Topik: volatilitas

  • CEO GM Mary Barra Kantongi Kompensasi Rp 495,25 Miliar pada 2024 – Page 3

    CEO GM Mary Barra Kantongi Kompensasi Rp 495,25 Miliar pada 2024 – Page 3

    Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada Jumat, 11 April 2025. Penguatan wall street terjadi di tengah perdagangan yang bergejolak pada pekan ini.

    Mengutip CNBC, Sabtu (12/4/2025), indeks S&P 500 menguat 1,81 persen ke posisi 5.363,36. Indeks Dow Jones mendaki 619,05 poin atau 1,56 persen menjadi 40.212,71. Indeks Nasdaq melesat 2,06 persen menjadi 16.724,46.

    Bursa saham AS menguat pada Jumat sore waktu setempat setelah komentar dari Gedung Putih kalau Presiden AS Donald Trump optimistis China akan mencari kesepakatan dengan AS.

    Pekan ini telah menjadi salah satu periode paling fluktuatif yang pernah tercatat untuk wall street. Rata-rata indeks acuan pada Kamis pekan ini seiring ketidakpastian kebijakan perdagangan membebani sentimen. Pada Rabu, bursa saham AS menguat setelah Donald Trump mengumumkan penangguhan 90 hari kepada beberapa hari tarif timbal balik yang tinggi. Indeks S&P 500 naik 9,52 persen pada Rabu pekan ini, dan catat kenaikan terbesar ketiga dalam satu hari sejak Perang Dunia II. Sementara itu, indeks Dow Jones meroket lebih dari 2.900 poin.

    Pada Kamis, indeks S&P 500 turun 3,46 persen. Sedangkan indeks Dow Jones anjlok 2,5 persen. Indeks Nasdaq melemah 4,31 persen.

    Sementara itu, indeks Volatilitas CBOE yang dikenal sebagai Vix pada awal pekan ini melonjak di atas 50 sebelum turun menjadi sekitar 37 pada Jumat sore.

    Adapun pemerintahan Trump telah memilih tarif universal sebesar 10 persen, kecuali untuk China. Barang-barang dari China akan dikenakan tarif sebesar 145 persen, demikian disampaikan seorang pejabat Gedung Putih pada Kamis pekan ini.

    Hal itu menuai balasan dari China dengan menaikkan pungutan pada produk AS menjadi 125% dari 84%.

    “Bahkan jikas AS terus mengenakan tarif yang lebih tinggi, itu tidak akan lagi masuk akal secara ekonomi dan akan menjadi lelucon dalam sejarah ekonomi dunia,” ujar Kementerian Keuangan China.

     

  • XRP Diprediksi Melampaui Ethereum pada 2028

    XRP Diprediksi Melampaui Ethereum pada 2028

    Jakarta: Pasar cryptocurrency dalam beberapa hari terakhir mendapat tekanan kuat di tengah kekhawatiran kebijakan tarif Trump. Bahkan, Standart Chartered beranalisa bahwa XRP akan melewati Ethereum yang saat ini masih terperangkap tekanan.
     
    Harga ETH pada beberapa hari terakhir mengalami penurunan yang tajam, sehingga ada analisa yang menyatakan apakah Ethereum akan mencapai USD1.000 yang berarti berada di bawah titik psikologis dan historis.
     
    Standard Chartered: XRP siap unggul, potensi melebihi Ethereum pada 2028
    Di tengah meningkatnya ketegangan dalam perdagangan global, Standard Chartered melihat peluang positif bagi investor crypto, mendorong mereka untuk memperhatikan pemenang jangka panjang yang akan mendapatkan keuntungan dari gangguan ini.
     
    Keributan tarif Trump menciptakan kesempatan untuk menemukan nilai jangka panjang/memilih pemenang di Aset Digital dalam langkah berikutnya yang lebih tinggi. Hari ini, XRP masuk ke dalam daftar pemenang, bersama BTC dan AVAX.

    Sementara ETH akan terus mengalami penurunan. Penggunaan utama XRP adalah sebagai platform untuk pembayaran internasional dan multi-mata uang. Segmen Aset Digital ini mengalami peningkatan volume, yang diperkirakan akan terus berlanjut. 
     
    Standart Chartered memprediksi bahwa pada akhir tahun 2028, kapitalisasi pasar XRP bisa melebihi Ethereum. Ini akan menjadikan XRP sebagai Aset Digital terbesar kedua (bukan stablecoin) saat itu. Lanjutkan untuk mencari pemenang dan HODLing.
     
    Geoff Kendrick, Kepala Riset Aset Digital di Standard Chartered, menunjukkan keberlanjutan Bitcoin sebagai indikator bagi apa yang akan terjadi di pasar crypto secara keseluruhan. Ia juga menyoroti poin penting terkait performa terbaru XRP.
     
    Harga XRP melonjak enam kali lipat dalam dua bulan setelah kemenangan pemilu Trump, yang menjadikannya sebagai yang terkuat di antara 15 aset digital teratas berdasarkan kapitalisasi pasar. Ini mencerminkan ekspektasi pasar bahwa SEC akan menarik kembali bandingnya terhadap keputusan pengadilan terkait Ripple. 
     
     

     
    Juga penting untuk dicatat bahwa Ripple baru-baru ini mengumumkan akuisisi broker terkemuka Hidden Road senilai USD1,25 miliar untuk memperluas layanan kepada institusi. Namun, Kendrick meyakini bahwa faktor fundamental yang menjadi pendorong momentum XRP, bukan hanya politik.
     
    Ia juga meyakini XRP berada di posisi yang unik sebagai salah satu penggunaan aset digital yang tumbuh paling cepat, yang memfasilitasi pembayaran internasional dan multi-mata uang. Dalam hal ini, XRPL memiliki kesamaan dengan penggunaan utama untuk stablecoin seperti Tether.
     
    Transaksi berbasis blockchain yang selama ini dilakukan melalui lembaga keuangan tradisional (TradFi). Penggunaan stablecoin telah meningkat 50 persen setiap tahun dalam dua tahun terakhir, dan memperkirakan transaksi stablecoin akan meningkat sepuluh kali lipat dalam empat tahun mendatang.
     
    Langkah baru dari Tether: Stablecoin kelas institusi menargetkan pasar AS
    Dengan adopsi yang semakin marak di kalangan institusi, rencana Tether untuk meluncurkan stablecoin kelas institusi yang fokus pada AS dapat menjadi langkah penting bagi stablecoin dan langkah maju menuju integrasi crypto ke dalam arus utama.
     
    Charles Wayn, salah satu pendiri super-app Web3 terdesentralisasi Galxe, menyatakan berita mengenai Tether yang merencanakan peluncuran stablecoin untuk institusi di pasar Amerika sangat menggembirakan bagi sektor crypto. 
     
    Tether telah menjadi pelopor dalam dunia stablecoin, dimulai dengan peluncuran produk pertamanya pada 2014. Produk utama mereka USDT, kini menjadi cryptocurrency terbesar ketiga di dunia. USDT belum pernah menjalani audit resmi, yang mengakibatkan seringnya muncul pertanyaan mengenai laporan keuangannya. 
     
    Walaupun begitu, ini tetap menjadi pilihan utama di kalangan industri, terbukti dengan kapitalisasi pasarnya yang melebihi USD144 miliar, jauh lebih tinggi dibandingkan USDC yang memiliki ukuran sekitar USD60 miliar.
     
    Wayn meyakini bahwa tindakan ini, ditambah dengan komitmen Tether terhadap transparansi, akan menempatkan perusahaan sebagai pemimpin di masa depan dalam penerimaan crypto oleh institusi. Meskipun USDT, sayangnya, tidak memenuhi standar baru UE mengenai stablecoin di bawah MiCA, produk terbaru ini mungkin dirancang untuk mematuhi regulasi yang akan datang dari AS. 
     
     

     
    Ia juga mencatat bahwa perkembangan dari pihak institusional, yang didorong oleh perusahaan seperti BlackRock, menguatkan argumen bahwa saat ini adalah waktu yang krusial untuk perkembangan stablecoin dan stabilitas pasar secara umum.
     
    BlackRock semakin aktif di pasar dengan membeli Bitcoin senilai USD66 juta pekan lalu, bersamaan dengan pertumbuhan pesat dari dana RWA BUIDL, penerimaan institusi kini tengah mengalami percepatan.
     
    Byte-Sized Alpha 

    Para analis memperingatkan bahwa kemungkinan kembalinya Quantitative Easing pada 2025 dapat memicu rally besar pada aset crypto, berpotensi mendorong Bitcoin mendekati angka USD1 juta dan membawa lonjakan pada altcoin.
    Meskipun tidak ada arus masuk ke dalam ETF Bitcoin dan minat terhadap futures yang menurun menunjukkan bahwa kepercayaan investor menurun, namun peningkatan dalam kontrak put dan tingkat pendanaan positif menunjukkan adanya optimisme yang hati-hati.
    Galaxy Digital mendapatkan persetujuan dari SEC untuk melakukan restrukturisasi dan menuju pencatatan di Nasdaq pada Mei 2025, menandakan pemulihan kepercayaan terhadap aset crypto di tengah dukungan regulasi yang membaik di AS.
    Penelitian dari Binance mencatat bahwa dalam periode tarif, token RWA telah mengungguli Bitcoin, karena meningkatnya tekanan ekonomi makro yang mengurangi fungsi BTC sebagai aset diversifikasi.
    Penghentian pembelian Bitcoin oleh MicroStrategy minggu lalu, ditengah kerugian yang belum terealisasi sebesar USD5,91 miliar, menunjukkan adanya kehati-hatian yang semakin meningkat dan memunculkan pertanyaan seputar likuiditas, utang, dan kepercayaan institusional secara umum.
    Potensi penurunan suku bunga oleh Fed bisa memberikan angin segar bagi aset crypto, meningkatkan selera risiko dan melemahkan nilai dolar, tetapi ketidakpastian masih ada di tengah sikap skeptis dari Larry Fink.

     

    Pergerakan harga XRP 
    Dilansir dari Pintu Market, harga XRP hari ini adalah Rp33.509 dengan volume perdagangan mencapai Rp262,59 triliun, yang mencerminkan peningkatan sebesar 12,11 persen jika dibandingkan dengan sehari yang lalu.
     
    Tren bearish yang ada cukup untuk menghapus euforia atas peluncuran ETF XRP oleh Teucrium di AS. Jika keadaan ini berlanjut, tekanan penjualan terhadap XRP bisa menjadi semakin serius. XRP masih terperangkap di bawah garis tren menurun sejak awal Maret, dan kemungkinan penurunan lebih lanjut menuju USD1,70 terlihat semakin tinggi.
     
    Namun, jika XRP berhasil merebut kembali dukungan di USD2,02, itu dapat menjadi tanda pembalikan dari tren bearish. Jika pemantulan dari titik ini berhasil, harga bisa melewati USD2,14, membatalkan proyeksi bearish dan memungkinkan altcoin ini untuk keluar dari tren penurunan.
     
    Sementara itu, XRP mencatat harga tingkat tertinggi sepanjang sejarahnya di USD3,40 dan harga terendah sepanjang masa di USD0,002686. Saat ini, harganya berada 47,04 persen lebih rendah dari puncak itu dan 66.904,74 persen lebih tinggi dari titik terendahnya.
     
    Untuk kapitalisasi pasar XRP saat ini adalah USD104.689.833.041. Nilai kapitalisasi pasar dihitung dengan mengalikan harga per token dengan jumlah total token XRP yang beredar, yaitu 58 miliar token yang siap diperdagangkan saat ini.
     
    Perlu diingat, semua aktivitas jual beli crypto memiliki risiko dan volatilitas yang tinggi karena sifat crypto dengan harga yang fluktuatif.
     
    Maka dari itu, selalu lakukan riset mandiri (DYOR) dan gunakan dana yang tidak digunakan dalam waktu dekat (uang dingin) sebelum berinvestasi. Segala aktivitas jual beli bitcoin dan investasi aset crypto lainnya menjadi tanggung jawab para trader dan investor. 
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ROS)

  • Bukan Emas, Ini Aset yang Diam-diam Jadi Andalan Investor saat Ketidakpastian Global

    Bukan Emas, Ini Aset yang Diam-diam Jadi Andalan Investor saat Ketidakpastian Global

    Jakarta: Aset kripto dinilai bisa menjadi peluang investasi baru di tengah gejolak ekonomi global dan kebijakan tarif baru Amerika Serikat (AS) yang mengguncang pasar keuangan dunia. Selain itu, aset kripto juga menjadi instrumen investasi yang paling dilirik oleh generasi muda. 
     
    Chief Technology Officer Indodax William Sutanto mengatakan, kripto mulai menjadi alternatif yang mulai dilirik.
     
    “Volatilitas bukan sekadar risiko, melainkan celah strategis bagi investor yang memahami arah pergerakan pasar,” ujar dia dilansir Antara, Sabtu, 12 April 2025.

    Ia menambahkan kebijakan tarif baru AS yang menyasar mitra dagang utama telah menciptakan efek domino di berbagai sektor, termasuk pasar saham dan aset kripto.
     
    William pun menilai meskipun volatilitas tinggi, Bitcoin sudah membuktikan diri menjadi aset kripto yang sudah teruji sebagai aset lindung nilai yang diadopsi oleh negara-negara maju.
     
    “Bitcoin memiliki fundamental yang berbeda dengan aset keuangan konvensional. Justru di tengah ketidakpastian global, aset kripto seperti Bitcoin bisa menjadi alternatif diversifikasi investasi,” jelas dia.
     

     
    Ia menjelaskan bahwa volatilitas yang terjadi saat ini seringkali dimanfaatkan oleh investor berpengalaman untuk masuk di harga rendah dan mengambil posisi strategis jangka panjang.
     
    Di lain sisi, William mencatat adanya peningkatan volume transaksi kripto hingga 30–50 persen di market kripto dalam seminggu terakhir, terutama saat pasar mengalami koreksi, menunjukkan tingginya antusiasme investor dalam memanfaatkan momentum pasar.
     
    William pun mengutip laporan dari salah satu perusahaan riset kripto global yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat adopsi kripto tertinggi ketiga di dunia. 
     
    Adanya 22,9 juta investor kripto per 2024, ia optimistis bahwa masa depan industri ini akan semakin cerah.
     
    “Minat masyarakat Indonesia terhadap kripto sangat tinggi. Kami percaya, dengan kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan edukasi yang masif, Indonesia bisa menjadi pusat pertumbuhan kripto di Asia Tenggara,” tutur dia.
    Minat generasi muda terhadap aset kripto
    Sementara itu menanggapi fenomena minat generasi muda terhadap kripto, dia mengingatkan pentingnya edukasi dan strategi investasi yang bijak. 
     
    Investasi di kripto, imbuh dia memiliki potensi tinggi, namun tetap mengandung risiko yang tidak bisa diabaikan.
     
    “Gunakan dana dingin, yakni dana yang tidak mengganggu kebutuhan utama sehari-hari. Jangan gunakan dana penting seperti dana pendidikan atau kesehatan untuk berinvestasi di aset kripto,” ungkap dia.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Investor Kripto Diajak Jeli Membaca Peluang di Tengah Gejolak Ekonomi Dunia – Halaman all

    Investor Kripto Diajak Jeli Membaca Peluang di Tengah Gejolak Ekonomi Dunia – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Investor aset kripto diajak untuk tetap membaca peluang, di tengah gejolak ekonomi global dan kebijakan tarif baru Amerika Serikat yang mengguncang pasar keuangan dunia.

    Chief Technology Officer Indodax, William Sutanto, menyampaikan, volatilitas yang saat ini terjadi bukan sekadar risiko, melainkan celah strategis bagi investor yang memahami arah pergerakan pasar.

    Ia menambahkan, kebijakan tarif baru Amerika Serikat yang menyasar mitra dagang utama telah menciptakan efek domino di berbagai sektor, termasuk pasar saham dan aset kripto.

    William menilai meskipun volatilitas tinggi, Bitcoin sudah membuktikan diri menjadi aset kripto yang sudah teruji sebagai aset lindung nilai yang diadopsi oleh negara-negara maju.

    “Bitcoin memiliki fundamental yang berbeda dengan aset keuangan konvensional. Justru di tengah ketidakpastian global, aset kripto seperti Bitcoin bisa menjadi alternatif diversifikasi investasi,” ujar William dikutip Sabtu (12/4/2025).

    Ia menjelaskan, volatilitas yang terjadi saat ini seringkali dimanfaatkan investor berpengalaman untuk masuk di harga rendah dan mengambil posisi strategis jangka panjang.

    Di lain sisi, William juga mencatat adanya peningkatan volume transaksi kripto hingga 30–50 persen di market kripto dalam seminggu terakhir, terutama saat pasar mengalami koreksi. Ini menunjukkan tingginya antusiasme investor dalam memanfaatkan momentum pasar.

    Selain itu, menanggapi fenomena minat generasi muda terhadap kripto, William mengingatkan pentingnya edukasi dan strategi investasi yang bijak.

    Ia menekankan, investasi di kripto memiliki potensi tinggi, namun tetap mengandung risiko yang tidak bisa diabaikan.

    “Gunakan dana dingin, yakni dana yang tidak mengganggu kebutuhan utama sehari-hari. Jangan gunakan dana penting seperti dana pendidikan atau kesehatan untuk berinvestasi di aset kripto,” tegasnya.

     

  • Bitcoin jadi peluang investasi jangka panjang di tengah krisis global

    Bitcoin jadi peluang investasi jangka panjang di tengah krisis global

    Jakarta (ANTARA) – Aset kripto dinilai menjadi peluang investasi baru di tengah gejolak ekonomi global dan kebijakan tarif baru Amerika Serikat (AS) yang mengguncang pasar keuangan dunia.

    Ketika banyak investor dilanda ketidakpastian, menurut Chief Technology Officer Indodax William Sutanto dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu bahwa kripto hadir sebagai alternatif yang mulai dilirik, terutama oleh generasi muda yang melek teknologi dan cermat membaca momentum.

    “Volatilitas bukan sekadar risiko, melainkan celah strategis bagi investor yang memahami arah pergerakan pasar,” ujarnya.

    Ia menambahkan bahwa kebijakan tarif baru AS yang menyasar mitra dagang utama telah menciptakan efek domino di berbagai sektor, termasuk pasar saham dan aset kripto.

    William menilai meskipun volatilitas tinggi, Bitcoin sudah membuktikan diri menjadi aset kripto yang sudah teruji sebagai aset lindung nilai yang diadopsi oleh negara-negara maju.

    “Bitcoin memiliki fundamental yang berbeda dengan aset keuangan konvensional. Justru di tengah ketidakpastian global, aset kripto seperti Bitcoin bisa menjadi alternatif diversifikasi investasi,” ujarnya.

    Ia menjelaskan bahwa volatilitas yang terjadi saat ini seringkali dimanfaatkan oleh investor berpengalaman untuk masuk di harga rendah dan mengambil posisi strategis jangka panjang.

    Di lain sisi, William mencatat adanya peningkatan volume transaksi kripto hingga 30–50 persen di market kripto dalam seminggu terakhir, terutama saat pasar mengalami koreksi, menunjukkan tingginya antusiasme investor dalam memanfaatkan momentum pasar.

    Pada kesempatan itu William mengutip laporan dari salah satu perusahaan riset kripto global yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat adopsi kripto tertinggi ketiga di dunia.

    Adanya 22,9 juta investor kripto per 2024, ia optimistis bahwa masa depan industri ini akan semakin cerah.

    “Minat masyarakat Indonesia terhadap kripto sangat tinggi. Kami percaya, dengan kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan edukasi yang masif, Indonesia bisa menjadi pusat pertumbuhan kripto di Asia Tenggara,” katanya.

    Sementara itu menanggapi fenomena minat generasi muda terhadap kripto, dia mengingatkan pentingnya edukasi dan strategi investasi yang bijak.

    Investasi di kripto, imbuh dia memiliki potensi tinggi, namun tetap mengandung risiko yang tidak bisa diabaikan.

    “Gunakan dana dingin, yakni dana yang tidak mengganggu kebutuhan utama sehari-hari. Jangan gunakan dana penting seperti dana pendidikan atau kesehatan untuk berinvestasi di aset kripto,” ujarnya.

    Pewarta: Subagyo
    Editor: Iskandar Zulkarnaen
    Copyright © ANTARA 2025

  • Strategi Bertahan di Tengah Badai Tarif, Ini Rekomendasi Investasi Kuartal II 2025 – Page 3

    Strategi Bertahan di Tengah Badai Tarif, Ini Rekomendasi Investasi Kuartal II 2025 – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Chief Investment Officer DBS Hou Wey Fook memperkirakan bahwa 2025 akan menjadi tahun yang diwarnai oleh volatilitas. Pernyataan ini ia ungkap Pada awal kuartal pertama 2025. Saat ini, prediksi tersebut terbukti dengan terbitnya berbagai kebijakan oleh Presiden AS Donald Trump.

    Kekhawatiran seputar kenaikan tarif yang meluas, ditambah dengan kebijakan imigrasi dan upaya Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE) untuk memangkas jumlah pegawai federal telah mengurangi kepercayaan konsumen dan memicu kekhawatiran akan pertumbuhan ekonomi.

    Sejak euforia pasar pasca kemenangan Trump dalam pemilu, aset-aset berisiko telah mengalami penyesuaian dengan S&P yang membalikkan kenaikannya sementara imbal hasil Treasury AS dan dolar AS (greenback) keduanya mengalami penurunan.

    Di belahan dunia lain, fondasi hubungan AS-Eropa yang telah berlangsung lama mendapat goncangan hebat karena para pemimpin Eropa menyadari bahwa aliansi barat sekarang berada dalam krisis yang parah. Situasi ini memicu momen “apa pun taruhannya” di Jerman (dan secara luas, Eropa), di mana kebijakan fiskal konservatif yang telah mengakar kini mulai bergeser menuju stimulus besar-besaran.

    Untuk mencerminkan memudarnya keistimewaan AS dan realitas geopolitik yang baru, DBS CIO melakukan dua perubahan portofolio utama pada kuartal ini:

    Menurunkan porsi saham AS menjadi underweight dalam periode ke depan 3 bulan dengan tetap mempertahankan overweight 12 bulan; mempertahankan keyakinan pada sektor teknologi dan layanan kesehatan AS; dan
    Meningkatkan porsi pada saham Eropa menjadi overweight 3 bulan dengan tetap mempertahankan underweight 12 bulan; mencari peluang pada industri Eropa (subsektor pertahanan), keuangan, layanan kesehatan dan teknologi.

    Peralihan utama ini akan membantu untuk melakukan diversifikasi dari perdagangan yang ramai dan mengurangi risiko konsentrasi pada sektor teknologi AS dan saham Magnificent Seven (Apple, Microsoft, Amazon, Alphabet (perusahaan induk Google), Meta, Nvidia, and Tesla).

    Untuk memperkuat ketahanan portofolio, investor disarankan untuk memperbanyak eksposur pada emas dan aset privat. Harga emas terus melonjak seiring dengan meningkatnya permintaan aset safe haven akibat ketidakpastian di bawah kepemimpinan Trump 2.0 dalam jangka pendek.

    Sementara itu, kekhawatiran terhadap kondisi fiskal AS dan meningkatnya risiko de-dolarisasi di tengah dinamika geopolitik menjadi faktor pendorong dalam jangka menengah hingga panjang.

    Dalam analisis sebelumnya, DBS CIO menyimpulkan bahwa portofolio 40/30/30 (40% ekuitas, 30% obligasi, 30% aset alternatif) mengalami penurunan nilai yang lebih ringan dibandingkan portofolio tradisional 60/40 selama periode tekanan finansial. Berdasarkan data dari Desember 2007 hingga September 2023, portofolio 40/30/30 mencatat volatilitas tahunan sebesar 9,3%, lebih rendah dibandingkan 11,4% pada portofolio 60/40.

     

  • 21 Emiten Ajukan Buyback Saham tanpa RUPS, Nilai Hampir Rp 15 T

    21 Emiten Ajukan Buyback Saham tanpa RUPS, Nilai Hampir Rp 15 T

    Jakarta, Beritasatu.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sebanyak 21 emiten telah mengajukan rencana pembelian kembali (buyback) saham tanpa melalui rapat umum pemegang saham (RUPS) hingga April 2025. Total anggaran yang disiapkan untuk buyback ini mencapai Rp 14,97 triliun.

    Anggota Dewan Komisioner OJK Pengawas Pasar Modal Inarno Djajadi, menjelaskan, kebijakan buyback saham tanpa RUPS merujuk pada ketentuan POJK Nomor 13 Tahun 2023 tentang Pembelian Kembali Saham oleh Perusahaan Terbuka dalam Kondisi Pasar yang Berfluktuasi Secara Signifikan, serta POJK Nomor 9 Tahun 2023.

    “Total anggaran dana dari 21 emiten tersebut hampir Rp 15 triliun,” ujar Inarno dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Jumat (11/4/2025).

    Dari jumlah tersebut, sebanyak 15 emiten telah merealisasikan buyback saham tanpa RUPS dengan nilai sekitar Rp 430 miliar atau setara 3% dari total anggaran.

    “Jadi ruangnya masih besar. Kami juga terus mencermati perkembangan volatilitas pasar ke depan yang perlu diantisipasi. Ruang untuk buyback masih cukup banyak,” tambahnya.

    Inarno menegaskan bahwa OJK tidak menetapkan estimasi jumlah pasti emiten yang akan melakukan buyback saham ke depan. Hal ini bergantung pada keputusan masing-masing perusahaan terbuka dan kesiapan arus kas, sesuai kriteria dalam POJK.

    “OJK terus melakukan monitoring untuk mengambil respons kebijakan yang tepat dalam memitigasi volatilitas pasar,” tegasnya.

    Kebijakan buyback tanpa RUPS mulai diberlakukan sejak 18 Maret 2025 dan berlaku selama enam bulan ke depan. Langkah ini menjadi bagian dari upaya regulator menjaga stabilitas pasar modal nasional di tengah ketidakpastian dan fluktuasi pasar global.

    OJK menilai kebijakan buyback saham ini sebagai alternatif strategis bagi emiten untuk menjaga stabilitas harga saham serta meningkatkan kepercayaan investor, terutama di masa tekanan pasar yang tinggi.

  • Perang Tarif Trump Vs China Memanas, Bagaimana Nasib Ekonomi Global dan Indonesia? – Page 3

    Perang Tarif Trump Vs China Memanas, Bagaimana Nasib Ekonomi Global dan Indonesia? – Page 3

    Mengutip laman DW, Jumat (11/4/2025), pekan lalu, JPMorgan memprediksi peluang terjadinya resesi global mencapai 60 persen pada akhir tahun. Angka ini lebih tinggi dari sebelum pengumuman tarif Trump yang mencapai 40 persen.

    “Kenaikan tarif sejak dimulainya pemerintahan Trump kini merupakan kenaikan pajak AS terbesar dalam hampir 60 tahun,” kata ekonom bank tersebut dalam sebuah catatan minggu lalu.

    “Hal ini akan berdampak langsung pada pengeluaran rumah tangga dan bisnis serta efek berantai melalui pembalasan, penurunan sentimen bisnis, dan gangguan rantai pasokan.”

    Dalam catatan riset Deutsche Bank memperingatkan kalau Trump menggandakan kebijakan tarif baru akan berdampak yang sangat besar pada 2025 dan tahun berikutnya.

    Asia dinilai terpukul jauh lebih keras daripada Eropa. Hal ini seiring pungutan lebih dari 40% pada beberapa negara utama yang mendorong negara antara lain Vietnam, Taiwan, dan Indonesia bernegosiasi untuk capai kesepakatan perdagangan baru dengan AS.

    Adapun India yang sekarang menghadapi pungutan sebesar 26% atas ekspor ke AS tidak berencana membalas tarif Trump. India dengan cepat memangkas beberapa tarif atas impor AS.

    Sementara itu, impor dari Uni Eropa ke AS menghadapi pungutan sebesar 20%. Komisi Eropa menuturkan, bea masuk terhadap barang dari AS akan mulai dipungut pada tahap pertama tarif impor berlaku mulai 15 April dengan serangkaian tindakan kedua menyusul pada 15 Mei.

    ABN Amro, salah satu bank Belanda memangkas prospek ekonomi untuk negara anggota Uni Eropa. ABN Ambro perkirakan, pertumbuhan kuartalan blok itu akan berkisar di sekitar nol dengan kemungkinan besar kuartal tersebut negatif.

    Kondisi Indonesia

    Prediksi serupa juga datang dari dalam negeri. Ketua Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar mengakui jika ekonomi global saat ini menunjukkan kecenderungan yang tidak seragam atau divergent.

    Data ekonomi dari AS menunjukkan performa yang berada di bawah ekspektasi pasar, sementara Eropa dan China justru mencatatkan kinerja ekonomi yang melampaui ekspektasi sebelumnya.

    “Perekonomian global cenderung divergent seiring rilis data perekonomian Amerika Serikat yang berada di bawah ekspektasi, sementara di Eropa dan Tiongkok justru di atas ekspektasi sebelumnya,” kata dia.

    Namun demikian, volatilitas di pasar keuangan global masih tinggi. Ketidakpastian kebijakan ekonomi yang terus berlanjut, ditambah dengan meningkatnya risiko geopolitik, menjadi pendorong utama dari fluktuasi pasar yang terus berlangsung hingga awal 2025.

    Mahendra menuturkan, OECD merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk 2025 menjadi 3,1%, dan lebih rendah lagi menjadi 3% pada 2026.

    Revisi ini disebabkan oleh peningkatan hambatan perdagangan global serta kebijakan ekonomi yang tidak pasti di berbagai negara utama.

    Tidak hanya itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pun turut direvisi oleh OECD menjadi 4,9% pada 2025, seiring dengan tren perlambatan global.

    Meski demikian, Mahendra menegaskan, penurunan tersebut masih tergolong wajar dan sejalan dengan kinerja ekonomi negara-negara berkembang lainnya, baik di kawasan Asia maupun luar kawasan.

    “Namun penurunan itu masih sejalan dengan perbandingan peer countries ataupun negara-negara berkembang di kawasan dan di luar kawasan kita,” ujarnya.

  • OJK: Pelemahan nilai tukar rupiah tak banyak pengaruhi neraca bank

    OJK: Pelemahan nilai tukar rupiah tak banyak pengaruhi neraca bank

    Jadi kalau ada terjadi perubahan kondisi global maupun domestik, kita tentu saja selalu melakukan konsultasi, kita juga selalu memberikan arahan kepada bank

    Jakarta (ANTARA) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memandang bahwa eksposur perbankan secara langsung terhadap risiko nilai tukar relatif kecil, sehingga pelemahan nilai tukar rupiah tidak akan banyak berpengaruh secara langsung terhadap neraca bank.

    Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menjelaskan, hal tersebut tercermin dari posisi devisa neto (PDN) bank yang tercatat sebesar 1,55 persen per Februari 2025 atau masih jauh di bawah ambang batas (threshold) yang sebesar 20 persen. Dengan demikian, risiko pasar terkait dengan nilai tukar dinilai tergolong masih sangat rendah.

    “Selanjutnya bisa dikatakan bahwa posisi devisa neto bank juga berada dalam posisi yang long. Ini artinya bahwa eksposur bank dalam bentuk valuta asing di sisi kredit dan surat berharga yang dimiliki justru meningkatkan nilai aset bank saat terjadi depresiasi rupiah, sehingga berdampak pada peningkatan profitabilitas bank,” kata Dian dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RKDB) Maret 2025 di Jakarta, Jumat.

    Dari sisi kredit valas, jelas Dian, umumnya kredit yang diberikan dalam valas merupakan produk atau kegiatan berbasis ekspor yang memiliki basis penerimaan dalam bentuk valas atau disebut sebagai naturally hedged. Sehingga, ujar dia, sebetulnya tidak menimbulkan volatilitas yang berarti.

    Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ia mencatat bahwa pertumbuhan kredit valas lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) valas masing-masing sebesar 16,30 persen year on year (yoy) dan 7,09 persen yoy.

    Dengan perkembangan kredit dan DPK valas tersebut, tercatat loan to deposit ratio (LDR) valas meningkat menjadi 81,43 persen dari sebelumnya 74,98 persen pada tahun lalu.

    Dalam situasi yang volatile, Dian mengatakan bahwa pendekatan close consultation antara pengawas atau OJK dengan individual bank menjadi sangat penting. Pengawasan yang lebih intens secara individual terhadap bank juga dilakukan OJK selama ini.

    “Jadi kalau ada terjadi perubahan kondisi global maupun domestik, kita tentu saja selalu melakukan konsultasi, kita juga selalu memberikan arahan kepada bank,” kata Dian.

    Terkait volatilitas nilai tukar, OJK senantiasa mendorong bank untuk menerapkan manajemen risiko yang kuat antara lain melalui pelaksanaan stress test.

    “Stress test sekarang itu sudah lebih reguler yang dilakukan oleh teman-teman perbankan, tentu dengan berbagai skenario dan menyiapkan mitigasi risiko yang lebih tepat,” ujar dia.

    Sesuai ketentuan OJK, Dian juga menambahkan bahwa bank diwajibkan membentuk tambahan modal di atas persyaratan penyediaan modal minimum sesuai profil risiko yang berfungsi sebagai penyangga atau buffer apabila terjadi krisis keuangan dan ekonomi yang dapat mengganggu stabilitas sistem keuangan, yang dapat digunakan untuk mengantisipasi dampak volatilitas nilai tukar.

    Pewarta: Rizka Khaerunnisa
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Konglomerat RI Ramai-Ramai Pindahkan Aset ke Luar Negeri, Ada Apa?

    Konglomerat RI Ramai-Ramai Pindahkan Aset ke Luar Negeri, Ada Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah konglomerat atau orang kaya Indonesia diketahui mulai memindahkan kekayaannya ke luar negeri. Tren itu mencuat disinyalir karena adanya kekhawatiran akan kebijakan fiskal Presiden Prabowo Subianto dan ketidakpastian stabilitas ekonomi Indonesia.

    Melansir laporan Bloomberg, orang kaya di Indonesia banyak mengalihkan asetnya ke emas dan real estate di luar negeri. Di samping itu, kripto hingga stablecoin USDT menjadi salah satu instrumen investasi yang banyak dilirik orang kelas menengah atas Indonesia.

    “Emas dan real estate adalah dua tempat penyimpanan yang populer, meskipun tempat penyimpanan ketiga yang kurang tradisional telah muncul: mata uang kripto – khususnya stablecoin USDT dari Tether Holdings SA, yang dirancang untuk mempertahankan nilai tukar 1:1 terhadap dolar AS,” demikian bunyi laporan tersebut.

    Semua aset tersebut menawarkan cara bagi orang kaya di negara ini untuk menghindari pengawasan dalam memindahkan uang dalam jumlah besar.

    Sebagai contoh, mata uang kripto USDT mulai digemari di Indonesia sebagai cara untuk menghindari deteksi konversi mata uang dan memindahkan uang di atas $100.000 ke luar negeri.

    Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh para bankir hingga manager investasi yang enggan disebutkan namanya, mengatakan bahwa sejumlah klien asal Indonesia dengan kekayaan bersih antara US$100 juta (Rp1,6 triliun) hingga US$400 juta (Rp6,7 triliun) telah mengubah hingga 10% dari aset mereka menjadi kripto.

    Adapun, tren pergeseran aset tersebut dimulai pada Oktober 2024 ketika Prabowo berkuasa, tetapi meningkat secara substansial setelah rupiah jatuh pada bulan Maret.

    Alhasil, meningkatnya arus keluar itu dinyalir kuat menjadi biang kerok penurunan tajam mata uang Indonesia dalam beberapa waktu belakangan.

    Pasalnya, Rupiah pada Selasa (8/4/2025), mata uang rupiah kembali ditutup melemah dengan menyentuh level Rp16.891 per dolar Amerika Serikat (AS).

    Di samping itu, mata uang dan pasar saham Indonesia juga mengalami penurunan karena kekhawatiran bahwa kebijakan belanja Prabowo dapat menggerogoti disiplin fiskal negara yang telah dibangun di bawah pemerintahan sebelumnya.

    Bloomberg menjelaskan kekhawatiran utama para orang kaya Indonesia didorong oleh volatilitas saham dan mata uang yang terjadi usai berbagai Prabowo meneken sejumlah kebijakan. Mulai dari perluasan peran angkatan bersenjata, meningkatnya pengeluaran negara menjadi salah satu momok bagi para investor.

    Bahkan, Bloomberg mempertanyakan keinginan Prabowo yang membidik pertumbuhan ekonomi dapat tembus di level 8% per tahun, sesuatu yang bahkan tidak dapat dicapai oleh China.

    Jika pemerintah terus melakukan ekspansi demi mewujudkan program populis Prabowo, para investor khawatir hal ini dapat menyebabkan defisit fiskal yang lebih besar, peningkatan utang dan kenaikan pajak, belum lagi tekanan inflasi yang lebih luas.

    Meskipun gelombang arus keluar saat ini tidak sebanding dengan eksodus pada tahun 1998 ketika Indonesia dilanda krisis ekonomi Asia, arus keluar ini semakin meningkat.

    Sejak Februari, klien-klien dari sebuah perusahaan penasihat telah memindahkan sekitar US$50 juta (Rp838,45 miliar) uang mereka ke Dubai dan Abu Dhabi, ujar sumber lain. Pada kuartal Desember, arus keluar serupa hanya mencapai US$10 juta (Rp167,69 miliar).

    Selain properti hingga pasar kripto, emas menjadi alternatif yang dipilih para orang kaya mengamankan asetnya. Penjualan emas batangan di PT Hartadinata Abadi, peritel emas non-pemerintah terbesar di Indonesia, melonjak sekitar 30% dalam tiga bulan pertama tahun ini dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2024, kenaikan kuartalan tertajam dari tahun ke tahun sejak perusahaan tersebut go public pada tahun 2017, kata juru bicara Thendra Crisnanda.

    Analis utama Indonesia di Global Counsel LLP, Dedi Dinarto, menilai arus deras keluar tersebut perlu segera menjadi perhatian Presiden Prabowo. Salah satu langkah yang bisa diambil yakni dengan memberikan jaminan seputar disiplin fiskal dan berkomitmen pada investasi-investasi utama di bidang-bidang seperti infrastruktur.

    “Baik investor asing maupun lokal memiliki kekhawatiran yang sama mengenai kebijakan-kebijakan Prabowo,” ujar Dedi.