Topik: Utang Pemerintah

  • Mantan Bos IMF Dihukum Penjara 4 Tahun Terkait Kasus Korupsi di Spanyol – Page 3

    Mantan Bos IMF Dihukum Penjara 4 Tahun Terkait Kasus Korupsi di Spanyol – Page 3

    Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) memperingatkan perekonomian global yang diguncang oleh konflik dan meningkatnya persaingan geopolitik, berada dalam bahaya terjebak dalam kondisi pertumbuhan lambat dan utang tinggi.

    “Ini adalah masa-masa yang mencemaskan,” kata Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva kepada wartawan selama pertemuan musim gugur IMF dan Bank Dunia, dikutip dari US News, Jumat (25/10/2024).

    IMF memperkirakan ekonomi global akan tumbuh hanya 3,2% tahun ini. Perdagangan global lesu pada saat konflik dan meningkatnya ketegangan geopolitik, termasuk hubungan yang dingin antara dua ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat dan Tiongkok menjadi salah satu pemicu kinerja ekonomi global yang stagnan.

    “Perdagangan tidak lagi menjadi mesin pertumbuhan yang kuat,” ungkap Georgiva.

     “Kita hidup dalam ekonomi global yang lebih terfragmentasi,” ucapnya.

    Pada saat yang sama, banyak negara berjuang dengan utang yang mereka tanggung saat menangani pandemi COVID-19. IMF memperkirakan utang pemerintah di seluruh dunia akan mencapai USD 100 triliun tahun ini.

    Angka itu setara dengan 93% dari output ekonomi global, bagian yang diharapkan mendekati 100% pada tahun 2030.

    “Ekonomi global dalam bahaya terjebak pada jalur pertumbuhan rendah dan utang tinggi,”lanjut Georgieva, seraya menambahkan “Itu berarti pendapatan lebih rendah dan lebih sedikit pekerjaan.”

    Masih Ada Harapan

    Namun, latar belakang ekonomi tidak sepenuhnya suram.

    IMF mengatakan dunia telah membuat kemajuan besar untuk mengendalikan inflasi yang melonjak pada tahun 2021 dan 2022 saat ekonomi bangkit kembali dengan kekuatan yang tidak terduga dari penguncian pandemi. 

    Badan itu menyoroti suku bunga yang lebih tinggi oleh Federal Reserve dan bank sentral lainnya dan pelonggaran penumpukan di pabrik, pelabuhan, dan tempat pengiriman barang yang telah menyebabkan kekurangan, keterlambatan, dan harga yang lebih tinggi.

     

     

  • Rupiah Anjlok, Modal Asing Kabur Rp8,81 Triliun Pekan Ini

    Rupiah Anjlok, Modal Asing Kabur Rp8,81 Triliun Pekan Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Bank Indonesia mencatat adanya aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan Indonesia senilai Rp8,81 triliun selama pekan ini yang bersamaan dengan pelemahan rupiah bahkan tembus lebih dari Rp16.300 per dolar AS.

    Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Ramdan Denny Prakoso melaporkan bergeraknya modal asing keluar tersebut pada 16-19 Desember 2024 dialami oleh seluruh instrumen.

    “Terdiri dari jual neto sebesar Rp3,67 triliun di pasar saham, Rp4,43 triliun di pasar SBN, dan Rp0,71 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia [SRBI],” ujarnya dalam keterangan resmi, dikutip pada Sabtu (21/12/2024). 

    Melihat data setelmen sepanjang tahun berjalan atau sejak Januari hingga 19 Desember 2024, investor asing tercatat membeli neto di pasar saham senilai Rp17,45 triliun.

    Selain itu, investor nonresiden juga membeli Rp37,81 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp171,97 triliun di SRBI. 

    Aliran modal yang masuk sepanjang semester II/2024 tercatat investor asing beli neto senilai Rp17,10 triliun di pasar saham, Rp71,77 triliun di pasar SBN dan Rp41,62 triliun di SRBI.

    Sejalan dengan perkembangan tersebut, premi credit default swap (CDS) Indonesia Indonesia 5 tahun per 19 Desember 2024 sebesar 75,79 bps, naik dibanding dengan 13 Desember 2024 sebesar 71,81 bps.

    Di sisi lain, tingkat imbal hasil atau yield SBN tenor 10 tahun tercatat stabil di level 7,07% pada Jumat (20/12/2024) pagi dari posisi penutupan Kamis (19/12/2024). 

    Pada saat yield SBN stabil, imbal hasil surat utang pemerintah AS atau UST (US Treasury) Note 10 tahun naik ke level 4,562%. 

    Sementara itu, nilai tukar rupiah tercatat dibuka melemah pada Jumat (20/12/2024) pagi di level (bid)n Rp16.290 per dolar AS dari Kamis (19/12/2024) yang ditutup pada level (bid) Rp16.285 per dolar AS.

    “Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait serta mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia,” tutupnya. 

    Sebaga catatan, modal asing kembali mencatatkan arus keluar usai pada pekan lalu mengalami inflow untuk pertama kalinya sejak Oktober 2024. 

    Sebelumnya, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengamini bahwa outflow yang terjadi semenjak terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS. 

    “Kami menerbitkan SRBI dengan imbal hasil yang menarik. ini menjadi isu, setelah terpilihnya Trump memang terjadi outflow,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (18/12/2024).

  • Kebijakan HJE Dikhawatirkan Tak Mampu Efektif Menekan Konsumsi Rokok di Masyarakat  – Halaman all

    Kebijakan HJE Dikhawatirkan Tak Mampu Efektif Menekan Konsumsi Rokok di Masyarakat  – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah menyatakan sikap mendukung upaya pengendalian konsumsi rokok yang komprehensif. 

    Tentu, peryataan ini merespons kebijakan pemerintah terkait Harga Jual Eceran (HJE) rokok. 

    Wakil Ketua MPKU PP Muhammadiyah, Emma Rachmawati mendesak pemerintah untuk melarang penjualan rokok secara eceran, meningkatkan cukai hingga harga rokok sebanding dengan negara-negara tetangga, dan memperketat regulasi rokok konvensional maupun elektronik.  

    Kenaikan HJE rokok merupakan langkah awal yang baik, namun perlu diikuti dengan kebijakan lain yang lebih komprehensif dan berkelanjutan.  

    Selain itu, edukasi dan kampanye bahaya rokok harus diperluas untuk melindungi masyarakat, khususnya generasi muda.  

    “MPKU PP Muhammadiyah Muhammadiyah siap berkontribusi dalam upaya preventif, kuratif, dan rehabilitatif demi mewujudkan Indonesia yang sehat dan bebas dari korban rokok,” kata Emma diskusi bertema ‘Kebijakan HJE Rokok 2025: Dilematisasi Pengendalian Konsumsi Rokok di Indonesia’, Jumat (20/12/2024).

    Youth Ambassador Tobacco Control Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Affan Fitrahman menyebut pihaknya mengapresiasi kenaikan HJE rokok sebagai langkah maju dalam pengendalian tembakau, namun menyayangkan tidak adanya kenaikan cukai rokok.  

    IPM pun mendorong pemerintah melakukan evaluasi berkala terhadap kebijakan ini, mengingat potensi peningkatan rokok ilegal.  

    “Kami harapkan pemerintah baru tetap berkomitmen pada isu pengendalian tembakau dan bersinergi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan generasi muda yang sehat dan bebas rokok,” sambungnya. 

    Sementara itu, para ahli menyoroti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024, yang menetapkan batasan HJE dan tarif cukai hasil tembakau.  

    Meski HJE mengalami kenaikan, namun tidak dibarengi dengan kenaikan tarif cukai. Kondisi ini, menurut para pakar, dikhawatirkan tidak mampu secara efektif menekan konsumsi rokok di masyarakat. 

    Senior advisor CHED ITB-AD, Mukhaer Pakkanna menganalisis kebijakan HJE ini adalah kebijakan yang setengah hati dalam menekan prevalensi perokok, khususnya di kalangan masyarakat miskin dan remaja. 

    “Sayangnya, kebijakan ini tidak menyentuh Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang selama ini menjadi instrumen strategis dalam pengendalian konsumsi rokok. Lebih ironis lagi, penetapan HJE tidak memperlihatkan keberpihakan pada upaya pro-kesehatan,” tambah Mukhaer. 

    Dia juga menegaskan bahwa dengan pendekatan seperti ini, tujuan untuk menekan prevalensi perokok akan sulit tercapai.  

    “Kebijakan ini lebih menguntungkan industri rokok besar ketimbang menjadi solusi bagi masalah kesehatan masyarakat. Jika pemerintah ingin serius, diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif dan konsisten dalam melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari bahaya rokok,” katanya. 

    Advisor Indonesia Institute for Social Development (IISD), Sudibyo Markus menyoroti pentingnya pengendalian konsumsi rokok dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs).  

    “Tembakau bukanlah komoditas unggulan perkebunan, melainkan tanaman semusim yang telah menjadi tradisi turun-temurun. Dalam sistem usaha yang monopsoni, petani tembakau selalu berada di posisi yang paling dirugikan karena seluruh rantai usaha tani sepenuhnya bergantung pada industri, khususnya tengkulak dan bandol yang menjadi perpanjangan tangan industri tembakau,” ujar Sudibyo Markus. 

    Di tengah menurunnya daya beli masyarakat dan kelas menengah akibat beban utang pemerintah, alih-alih menerapkan strategi fiskal dan non-fiskal yang komprehensif, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan PMK No. 97 Tahun 2024 yang hanya mengatur harga jual rokok secara eceran. 

    “Di tingkat mikro, klaim industri tembakau sebagai ‘soko guru’ perekonomian nasional terasa ironis, karena mereka terus mengeksploitasi petani tembakau yang selalu dirugikan,” jelasnya. 

    Sedangkan, Direktur CHED ITB Ahmad Dahlan Jakarta, Roosita Meilani Dewi menjelaskan perspektif mikro ekonomi dalam pengendalian tembakau dan menghitung harga transaksi pasar kesehatan masyarakat. 

    “Bagi Pengendalian kenaikan HJE cukup penting untuk menaikkan Harga transaksi pasar, sehingga tidak dapat terjangkau oleh masyarakat rentan yaitu masyarakat miskin dan remaja.” 

    “Kenaikan Harga Jual Eceran rokok tahun 2025 yang diatur dalam PMK 97 tahun 2024, diperkirakan tidak mampu menekan konsumsi. Karena Rokok jenis SKM dan SPM yang memiliki pangsa pasar tertinggi hanya naik 5-7 persen sedangkan SKT yang masih memiliki pangsa pasar rendah justru naik 18,6 persen. Padahal fakta lapangan menunjukkan bahwa rokok dengan jenis SKM dan SPM banyak dikonsumsi remaja dan perokok pemula,” tegasnya. 

    Perwakilan Vital Strategies, Lily S. Sulistyowati menekankan urgensi pengendalian konsumsi rokok melalui kenaikan harga rokok dengan penyesuaian pajak dan harga jual eceran (HJE), selain dapat mengurangi daya beli dan konsumsi rokok, juga penting untuk kesehatan masyarakat. 

    “Kenaikan harga rokok dapat mendorong alokasi pengeluaran ke kebutuhan yang lebih mendukung kesehatan dan kesejahteraan, sekaligus mengurangi beban kesehatan masyarakat akibat penyakit terkait rokok,” jelas Lily.

  • Kenaikan HJE Dinilai Tak Efektif Tekan Konsumsi Rokok – Page 3

    Kenaikan HJE Dinilai Tak Efektif Tekan Konsumsi Rokok – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Center of Human Economic Development (CHED) ITB Ahmad Dahlan Jakarta bersama Muhammadiyah Tobacco Control Network (MTCN) menggelar diskusi terkait Harga Jual Eceran (HJE) rokok.

    Dengan tema “Kebijakan HJE Rokok 2025: Dilematisasi Pengendalian Konsumsi Rokok di Indonesia”, diskusi ini mengupas tantangan yang dihadapi dalam upaya pengendalian konsumsi rokok.

    Dalam diskusi tersebut, para ahli menyoroti Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 97 Tahun 2024, yang menetapkan batasan HJE dan tarif cukai hasil tembakau. Meski HJE mengalami kenaikan, namun tidak dibarengi dengan kenaikan tarif cukai. Kondisi ini, menurut para pakar, dikhawatirkan tidak mampu secara efektif menekan konsumsi rokok di masyarakat.

    Salah satu isu utama yang diangkat adalah potensi munculnya efek negatif seperti down trading, di mana konsumen beralih ke produk rokok yang lebih murah. Selain itu, maraknya peredaran rokok ilegal juga menjadi ancaman serius yang dapat mengurangi efektivitas kebijakan ini.

    Sudibyo Markus selaku Advisor Indonesia Institute for Social Development (IISD) menyoroti pentingnya pengendalian konsumsi rokok dalam kerangka Sustainable Development Goals (SDGs).

    “Tembakau bukanlah komoditas unggulan perkebunan, melainkan tanaman semusim yang telah menjadi tradisi turun-temurun. Dalam sistem usaha yang monopsoni, petani tembakau selalu berada di posisi yang paling dirugikan karena seluruh rantai usaha tani sepenuhnya bergantung pada industri, khususnya tengkulak dan bandol yang menjadi perpanjangan tangan industri tembakau,” ujar Sudibyo Markus.

    “Situasi ini menciptakan paradoks di seluruh mata rantai industri produk tembakau, baik pada tingkat makro, meso, maupun mikro. Di tingkat makro, pemerintah yang sedang memacu kualitas SDM menuju Indonesia Emas 2045 justru tidak konsisten dalam kebijakan fiskalnya dengan membatalkan kenaikan cukai produk tembakau pada tahun 2025.”

    Pada tingkat meso, di tengah menurunnya daya beli masyarakat dan kelas menengah akibat beban utang pemerintah, alih-alih menerapkan strategi fiskal dan non-fiskal yang komprehensif, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan PMK No. 97 Tahun 2024 yang hanya mengatur harga jual rokok secara eceran,” tambah Sudibyo.

    “Di tingkat mikro, klaim industri tembakau sebagai ‘soko guru’ perekonomian nasional terasa ironis, karena mereka terus mengeksploitasi petani tembakau yang selalu dirugikan. Lebih jauh, dengan inovasi produk seperti rokok generasi baru dan pave, posisi rokok tradisional, yang menjadi tumpuan utama petani, semakin terpinggirkan,” pungkasnya.

    Mukhaer Pakkanna selalu Senior advisor CHED ITB-AD menganalisis kebijakan HJE ini adalah kebijakan yang setengah hati dalam menekan prevalensi perokok, khususnya di kalangan masyarakat miskin dan remaja.

    “Sayangnya, kebijakan ini tidak menyentuh Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang selama ini menjadi instrumen strategis dalam pengendalian konsumsi rokok. Lebih ironis lagi, penetapan HJE tidak memperlihatkan keberpihakan pada upaya pro-kesehatan. Tarif dan harga rokok yang diproduksi massal melalui mesin tetap rendah dibandingkan dengan rokok manual, sehingga membuka peluang bagi beredarnya rokok murah yang terjangkau oleh masyarakat bawah,” tambah Mukhaer.

    Ia menegaskan bahwa dengan pendekatan seperti ini, tujuan untuk menekan prevalensi perokok akan sulit tercapai. “Kebijakan ini lebih menguntungkan industri rokok besar ketimbang menjadi solusi bagi masalah kesehatan masyarakat. Jika pemerintah ingin serius, diperlukan kebijakan yang lebih komprehensif dan konsisten dalam melindungi masyarakat, terutama generasi muda, dari bahaya rokok,” pungkasnya.

    Roosita Meilani Dewi (Direktur CHED ITB Ahmad Dahlan Jakarta) menjelaskan perspektif mikro ekonomi dalam pengendalian tembakau dan menghitung harga transaksi pasar kesehatan masyarakat.

    “Bagi Pengendalian kenaikan HJE cukup penting untuk menaikkan Harga transaksi pasar, sehingga tidak dapat terjangkau oleh masyarakat rentan yaitu masyarakat miskin dan remaja. Kenaikan Harga Jual Eceran rokok tahun 2025 yang diatur dalam PMK 97 tahun 2024, diperkirakan tidak mampu menekan konsumsi. Karena Rokok jenis SKM dan SPM yang memiliki pangsa pasar tertinggi hanya naik 5-7%, sedangkan SKT yang masih memiliki pangsa pasar rendah justru naik 18,6%. Padahal fakta lapangan menunjukkan bahwa rokok dengan jenis SKM dan SPM banyak dikonsumsi remaja dan perokok pemula” tegasnya.

    Lily S. Sulistyowati selalu perwakilan Vital Strategies menekankan urgensi pengendalian konsumsi rokok melalui kenaikan harga rokok dengan penyesuaian pajak dan harga jual eceran (HJE), selain dapat mengurangi daya beli dan konsumsi rokok, juga penting untuk kesehatan masyarakat.

    “Langkah ini tidak hanya bertujuan menurunkan prevalensi perokok, tetapi juga memperkuat perlindungan terhadap kalangan masyarakat prasejahtera dan kelompok rentan, termasuk anak-anak, serta mempromosikan gaya hidup sehat di masyarakat. Selain itu, kenaikan harga rokok dapat mendorong alokasi pengeluaran ke kebutuhan yang lebih mendukung kesehatan dan kesejahteraan, sekaligus mengurangi beban kesehatan masyarakat akibat penyakit terkait rokok,” jelas Lily.

    Lily juga menekankan bahwa pendapatan negara dari sektor cukai dapat dimanfaatkan untuk mendanai program kesehatan, seperti kampanye edukasi bahaya merokok, penerapan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), pengendalian iklan rokok, hingga upaya prioritas lainnya seperti percepatan penurunan stunting, peningkatan vaksinasi dan imunisasi, serta peningkatan layanan kesehatan ibu dan anak.

    “Melalui strategi ini, kita dapat mempercepat penanganan penyakit terkait rokok, seperti kanker, TB, dan penyakit paru lainnya, serta meningkatkan kualitas fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia,” pungkasnya.

    Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Pusat Muhammadiyah dan Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah menyatakan sikap mendukung upaya pengendalian konsumsi rokok yang komprehensif.

    “MPKU PP Muhammadiyah mendesak pemerintah untuk melarang penjualan rokok secara eceran, meningkatkan cukai hingga harga rokok sebanding dengan negara-negara tetangga, dan memperketat regulasi rokok konvensional maupun elektronik. Selain itu, edukasi dan kampanye bahaya rokok harus diperluas untuk melindungi masyarakat, khususnya generasi muda. Muhammadiyah siap berkontribusi dalam upaya preventif, kuratif, dan rehabilitatif demi mewujudkan Indonesia yang sehat dan bebas dari korban rokok,” terang Emma Rachmawati selaku Wakil Ketua MPKU PP Muhammadiyah.

    “Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) mengapresiasi kenaikan HJE rokok sebagai langkah maju dalam pengendalian tembakau, namun menyayangkan tidak adanya kenaikan cukai rokok. IPM mendorong pemerintah melakukan evaluasi berkala terhadap kebijakan ini, mengingat potensi peningkatan rokok ilegal. IPM berkomitmen aktif dalam pengendalian tembakau melalui edukasi sebaya dan mendesak pemerintah untuk lebih tegas dalam pengawasan rokok ilegal, pelarangan sponsor rokok di media sosial, dan penegakan hukum terkait pelanggaran dalam pengendalian tembakau. IPM juga mengusulkan peningkatan alokasi anggaran untuk pengendalian tembakau agar isu ini mendapat perhatian serius dari pemerintah. IPM berharap pemerintah baru tetap berkomitmen pada isu pengendalian tembakau dan bersinergi dengan berbagai pihak untuk mewujudkan generasi muda yang sehat dan bebas rokok,” jelas Affan Fitrahman Youth Ambassador Tobacco Control Ikatan Pelajar Muhammadiyah.

     

  • Kejar Pertumbuhan 5% Tahun Depan, China Naikkan Defisit Anggaran

    Kejar Pertumbuhan 5% Tahun Depan, China Naikkan Defisit Anggaran

    Bisnis.com, JAKARTA – Para pemimpin China dikabarkan telah sepakat untuk menaikkan defisit anggaran menjadi 4% dari produk domestik bruto (PDB) tahun depan sambil mempertahankan target pertumbuhan ekonomi sekitar 5%. Defisit tersebut akan menjadi angka tertinggi yang pernah tercatat jika terealisasi.

    Melansir Reuters pada Selasa (17/12/2024), rencana tersebut terungkap berdasarkan dua sumber yang mengetahui masalah tersebut. Rencana defisit baru tersebut lebih besar dibandingkan dengan target awal sebesar 3% dari PDB untuk 2024.

    Rencana itu juga sejalan dengan kebijakan fiskal yang “lebih proaktif” yang digariskan oleh para pejabat terkemuka setelah pertemuan Politbiro bulan Desember dan Konferensi Kerja Ekonomi Pusat (CEWC) minggu lalu, di mana target tersebut disetujui tetapi belum diumumkan secara resmi.

    Kedua sumber tersebut mengatakan China akan tetap mempertahankan target pertumbuhan PDB yang tidak berubah sebesar sekitar 5% pada 2025.

    Tambahan 1% defisit dari PDB ini berjumlah sekitar 1,3 triliun yuan atau US$179,4 miliar dalam pengeluaran. Stimulus lebih lanjut akan didanai melalui penerbitan obligasi khusus di luar anggaran, kata kedua sumber tersebut, yang meminta identitasnya dirahasiakan karena mereka tidak berwenang berbicara kepada media. 

    Target-target ini biasanya tidak diumumkan secara resmi hingga rapat parlemen tahunan pada bulan Maret. Adapun, target tersebut masih dapat berubah sebelum sidang legislatif.

    Kantor Informasi Dewan Negara, yang menangani pertanyaan media atas nama pemerintah, dan Kementerian Keuangan tidak segera menanggapi kabar ini.

    Dorongan fiskal yang lebih kuat yang direncanakan untuk tahun depan merupakan bagian dari persiapan China untuk melawan dampak kenaikan tarif AS yang diharapkan atas impor China saat Donald Trump kembali ke Gedung Putih pada bulan Januari.

    Ringkasan media pemerintah mengenai CEWC yang dilakukan secara tertutup mengatakan bahwa “perlu untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang stabil”, meningkatkan rasio defisit fiskal, dan menerbitkan lebih banyak utang pemerintah tahun depan, tetapi tidak menyebutkan angka-angka spesifik.

    Bulan lalu, penasihat pemerintah telah merekomendasikan Beijing untuk tidak menurunkan target pertumbuhannya.

    Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu tersendat tahun ini akibat krisis properti yang parah, utang pemerintah daerah yang tinggi, dan permintaan konsumen yang lemah. Ekspor, salah satu dari sedikit titik terang, dapat segera menghadapi tarif AS yang melebihi 60% jika Trump memenuhi janji kampanyenya.

    Ancaman Presiden terpilih AS itu telah mengguncang kompleks industri China, yang menjual barang senilai lebih dari US$400 miliar setiap tahunnya ke Amerika Serikat. Banyak produsen telah mengalihkan produksi ke luar negeri untuk menghindari tarif.

    Eksportir mengatakan pungutan tersebut akan semakin mengecilkan laba, yang merugikan lapangan kerja, investasi, dan pertumbuhan ekonomi dalam prosesnya. Hal itu juga akan memperburuk kelebihan kapasitas industri China dan tekanan deflasi, kata para analis.

    Ringkasan pertemuan CEWC dan Politbiro juga menandai bahwa bank sentral China akan beralih ke sikap kebijakan moneter yang cukup longgar. Hal ini meningkatkan ekspektasi akan lebih banyak pemotongan suku bunga dan suntikan likuiditas.

    Sikap “hati-hati” sebelumnya yang dipegang bank sentral selama 14 tahun terakhir bertepatan dengan utang secara keseluruhan – termasuk utang pemerintah, rumah tangga, dan perusahaan – yang melonjak lebih dari lima kali lipat. Perekonomian tumbuh sekitar tiga kali lipat selama periode yang sama.

    China kemungkinan akan sangat bergantung pada stimulus fiskal tahun depan, kata para analis, tetapi juga dapat menggunakan alat lain untuk meredam dampak tarif.

  • Utang Luar Negeri RI Naik 7,7% jadi US3 Miliar

    Utang Luar Negeri RI Naik 7,7% jadi US$423 Miliar

    Jakarta, FORTUNE – Bank Indonesia (BI) mencatat nilai Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Oktober 2024 naik menjadi US$423 miliar atau sekitar Rp6.774 triliun. Secara tahunan, ULN Indonesia tumbuh 7,7 persen (yoy). Namun bila dibandingkan dengan bulan lalu menurun 8,5 persen pada September 2024. 

    Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso menegaskan bahwa kenaikan utang itu didorong oleh utang Pemerintah. Ia menambahkan, posisi ULN pemerintah mencapai US$201,1 miliar yang  bersumber dari turunnya posisi pinjaman dan surat utang. 

    “Secara tahunan, ULN pemerintah mencatatkan pertumbuhan sebesar 8,6 persen (yoy),” kata Ramdan melalui keterangan resmi di Jakarta, Senin (16/12).

    ULN Pemerintah memiliki tenor jangka panjang

    Presiden Prabowo Subianto memberikan keterangan kepada awak media, usai menghadiri CEO Roundtable Forum, London, Kamis (21/11). (BPMI Setpres/Muchlis Jr)

    Meski demikian, sebagai salah satu instrumen pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemanfaatan ULN Pemerintah diklaim akan terus diarahkan untuk mendukung pembiayaan sektor prioritas dengan tetap memperhatikan aspek keberlanjutan pengelolaan ULN.

    Berdasarkan sektor ekonomi, ULN pemerintah dimanfaatkan antara lain untuk mendukung Sektor Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial (21,0 persen dari total ULN pemerintah); Administrasi Pemerintah, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib (19,1 persen); Jasa Pendidikan (16,8 persen); Konstruksi (13,5 persen); serta Jasa Keuangan dan Asuransi (9,1 persen). 

    “Posisi ULN pemerintah tetap terkendali mengingat hampir seluruh ULN memiliki tenor jangka panjang dengan pangsa mencapai 99,9 persen dari total ULN pemerintah,” kata Ramdan.

    ULN swasta turun 1,4%

    ilustrasi pekerja BUMS (unsplash.com/Mimi Thian)

    Sementara itu, ULN Swasta tercatat menurun. Pada Oktober 2024, posisi ULN swasta tercatat sebesar US$195,1 miliar atau mengalami kontraksi sebesar 1,4 persen (yoy). Kontraksi pertumbuhan ULN tersebut bersumber dari perusahaan lembaga keuangan (financial corporations) dan bukan lembaga keuangan (nonfinancial corporations) yang masing-masing mengalami kontraksi sebesar 3,1 persen (yoy) dan 0,9 persen (yoy).

    Berdasarkan sektor ekonomi, ULN swasta terbesar berasal dari Sektor Industri Pengolahan; Jasa Keuangan dan Asuransi; Pengadaan Listrik dan Gas; serta Pertambangan dan Penggalian, dengan pangsa mencapai 79,3 persen dari total ULN swasta. ULN swasta juga tetap didominasi oleh utang jangka panjang dengan pangsa mencapai 76 persen  terhadap total ULN swasta. 

  • Depresiasi Rupiah Lebih Ringan Dibandingkan Negara Lain

    Depresiasi Rupiah Lebih Ringan Dibandingkan Negara Lain

    Jakarta, Beritasatu.com – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, saat ini sedang terjadi penguatan dolar Amerika Serikat (AS) atau disebut strong dollar. Fluktuasi dolar AS terus mendominasi pergerakan nilai tukar global. Hal tersebut berimbas pada nilai tukar rupiah, tetapi depresiasi rupiah masih tergolong lebih baik dibandingkan banyak mata uang negara lain.

    “Memang seluruh negara mengalami depresiasi, tetapi depresiasi rupiah termasuk yang kecil,” ucap Perry dalam seminar Kafegama di Menara BTN, Jakarta, Sabtu (14/12/2024).

    Berdasarkan data Bloomberg, rupiah terdepresiasi mencapai Rp 16.008 per dolar AS pada Jumat (13/12/2024). Dengan fenomena strong dollar, BI menggunakan sejumlah instrumen moneter agar nilai tukar rupiah tetap terjaga. Upaya itu dilakukan melalui kebijakan triple intervention, yakni domestic non-delivery forward (DNDF), pasar spot, hingga pasar surat berharga negara (SBN). “BI terus intervensi intervensi supaya rupiah stabil,” imbuh Perry.  

    Menurut dia,  penguatan dolar AS ini terus terjadi setelah kemenangan Donald Trump dalam pemilihan presiden AS. Pemerintah AS juga mengeluarkan surat utang negara yang cukup besar sehingga meningkatkan defisit fiskal hingga 7,7%. Negara-negara lain harus bersikap lebih disiplin dalam menjalankan kebijakan fiskal agar tidak terkena imbas dari kebijakan AS.

    “Masalahnya dengan defisit fiskal yang terlalu besar di Amerika, suka bunga Amerika untuk surat utang pemerintah sangat tinggi. Oleh karena itu seluruh dunia memindahkan portofolio investasinya ke Amerika,” pungkas Perry.

    Kondisi tersebut membuat rupiah terdepresiasi. 

  • Kabar Gembira, Modal Asing Masuk ke Dalam Negeri Mencapai Rp 7,33 Triliun

    Kabar Gembira, Modal Asing Masuk ke Dalam Negeri Mencapai Rp 7,33 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa modal asing sebesar Rp 7,33 triliun telah mengalir ke pasar keuangan domestik pada periode 9-12 Desember 2024. Sebagian besar aliran modal asing tersebut masuk melalui surat berharga negara (SBN), yang menjadi instrumen investasi utama bagi investor nonresiden.

    Jika dirinci, total modal asing yang masuk ke pasar SBN mencapai Rp 8,84 triliun. Namun, terdapat arus keluar modal asing melalui pasar saham sebesar Rp 1,31 triliun, serta dari instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp 200 miliar.

    “Berdasarkan data transaksi pada 9-12 Desember 2024, nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp 7,33 triliun. Ini terdiri dari jual neto Rp 1,31 triliun di pasar saham, beli neto Rp 8,84 triliun di pasar SBN, dan jual neto sebesar Rp 0,20 triliun di SRBI,” jelas Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, Minggu (15/12/2024).

    Secara kumulatif, dari 1 Januari hingga 12 Desember 2024, modal asing yang masuk menunjukkan tren positif. Nonresiden tercatat beli neto sebesar Rp 22,78 triliun di pasar saham, Rp 38,63 triliun di pasar SBN, dan Rp 171,36 triliun di SRBI. Khusus untuk semester II 2024, aliran modal asing meningkat signifikan, dengan net buy sebesar Rp 22,78 triliun di pasar saham, Rp 72,59 triliun di pasar SBN, dan Rp 41,01 triliun di SRBI.

    Kondisi pasar keuangan global turut memengaruhi pergerakan modal asing di Indonesia. Level imbal hasil (yield) surat utang pemerintah Amerika Serikat (US Treasury Note) tenor 10 tahun naik ke posisi 4,328% pada Kamis (12/12/2024). Sementara itu, premi risiko investasi Indonesia yang diukur melalui credit default swap (CDS) 5 tahun menunjukkan penurunan tipis, dari 70,58 basis poin pada 6 Desember 2024 menjadi 70,48 basis poin pada 12 Desember 2024.

    Kurs rupiah, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) BI, berada pada level Rp 15.987 per dolar AS pada Jumat (13/12/2024). Meski mengalami tekanan, aliran modal asing yang stabil membantu menjaga keseimbangan pasar keuangan domestik.

    Bank Indonesia terus melakukan berbagai langkah strategis untuk mendukung aliran modal asing yang berkelanjutan dan menjaga ketahanan ekonomi eksternal Indonesia. BI memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk memastikan implementasi bauran kebijakan yang efektif, mencakup pengelolaan inflasi, stabilitas nilai tukar, serta penguatan pasar keuangan domestik.

    Aliran modal asing yang signifikan ini tidak hanya mencerminkan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, tetapi juga menunjukkan peran penting instrumen investasi lokal seperti SBN dalam menarik dana dari luar negeri. Di tengah dinamika global yang penuh tantangan, modal asing tetap menjadi salah satu faktor kunci dalam mendukung stabilitas ekonomi nasional.

    Ke depan, pemerintah dan BI akan terus bekerja sama untuk menjaga arus masuk modal asing, meminimalkan dampak volatilitas pasar global, serta memastikan bahwa perekonomian domestik tetap kompetitif di kancah internasional. Dengan pendekatan yang konsisten, modal asing diharapkan dapat terus menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan.
     

  • Antisipasi Yield US Treasury Tinggi, Bos BI Dorong Sekuritisasi KPR

    Antisipasi Yield US Treasury Tinggi, Bos BI Dorong Sekuritisasi KPR

    Bisnis.com, JAKARTA — Perbankan perlu mengoptimalkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) guna mengantisipasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) pada awal periode pemerintahan Presiden terpilih Donald Trump.

    Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo  Perry memperkirakan federal fund rate pada 2025 hanya akan mengalami penurunan dua kali dan suku bunga obligasi pemerintah AS atau yield US Treasury diperkirakan mengalami tren kenaikan. 

    Utamanya, yield US Treasury tenor sampai 10 dengan 30 tahun yang dipicu oleh utang pemerintah AS.

    Perry mengatakan cara yang bakal digunakan BI untuk mengantisipasi kondisi tersebut dengan menjaga stabilitas. Misalnya, dengan melakukan intervensi di pasar guna menjaga nilai tukar rupiah. 

    “Depresiasi rupiah termasuk yang kecil. Tanpa stabilitas, bagaimana kita memacu pertumbuhan?,” ujarnya di acara Seminar Kafegama UGM dengan tema ‘Memacu Pertumbuhan Menuju Indonesia Maju’, Jakarta, Sabtu (14/12/2024).

    Selain itu, Perry mengaku pihaknya agresif dalam menjual instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) guna mencegah pembalikan dana asing atau capital reversal. Untuk diketahui, SRBI adalah instrumen investasi yang diterbitkan BI pada 2023 lalu untuk menarik lebih banyak modal asing ke Indonesia. 

    Selain SRBI, Perry mendorong agar perbankan mengoptimalkan KPR dengan sekuritisasi. Dia mengaku bank sentral siap untuk membantu hal tersebut. Dia menyampaikan hal itu ke Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN Nixon L.P Napitupulu.

    “Kalau pak Nixon punya barang lain, give me, sepanjang itu MBS [mortgage backed securities]. Sepanjang ada ratingnya, lebih baik sekuritas daripada institusi” ungkapnya.

    Perry menuturkan bahwa sekuritisasi KPR itu bisa dilakukan dengan bantuan Asosiasi Pasar Uang dan Valuta Asing Indonesia (Apuvindo). Dia menyebut sekuritisasi KPR itu bisa dilakukan seperti penerbitan SRBI atau underlying SBN. 

    “Yuk kita buat seperti SRBI, sekuritas jangka panjang MBS ya. Terus diterbitkan sekuritas jangka pendek sehingga mutar,” katannya.

    Perry menyatakan optimistis sekuritisasi KPR itu bisa terwujud, apalagi kini BI sudah memiliki Central Counterparty (CCP), atau lembaga yang dibentuk bank sentral untuk mengelola pasar uang dan valuta asing di Indonesia. 

    “Daripada uang kita ngacir ke Amerika. We can do so much karena ini akan terjadi bahwa UST akan tinggi dan long [berkepanjangan]. We have to be creative,” ujarnya. 

  • Wanti-wanti Trump Effect, Gubernur BI Ingatkan Ekspor ke AS hingga Defisit Fiskal

    Wanti-wanti Trump Effect, Gubernur BI Ingatkan Ekspor ke AS hingga Defisit Fiskal

    Bisnis.com, JAKARTA — Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mewanti-wanti soal kebijakan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap ekonomi global, khususnya berkaitan dengan penaikan tarif impor barang-barang ke negeri Paman Sam. 

    Perry menyoroti bahwa Trump dengan motto-nya ‘America First’ bakal mengutamakan perekonomian AS agar bisa tumbuh tinggi. Pria yang sebelumnya menjabat presiden AS pada 2017—2021 itu dinilai Perry bukan tipe pemimpin dunia yang memerdulikan soal multilateralisme. 

    “Oleh karena itu, yang disasar sekarang adalah negara-negara yang memiliki surplus terbesar perdagangan dengan Amerika. China, Kanada dan Meksiko, Eropa, serta Vietnam,” ujarnya pada acara Seminar Kafegama UGM dengan tema ‘Memacu Pertumbuhan Menuju Indonesia Maju’, Jakarta, Sabtu (14/12/2024). 

    Seperti diketahui, Trump sudah secara terang-terangan mengumumkan rencana pengenaan tarif impor dari negara-negara tersebut. Salah satunya adalah China sebesar 25% yang rencananya efektid berlaku pada paruh kedua 2025.

    Perry turut menyoroti kebijakan Trump yang cenderung memprioritaskan domestik seperti kebijakan imigrasi yang ketat. 

    Menurut Perry, Indonesia perlu mempelajari bagaimana kinerja ekspor dan impor Indonesia dengan AS. Hal itu kendati surplus perdagangan Indonesia dengan AS tidak sebesar negara-negara mitra perdagangan Indonesia yang lain.

    “But we have to understand how we deal with America bukan melalui WTO, bukan melalui CEPA, bukan melalui lain-lain, deal directly,” ujar Perry. 

    Selain itu, Perry menyinggung perlunya disiplin fiskal dalam menghadapi ekonomi global ke depannya karena kebijakan Trump. Dia mengingatkan bahwa kapasitas ekonomi AS memungkinkan negara G7 itu untuk menerbitkan lebih banyak surat utang. Itu tentu berbeda dengan Indonesia. 

    “Amerika bisa negara besar, mengelaurkan surat utang banyak, bisa. Kalau kita terlalu banyak menerbitkan utang, jebol kita. Tapi masalahnya dengan defisit fiskal yang terlalu besar di Amerika, suku bunga Amerika untuk surat utang pemerintah sangat tinggi. Oleh karena itu,  seluruh dunia memindahkan portofolio investasinya ke Amerika, atau capital reversal,” paparnya.