Topik: volatilitas

  • April, Bitcoin Melejit! Akankah BTC Kena Kutukan Sell in May?

    April, Bitcoin Melejit! Akankah BTC Kena Kutukan Sell in May?

    Jakarta: Bitcoin mencetak kenaikan impresif sebesar 14 persen sepanjang April 2025, didorong oleh masuknya dana institusi ke ETF Bitcoin spot. 
     
    Bahkan sempat menyentuh level tertinggi baru di USD97.900 pada Jumat, 2 Mei 2025 sebelum terkoreksi ke kisaran USD94.500 pada Selasa pagi, 6 Mei 2025.
     
    Data dari SoSoValue mencatat arus masuk (inflow) dana ke ETF Bitcoin spot mencapai USD1,81 miliar dari 28 April hingga 2 Mei. 

    Ini memperpanjang tren positif sebelumnya yang mencatatkan inflow senilai USD3 miliar.
     
    “Arus masuk ke ETF menjadi penanda penting bahwa investor institusional melihat Bitcoin sebagai lindung nilai dan instrumen jangka panjang yang kian sah di mata pasar global,” ungkap Financial Expert Ajaib, Panji Yudha dalam keterangan tertulis, Rabu, 7 Mei 2025.
     

    Efek ‘Sell in May’ di pasar kripto, mitos atau nyata?
    Sementara pasar saham sering dilanda kekhawatiran di bulan Mei karena pepatah “sell in May and go away”, data historis Bitcoin justru menunjukkan tren sebaliknya. 
     
    Berdasarkan data Coinglass, rata-rata performa BTC pada bulan Mei sejak 2013–2024 adalah naik 7,40 persen, bahkan Mei tahun lalu mencatatkan kenaikan 11,07 persen.
     
    Dengan dukungan fundamental yang kuat dan minat institusi yang belum surut, peluang Bitcoin lanjut menguat masih terbuka.
     
    “Tren musiman Mei tidak selalu berarti negatif bagi Bitcoin. Bulan ini justru bisa menjadi peluang akumulasi, didorong arus masuk ke ETF dan potensi pemotongan suku bunga pada FOMC Juni 2025,” kata Panji.
    Uji kuat level USD95.000, target BTC ke USD100.000?
    Bitcoin saat ini sedang menguji resistance penting di USD95.000. Jika mampu breakout dan bertahan di atasnya, BTC punya potensi untuk menembus target psikologis di USD100.000. Tapi kalau gagal, koreksi ke support area USD85.000 bisa terjadi.
     
    Total aset ETF Bitcoin saat ini sudah mencapai USD113,15 miliar atau setara 5,87 persen dari kapitalisasi pasar BTC, pencapaian luar biasa sejak perdagangan ETF dimulai 11 Januari lalu. Ini memperkuat legitimasi Bitcoin sebagai aset yang makin diperhitungkan secara global.
    Katalis panas di Mei
    Mei 2025 jadi bulan sibuk bagi pasar kripto. Mulai dari laporan Departemen Keuangan AS soal rencana pembentukan Strategic Bitcoin Reserve, kontraksi ekonomi AS (PDB -0,3 persen), hingga keputusan FOMC yang akan diumumkan 8 Mei.
     
    Jika The Fed memangkas suku bunga dari level 4,25 persen-4,5 persen, reli kripto bisa makin kencang. Apalagi Presiden Trump secara terbuka mendorong langkah tersebut untuk mendongkrak likuiditas.
     
    Selain itu, Ethereum juga dijadwalkan mengaktifkan upgrade besar bernama Pectra pada 7 Mei. Update ini mencakup peningkatan batas staking dari 32 ETH ke 2.048 ETH dan perbaikan akses wallet. Ini bisa memicu volatilitas baru di pasar ETH.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Nilai Tukar Rupiah Hari ini 7 Mei 2025: Dollar AS Terus Menekan ke Level Rp 16.640 – Halaman all

    Nilai Tukar Rupiah Hari ini 7 Mei 2025: Dollar AS Terus Menekan ke Level Rp 16.640 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Berikut adalah informasi terkait nilai tukar rupiah terhadap beberapa valuta asing dunia pada perdagangan Rabu (7/5/2025), hari ini.

    Pada 7 Mei 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah di level Rp16.536 per dolar AS.

    Meskipun sempat dibuka di posisi Rp16.461 per dolar AS atau turun 0,07 persen, Rupiah akhirnya turun 0,53 persen dari penutupan sebelumnya.

    Pelemahan ini dipicu oleh penguatan indeks dolar AS sebesar 0,18 persen dari permintaan dolar yang meningkat sebagai aset safe-haven menjelang keputusan kebijakan moneter The Fed.

    Data Bloomberg mencatat volatilitas lebih tinggi, dengan rupiah menyentuh Rp16.492,5 per dolar AS pada pagi hari, sementara kurs jual di pasar domestik bahkan mencapai Rp16.554,36 per dolar AS.

    Meski proyeksi awal menyebut potensi penguatan rupiah, realisasi hari ini memperlihatkan tekanan berlanjut akibat defisit neraca transaksi berjalan dan ketergantungan pada impor yang masih tinggi.

    Dibandingkan bulan lalu, rupiah relatif stabil.

    Pada 15 April 2025, misalnya, Rupiah sempat menyentuh Rp16.786,5 per dolar AS, tetapi tren pelemahan terus terjadi seiring ketidakpastian global.

    Analisis menunjukkan rupiah berpotensi fluktuatif dalam jangka pendek, tergantung respons Bank Indonesia melalui intervensi pasar atau kebijakan moneter, serta perkembangan data ekonomi domestik seperti inflasi dan pertumbuhan PDB.

    Dengan sentimen pasar yang sensitif terhadap kebijakan The Fed dan gejolak geopolitik seperti yang terjadi antara India dan Pakistan saat ini, volatilitas rupiah diperkirakan akan tetap tinggi hingga beberapa minggu mendatang.

    NILAI TUKAR RUPIAH – Pegawai Bank menunjukkan uang Dolar Amerika Serikat (AS) di kantor cabang Bank Muamalat Melawai, Jakarta Selatan, Kamis (27/7/2023). Kurs nilai tukar Dolar terus menurun dari puncak sebelumnya pada seminggu terakhir yang menyentuh angka di 16.853,30 IDR per USD pada 28 April 2025. (Tribunnews/JEPRIMA)

    Daftar Kurs Rupiah (IDR) terhadap Valas Dunia Pada 7 Mei 2025

    Berikut adalah daftar kurs Rupiah terhadap beberapa valuta asing utama pada 7 Mei 2025, berdasarkan data yang tersedia dari BNI pada pukul 16:05 WIB (GMT+07:00).

    MATA UANG
     BID RATE (IDR)
    ASK RATE (IDR)

    USD
    16.440
    16.640

    SGD
    12.595
    13.015

    AUD
    10.559
    10.919

    EUR
    18.508
    19.048

    GBP
    21.831
    22.371

    CAD
    11.790
    12.210

    CHF
    19.785
    20.325

    HKD
    2.043
    2.223

    JPY
    113,18
    117,98

    SAR
    4.203
    4.623

    MYR
    3.684
    4.104

    THB
    499
    511

    NZD
    9.766
    10.126

    CNY
    2.212
    2.362

    AED
    4.383
    4.623

    KRW
    8,20
    15,40

     

    (Tribunnews.com/Bobby)

  • Nilai Tukar Rupiah Hari Ini 5 Mei 2025, Dolar Terus Tunjukkan Pelemahan di Indonesia – Halaman all

    Nilai Tukar Rupiah Hari Ini 5 Mei 2025, Dolar Terus Tunjukkan Pelemahan di Indonesia – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Pada awal Mei 2025, nilai tukar Rupiah (IDR) menunjukkan tren penguatan signifikan terhadap Dolar AS (USD),

    Meski begitu, IDR masih berada dalam rentang volatilitas yang dipengaruhi oleh dinamika pasar global dan kebijakan moneter domestik.

    Dikutip dari situs pertukaran Uang Wise pada hari ini (5/5/2025), kurs USD/IDR sempat menyentuh level 16.391,30 IDR per USD pada hari ini.

    Dari data perusahaan Fintech internasional yang berbasis di Inggris tersebut, nilai tukar Dolar terus menurun dari puncak sebelumnya pada seminggu terakhir yang menyentuh angka di 16.853,30 IDR per USD pada 28 April 2025.

    Penurunan ini menandakan penguatan Rupiah sekitar 2,7 persen dalam seminggu terakhir.

    Adapun penguatan Rupiah atas Dolar ini didorong oleh intervensi Bank Indonesia dan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter AS yang tertunda.

    Analisis teknikal dari TradingView juga menunjukkan potensi lanjutan penguatan Rupiah, dengan indikasi bahwa pasangan USD/IDR telah menyentuh zona resistensi kritis di 16.394–16.476 .

    Jika momentum ini berlanjut, Rupiah berpeluang menembus level 16.250 IDR per USD, yang akan menjadi pencapaian terbaik sejak awal tahun 2025.

    Namun demikian, fluktuasi bisa dikatakan masih tinggi karena ketidakpastian terkait kebijakan suku bunga Federal Reserve dan tekanan inflasi global.

    Selain terhadap USD, kinerja Rupiah juga perlu dilihat dalam konteks mata uang lainnya. 

    NILAI TUKAR RUPIAH – Pegawai Bank menunjukkan uang Dolar Amerika Serikat (AS) di kantor cabang Bank Muamalat Melawai, Jakarta Selatan, Kamis (27/7/2023). Kurs nilai tukar Dolar terus menurun dari puncak sebelumnya pada seminggu terakhir yang menyentuh angka di 16.853,30 IDR per USD pada 28 April 2025. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/JEPRIMA)

    Daftar Kurs Rupiah (IDR) terhadap Valas Dunia Pada 5 Mei 2025

    Berikut adalah daftar  kurs Rupiah terhadap beberapa valuta asing utama pada 5 Mei 2025, berdasarkan data yang tersedia dari BNI pada pukul 15:50 WIB (GMT+07:00).

    MATA UANG
     BID RATE (IDR)
    ASK RATE (IDR)

    USD
    16.350
    16.550

    SGD
    12.485
    12.905

    AUD
    10.465
    10.825

    EUR
    18.391
    18.931

    GBP
    21.619
    22.159

    CAD
    11.717
    12.137

    CHF
    19.735
    20.275

    HKD
    2.033
    2.213

    JPY
    111,73
    116,53

    SAR
    4.179
    4.599

    MYR
    3.701
    4.121

    THB
    494
    506

    NZD
    9.670
    10.030

    CNY
    2.207
    2.357

    AED
    4.359
    4.599

    KRW
    8,20
    15,40

     

    (Tribunnews.com/Bobby)

  • Warren Buffett Kritik Kebijakan Tarif Trump: Perdagangan Bukan Senjata

    Warren Buffett Kritik Kebijakan Tarif Trump: Perdagangan Bukan Senjata

    Bisnis.com, JAKARTA – Investor kawakan Warren Buffett mengkritik kebijakan perdagangan garis keras yang dikeluarkan Presiden AS Donald Trump.

    Melansir CNBC International pada Senin (5/5/2025), tanpa menyebut nama Trump secara langsung, Buffett mengatakan bahwa mengenakan tarif hukuman pada seluruh dunia adalah kesalahan besar.

    “Perdagangan seharusnya tidak menjadi senjata. Saya pikir semakin makmur seluruh dunia, itu tidak akan merugikan kita, semakin makmur kita, dan semakin aman kita, dan anak-anak Anda akan merasa suatu hari nanti,” kata Buffett pada rapat pemegang saham Berkshire Hathaway.

    Dia menyebut, perdagangan dan tarif “bisa menjadi tindakan perang” dan dia menyebut kebijakan Trump tersebut mengarah pada hal-hal buruk. 

    “Hanya sikap yang ditimbulkannya. Di Amerika Serikat, maksud saya, kita harus berusaha untuk berdagang dengan seluruh dunia dan kita harus melakukan apa yang terbaik bagi kita dan mereka harus melakukan apa yang terbaik bagi mereka,” lanjutnya.

    Buffett menjelaskan bahwa kebijakan proteksionis dapat memiliki konsekuensi negatif dalam jangka panjang bagi AS, setelah menjadi negara industri terkemuka di dunia.

    “Menurut saya, itu adalah kesalahan besar, ketika ada tujuh setengah miliar orang yang tidak menyukai Anda, dan ada 300 juta orang yang bersorak-sorai tentang seberapa baik kinerja mereka – menurut saya itu tidak benar, dan menurut saya itu tidak bijaksana,” kata Buffett. 

    “Amerika Serikat menang. Maksud saya, kita telah menjadi negara yang sangat penting, dimulai dari nol 250 tahun yang lalu. Tidak ada yang seperti itu sebelumnya.”

    Komentar Buffett, yang paling lantang sejauh ini tentang tarif, muncul setelah Gedung Putih memberlakukan tarif impor tertinggi dalam beberapa generasi yang mengejutkan dunia bulan lalu, memicu volatilitas ekstrem di Wall Street. 

    Presiden kemudian mengumumkan jeda tiba-tiba selama 90 hari pada sebagian besar kenaikan, kecuali untuk China, karena Gedung Putih berupaya membuat kesepakatan dengan negara-negara lain. Jeda tersebut telah menstabilkan pasar.

    Namun, Trump telah mengenakan tarif sebesar 145% pada barang-barang impor China tahun ini, yang mendorong China untuk mengenakan tarif balasan sebesar 125%. China mengatakan minggu lalu bahwa mereka sedang mengevaluasi kemungkinan memulai negosiasi perdagangan dengan AS.

  • Hong Kong Borong Dolar AS demi Jaga Stabilitas Nilai Tukar

    Hong Kong Borong Dolar AS demi Jaga Stabilitas Nilai Tukar

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Hong Kong turun tangan memborong dolar AS dalam jumlah terbesar sepanjang sejarah untuk mempertahankan sistem patokan mata uang, setelah dolar Hong Kong menguat ke batas atas kisaran perdagangannya.

    Melansir Bloomberg, Sabtu (3/5/2025), Otoritas Moneter Hong Kong (HKMA) menggelontorkan HK$46,539 juta atau setara US$6 miliar (Rp96 triliun), yang merupakan intervensi satu hari terbesar sejak pencatatan dimulai pada 2004.

    Seorang pejabat HKMA di kantor perwakilan New York membenarkan intervensi ini melalui sambungan telepon. Aksi ini menjadi yang pertama sejak 2020.

    Langkah tersebut menyusul pelemahan dolar AS yang membuat dolar Hong Kong nyaris menyentuh batas atas kisaran perdagangannya di level 7,75–7,85 per dolar AS. Dalam beberapa tahun terakhir, HKMA justru lebih sering menjual dolar AS, termasuk pada 2022 dan 2023, untuk menjaga nilai tukar agar tidak tergelincir ke batas bawah kisaran tersebut.

    Intervensi Hong Kong terjadi di tengah gelombang volatilitas nilai tukar yang juga mengguncang kawasan Asia. Pada hari yang sama, bank sentral Taiwan turut memasuki pasar valuta asing setelah dolar Taiwan melonjak 3% terhadap dolar AS, kenaikan harian terbesar sejak 1988.

    Penguatan mata uang Asia dipicu harapan munculnya kembali dialog dagang antara Washington dan Beijing. Ini menjadi sinyal awal bahwa negosiasi bisa kembali dibuka, menyusul keputusan Presiden Donald Trump yang baru saja menaikkan tarif impor bulan lalu.

    Kebijakan dagang Trump telah menciptakan guncangan di pasar keuangan global dan memunculkan keraguan atas peran dolar sebagai mata uang pelindung nilai (safe haven). Investor pun mulai menjauhi aset-aset Amerika Serikat setelah bertahun-tahun mengandalkannya.

    Indeks Bloomberg Dollar Spot—yang melacak kinerja dolar terhadap sejumlah mata uang utama—mencatat performa terburuk sejak 2022 pada bulan April lalu, dan sepanjang tahun ini sudah turun 6,5%.

    Sistem patokan dolar Hong Kong diberlakukan sejak 1983 untuk mengendalikan gejolak nilai tukar saat proses penyerahan kedaulatan dari Inggris ke China. Pada 2005, pemerintah memperlebar kisaran perdagangan menjadi 7,75 hingga 7,85 per dolar AS.

    Meskipun kerap jadi incaran para spekulan, sistem patokan ini tetap kokoh bertahan. Dua nama besar di dunia hedge fund, Kyle Bass dari Hayman Capital dan Bill Ackman dari Pershing Square, diketahui pernah mempertaruhkan modalnya untuk menjatuhkan dolar Hong Kong—namun sejauh ini belum membuahkan hasil.

     

  • Trading Aktif vs Investasi Pasif, Mana Cocok Buat Kamu?

    Trading Aktif vs Investasi Pasif, Mana Cocok Buat Kamu?

    Jakarta: Buat kamu yang baru terjun ke dunia aset kripto, pasti pernah dengar soal trading aktif dan investasi pasif. 
     
    Keduanya adalah pendekatan berbeda dalam mengelola portofolio kripto. Nah, supaya kamu nggak salah langkah, yuk kenali apa beda keduanya, plus kelebihan dan risikonya masing-masing!
    Apa itu trading aktif?
    Menurut Pintu Academy platform, trading aktif di pasar kripto yaitu tentang memanfaatkan fluktuasi harga dalam jangka waktu yang pendek. 
     
    Akibatnya strategi ini menuntut komitmen waktu dan perhatian yang signifikan dari trader, karena melibatkan analisis teknikal dan fundamental untuk mengidentifikasi peluang keuntungan. 

    Karena harga kripto bisa naik turun dalam hitungan jam, strategi ini cocok buat kamu yang siap memantau pasar dan punya waktu serta energi lebih.
     

    Jenis-jenis trading aktif:

    – Trading Harian (Day Trading): Jual beli dalam satu hari demi menangkap pergerakan harga harian.
    – Swing Trading: Menahan aset beberapa hari atau minggu sambil menunggu momen terbaik jual-beli.
    – Trend Trading: Mengikuti arah tren pasar dalam jangka waktu yang lebih panjang.
    – Scalping: Transaksi super cepat dengan target keuntungan kecil tapi sering, cocok buat trader kawakan.

    Kelebihan melakukan trading aktif:

    Potensi cuan cepat dan besar.
    Cocok di pasar yang volatil.

    Risiko:

    Butuh pemahaman teknikal dan fokus tinggi.
    Bisa rugi besar dalam waktu singkat.

    Investasi pasif, gaya santai tapi potensial
    Di sisi lain, investasi pasif lebih menekankan pada pemilihan aset untuk disimpan dalam jangka waktu yang panjang, tanpa terlalu banyak terpengaruh oleh volatilitas pasar jangka pendek. Strategi ini lebih santai dan tidak memerlukan pemantauan pasar yang konstan. 

    Beberapa taktik investasi pasif antara lain:

    – Buy and Hold: Beli aset dan simpan dalam jangka panjang dengan harapan nilainya naik signifikan.
    – Dollar-Cost Averaging (DCA): Nabung kripto rutin dengan nominal tetap. Contohnya, pakai fitur Auto DCA di aplikasi PINTU.

    Kelebihan investasi pasif:

    Minim stres dan waktu.
    Cocok untuk pemula dan yang punya tujuan jangka panjang.

    Risiko:

    Hasilnya butuh waktu.
    Kurang fleksibel saat pasar naik-turun tajam.

    Pilihan antara trading aktif atau investasi pasif sangat bergantung pada gaya hidup, tujuan keuangan, dan seberapa besar toleransi kamu terhadap risiko. Kalau kamu punya waktu dan suka tantangan, trading aktif mungkin cocok.
     
    Tapi kalau kamu tipe yang sabar dan ingin membangun aset jangka panjang, investasi pasif bisa jadi sahabat terbaikmu.
     
    Yuk, mulai kenali gaya investasimu sekarang!
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • China Tuntut ‘Ketulusan’ AS Saat Memulai Penawaran Tarif Dagang

    China Tuntut ‘Ketulusan’ AS Saat Memulai Penawaran Tarif Dagang

    Jakarta

    Kementerian Perdagangan Cina pada hari Jumat (02/05) mengatakan bahwa pihaknya “saat ini sedang mengevaluasi” tawaran negosiasi tarif. dengan Amerika Serikat (AS).

    “Jika AS ingin berunding, AS harus menunjukkan kesungguhannya untuk melakukannya, bersiap untuk mengoreksi praktiknya yang salah dan membatalkan tarif sepihak,” tandas kementerian tersebut.

    “Dalam setiap kemungkinan dialog atau pembicaraan, jika pihak AS tidak mengoreksi tindakan tarif sepihaknya yang salah, itu berarti pihak AS sama sekali tidak tulus dan akan semakin merusak rasa saling percaya antara kedua belah pihak,” tambahnya.

    Pengenaan tarif

    AS telah mengenakan tarif tinggi yang mencapai 145% pada banyak produk Cina pada bulan April lalu, dan Beijing telah membalas dengan mengenakan tarif 125% pada impor dari AS.

    “Mengatakan satu hal dan melakukan hal lain atau bahkan mencoba pemaksaan dan pemerasan dengan kedok pembicaraan… tidak akan berhasil,” demikian dinyatakan Kementerian Perdagangan Cina.

    Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengatakan Beijing telah menghubungi AS tentang tarif dan mengatakan minggu ini bahwa ada “peluang yang sangat bagus bahwa kita akan membuat kesepakatan.”

    Washington telah memberikan penangguhan sementara untuk tarif pada barang-barang teknologi canggih seperti telepon pintar, semikonduktor, dan komputer.

    Beijing telah menjadi salah satu suara terkuat dalam merespons tarif yang dikenakan oleh pemerintahan Trump.

    Minggu ini, Kementerian Luar Negeri Cinam memposting video di media sosial yang bersumpah untuk “tidak pernah berlutut!”

    Namun, tarif telah mempengaruhi pasar global dengan aktivitas pabrik Cina yang melambat pada bulan April. Meski demikian, ekspor Cina meningkat lebih dari 12% pada bulan Maret, dengan bisnis yang mencoba untuk mengatasi volatilitas, karena tenggat waktu 90 hari Trump semakin dekat.

    Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    AS berharap ada kemajuan hubungan dengan Cina

    Di Washington, sejumlah pejabat, termasuk Menteri Keuangan AS Scott Bessent dan penasihat ekonomi Gedung Putih Kevin Hassett, juga telah menyatakan harapan akan adanya kemajuan dalam meredakan ketegangan perdagangan.

    “Saya yakin Cina akan ingin mencapai kesepakatan. Dan seperti yang saya katakan, ini akan menjadi proses yang bertahap. Pertama, kita perlu meredakan ketegangan, dan kemudian … kita akan mulai berfokus pada kesepakatan perdagangan yang lebih besar,” tandas Bessent kepada Fox Business Network minggu ini.

    Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

    Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih

    Editor: Yuniman Farid

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Ini Strategi Investasi di Tengah Gejolak Perang Dagang Amerika dan China – Halaman all

    Ini Strategi Investasi di Tengah Gejolak Perang Dagang Amerika dan China – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali memanas, menandai dimulainya Trade War 2.0.

    Presiden AS Donald Trump menaikkan tarif terhadap barang-barang asal Tiongkok menjadi 245 persen, sebagai respons terhadap kebijakan balasan Tiongkok yang juga meningkatkan tarif AS secara signifikan. 

    Situasi ini juga diperburuk dengan keputusan Uni Eropa untuk mengenakan tarif sebesar 25 persen atas produk impor dari AS, yang berlaku mulai pertengahan April 2025. 

    Kondisi ini telah memicu lonjakan volatilitas di pasar global, termasuk di Indonesia, di mana IHSG sempat tertekan hingga -9 persen ke 5.912 pada Selasa (8/4/2025) sebelum akhirnya rebound +5,9 persen ke level 6.262 pada Jumat (11/4) menyusul kabar penundaan tarif tambahan oleh Trump. 

    Chief Investment Officer PT Insight Investments Management (PT IIM) Camar Remoa, menjelaskan, ketegangan perdagangan dunia meningkatkan risiko ketidakpastian, namun di saat yang sama juga membuka peluang bagi Indonesia. 

    “Dengan porsi ekspor ke AS yang relatif kecil terhadap PDB, Indonesia memiliki fleksibilitas lebih besar untuk menyusun kebijakan perdagangan dan mengelola dampaknya secara bijak,” ujar Camar, Jumat (5/5/2025).

    Bagi investor, lanjut Camar, situasi ini juga bisa menjadi peluang untuk memperkuat portofolio dengan mengambil strategi pengelolaan yang tepat. 

    “Penerapan tarif resiprokal seperti ini dapat meningkatkan ketidakpastian pasar karena berisiko memicu aksi balasan dari mitra dagang utama seperti Tiongkok dan Uni Eropa.”

    “Dengan kondisi yang masih sangat dinamis dan penuh ketidakpastian, investor sebaiknya mengambil langkah yang strategis dan tetap tenang dalam menghadapi fluktuasi pasar,” jelas Camar dalam keterangan tertulisnya.

    Camar menegaskan, diversifikasi menjadi kunci utama untuk mengurangi risiko dan menjaga kestabilan portofolio dengan volatilitas yang cukup dinamis saat ini, salah satunya melalui instrumen reksa dana.

    “Volatilitas harga pada pada pasar modal, justru bisa menjadi peluang bagi investor, selama mampu mengelola risiko melalui diversifikasi dan menyesuaikan strategi dengan horizon investasi masing‑masing,” ujar Camar.

    Strategi Investor Jangka Pendek

    Di tengah volatilitas yang tinggi, Camar menyampaikan bahwa langkah penting bagi investor jangka pendek adalah menjaga likuiditas. 

    “Di tengah volatilitas yang tinggi, langkah paling bijak bagi investor jangka pendek adalah menjaga likuiditas. Instrumen pasar uang menawarkan fleksibilitas tinggi dan risiko relatif rendah, sambil menunggu momentum pembalikan arah pasar yang lebih jelas,” tutur Camar.

    Dalam hal ini, PT IIM merekomendasikan I‑Retail Cash Fund (I-Retail Cash), merupakan Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) yang menempatkan pada instrumen keuangan bertenor kurang dari satu tahun dengan durasi pendek sehingga lebih defensif terhadap volatilitas pasar.

    “Pendekatan I‑Retail Cash dirancang untuk menangkap imbal hasil optimal sambil meminimalkan risiko durasi ketika pasar masih fluktuatif,” jelas Camar.

    Strategi Investor Jangka Menengah–Panjang

    “Sementara itu, bagi investor dengan horizon menengah hingga panjang, kombinasi instrumen fixed income dan saham menjadi strategi yang lebih moderat namun tetap berpeluang. Valuasi saham saat ini, cukup menarik untuk bottom‑fishing bertahap, dan yield obligasi pemerintah di level 7 persen memberikan entry point yang solid,” tuturnya.

    Jika merujuk pada data historis, pasar saham Indonesia yang menunjukkan pola pemulihan yang kuat pasca krisis .

    Sebagai contoh, setelah IHSG mencapai harga terendah pada 28 Oktober 2008 di tengah krisis keuangan global, indeks mencatatkan kenaikan sebesar 44,22 persen dalam waktu enam bulan.

    IHSG kemudian melonjak hingga 117,44 persen dalam waktu dua belas bulan.

    Hal serupa terjadi setelah pandemi Covid-19 mengguncang pasar pada Maret 2020. Enam bulan setelah mencapai titik terendah pada 24 Maret 2020, IHSG naik 25,16 persen, dan dalam kurun satu tahun, mencatatkan kenaikan sebesar 59,71 persen.

    Data historis ini menunjukkan bahwa strategi jangka menengah hingga panjang, terutama dengan melakukan akumulasi secara bertahap saat valuasi menarik, berpotensi memberikan imbal hasil yang signifikan.

    Kombinasi saham berfundamental kuat dan obligasi dengan yield kompetitif di level 7 persen dapat menjadi dasar strategi yang seimbang di tengah ketidakpastian pasar.

    Di ranah pendapatan tetap, PT IIM menawarkan Insight Renewable Energy Fund (I-Renewable), Reksa Dana Pendapatan Tetap (RDPT) yang memiliki underlying instrumen investasi dengan durasi menengah sehingga relatif lebih stabil saat pasar sedang volatile.

    “Durasi rata‑rata portofolio I‑Renewable kami jaga di kisaran 1,5–3,5 tahun, sehingga nilai investasi tetap stabil dan siap memanfaatkan kenaikan yield saat pasar membaik,” jelas Camar.

     

  • China Buka Peluang Berunding dengan AS Bahas Tarif Trump, Ini Syaratnya!

    China Buka Peluang Berunding dengan AS Bahas Tarif Trump, Ini Syaratnya!

    Bisnis.com, JAKARTA – China sedang mengkaji kemungkinan perundingan dagang dengan AS, tanda pertama sejak Presiden Donald Trump menaikkan tarif resiprokal bulan lalu bahwa negosiasi dapat dimulai antara kedua belah pihak. 

    Melansir Bloomberg pada Jumat (2/5/2025), Kementerian Perdagangan China mengatakan dalam sebuah pernyataan menyebut pihaknya telah mencatat pejabat senior AS berulang kali menyatakan kesediaan mereka untuk berbicara dengan Beijing tentang tarif sekaligus mendesak pejabat di Washington untuk menunjukkan “ketulusan” terhadap China. 

    “AS baru-baru ini mengirim pesan ke China melalui pihak-pihak terkait, dengan harapan untuk memulai perundingan dengan China. Kami saat ini sedang mengevaluasi hal ini,” demikian kutipan keterangan resmi tersebut. 

    Meski menyatakan keterbukaan baru untuk berunding, Kementerian Perdagangan China membingkai pernyataannya sebagai sesuatu yang konsisten dengan posisi Beijing sebelumnya.

    Sebagai syarat negosiasi, mereka meminta AS untuk menunjukkan ketulusannya dan bersiap untuk memperbaiki praktiknya yang salah dengan menghapuskan tarif sepihak.

    “Jika kita berjuang, kita akan berjuang sampai akhir; jika kita berbicara, pintunya terbuka. Jika Amerika Serikat ingin berbicara, ia harus menunjukkan ketulusannya dan bersiap untuk memperbaiki praktiknya yang salah dan membatalkan tarif sepihak,” kata Kementerian Perdagangan China. 

    Pernyataan tersebut mengisyaratkan kebuntuan antara dua ekonomi terbesar dunia itu dapat berubah, setelah Trump menaikkan tarif AS ke level tertinggi dalam satu abad dan Beijing membalasnya dengan cara yang sama. 

    Trump telah berulang kali mengatakan Presiden Xi Jinping perlu menghubunginya untuk memulai pembicaraan tarif. Awal minggu ini, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan terserah Beijing untuk mengambil langkah pertama guna meredakan perselisihan antara kedua negara. 

    “Tingginya tarif timbal balik terhadap China tidak berkelanjutan, jadi pasar mengharapkan AS dan China untuk mulai bernegosiasi di beberapa titik,” kata Woei Chen Ho, ekonom di United Overseas Bank Ltd. 

    Dia menambahkan awal negosiasi kemungkinan akan mendorong volatilitas pasar lagi karena diperkirakan tidak akan berjalan mulus.

    Sementara itu, perombakan mengejutkan yang diumumkan Trump pada Kamis dapat memperumit hubungan bilateral dengan memperluas portofolio Menteri Luar Negeri Marco Rubio, orang pertama dalam jabatannya yang dikenai sanksi oleh Beijing. 

    Presiden AS mengumumkan Rubio akan menjabat sebagai penasihat keamanan nasional sementara sambil tetap mempertahankan jabatannya sebagai menteri luar negeri. Michael Waltz, penasihat keamanan nasionalnya saat ini, akan dicalonkan menjadi duta besar AS berikutnya untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). 

    Diplomat tertinggi AS sebelumnya telah berjanji untuk mengatasi “tindakan destabilisasi” Beijing di Laut Cina Selatan.

    Berbicara dalam sebuah wawancara dengan Sean Hannity dari Fox News yang disiarkan pada Kamis malam, Rubio mengatakan China tengah mencari “akomodasi jangka pendek” dengan AS dan melihat bahwa bea masuk tersebut berdampak besar pada ekonominya.

    “China sedang berusaha keras. Mereka ingin bertemu, mereka ingin berbicara,” kata Rubio. 

    Perwakilan Gedung Putih, Kantor Perwakilan Dagang AS, dan Departemen Keuangan dan Perdagangan tidak segera menanggapi permintaan komentar.

    Aktivitas manufaktur China merosot ke kontraksi terburuk sejak Desember 2023. Pesanan ekspor baru turun ke level terendah sejak Desember 2022 dan mencatat penurunan terbesar sejak April tahun itu, ketika Shanghai memasuki karantina wilayah akibat pandemi di seluruh kota. 

  • Defisit Anggaran Melebar, Pengamat Beri Catatan soal Keamanan APBN

    Defisit Anggaran Melebar, Pengamat Beri Catatan soal Keamanan APBN

    Bisnis.com, JAKARTA — Kondisi fiskal negara menjadi sorotan sejumlah pengamat menyusul defisit anggaran yang terus melebar per Maret 2025.

    Dalam laporan perkembangan APBN 2025 per Maret 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan bahwa pendapatan negara mencapai Rp516,1 triliun. Realisasi tersebut turun 16,8% secara tahunan atau year on year (YoY) dibandingkan dengan Rp620,01 triliun per Maret 2024.

    Turunnya pendapatan negara tersebut tak lepas dari kinerja dua sumber penerimaan yang masih belum pulih.

    Pertama, penerimaan perpajakan yang mencakup pajak serta kepabeanan dan cukai tercatat hanya mencapai Rp400,1 triliun atau turun 13,6% YoY daripada Rp462,91 triliun pada periode yang sama tahun sebelumnya.

    Kemudian penerimaan negara bukan pajak (PNBP) turun 26,03% YoY dari Rp156,7 triliun menjadi Rp115,9 triliun per Maret 2025.

    Kontras dengan penurunan penerimaan, besaran belanja negara justru tumbuh dan mencapai Rp620,3 triliun per Maret 2025, 1,34% YoY dari Rp611,94 per Maret 2024. Akibatnya, terjadi defisit anggaran sebesar 0,43% atau setara Rp104,2 triliun per Maret 2025.

    Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Mohammad Faisal mengaku cukup khawatir dengan perkembangan fiskal tersebut. Dia mencatat bahwa kondisi defisit anggaran di awal tahun hanya terjadi ketika sedang terjadi krisis, misalnya seperti pada masa pandemi Covid-19.

    “Untuk itu makanya perlu pemerintah memperbaiki manajemen kebijakannya,” ujar Faisal kepada Bisnis, Kamis (1/5/2025).

    Apalagi, sambungnya, belakangan muncul berbagai tantangan yang tak hanya datang dari dalam negeri, tetapi juga eksternal. Faisal meyakini perlunya upaya ekstra dalam menambah pendapatan negara sekaligus manajemen pengeluaran yang lebih selektif.

    Terkait pendapatan, dia menilai perlunya pemerintah meningkatkan penerimaan pajak terutama dari kelompok masyarakat menengah-atas.

    “Jadi artinya progresivitas dalam pengumpulan pajak, itu satu yang menjadi penting. Yang kedua juga adalah sistem pengumpulan pajak yang lebih efisien dan dimudahkan para pembayar pajak, tidak malah menyusahkan,” jelasnya.

    Sedangkan dari sisi pengeluaran, Faisal menekankan belanja pemerintah harus lebih efektif terutama difokuskan ke program yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja.

    Dia mendukung upaya efisiensi anggaran yang diinstruksikan Presiden Prabowo Subianto. Namun, realita di lapangan dinilai Faisal justru memperlihatkan adanya pengalihan, alih-alih pencegahan kebocoran dan mark ap anggaran. Alhasil, langkah yang diambil pemerintah justru menurunkan pertumbuhan di satu sektor ke sektor lain.

    “Nah, hal yang perlu diperhatikan menurut saya adalah memperkuat dari sisi pengelolaan, governance, pembelanjaan dari anggaran negara, jangan sampai malah banyak terjadi kebocoran yang tidak diinginkan, meminimalisir terjadinya korupsi,” tutupnya.

    Sementara itu, Pengajar Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) Prianto Budi Saptono menilai perkembangan realisasi APBN masih aman, meskipun harus tetap diwaspadai.

    Dia menekankan otoritas harus bisa menjaga pertumbuhan ekonomi dan konsumsi dalam negeri sehingga penerimaan pajak bisa meningkat sehingga memperlebar ruang fiskal pemerintah.

    Bagaimanapun, sambungnya, pertumbuhan ekonomi akan membuka lebih banyak lapangan kerja sehingga memberi dampak positif kepada daya beli dan setoran PPh 21 atau pajak karyawan.

    Selain itu, Prianto menilai pemerintah harus mencermati volatilitas usaha sektor pertambangan seperti tembaga dan bijih logam.

    “Sumbangan positif dari sektor tersebut di Januari–Maret 2025 harus tetap dijaga,” katanya.

    Terpisah, Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai pemerintah masih mempunyai tugas berat ke depan, terutama menghadapi ancaman penerapan tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump. Kebijakan tersebut diyakini akan memperlambat perekonomian global.

    Hal ini tecermin dari laporan terbaru IMF dan Bank Dunia yang menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7% pada 2025.

    “Jika realisasi pertumbuhan ekonomi jauh dari yang diasumsikan dalam APBN maka ada peningkatan risiko pelebaran shortfall penerimaan dan membuat target penerimaan pajak makin sulit untuk dikejar,” kata Fajri, Kamis (1/5/2025).

    Belum lagi beberapa harga komoditas energi seperti batu bara dan minyak bumi diperkirakan akan turun lebih dari 20% dibandingkan tahun lalu, hal ini berisiko mengerek turun pemasukan negara dari bea keluar hingga PNBP.

    Fajri turut mengkhawatirkan risiko eskalasi perang dagang antara AS dan China. Salah satunya adalah meningkatnya impor produk asal China ke dalam negeri, sehingga menambah tekanan pada sektor manufaktur.

    “Pada akhirnya berdampak pada kontribusi penerimaan pajak dari sektor pengolahan. Terlihat, dalam tiga tahun terakhir kontribusi penerimaan pajak dari sektor pengolahan terus menurun,” ujarnya.

    Meski demikian, dia melihat jika kondisi APBN pada tahun ini akan tetap aman selama dikelola secara teknokratis oleh orang yang tepat.