Topik: Utang Pemerintah

  • Utang Awal Pemerintahan Prabowo Capai Rp8.560,36 Triliun, Setara 38,66% PDB

    Utang Awal Pemerintahan Prabowo Capai Rp8.560,36 Triliun, Setara 38,66% PDB

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah mencapai Rp8.560,36 triliun per 31 Oktober 2024 atau pada awal pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    Jumlah tersebut setara 38,66% dari produk domestik bruto (PDB) dan naik Rp86,46 triliun dibandingkan posisi utang pemerintah pada bulan sebelumnya (Rp8.473,90 triliun). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun mengklaim pihaknya terus mengelola utang secara berkelanjutan.

    “Pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik,” jelas Sri Mulyani dalam dokumen APBN KiTa November 2024, dikutip Kamis (28/11/2024).

    Bendahara negara merincikan komposisi utang pemerintah terdiri atas Rp7.550,70 triliun dari surat berharga negara (SBN) dan pinjaman Rp1.009,66 triliun.

    Lebih rinci lagi, utang SBN terdiri dari domestik sebesar Rp6.606,68 triliun dan valas senilai Rp944,02 triliun. Sementara itu, pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri senilai Rp42,25 triliun dan pinjaman luar negeri Rp967,41 triliun.

    Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono mengungkapkan pemerintah telah merealisasikan pembiayaan utang senilai Rp438,1 triliun dari APBN sepanjang 1 Januari sampai dengan 31 Oktober 2024.

    Thomas menjelaskan pemerintah menargetkan Rp648,1 triliun untuk pembiayaan utang. Angka tersebut berasal dari SBN dikurangi pinjaman.

    “Kinerja pembiayaan ini tetap on track dan dikelola secara efisien dengan menjaga risiko tetap dalam batas terkendali,” kata Thomas dalam konferensi pers APBN Kita di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat (8/11/2024).

    Dia memerinci realisasi Rp438,1 triliun tersebut berasal untuk dua sumber utang yaitu SBN (neto) sebesar Rp394,9 triliun dan pinjaman (neto) sebanyak Rp43,2 triliun.

    Lebih lanjut, Thomas menjelaskan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu maka terlihat pertumbuhan yang cukup tinggi. Hingga akhir Oktober 2023, realisasi pembiayaan utang hanya sebesar Rp202,3 triliun.

    Keponakan Presiden Prabowo Subianto itu mengaku, langkah-langkah penarikan utang tersebut telah dilakukan untuk mendukung arah dan target APBN 2024. 

    Penarikan utang untuk tahun anggaran 2024, sambungnya, mempertimbangkan outlook defisit APBN, likuiditas pemerintah serta mencermati dinamika pasar keuangan.

    “Dan tentunya pemenuhan target pembiayaan terus dijaga on track dengan cost of fund yang efisien dan risiko yang terkendali,” jelas Thomas.

  • Diam-diam Utang Pemerintah Naik Jadi Rp 8.560,3 triliun hingga Oktober 2024

    Diam-diam Utang Pemerintah Naik Jadi Rp 8.560,3 triliun hingga Oktober 2024

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah mencapai Rp 8.560,36 triliun per akhir Oktober 2024. Rasio utang per akhir Oktober 2024 yang tercatat 38,66% terhadap produk domestik bruto (PDB), tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

    “Pemerintah mengelolautang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik,” dikutip dari dokumen APBN Kita edisi November 2024 pada Kamis (28/11/2024).

    Pengelolaan portofolio utang berperan besar dalam menjaga kesinambungan fiskal secara keseluruhan. Oleh karena itu, pemerintah konsisten mengelola utang secara cermat dan terukur dengan menjaga risiko suku bunga, mata uang, likuiditas, dan jatuh tempo yang optimal.

    Bila dilihat berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah sebagian besar berupa SBN yang mencapai Rp 7.550,7 triliun (88,21%) dan pinjaman sebesar Rp 1.009,66 triliun (11,679%). Komposisi SBN terbagi dalam SBN domestik sebesar Rp  6.606,68 triliun (77,18%) dan valuta asing (valas) sebesar Rp 944, 02  triliun (11,03%). 

    SBN domestik meliputi surat utang negara sebesar Rp 5.104,38 triliun dan surat berharga syariah negara senilai Rp 1.502, 30 triliun. SBN valas terbagi dalam surat utang negara sebesar Rp 912,61 triliun dan surat berharga syariah negara senilai Rp 31, 41 triliun. 

    Sementara itu, pinjaman sebesar Rp 1.009,66 triliun terbagi dalam pinjaman dalam negeri sebesar Rp 42,25 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 967, 41 triliun. Realisasi pinjaman luar negeri meliputi bilateral senilai Rp 263,33 triliun, multilateral senilai Rp 571, 47 triliun, dan bank komersial sebesar Rp 132, 61 triliun.

     

  • Scott Bessent Ditunjuk jadi Menkeu AS, Pasar Saham Menghijau

    Scott Bessent Ditunjuk jadi Menkeu AS, Pasar Saham Menghijau

    Bisnis.com, JAKARTA – Pasar saham dan obligasi pemerintah menguat pada perdagangan Senin (25/11/2024) seiring dengan respons positif pedagang atas pemilihan Scott Bessent sebagai Menteri Keuangan AS oleh Presiden terpilih Donald Trump.

    Para pelaku pasar menilai Bessent akan menyuntikkan lebih banyak stabilitas ke dalam ekonomi dan pasar keuangan AS.

    Berdasarkan data Bloomberg, sejumlah indeks saham di Asia terpantau naik pada perdagangan awal Senin. Indeks S&P/ASX 200 Australia tercatat naik 0,6%, sementara Indeks Topix Jepang dan Kospi Korea Selatan juga menguat masing-masing sebesar 0,9%. 

    Selain itu, kontrak berjangka AS juga naik tipis. Sementara itu, imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun turun lima basis poin menjadi 4,35%.

    Pergerakan tersebut mengindikasikan elemen-elemen “Trump trade” mulai mendingin setelah presiden yang baru menunjuk Bessent, yang menjalankan lembaga dana lindung nilai makro (macro hedge fund) Key Square Group, untuk mengawasi pasar utang pemerintah AS, pengumpulan pajak, dan sanksi ekonomi. 

    Sementara itu, Bessent mengindikasikan dia akan mendukung rencana tarif dan pemotongan pajak Trump. Para investor memperkirakan dia akan memprioritaskan stabilitas ekonomi dan pasar daripada mencetak poin politik.

    Nominasi Bessent dapat meredakan beberapa kekhawatiran atas dampak Trump terhadap ekonomi dan mata uang negara lain di seluruh dunia. 

    “Dia membawa kesan hampir bertahap ke dalam pemerintahan, bukannya mengambil pendekatan big bang untuk membuat perubahan kebijakan besar,” kata Brian Jacobsen, kepala ekonom di Annex Wealth Management.

    Dia melanjutkan, pasar mungkin merasa lega bahwa pilihan tersebut menandakan pemerintahan yang mengutamakan Amerika, tetapi bukan pemerintahan yang mengutamakan Amerika.

    Sementara itu, dolar AS melemah terhadap mata uang utama lainnya dengan krona Swedia dan dolar Australia memimpin kenaikan. Dolar AS telah menguat selama delapan minggu berturut-turut, karena para pedagang menilai kebijakan fiskal Trump termasuk tarif perdagangan yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. 

    Saham AS naik pada Jumat pekan lalu, dengan indeks S&P 500 naik 0,4% karena penerima manfaat dari peraturan yang lebih longgar dan sikap yang ramah bisnis dari pemerintahan yang baru naik.

  • Ramalan Ekonomi Indonesia 2025 dari Indef, Inflasi Mendekati 3%

    Ramalan Ekonomi Indonesia 2025 dari Indef, Inflasi Mendekati 3%

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute For Development of Economics and Finance atau Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di level 5% pada 2025 mendatang

    Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti menjelaskan pihaknya telah memproyeksikan lima indikator utama perekonomian Indonesia. Selain pertumbuhan ekonomi, Indef juga memproyeksikan inflasi, kurs rupiah, tingkat pengangguran terbuka, dan tingkat kemiskinan pada tahun depan.

    “Kami memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 itu sekitar 5%, inflasi kami prediksi sebesar 2,8%, kurs sekitar Rp16.100/dolar Amerika Serikat, tingkat pengangguran terbuka itu sekitar 4,75%, dan tingkat kemiskinan itu sekitar 8,8%,” ungkap Esther dalam Seminar Nasional Proyeksi Ekonomi Indonesia 2025 di Jakarta Pusat, Kamis (21/11/2024).

    Berbagai proyeksi tersebut, sambungnya, dihitung berdasarkan evaluasi kinerja perekonomian selama 2024. Dia mengingatkan bahwa telah terjadi penurunan daya beli masyarakat.

    Dia mencontohkan, data Badan Pusat Statistik menunjukkan sejak Kuartal IV/2023 hingga Kuartal III/2024 laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga lebih rendah daripada laju pertumbuhan ekonomi secara umum.

    Tak hanya itu, data Indef menampilkan indikator daya beli di lokapasar terjadi penurunan harga antara Juli dan Agustus namun pada September mulai meningkat. Menurutnya, kondisi tersebut menggambarkan terdapatnya perlambatan daya beli pada Juli-Agustus, dan kondisi sedikit membaik pada September.

    Oleh sebab itu, Esther menekankan pentingnya stimulus ke perekonomian terutama ke sektor industri untuk memperbaiki penurunan daya beli tersebut. Indef, lanjutnya, mendorong Bank Indonesia (BI) menurunkan suku bunga untuk menstimulus sektor-sektor riil.

    “Karena kita lihat data menunjukkan bahwa sejak pandemi covid ternyata tidak hanya perlemahan daya beli, tetapi juga kredit bank itu juga relatif menurun,” jelasnya.

    Tak hanya dari sisi moneter, Indef juga menyoroti dari sisi fiskal. Esther menjelaskan bahwa beban fiskal semakin berat dari tahun ke tahun, terlihat dari nilai utang pemerintah yang terus meningkat.

    Indef mengidentifikasi subsidi energi menjadi salah satu area yang paling besar membebani fiskal. Oleh sebab itu, Indef mendorong reformasi subsidi energi agar lebih tepat sasaran.

    “Subsidi tidak tepat sasaran jadi tantangan utama pemerintah, harus didorong untuk segera mengubah mekanisme subsidi yang tadinya terbuka ya ke tertutup,” kata Esther.

  • Ekonom jabarkan 5 manfaat pertambahan tarif PPN 1 persen

    Ekonom jabarkan 5 manfaat pertambahan tarif PPN 1 persen

    Menurut sejarahnya, PPN telah menjadi salah satu sumber pendapatan utama negara dan lebih tahan terhadap perubahan ekonomi daripada pajak penghasilan yang bergantung pada laba bisnis

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjabarkan lima manfaat pertambahan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 1 persen menjadi 12 persen.

    Saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis, dia menyebut manfaat pertama dari kenaikan tarif PPN adalah peningkatan penerimaan negara secara signifikan. Dengan itu, fiskal negara mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk mendanai proyek infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.

    “Menurut sejarahnya, PPN telah menjadi salah satu sumber pendapatan utama negara dan lebih tahan terhadap perubahan ekonomi daripada pajak penghasilan yang bergantung pada laba bisnis,” ujar dia.

    Manfaat kedua yaitu potensi mengurangi defisit anggaran dan ketergantungan pada utang, terutama setelah pengeluaran pemerintah yang meningkat selama pandemi.

    Manfaat ketiga adalah administrasi perpajakan menjadi lebih efisien, mengingat PPN lebih mudah ditarik karena tercatat dalam semua transaksi ekonomi, terutama yang berkaitan dengan konsumsi.

    Manfaat keempat, dengan kenaikan tarif menjadi 12 persen, PPN Indonesia akan sebanding dengan rata-rata global (15 persen) dan ASEAN, membuat sistem pajak Indonesia lebih menarik bagi investor.

    Manfaat terakhir, peningkatan penerimaan pajak dapat berkontribusi pada Visi Indonesia 2045 dalam jangka panjang, yang bertujuan untuk menjadikan negara maju dan salah satu dari lima ekonomi terbesar di dunia.

    “Sebaliknya, jika kebijakan kenaikan PPN tidak diterapkan, akan ada beberapa konsekuensi,” tambah dia.

    Pertama, pemerintah akan kehilangan potensi pendapatan tambahan, yang dapat memperbesar defisit anggaran dan membatasi ruang fiskal untuk belanja produktif.

    Kedua, pembangunan infrastruktur, program sosial, dan investasi strategis lainnya dapat terhambat jika penerimaan negara tidak cukup untuk mendanai kebutuhan tersebut.

    Hal itu juga dapat menyebabkan beban utang pemerintah dan risiko fiskal jangka panjang meningkat karena pemerintah mungkin harus lebih bergantung pada pinjaman untuk menutup defisit.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Ahmad Buchori
    Copyright © ANTARA 2024

  • Pemerintah Tarik Utang Lebih Awal Rp 43,5 T buat APBN 2025

    Pemerintah Tarik Utang Lebih Awal Rp 43,5 T buat APBN 2025

    Jakarta

    Pemerintah menerbitkan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) denominasi dolar Amerika Serikat (AS) atau Sukuk Global senilai US$ 2,75 miliar atau Rp 43,56 triliun (kurs Rp 15.842). Ini merupakan penerbitan keempat kalinya yang dilakukan selama 2024.

    Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, Suminto mengatakan penerbitan Sukuk Global tersebut untuk membiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 lebih awal (prefunding).

    “Transaksi ini sejalan dengan strategi pemerintah untuk membiayai APBN pada tahun 2025,” kata Suminto dalam keterangan tertulis, Rabu (20/11/2024).

    Menurut Suminto, hal ini menunjukkan masih tingginya minat investor terhadap penerbitan surat utang pemerintah. Penerbitan Sukuk Global dilakukan dalam format Reg S/144A yang terdiri dari US$ 1,1 miliar bertenor 5,5 tahun, US$ 900 juta bertenor 10 tahun dan US$ 750 juta bertenor 30 tahun yang jatuh temponya masing-masing pada tahun 2030, 2034 dan 2054.

    “Transaksi ini berhasil menarik minat dari berbagai jenis investor dan geografis, memperlihatkan minat investasi yang kuat dan kepercayaan pasar terhadap pemerintah, mengingat kuatnya fundamental ekonomi negara. Pesanan akhir mencapai lebih dari US$ 4,9 miliar secara total atau tingkat kelebihan permintaan (oversubscribed) lebih dari 1,8x dari penerbitan, di mana puncak pesanan (peak order) mencapai lebih dari US$ 6,9 miliar,” ungkapnya.

    Sukuk Global ini diterbitkan oleh pemerintah melalui Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III (PPSI-III), suatu badan hukum yang didirikan dan dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah dengan tujuan untuk menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah dalam mata uang asing di pasar internasional.

    Setelmen Sukuk Global akan dilakukan pada 25 November 2024 dan akan dicatatkan di Singapore Exchange Securities Trading Limited dan NASDAQ Dubai. Setiap tenor sudah mendapatkan peringkat Baa2 oleh Moody’s Investor Service, BBB oleh S&P Global Ratings Services, dan BBB oleh Fitch Ratings.

    Sukuk Global ini dijual dengan tingkat imbal hasil masing-masing sebesar 5% untuk tenor 5,5 tahun, 5,25% untuk tenor 10 tahun dan 5,65% untuk tenor 30 tahun. Panduan Harga Awal (Initial Price Guidance) Sukuk Global ini masing-masing sebesar 5,30% untuk tenor 5,5 tahun, 5,50% untuk tenor 10 tahun dan 5,85% untuk tenor 30 tahun.

    “Harga akhir tersebut mencerminkan tingkat spread yang paling ketat dibandingkan dengan US Treasury tenor 10 tahun dan 30 tahun baik untuk surat hutang konvensional maupun Sukuk dalam sejarah penerbitan pemerintah,” jelasnya.

    Lebih rinci dijelaskan, penerbitan dengan tenor 5,5 tahun didistribusikan sebanyak 16% kepada investor Asia (ex. Indonesia, Timur Tengah, Malaysia, Brunei), 61% kepada investor Timur Tengah, Malaysia dan Brunei, 6% kepada investor Indonesia, 6% kepada investor Amerika Serikat, dan 11% kepada investor Eropa.

    Alokasi untuk investor Timur Tengah, Malaysia dan Brunei untuk tenor 5,5 tahun sebesar 61% lebih tinggi dibandingkan dengan tenor 5 tahun untuk Sukuk yang diterbitkan pada Juni 2024 sebesar 50%, menunjukkan peningkatan penetrasi terhadap basis investor Timur Tengah, Malaysia dan Brunei oleh Pemerintah.

    Berdasarkan jenis investor, tenor 5,5 tahun dialokasikan 15% kepada manajer aset/manajer dana, 63% kepada bank/institusi finansial, 19% kepada dana kekayaan negara/bank sentral, 1% kepada dana asuransi/dana pensiun dan 2% kepada bank swasta/lainnya.

    Kemudian tenor 10 tahun didistribusikan sebanyak 16% kepada investor Asia (ex. Indonesia, Middle East, Malaysia, Brunei), 52% kepada investor Timur Tengah, Malaysia dan Brunei , 10% kepada investor Indonesia, 9% kepada investor Amerika Serikat dan 13% kepada investor Eropa. Berdasarkan jenis investor, tenor 10 tahun dialokasikan 22% kepada manajer aset/manajer dana, 69% kepada bank/institusi finansial, 4% kepada dana asuransi/dana pensiun, 3% kepada dana kekayaan negara/bank sentral dan 2% kepada bank swasta/lainnya.

    Sementara itu, tenor 30 tahun didistribusikan sebanyak 10% kepada investor Asia (ex. Indonesia, Middle East, Malaysia, Brunei), 1% ke investor Timur Tengah, Malaysia dan Brunei, 9% kepada investor Indonesia, 43% kepada investor Amerika Serikat dan 37% kepada investor Eropa. Berdasarkan jenis investor, tenor 30 tahun ini dialokasikan 84% kepada manajer aset/manajer dana, 11% kepada bank/institusi finansial, 3% kepada dana asuransi/dana pensiun, 1% kepada dana kekayaan negara/bank sentral dan 1% kepada bank swasta/lainnya.

    Capaian dari penerbitan Sukuk Global ini merupakan penerbitan USD terbesar di Asia Tenggara tahun ini dan telah membantu pemerintah menggalang US$ 5,1 miliar melalui penerbitan Sukuk USD pada tahun 2024. Jumlah ini merupakan jumlah volume terbesar yang pemerintah berhasil galangkan dalam satu tahun melalui penerbitan Sukuk Global.

    Sukuk Global ini disebut menggunakan struktur akad Wakalah dan telah memperoleh persetujuan opini syariah dari Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) serta Khalij Islamic, Penasihat Syariah Deutsche Bank AG, Singapore Branch, Komite Pengawas Internal Syariah Dubai Islamic Bank PSJC, Komite Syariah J.P. Morgan, Dewan Pengawasan Fatwa & Syariah KFH Capital, and Komite Pengawasan Syariah Global Standard Chartered Bank.

    Deutsche Bank, Dubai Islamic Bank, J.P. Morgan, KFH Capital, and Standard Chartered Bank bertindak sebagai Joint Lead Managers dan Joint Bookrunners. PT BRI Danareksa Sekuritas dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk bertindak sebagai Co-Manager dalam transaksi ini.

    Saksikan juga video: Mendikdasmen soal Arahan Prabowo: Pendidikan Diprioritaskan di APBN

    (acd/acd)

  • Sri Mulyani Bakal Tarik Utang Baru untuk Bayar Jatuh Tempo 2025

    Sri Mulyani Bakal Tarik Utang Baru untuk Bayar Jatuh Tempo 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pihaknya akan mengambil langkah penerbitan utang baru alias refinancing untuk membayar utang jatuh tempo 2025. 

    Tercatat dalam profil utang pemerintah, terdapat jatuh tempo senilai Rp800,33 triliun. Termasuk di dalamnya jatuh tempo kepada Bank Indonesia dalam rangka burden sharing senilai Rp100 triliun. 

    Sri Mulyani optimistis pemerintah akan melunaskan utang yang ada dengan refinancing. Meski demikian, terkait waktu penerbitan, denominasi, maupun jenis Surat Berharga Negara (SBN), masih pemerintah ramu. 

    “Kami menyusun strategi untuk pembiayannya. Untuk itu kami juga duduk dengan BI, kalau jumlah yang tadi jatuh tempo plus adanya tambahan defisit, kami akan melihat berapa yang akan kita issue [terbitkan] di dalam negeri dan berapa di luar negeri,” ujarnya, dikutip pada Jumat (15/11/2024). 

    Pemerintah mengambil langkah tersebut karena sepanjang APBN dianggap stabil dan kredibel oleh investor, tidak sedikit yang menunggu penerbitan surat utang milik pemerintah Indonesia. 

    Sepanjang ini pun, Sri Mulyani menyampaikan investor yang memiliki SBN dan akan jatuh tempo, lebih memilih melakukan revolve atau pembelian kembali SBN ketimbang mencairkannya. 

    “Mereka [investor] biasanya menunggu apakah kami akan meng-issue yang baru kemudian mereka revolve aja. Itu kalau mereka percaya terhadap APBN dan pengelolaan keuangan negara,” jelasnya. 

    Aksi berbagi beban alias burden sharing antara pemerintah dan bank sentral, di mana Bank Indonesia membeli surat utang negara di pasar perdana untuk menstabilkan sistem keuangan dan membiayai APBN selama pandemi Covid-19, tercatat senilai Rp836,56 triliun. 

    Sejatinya, Bank Indonesia (BI) dilarang untuk membeli surat berharga negara (SBN) di pasar primer. Namun melalui kebijakan burden sharing–istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Gubernur BI Perry Warjiyo–BI diperkenankan membeli langsung surat utang untuk membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19.

    Pembiayaan yang masuk ke APBN tersebut saat itu digunakan sebagai sumber dana program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Skema burden sharing sebagaimana SKB II yang hanya berlaku pada 2020 telah diterbitkan sebesar Rp397,56 triliun untuk Public Goods.

    Penerbitan SBN dalam rangka SKB III yang diperuntukkan untuk kontribusi di bidang kesehatan dan kemanusiaan mencapai Rp215 triliun pada tahun 2021 dan Rp224 triliun pada 2022. 

    Total jatuh tempo utang tersebut mulai pada 2025 (Rp100 triliun), 2026 (Rp154,5 triliun), 2027 (Rp210,5 triliun), 2028 (Rp208,06 triliun), 2029 (Rp107,5 triliun), dan 2030 (Rp56 triliun). 

    Pilihan Terbaik

    Ekonom United Overseas Bank Limited (UOB) Enrico Tanuwidjaja menyampaikan langkah refinancing menjadi pilihan terbaik saat ini dengan mempertimbangkan kondisi pasar keuangan global, regional, maupun domestik. 

    “Peran serta investor dalam revolving is the best. Saya percaya pilihan yang akan ditempuh Kemenkeu telah mempertimbangkan banyak hal termasuk dalam hal BI,” ujarnya kepada Bisnis, dikutip pada Jumat (15/11/2024). 

    Melalui penerbitan utang baru, surat utang tersebut akan berpindah tangan dari sebelumnya oleh Bank Indonesia, ke berbagai pihak termasuk investor asing. 

    Sebelumnya, Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI) Josua Pardede meyampaikan dengan skema tersebut, dapat memperpanjang profil jatuh tempo utang, memberikan pemerintah lebih banyak ruang untuk membayar di masa depan. 

    Meskipun demikian, Josua mewanti-wanti pilihan refinancing dapat meningkatkan beban pembayaran bunga, terutama jika penerbitan dilakukan pada suku bunga yang lebih tinggi dibandingkan beban bunga utang yang jatuh tempo.

    Untuk itu, pemerintah perlu memastikan penetapan suku bunga yang menarik bagi investor tetapi tetap dalam batas fiskal yang sehat. 

    Meski terdapat pilihan lainnya seperti debt switching, mengerek penerimaan pajak untuk bayar utang, maupun penggunaan cadangan dari APBN, pemerintah harus mempertimbangkan kestabilan fiskal. 

    “Pada akhirnya, strategi terbaik harus mempertimbangkan stabilitas fiskal, keberlanjutan utang, serta efek terhadap pasar modal, termasuk dampaknya terhadap rating kredit pemerintah dan kepercayaan investor,” ujarnya. 

  • Amankan Masa Depan dengan Investasi Reksa Dana dan Tabungan Emas di BRImo

    Amankan Masa Depan dengan Investasi Reksa Dana dan Tabungan Emas di BRImo

    Jakarta, Beritasatu.com – Perencanaan finansial yang matang sangat penting agar keuangan Anda tetap aman dan kebutuhan bisa terpenuhi. Tanpa perencanaan tersebut, penghasilan yang dimiliki akan terasa cepat habis dan sewaktu-waktu berisiko mengganggu keuangan Anda saat kondisi darurat. 

    Selain menabung, ada banyak instrumen investasi yang bisa Anda manfaatkan untuk persiapan masa depan. Sesuai namanya, investasi membuat keuanganmu tumbuh seiring dengan laba yang dihasilkannya. Berikut adalah jenis investasi yang dapat dijadikan sebagai instrumen untuk mencapai tujuan finansial Anda di masa depan. 

    1. Reksa dana 

    Salah satu jenis investasi yang populer digunakan adalah reksa dana. Instrumen ini merupakan wadah untuk menghimpun dana masyarakat pemodal yang dikelola dan diinvestasikan oleh manajer investasi dalam portofolio surat berharga, efek atau saham. Terdapat beberapa jenis reksa dana dengan keunggulan dan potensi risikonya. 

    Pertama, reksa dana pasar uang adalah investasi berupa pengelolaan portofolio pada obligasi kurang dari 1 tahun dan deposito. Tipe ini cocok bagi Anda yang ingin berinvestasi dalam jangka pendek atau sebagai simpanan dana darurat karena tingkat risikonya rendah dan dapat dicairkan secara fleksibel atau setiap saat.  

    Kedua, reksa dana pendapatan tetap, yaitu jenis investasi pada surat utang pemerintah dan korporasi. Reksa dana ini memiliki potensi pendapatan secara reguler karena dikelola manajer investasi yang profesional. Instrumen ini bisa menjadi pilihan tepat bagi Anda yang ingin mendapatkan passive income secara berkelanjutan dan risiko yang terukur. 

    Ketiga, reksa dana campuran adalah investasi yang mengoptimalkan alokasi portofolio ke saham, obligasi pemerintah, obligasi korporasi, dan pasar uang. Manajer Investasi secara berkala menyeimbangkan alokasi portofolio antara saham dan obligasi agar tetap selaras dengan tujuan investasi. 

    Investasi ini bisa menjadi alternatif tepat bagi Anda yang ingin menabung untuk masa pensiun, dana pendidikan, atau tujuan keuangan jangka menengah hingga jangka panjang. 

    Keempat, reksa dana saham, yakni investasi dengan porsi portfolio lebih besar dialokasikan pada ekuitas atau saham. Banyak perusahaan membayar dividen sehingga memberikan sumber pendapatan tambahan selain pertumbuhan modal (capital gain). 

    Pengelolaan portofolio reksa dana juga lebih mudah dibandingkan mengelola saham secara individual. Oleh karena itu, investasi ini bisa menjadi pilihan tepat untuk yang ingin berinvestasi jangka panjang minimal lima tahun ataupun yang memiliki risk appetite yang tinggi. 

    2. Tabungan emas 

    Instrumen investasi lain yang bisa Anda manfaatkan adalah tabungan emas. Terlebih lagi di era digital saat ini, menabung emas semakin lebih mudah dan terjangkau. Salah satunya adalah Tabungan Emas di BRImo. 

    Melalui BRImo, pembelian emas bisa dimulai dari 0,01 gram dan dilakukan secara auto-debit. Transaksi pembelian dan penjualan emas ini bisa dilakukan langsung secara real time online dengan Pegadaian. 

    Harga jual dan beli emas dan informasi saldo yang tertera di BRImo sesuai dengan data Pegadaian. Selain itu, fisik emas yang Anda beli juga sangat terjamin aman di Pegadaian dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).  

    Cara mendaftar Tabungan Emas di BRImo sangat mudah. Hanya butuh beberapa langkah sebagai berikut.

    1. Login ke BRImo  
    2. Pilih menu “Investasi” dan klik “Emas” 
    3. Langkah selanjutnya, klik “Mulai” dan pilih “Buka Tabungan” 
    4. Isi data diri, alamat, dan pekerjaan Anda lalu verifikasi data dengan klik “Data Sudah Sesuai” 
    5. Pilih nominal tabungan dan klik “Konfirmasi” 
    6. Baca dan klik “Setuju” pada Syarat dan Ketentuan 
    7. Masukkan PIN BRImo, maka Anda sudah resmi punya Tabungan emas 

    Setelah punya tabungan, Anda bisa membeli emas di BRImo dengan mudah. Berikut adalah cara pembelian emas di BRImo.

    1. Login ke BRImo 
    2. Pilih menu “Investasi” 
    3. Pilih “Emas” kemudian klik “Beli Emas” 
    4. Masukkan nominal pembelian dalam Rupiah atau Gram 
    5. Setelah muncul grafik harga beli, klik “Konfirmasi” 
    6. Masukkan PIN BRImo dan transaksi pembelian Emas sudah berhasil 

    Yuk, buka segera tabungan emas di BRI dan download BRImo di Google Play Store, App Store atau Huawei AppGallery untuk merasakan mudahnya bertransaksi secara real time online melalui genggaman karena #BRImoMudahSerbaBisa! 

    Dengan berbagai produk dan layanan unggulan ini, BRI Prioritas siap membantu Anda mencapai tujuan finansial dengan lebih efektif melalui layanan financial advisor yang difasilitasi oleh Priority Relationship Manager yang profesional, berpengalaman, dan tersertifikasi. Jadi, jangan biarkan kecemasan mengganggu ketenangan masa depan Anda! 

  • Utang Jatuh Tempo Pemerintah Tahun Ini Rp434,29 Triliun, Sudah Lunas?

    Utang Jatuh Tempo Pemerintah Tahun Ini Rp434,29 Triliun, Sudah Lunas?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tercatat memiliki utang jatuh tempo pada tahun ini senilai Rp434,29 triliun, yang terdiri dari Rp371,8 triliun SBN dan Rp62,49 triliun sisanya berasal dari pinjaman. 

    Menjelang akhir tahun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengumumkan bahwa pihaknya telah melakukan pembayaran utang jatuh tempo melalui penerbitan utang baru. 

    Dalam hal ini, kebanyakan investor yang bersiap mendapatkan pembayaran dari pemerintah, memilih untuk melakukan revolve atau pembelian kembali surat utang baru yang pemerintah terbitkan. 

    “Jadi, semuanya di-revolving sebenernya. Kita ada erevolve, jadi ada yang baru. Makanya growth issuance kita lebih besar dari deficit financing,” ujarnya dalam Raker Komisi XI DPR bersama Menkeu, Rabu (13/11/2024). 

    Sri Mulyani menyampaikan bahwa kepercayaan investor terhadap keuangan Indonesia cukup baik sehingga memilih melakukan revolving. 

    Berbeda halnya apabila investor melihat adanya alternatif investasi yang menarik selain SBN, maka saat jatuh tempo investor akan lebih memilih mencairkan surat utang dan berinvestasi di instrumen lain. 

    “Makanya mereka biasanya menunggu apakah kami akan menerbitkan [surat utang] yang baru, kemudian mereka revolve aja,” ungkapnya. 

    Bukan hanya melakukan pembayaran pokok utang, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk membayar bunga utang. 

    Sebelumnya Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Kemenkeu ⁠Riko Amir menyampaikan, realisasi pembayaran bunga utang ini on track atau masih dalam jalur, di mana outlook tahun ini senilai Rp499 triliun. 

    “Hingga Agustus 2024 Rp315,6 triliun, ini dalam koridor Rp499 triliun sampai dengan akhir tahun yang kita bayarkan,” ungkapnya dalam Media Gathering APBN 2024, Kamis (26/9/2024). 

    Riko menuturkan pihaknya terus optimistis sampai akhir tahun, pembiayaan untuk defisit termasuk pembayaran bunga utang dapat dilakukan sesuai rencana pada tahun ini.

    Adapun, posisi utang pemerintah pada akhir September 2024 tercatat naik Rp11,97 triliun ke angka Rp8.473,90 triliun dari Agustus 2024. Meski secara nominal naik, tetapi persentase terhadap PDB tersebut tercatat turun dari 38,49% per Agustus 2024. 

    Rasio utang tersebut juga tercatat lebih rendah dari akhir Desember 2023 yang mencapai 39,21%, tetap konsisten terjaga di bawah batas aman 60% PDB sesuai UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. 

    Utang tersebut terdiri dari SBN setara dengan Rp7.483,09 triliun dan didominasi oleh investor domestik. Sementara pinjaman tercatat lebih banyak dari luar negeri alias asing yang senilai Rp950,88 triliun dari total pinjaman Rp990,81 triliun. 

    Adapun sepanjang tahun ini hingga 8 November 2024, Kementerian Keuangan melaporkan capital inflow atau aliran modal asing yang masuk ke Tanah Air telah mencapai Rp268,93 triliun. 

    Instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) mendominasi aliran modal asing yang masuk dengan angka Rp200 triliun. Sementara aliran modal asing sisanya masuk ke instrumen lainnya di pasar saham Rp33,75 triliun dan pasar Surat Berharga Negara (SBN) Rp35,18 triliun. 

  • Indonesia Bisa Tak Defisit APBN Lagi, Asal Rasio Pajak 15%

    Indonesia Bisa Tak Defisit APBN Lagi, Asal Rasio Pajak 15%

    Bisnis.com, JAKARTA — Guru Besar Politik Hukum Pajak Universitas Islam Sultan Agung atau Unissula Semarang Edi Slamet Irianto mengungkapkan Indonesia sangat mungkin untuk tidak lagi mengalami defisit APBN, asalkan tax ratio mampu mencapai 15% dari PDB.

    Edi menyampaikan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah menyatakan tax ratio yang ideal untuk Indonesia adalah sebesar 15% untuk memenuhi kebutuhan belanja negara.

    “Beliau [Sri Mulyani] menyatakan usai kembali dari World Bank pada 2016 lalu, bahwa jika tax ratio 15%, Indonesia tidak akan defisit,” tuturnya dalam acara Regular Tax Discussion oleh Ikatan Akuntan Indoensia (IAI), Selasa (12/11/2024).

    Alhasil, Indonesia tidak akan lagi berutang utamanya dari asing, mengingat saat ini posisi utang pemerintah melalui pinjaman luar negeri telah mencapai Rp950,88 triliun.

    Berdasarkan perhitungan yang Bisnis lakukan mengambil angka produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) 2023 senilai Rp20.892,4 triliun, artinya 15% setara dengan Rp3.133,86 triliun.

    Dengan kata lain, idealnya penerimaan negara minimal harus mencapai Rp3.133,86 triliun. Sementara melihat rencana penerimaan pajak tahun depan saja, untuk pertama kalinya akan menyentuh angka di atas Rp2.000 triliun.

    Pada 2024, penerimaan pajak ditargetkan senilai Rp1.988,9 triliun. Per 31 Oktober 2024, kas negara dari pajak telah terkumpul mencapai Rp1.517,5 triliun atau 76,3% dari target, tetapi kontraksi 0,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya.

    Edi menuturkan bahwa kala itu pun saat Sri Mulyani menyampaikan besaran tax ratio yang ideal, Jokowi—saat menjabat pada periode pertamanya—mencanangkan target 15% dengan catatan dengan didirikan Badan Penerimaan Pajak.

    Rencana tersebut kandas karena Sri Mulyani menolak pembentukan badan tersebut dan untuk menaikkan tax ratio ke angka 15% yang ditargetkan tercapai pada 2019, tak memerlukan Badan Penerimaan Pajak.

    Edi yang merupakan mantan Kepala Kanwil DJP Jakarta Utara tersebut menuturkan Indonesia sejatinya masih memerlukan badan penerimaan yang terpisah dari Kementerian Keuangan.

    Bukan tanpa sebab, selain untuk fokus meningkatkan penerimaan negara dan tax ratio, tetapi hal tersebut tercantum dalam Undang-Undang (UU) Dasar.

    “Ini sejalan dengan amanat UUD. Bahwa di dalam pasal 17 UUD itu dinyatakan setiap kementerian itu hanya mengurus satu urusan tertentu,” ungkapnya.

    Di samping hal itu semua, meski Prabowo mencanangkan target tax ratio 23% di akhir kepemimpinannya, mungkinkah 15% dicapai dalam waktu dekat?