka pendek.
    Jangan emosional
    Hindari keputusan yang didasari kepanikan. Panic selling justru bisa bikin kamu kehilangan momentum saat pasar pulih.
    Cari peluang saat market turun
    Punya dana menganggur? Ini bisa jadi momen beli saham atau reksa dana yang harganya sedang diskon. Tapi tetap pilih aset berkualitas, ya!
    Gunakan strategi investasi berkala
    Biar nggak terpengaruh emosi dan market timing, kamu bisa mulai Systematic Investment Plan atau investasi rutin tiap bulan. Konsisten lebih penting daripada timing yang sempurna.

    Meski pasar sedang babak belur, salah satu hikmah yang bisa kamu lakukan adalah memperbanyak aset bagus jadi lebih murah. Selama kamu sudah riset dan tahu tujuan investasimu, ini saat yang tepat buat beli saat orang lain takut. 
     
    Tapi pastikan kamu tetap pegang prinsip diversifikasi dan pilih instrumen sesuai profil risiko ya!
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • 21 emiten antusias gelar buyback tanpa RUPS senilai Rp14,97 triliun

    21 emiten antusias gelar buyback tanpa RUPS senilai Rp14,97 triliun

    Jakarta (ANTARA) – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan terdapat sebanyak 21 perusahaan tercatat (emiten) yang antusias melaksanakan buyback (pembelian kembali) tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di tengah volatilitas pasar saham domestik maupun global saat ini.

    Sebanyak 21 emiten itu diperkirakan akan mengalokasikan total anggaran untuk melangsungkan buyback tanpa RUPS senilai Rp14,97 triliun.

    “Hingga 9 April 2025, terdapat 21 emiten yang berencana untuk melakukan relaksasi kebijakan buyback tanpa RUPS, dengan total nilai anggaran perkiraan alokasi dana buyback sebesar Rp14,97 triliun,” ujar Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna di Jakarta, Jumat.

    Dari 21 emiten itu, Ia mengungkapkan sebanyak 15 emiten telah melangsungkan buyback tanpa RUPS dengan realisasi anggaran buyback senilai Rp429,72 miliar, atau baru sebesar 2,87 persen dari total perkiraan anggaran yang senilai Rp14,97 triliun.

    “Terdapat 15 dari 21 emiten yang telah melakukan pelaksanaan buyback tanpa RUPS dengan nilai realisasi sebesar Rp429,72 miliar (2,87 persen),” ujar Nyoman.

    Nyoman memastikan BEI bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan terus melakukan monitoring terkait perkembangan pasar untuk mengambil respon kebijakan yang cepat dan tepat dalam memitigasi volatilitas pasar.

    “OJK dan BEI terus melakukan monitoring atas perkembangan pasar untuk mengambil respon kebijakan yang cepat dan tepat dalam memitigasi volatilitas pasar,” ujar Nyoman.

    Sebelumnya, OJK bersama BEI telah menerbitkan kebijakan pelaksanaan buyback tanpa RUPS pada 17 Maret 2025 lalu, di tengah volatilitas yang terjadi di pasar saham Indonesia.

    Sesuai Pasal 7 Peraturan OJK (POJK) 13/2023, dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, perusahaan terbuka dapat melakukan pembelian kembali saham (buyback) tanpa memperoleh persetujuan RUPS.

    Pelaksanaan pembelian kembali saham karena kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan juga wajib memenuhi ketentuan POJK Nomor 29 Tahun 2023 tentang Pembelian Kembali Saham yang Dikeluarkan oleh Perusahaan Terbuka.

    Pewarta: Muhammad Heriyanto
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Saham Amerika Serikat dan Dolar Anjlok, Perang Dagang Donald Trump Mengguncang Wall Street – Halaman all

    Saham Amerika Serikat dan Dolar Anjlok, Perang Dagang Donald Trump Mengguncang Wall Street – Halaman all

    Saham Amerika Serikat dan Dolar Anjlok, Perang Dagang Donald Trump Mengguncang Wall Street

    TRIBUNNEWS.COM- Saham Amerika Serikat anjlok tajam pada 11 April setelah Gedung Putih mengumumkan kenaikan tarif impor China menjadi 145 persen, naik dari yang dinyatakan sebelumnya sebesar 125%.

    Tarif yang direvisi ini mencakup tarif sebesar 20% yang diberlakukan awal tahun ini sebagai respons terhadap perdagangan gelap fentanil, sebagai tambahan terhadap bea “timbal balik” sebelumnya.

    Dow turun hampir 1.700 poin, sementara S&P 500 dan Nasdaq kehilangan 5?n hampir 6%.

    China memperingatkan akan terjadinya perang dagang jika pembicaraan tidak didasarkan pada rasa saling menghormati dan kesetaraan.

    Trump sebelumnya memutuskan untuk tidak melampaui 125% tetapi sekarang mengisyaratkan keterbukaan untuk bertemu Xi.

     

    Jatuh Sangat Dalam ke Zona Merah

    Pasar saham AS jatuh sangat dalam ke zona merah pada hari Kamis karena Gedung Putih mengklarifikasi rencananya untuk mengenakan tarif besar sebesar 145% terhadap China, yang meningkatkan perang dagang.

    Dow, setelah naik hampir 3.000 poin pada hari Rabu, mengalami hari yang tidak menentu di zona merah pada hari Kamis. Indeks saham unggulan turun 1.015 poin, atau 2,5%, setelah turun sebanyak 2.100 poin pada tengah hari.

    S&P 500 turun 3,46?n Nasdaq Composite turun 4,31%. S&P 500 baru saja melewati hari terbaiknya sejak 2008, dan Nasdaq pada hari Rabu mencatat kenaikan harian terbaik kedua dalam sejarah.

    Pasar saham, yang baru saja mengalami hari terbaik ketiga dalam sejarah modern , mulai tenggelam kembali ke realitas: Meskipun Presiden Donald Trump menghentikan sebagian besar tarif “timbal balik”-nya, pajak impor besar lainnya telah menimbulkan kerusakan signifikan, dan perekonomian tidak akan mudah pulih dari dampaknya.

    Setelah merayakan kemenangan pada hari Rabu, presiden pada hari Kamis mengakui beberapa “masalah transisi” mungkin akan terjadi.

    “Kemarin adalah hari yang besar. Akan selalu ada kesulitan transisi — tetapi dalam sejarah, ini adalah hari terbesar dalam sejarah, pasar. Jadi kami sangat, sangat senang dengan cara negara ini berjalan. Kami berusaha agar dunia memperlakukan kami dengan adil,” kata Trump di Ruang Kabinet.

    Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang asing, anjlok 1,7% pada hari Kamis, mencapai level terendah sejak awal Oktober. Dolar telah melemah secara luas tahun ini, sebuah tanda kekhawatiran investor tentang kesehatan dan stabilitas ekonomi AS.

    Harga emas mencapai rekor tertinggi baru di atas $3.170 per troy ons pada hari Kamis. Logam kuning tersebut dianggap sebagai tempat berlindung yang aman di tengah gejolak ekonomi dan geopolitik dan baru saja mencatat kuartal terbaiknya sejak 1986.

    Saham bergejolak setelah reli singkat

    Para pedagang gembira karena Trump mencabut sementara apa yang disebut tarif timbal baliknya, yang sebenarnya tidak saling timbal balik, selama 90 hari. Tarif tersebut mengenakan pungutan besar antara 11?n 50% pada puluhan negara.

    Kontrak berjangka saham pada hari Kamis juga merespons secara positif pengumuman Uni Eropa bahwa mereka akan menghentikan sementara tarif balasan terhadap Amerika Serikat dengan harapan tercapainya kesepakatan perdagangan setelah Trump mengubah sikapnya. Trump dan Menteri Keuangan Scott Bessent mengatakan lebih dari 70 negara sedang mengantre untuk merundingkan kesepakatan perdagangan dengan Amerika Serikat agar terbebas dari tarif, dan pemerintahan Trump ingin menyediakan waktu untuk mencapai kesepakatan.

    Namun, bahkan setelah Trump berubah pikiran, kenyataan tetap pahit: Para ekonom mengatakan kerusakan ekonomi telah terjadi, dan banyak yang mengatakan masih ada risiko tinggi resesi AS dan global. Saham masih jauh di bawah sebelum Trump mengumumkan tarif “Hari Pembebasan” minggu lalu, dan kerugian pasar saham yang besar, tarif yang berlaku, dan ketidakpastian yang tinggi tentang kebijakan perdagangan Amerika sudah cukup untuk menenggelamkan ekonomi, kata mereka.

    Tarif universal 10% Trump yang mulai berlaku Sabtu masih berlaku, begitu pula tarif 25% untuk impor otomotif, tarif 25% untuk baja dan aluminium, dan tarif 25% untuk beberapa barang dari Kanada dan Meksiko. Trump juga berjanji untuk melanjutkan tarif tambahan untuk farmasi, kayu, semikonduktor, dan tembaga.

    Goldman Sachs mengatakan pada hari Rabu setelah Trump melakukan detente parsial bahwa peluang resesi di Amerika Serikat masih seperti lemparan koin. JPMorgan pada hari Rabu malam mengatakan bank tersebut tidak akan mengubah perkiraan resesinya, masih melihat peluang 60% terjadinya resesi di AS dan global bahkan setelah keputusan “positif” Trump untuk mencabut tarif khusus negara yang “kejam”.

    “Menurut saya, ekonomi (AS) kemungkinan besar akan mengalami resesi, mengingat besarnya guncangan yang terjadi secara bersamaan,” kata Joe Brusuelas, kepala ekonom firma konsultan RSM, kepada CNN . “Semua ini hanya menunda sementara serangkaian pajak impor yang mungkin akan memberatkan sekutu dagang AS.”

    Indeks Volatilitas CBOE, atau pengukur ketakutan Wall Street, melonjak 40% pada hari Kamis. VIX sempat diperdagangkan di atas 50 poin pada tengah hari — level yang jarang terjadi terkait dengan volatilitas ekstrem.

    Data baru pada hari Kamis menunjukkan bahwa inflasi di AS melambat tajam pada bulan Maret. Meskipun biasanya hal itu merupakan berita baik bagi para investor, fokus di Wall Street tertuju pada tarif dan prospek ekonomi ke depannya.

    “[Data] hari Kamis adalah untuk bulan Maret, yang merupakan tinjauan mundur dan tidak memberi tahu pasar banyak tentang bagaimana tarif terkini, meskipun banyak di antaranya yang ditunda, memengaruhi harga konsumen,” kata Skyler Weinand, kepala investasi di Regan Capital.

     

    Tiongkok tidak akan mundur

    Sementara itu, Trump tidak menghentikan perang dagangnya yang mengkhawatirkan dengan China — malah, keadaannya semakin memburuk. Barang-barang yang datang dari China ke Amerika Serikat kini dikenakan tarif setidaknya 145%, Gedung Putih mengklarifikasi pada hari Kamis. Tarif “timbal balik” 125% yang diumumkan Trump terhadap China pada hari Rabu merupakan tambahan dari tarif 20% yang telah berlaku. Tidak jelas apakah tarif tersebut bersifat aditif.

    Saham langsung merosot lebih rendah setelah outlet berita mulai melaporkan klarifikasi sekitar pukul 11 ​​pagi ET.

    Pada hari Kamis juga, tarif balasan Beijing sebesar 84% terhadap impor AS ke China mulai berlaku.

    Tiongkok mengatakan pihaknya tetap bersedia berunding dengan Amerika Serikat, tetapi juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok juga menegaskan pada hari Kamis bahwa Tiongkok tidak akan mundur jika Trump memilih untuk meningkatkan perang dagang lebih lanjut.

    “Pintu perundingan terbuka, tetapi dialog harus dilakukan atas dasar saling menghormati dan kesetaraan,” kata juru bicara tersebut. “Kami berharap AS akan menemui Tiongkok di tengah jalan, dan berupaya menyelesaikan perbedaan melalui dialog dan konsultasi.”

    “Jika AS memilih konfrontasi, Tiongkok akan membalasnya dengan cara yang sama. Tekanan, ancaman, dan pemerasan bukanlah cara yang tepat untuk menghadapi Tiongkok,” kata juru bicara tersebut.

    Tanda-tanda stres

    Beberapa investor miliarder, yang telah menekan Trump agar mencabut tarif yang dikenakannya, sangat gembira karena presiden berhenti sejenak.

    “Ada cara yang lebih baik dan lebih buruk untuk menangani masalah kita dengan utang dan ketidakseimbangan yang tidak berkelanjutan, dan keputusan Presiden Trump untuk mundur dari cara yang lebih buruk dan bernegosiasi tentang cara menangani ketidakseimbangan ini adalah cara yang jauh lebih baik,” kata investor miliarder Ray Dalio dalam sebuah posting di X pada Rabu malam, seraya menambahkan: “Saya berharap… ia akan melakukan hal yang sama terhadap orang Tiongkok.”

    Namun, tanda-tanda stres masih ada di pasar, tidak hanya di pasar saham. Pasar obligasi, yang telah mengalami penjualan yang sangat cepat — imbal hasil Treasury 10 tahun melonjak melewati 4,5% pada hari Rabu dari di bawah 4% pada awal minggu — telah sedikit mereda. Imbal hasil meningkat ketika harga obligasi turun.

    Namun, imbal hasil obligasi 10 tahun berada di atas 4,3% pada hari Kamis. Itu bukan tanda kepercayaan.

    “Obligasi memberi sinyal bahwa jeda ini signifikan, namun belum banyak yang berubah secara fundamental,” kata analis ING dalam catatan kepada investor pada hari Kamis. “Pasar tidak akan mudah melupakan episode ini dengan fluktuasi pasar yang besar.”

    Harga minyak juga masih tertekan. Minyak AS turun lagi pada hari Kamis hingga di bawah $60 per barel, mendekati harga minyak pada bulan April 2021. Harga sempat turun drastis di bawah $57 per barel pada hari Rabu sebelum pulih kembali. Minyak mentah Brent, patokan global, juga turun 4% menjadi sekitar $63 per barel.

    Meski demikian, pasar global pulih tajam pada hari Kamis.

    Indeks acuan Nikkei 225 Jepang ditutup naik lebih dari 9%, sementara indeks Kospi Korea Selatan naik 6,6%. Indeks Hang Seng Hong Kong melonjak 2,1%. Taiex Taiwan naik 9,3%. Di Australia, ASX 200 ditutup naik 4,5%.

    Saham Eropa melonjak setelah Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menghentikan tarif pembalasan dan mengatakan dia menyambut baik langkah Trump untuk menghentikan tarif “timbal baliknya”.

    “Ini merupakan langkah penting menuju stabilisasi ekonomi global,” katanya dalam sebuah pernyataan pada hari Kamis . “Kondisi yang jelas dan dapat diprediksi sangat penting agar perdagangan dan rantai pasokan dapat berfungsi.”

    Indeks acuan Eropa STOXX 600 naik 3,7% pada hari Kamis. Indeks CAC Prancis naik 3,8?n DAX Jerman melonjak 4,5%, sementara indeks FTSE 100 London naik 3%.

     

    SUMBER: TECHINASIA, CNN

  • 21 Emiten Siap Buyback Tanpa RUPS, Nilai Realisasi Rp 15 Triliun

    21 Emiten Siap Buyback Tanpa RUPS, Nilai Realisasi Rp 15 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan kabar terbaru terkait jumlah emiten yang siap melaksanakan rencana pembelian kembali saham atau buyback tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

    Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, hingga Rabu (9/4/2025), sebanyak 21 emiten siap melaksanakan buyback tanpa RUPS, dengan total anggaran dana mencapai hampir Rp 15 triliun.

    Kebijakan buyback tanpa RUPS sendiri diatur dalam POJK Nomor 13 tahun 2023 tentang Kebijakan dalam Menjaga Kinerja dan Stabilitas Pasar Modal pada Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan.

    Hal ini akan berlaku selama 6 bulan, terhitung sejak 18 Maret 2025.

    “Terdapat 15 dari 21 emiten yang telah melakukan buyback tanpa RUPS dengan nilai realisasi sebesar Rp 429,72 miliar,” ujar Inarno dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan Maret 2025 secara daring, Jakarta, Jumat (11/4/2025).

    Dalam hal ini, Inarno menyampaikan bahwa OJK akan terus mengawasi perkembangan pasar. Tujuannya, yaitu untuk mengambil respons kebijakan yang cepat dan tepat dalam memitigasi volatilitas pasar.

    Sejumlah emiten yang melangsungkan buyback saham di antaranya adalah Grup Barito. Bahkan, portofolio milik konglomerat Prajogo Pangestu itu tergolong agresif dibandingkan dengan yang lainnya.

    Bagaimana tidak, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) telah mengumumkan buyback senilai Rp 2 triliun sepanjang periode 24 Maret 2025 hingga 23 Juni 2025.

    Selain itu, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) juga bersiap melakukan buyback sebesar Rp 2 triliun pada 21 Maret hingga 20 Juni 2025 dengan harga maksimal Rp 10.000 per saham.

    Emiten Grup Barito lainnya, PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), mengalokasikan sebesar Rp 500 miliar untuk buyback dalam periode 24 Maret 2025 hingga 24 Juni 2025.  

    Di luar Grup Barito itu, ada pula PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) milik konglomerat jalan tol Jusuf Hamka yang mengumumkan buyback senilai Rp 815,61 miliar mulai periode 2 Mei 2025 hingga 2 Juni 2025.

  • OJK dukung langkah pemerintah untuk lakukan negosiasi tarif dengan AS

    OJK dukung langkah pemerintah untuk lakukan negosiasi tarif dengan AS

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan dukungannya terhadap langkah-langkah strategis pemerintah Indonesia dalam melakukan negosiasi dengan Amerika Serikat (AS) terkait pengenaan tarif resiprokal serta memitigasi dampaknya terhadap perekonomian nasional.

    Langkah ini dilakukan terutama dalam upaya untuk memelihara stabilitas sistem keuangan, menjaga kepercayaan pasar untuk menjaga daya saing, dan momentum pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Dalam kaitan itu, OJK terus menjalin kerja sama dengan kementerian/lembaga maupun stakeholders terkait dalam merumuskan dan mengambil kebijakan strategis yang diperlukan termasuk bagi industri-industri yang terdampak langsung oleh tarif resiprokal itu,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Maret 2025 di Jakarta, Jumat.

    Sehubungan dengan kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, OJK telah menerbitkan kebijakan pelaksanaan pembelian kembali saham yang dikeluarkan oleh perusahaan terbuka dalam kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan atau buyback saham tanpa melalui RUPS.

    Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 13 Tahun 2023. Penetapan kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan berlaku enam bulan sejak 18 Maret 2025.

    “Kebijakan buyback saham tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bertujuan memberikan fleksibilitas bagi emiten untuk menstabilkan harga saham dalam kondisi volatilitas tinggi serta meningkatkan kepercayaan investor yang kami perkirakan akan dilaksanakan program buyback itu dalam waktu dekat,” kata Mahendra.

    Selain itu, imbuh Mahendra, OJK juga melakukan penundaan implementasi pembiayaan transaksi short selling oleh perusahaan efek yang berlaku sampai dengan enam bulan.

    Mempertimbangkan perkembangan bursa saham global dan regional yang mengalami tekanan pasca pengumuman tarif resiprokal serta mengantisipasi kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan,

    Ia menambahkan, OJK melalui bursa efek pada 7 April 2025 juga menempuh kebijakan berupa penyesuaian batasan trading halt dalam hal Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami pelemahan yang signifikan pada satu hari bursa yang sama serta penyesuaian batasan auto rejection bawah saham.

    “OJK senantiasa memonitor perkembangan pasar keuangan dan diharapkan dengan berbagai kebijakan yang diambil dan koordinasi yang erat dengan para stakeholders dapat dilakukan dengan baik agar mampu memitigasi dampak peningkatan risiko ketidakpastian global dari pengenaan tarif resiprokal oleh Amerika Serikat,” kata Mahendra.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2025

  • Ketua DK OJK: Stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga

    Ketua DK OJK: Stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Rapat Dewan Komisioner (RDK) Bulan Maret 2025 menilai bahwa stabilitas sektor jasa keuangan nasional tetap terjaga di tengah tantangan perekonomian global.

    “Perekonomian global cenderung divergent seiring rilis data perekonomian Amerika Serikat (AS) yang berada di bawah ekspektasi, sementara di Eropa dan Tiongkok justru di atas ekspektasi sebelumnya,” kata Ketua Dewan Komisioner (DK) OJK Mahendra Siregar dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Maret 2025 di Jakarta, Jumat.

    Ia menjelaskan bahwa volatilitas pasar tetap tinggi seiring ketidakpastian kebijakan ekonomi serta risiko geopolitik yang semakin cenderung meningkat.

    Proyeksi pertumbuhan ekonomi di tahun 2025 ini untuk global direvisi ke bawah oleh OECD dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) global diproyeksikan 3,1 persen dan 3 persen pada tahun 2026, utamanya akibat peningkatan hambatan perdagangan dan ketidakpastian kebijakan.

    “OECD juga merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,9 persen di tahun ini. Namun penurunan itu masih sejalan dengan perbandingan peer countries ataupun negara-negara berkembang di kawasan dan di luar kawasan,” kata Mahendra.

    Untuk PDB AS pada triwulan IV 2024 tercatat tumbuh sebesar 2,4 persen. Namun pada triwulan I tahun 2025 ini diprediksi oleh Bank Sentral Amerika atau The Fed bahwa PDB AS akan terkontraksi.

    Data aktivitas ekonomi di AS cenderung melambat dengan tingkat pengangguran naik ke 4,2 persen. The Fed tetap mempertahankan tingkat suku bunganya dan akan memangkas Fed Funds Rate (FFR) hanya 1 hingga 2 kali di tahun 2025.

    Untuk prakiraan Tiongkok, pemerintah meluncurkan stimulus mendorong konsumsi dengan sisi demand yang menunjukkan indikasi perbaikan permintaan antara lain peningkatan pada penjualan retail dan penjualan kendaraan bermotor.

    Untuk Indonesia di domestik, pada Maret 2025 kembali terjadi inflasi indeks harga konsumen (IHK) yang terjaga baik sebesar 1,03 persen year on year (yoy).

    Inflasi inti pada Februari cukup terkendali yaitu 2,48 persen yang menunjukkan permintaan domestik cukup baik, namun perlu dicermati beberapa indikator permintaan yang termoderasi.

    Kinerja perekonomian nasional masih solid sejalan juga dengan hasil peninjauan berkala dari lembaga pemeringkat Moody’s Investor Service yang menegaskan bahwa peringkat kredit Indonesia di level BAA2 dengan outlook stabil. Selain itu, Fitch juga mempertahankan rating Indonesia di level BBB dengan outlook stabil.

    “Hal itu merepresentasikan keyakinan global terhadap fundamental ekonomi Indonesia dan kebijakan yang diambil mampu menjaga ketahanan sektor keuangan di tengah kondisi ketidakpastian global,” kata Mahendra.

    Saat ini, ujar Mahendra, rating Indonesia dan posisi indikator kerentanan eksternal yang biasa digunakan menilai daya tahan perekonomian dan pasar keuangan suatu negara menunjukkan kondisi yang relatif baik dibandingkan peer countries.

    Hal itu tercermin baik dari sisi defisit fiskal Indonesia yang adalah 2,29 persen, kalau dibandingkan dengan India 7,8 persen, Turki 5,2 persen. Lalu rasio utang luar negeri terhadap PDB untuk Indonesia 30,42 persen, India 19,3, persen, Turki 43,9 persen.

    Adapun transaksi neraca berjalan terhadap PDB, untuk Indonesia rasionya surplus 0,63 persen, untuk India defisit atau negatif 1,1 persen, dan Turki negatif 2,2 persen.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Evi Ratnawati
    Copyright © ANTARA 2025