Topik: Utang Pemerintah

  • Total Utang Pemerintah Rp8.909,14 Triliun, APBN Januari 2025 Defisit Rp23,45 Triliun

    Total Utang Pemerintah Rp8.909,14 Triliun, APBN Januari 2025 Defisit Rp23,45 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tercatat telah melakukan penarikan utang baru pada Januari 2025 senilai Rp153,36 triliun dalam rangka membiayai APBN 2025. 

    Mengutip Buku APBN KiTa edisi Februari 2025, jumlah tersebut terpantau naik 42,58% secara tahunan atau year on year (YoY). penarikan yang dilakukan pada Januari 2024 senilai Rp107,56 triliun.  

    Pembiyaan tersebut terdiri atas realisasi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto Rp160,87 triliun dan Pinjaman (neto) negatif Rp7,52 triliun. 

    “Pemerintah terus memprioritaskan penerbitan SBN domestik guna mengendalikan risiko dan memperkuat ketahanan pasar keuangan nasional,” ujarnya dalam buku tersebut, dikutip pada Rabu (12/3/2025). 

    Pemerintah juga tidak memungkiri adanya potensi crowding out alias keluarnya investor dari pasang keuangan RI di tengah dinamika ketidakpastian global. 

    Untuk itu, sebagai strategi mitigasi terhadap potensi crowding out effect di pasar domestik, pemerintah melakukan penerbitan SUN Valas (Global Bond) di pasar internasional. 

    Pada awal Januari 2025, penerbitan ini menarik US$2 miliar dengan tenor 5 dan 10 tahun serta EUR1,4 miliar dengan tenor 8 dan 12 tahun. 

    Bendahara Negara menegaskan bahwa penerbitan SBN di pasar global dilakukan dengan prinsip kehati- hatian, dengan tetap memperhatikan cost of fund yang optimal. 

    “Strategi oportunistik pada penerbitan ini bertujuan mengoptimalkan peluang likuiditas di awal tahun dengan tetap memperhatikan dinamika pasar global dan prospek ekonomi ke depan yang menantang,” lanjutnya. 

    Sejalan dengan naiknya jumlah pembiayaan utang, posisi utang pemerintah per Januari 2025 juga terkerek ke angka Rp8.909,14 triliun atau naik senilai Rp108,05 triliun dari posisi Desember 2024.  

    Pemerintah pada tahun ini merencanakan defisit senilai Rp616,2 triliun dengan rencana penerbitan SBN senilai Rp642,56 triliun, untuk memenuhi kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 yang mencapai Rp3.621,3 triliun. 

    Per Januari 2025 pula, pemerintah telah merealisasikan belanja senilai Rp180,77 triliun dan pendapatan senilai Rp115,18 triliun alias defisit Rp23,45 triliun. Kondisi ini sekaligus defisit awal tahun pertama dalam 4 tahun terakhir. 

    Sementara realisasi Februari 2025, akan Sri Mulyani beserta jajarannya umumkan pada Kamis (13/3/2025) mulai pukul 10.00 WIB. 

  • Penerimaan Pajak Diramal Tak Setinggi Proyeksi, Defisit Melebar ke 2,8%?

    Penerimaan Pajak Diramal Tak Setinggi Proyeksi, Defisit Melebar ke 2,8%?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja penerimaan pajak yang turun 41,9% pada Januari 2025 diramal berpengaruh terhadap defisit anggaran.  

    Kebutuhan belanja terpaksa dipasok melalui pembiayaan anggaran yang lebih banyak dari yang sudah direncanakan. Dengan kata lain, defisit anggaran berpotensi melebar dari rencana 2,53% terhadap PDB.  

    Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menilai jika tren penurunan pajak berlanjut, penerimaan negara bisa mengalami shortfall hingga Rp300 hingga Rp400 triliun, yang otomatis menggembungkan defisit.

    “Berdasarkan prediksi kami pada akhir Januari 2025 lalu, potensi defisit hingga Rp800 triliun atau hampir 3% PDB adalah skenario yang realistis jika situasi ini terus berlanjut tanpa solusi cepat,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (12/3/2025). 

    Apalagi, dengan janji kampanye Presiden Prabowo-Gibran yang mengandalkan belanja tinggi, terutama belanja sosial dan pangan, ruang fiskal untuk pemotongan belanja menjadi terbatas.

    Sementara di sisi lain, utang baru untuk menutup defisit akan menjadi lebih mahal, karena pasar obligasi sudah mulai bereaksi negatif melihat penerimaan negara yang anjlok. 

    Imbal hasil atau yield obligasi negara (SUN) sudah mulai naik, menandakan pasar menuntut premi risiko lebih tinggi untuk utang pemerintah, akibat kekhawatiran fiskal.

    Achmad memandang jika pemerintah terus memaksakan belanja tanpa disertai penerimaan yang memadai, maka risiko pembengkakan utang akan meningkat, memperbesar beban bunga utang yang sudah melebihi Rp500 triliun per tahun.

    Di sisi lain, peneliti Makroekonomi dan Pasar Keuangan di LPEM FEB UI Teuku Riefky menyampaikan memang adanya pelebaran defisit karena terdapat potensi belanja yang lebih besar di tengah penurunan aktivitas ekonomi. 

    Sementara Ekonom Bahana Sekuritas Putera Satria Sambijantoro mengamini bahwa penerimaan pajak terhantam dari segala sisi. 

    Selain Coretax, target penerimaan 2025 juga masih mengacu pada PPN 12%, sementara kebijakan tersebut nyatanya batal karena pemerintah menggunakan nilai lain 11/12 (alhasil PPN tetap 11%). 

    Belum lagi, daya beli yang relatif lemah akan berpengaruh terhadap setoran pajak dari Pajak Penghasilan (PPh) individu maupun badan. Sementara penerimaan dari komoditas perlu diwaspadai karena terjadi penurunan harga, seperti batu bara dan nikel. 

    “Jadi tahun ini targetnya [defisit] 2,53% dari PDB, mungkin bisa 2,6% hingga 2,8% [akhir tahun],” tuturnya kepada Bisnis, Rabu (12/3/2025). 

    Dalam postur APBN 2025, pemerintah menargetkan pendapatan negara senilai Rp3.005,13 triliun yang utamanya bersumber dari pajak yang mencakup Rp2.189,31 triliun. Sementara belanja direncanakan senilai Rp3.621,3 triliun. 

  • Menkeu: Peringkat kredit Fitch bukti kepercayaan terhadap kebijakan RI

    Menkeu: Peringkat kredit Fitch bukti kepercayaan terhadap kebijakan RI

    Afirmasi peringkat oleh Fitch ini menjadi bukti konkret bahwa kebijakan di Indonesia terus terjaga dengan baik

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakini keputusan lembaga pemeringkat Fitch Ratings mempertahankan peringkat kredit Indonesia mencerminkan kepercayaan terhadap kebijakan Indonesia.

    Dari hasil asesmen pada awal Februari lalu, kredit Indonesia bertahan pada peringkat ‘BBB’ dengan outlook stabil.

    “Afirmasi peringkat oleh Fitch ini menjadi bukti konkret bahwa kebijakan di Indonesia terus terjaga dengan baik,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Rabu.

    Stabilitas ekonomi dan terjaganya rasio utang pemerintah disebut menjadi poin kekuatan Indonesia pada asesmen tersebut.

    Meski defisit fiskal diproyeksikan sedikit melebar ke 2,5 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun ini (defisit APBN 2024 sebesar 2,29 persen), namun komitmen pemerintah untuk meningkatkan mobilisasi pendapatan sekaligus melaksanakan efisiensi pengeluaran mendapatkan atensi Fitch.

    Komitmen itu ditargetkan dapat menurunkan rasio utang pemerintah secara moderat menjadi 39,1 persen dari PDB pada tahun 2028. Adapun catatan saat ini, posisi utang Indonesia berada pada level 39,6 persen dari PDB per Januari 2025 atau dengan posisi utang mencapai Rp8.909,14 triliun.

    Fitch juga menilai prospek pertumbuhan Indonesia dalam jangka menengah masih tinggi, didukung oleh stabilitas ekonomi dan permintaan domestik yang masih baik.

    PDB riil Indonesia pada tahun ini diproyeksikan tumbuh 5 persen dengan dukungan utama dari konsumsi domestik, termasuk belanja pemerintah untuk bantuan sosial dan infrastruktur, pertumbuhan investasi swasta, dan hilirisasi berkelanjutan.

    Namun, Fitch mencatat Indonesia akan menghadapi tantangan pertumbuhan pada 2026 sebagai akibat dinamika eksternal, seperti penurunan permintaan impor dari China dan kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat (AS).

    Lembaga pemeringkat itu juga menyoroti pembentukan dana kekayaan negara (sovereign wealth fund/SWF) Danantara. Meski Danantara memiliki tujuan baik untuk pembangunan berkelanjutan dan peningkatan investasi strategis, Fitch berpendapat Pemerintah Indonesia perlu mencermati potensi risiko kewajiban kontijensi yang mungkin timbul.

    Secara umum, Fitch menilai terdapat potensi peningkatan peringkat kredit Indonesia di masa depan apabila pemerintah dapat meningkatkan rasio pendapatan secara signifikan serta kerentanan eksternal dapat dikurangi.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Faisal Yunianto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Video: Fitch Tahan Rating Kredit RI – Kapitalisasi Wall Street Turun

    Video: Fitch Tahan Rating Kredit RI – Kapitalisasi Wall Street Turun

    Jakarta, CNBC Indonesia – Lembaga pemeringkat fitch kembali mempertahankan peringkat kredit Indonesia pada level triple B dengan outlook stabil. Fitch menilai prospek ekonomi Indonesia masih terjaga didukung oleh pertumbuhan jangka menengah yang solid dan rasio utang pemerintah terhadap PDB yang rendah.

    Sementara itu, pasar saham Amerika Serikat terguncang. Kapitalisasi Wall Street lenyap Rp 66 Kuadriliun imbas kebijakan tarif Presiden Donald Trump.

    Selengkapnya dalam Evening Up, CNBC Indonesia (Selasa, 11/03/2025)

  • Kemenkeu Pastikan APBN KiTa Rilis Pertengahan Pekan Ini

    Kemenkeu Pastikan APBN KiTa Rilis Pertengahan Pekan Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan memastikan bahwa konferensi pers APBN KiTa edisi Februari 2025 akan diselenggarakan pada pekan ini setelah sempat tertunda selama beberapa pekan.

    Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Deni Surjantoro menjelaskan bahwa rilis data penerimaan pajak, belanja negara, hingga utang pemerintah direncanakan pekan ini, meski belum ada tanggal pasti.

    “Insyaallah [konferensi pers APBN Kita] jadi, semoga sesuai rencana. Pertengahan minggu, tanggalnya belum pasti,” ujar Deni kepada Bisnis, Minggu (9/3/2025).

    Sebelumnya, investor menantikan pengumuman realisasi data APBN KiTa edisi Februari 2025 yang belum juga terselenggara hingga pekan kedua Maret. Padahal, biasanya konferensi pers APBN KiTa terselenggara pada pertengahan bulan.

    Misalnya, dalam APBN KiTa edisi Desember 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan kondisi APBN pada November 2024 atau sebulan sebelumnya.

    Kini, publik belum mendapatkan laporan penggunaan APBN per Januari 2025, yang mestinya disampaikan pada Februari 2025. Laporan itu belum muncul di situs resmi Kemenkeu maupun disampaikan dalam konferensi pers.

    Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian menilai data tersebut menjadi penting bagi investor karena menjadi pertimbangan besar sebelum menyerap Surat Berharga Negara (SBN).

    “Ini sangat penting, karena akan menentukan ekspektasi investor terkait penerbitan SBN di tahun ini,” ujarnya, Kamis (6/3/2025).

    Mengutip laporan Bloomberg, Kamis (6/3/2025), penundaan yang tidak biasa dalam pelaporan data anggaran bulanan Indonesia membuat para investor mempertanyakan kondisi keuangan pemerintah setelah Presiden Prabowo Subianto memerintahkan perombakan radikal atas rencana-rencana pengeluaran dan pendapatan untuk mendorong pertumbuhan.

    Ekonom Oversea-Chinese Banking Corp (OCBC) Lavanya Venkateswaran menyampaikan bahwa para investor sedang menunggu data terbaru untuk mengukur dampak dari langkah-langkah fiskal baru-baru ini dengan lebih baik.

    Kurangnya informasi mengenai kondisi fiskal terbaru dapat mempengaruhi sentimen investor. Rupiah turun 2,9% dalam tiga bulan terakhir, menjadikannya mata uang dengan performa terburuk di Asia, sementara indeks saham utama telah turun 10% selama periode tersebut. Sentimen pasar obligasi juga terpengaruh.

    Pakar strategi pendapatan tetap dan makro di PT Mega Capital Lionel Priyadi menyampaikan tanpa informasi itu, imbal hasil obligasi tidak dapat mengikuti reli bullish yang telah terjadi di pasar obligasi Amerika Serikat selama dua minggu terakhir.

    “Penundaan yang berkepanjangan dapat menciptakan sentimen negatif,” tuturnya.

    Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kementeriannya akan segera memberikan penjelasan soal tidak diselenggarakannya konferensi pers data APBN alias APBN KiTa edisi Januari 2025.

    Sri Mulyani menyebut kementeriannya tengah melakukan penyesuaian terhadap data APBN yang biasanya dibuka ke publik. Dia mengatakan bakal segera merilis data tersebut dan memberikan penjelasan.

    “Nanti kalau kami sudah selesaikan seluruh adjusment, kami akan segera memberikan penjelasan,” ujarnya kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/3/2025).

  • Akumulasi Utang Pemerintah Pusat Rp8.909 Triliun Per 31 Januari 2025 – Halaman all

    Akumulasi Utang Pemerintah Pusat Rp8.909 Triliun Per 31 Januari 2025 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Total jumlah utang pemerintah pusat saat ini mencapai Rp 8.909,14 triliun berdasarkan data di Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan RI per 31 Januari 2025.

    Nilai utang tersebut naik 1,21 persen dari posisi utang pemerintah pusat di Desember 2024 yang mencapai Rp 8.801,09 triliun dan naik 8,07 persen jika dibandingkan akhir 2023 yang mencapai Rp 8.190,38 triliun.

    Mengutip Laporan Kinerja DJPPR Kemenkeu 2024 total utang tersebut terdiri dari, pinjaman luar negeri mencapai Rp 1.040,68 triliun, dan pinjaman dalam negeri Rp 51,23 triliun.

    Utang pemerintah pusat lainnya berasal dari surat berharga negara (SBN) Rp 7.817,23 triliun.

    Utang dari SBN paling banyak berdenominasi rupiah mencapai Rp 6.280,12 triliun, dan berdenominasi valuta asing (valas) Rp 1.537,11 triliun.

    DJPPR menyebut, jumlah utang yang relatif besar memerlukan pengelolaan secara cermat dan berhati-hati, karena utang mempunyai dimensi risiko yang berpotensi menimbulkan masalah terhadap kesinambungan fiskal.

    “Antara lain risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga, dan risiko refinancing,” mengutip laporan tersebut, Minggu (9/3/2025).

    Dengan melihat kondisi jumlah utang tersebut, pemerintah menilai, pembiayaan APBN melalui utang harus didukung dengan pengelolaan berbagai risiko.

    Antara lain dengan melakukan, debt securities buyback, loan prepayment, debt-switch/reprofiling, debt swap, restrukturisasi pinjaman, dan hedging.

    Sejalan dengan itu, pemerintah dalam mengelola utang dilaksanakan secara profesional, akuntabel, dan transparan dimaksudkan untuk mencapai kondisi keuangan negara yang sehat dan mempertahankan kemampuan negara dalam melaksanakan pembiayaan secara berkesinambungan.

    Pengelolaan utang yang tidak profesional akan berdampak negatif terhadap kondisi fiskal pemerintah yang tercermin antara lain dalam ketidakmampuan pemerintah membayar kewajiban utang secara tepat waktu, tepat jumlah, tepat sasaran, bertambahnya kewajiban utang di luar perkiraan, dan terhambatnya kegiatan pemerintahan akibat tidak terjaminnya sumber pembiayaan.

    “Selain itu, dampak selanjutnya dapat berupa menurunnya kepercayaan investor dan kreditor, terjadinya penurunan,” tulis laporan tersebut.

    Laporan Reporter: Siti Masitoh | Sumber: Kontan

  • Rilis APBN Kita Ditunda, Ini Sederet Dampak Buruk terhadap Ekonomi RI

    Rilis APBN Kita Ditunda, Ini Sederet Dampak Buruk terhadap Ekonomi RI

    Jakarta, Beritasatu.com – Penundaan rilis Anggaran Pendapatan Belanda Negara Kinerja dan Fakta atau APBN Kita oleh Kementerian Keuangan dikhawatirkan berdampak buruk pada pertumbuhan ekonomi nasional.

    Hal itu disampaikan pakar kebijakan publik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Jakarta Achmad Nur Hidayat menanggapi langkah Kemenkeu yang belum merilis laporan kinerja APBN Januari 2025.

    “Kurangnya transparansi dalam pengelolaan APBN bisa berdampak serius bagi ekonomi nasional. Investor, pelaku pasar, hingga lembaga keuangan internasional sangat bergantung pada data fiskal yang dipublikasikan pemerintah untuk menilai kondisi ekonomi suatu negara,” katanya, Jumat (7/3/2025).

    APBN Kita merupakan publikasi Kemenkeu bulanan yang bertujuan untuk menginformasikan masyarakat mengenai kinerja pendapatan, belanja, dan pembiayaan negara sebagai bentuk tanggung jawab publik dan transparansi fiskal. 

    Laporan ini mulai diterbitkan di website Kementerian Keuangan pada periode Desember 2017. Lalu Kemenkeu mulai melaksanakan konferensi pers APBN Kita secara rutin sejak Januari 2018.

    Dia mengatakan  apabila laporan APBN Kita terus tertunda, maka kepercayaan terhadap kredibilitas fiskal Indonesia bisa terganggu, yang pada akhirnya dapat memicu berbagai dampak negatif. 

    Salah satu dampak utama adalah meningkatnya volatilitas di pasar keuangan. Investor yang tidak mendapatkan kepastian mengenai kondisi fiskal negara cenderung bersikap lebih berhati-hati dalam menanamkan modalnya. 

    Dalam jangka panjang, melemahnya rupiah dapat meningkatkan biaya impor dan memperburuk defisit transaksi berjalan.

    “Hal ini bisa menyebabkan aliran modal keluar (capital outflow) yang berpotensi melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,” tutur Achmad.

    Penundaan rilis APBN Kita juga dapat berpengaruh terhadap pasar obligasi. Penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sangat bergantung pada persepsi investor terhadap kesehatan fiskal pemerintah.  

    Apabila investor mulai meragukan kemampuan pemerintah dalam mengelola APBN, permintaan terhadap obligasi pemerintah bisa menurun, yang pada akhirnya meningkatkan yield atau imbal hasil obligasi.

    “Peningkatan yield ini berpotensi menambah beban utang pemerintah, terutama dalam membiayai defisit anggaran,” tutur dia.

    Sementara itu Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Deni Surjantoro mengatakan  pihaknya berencana menggelar konferensi pers untuk merilis APBN Kita pekan depan.

    “Insyaallah minggu depan, tunggu saja ya,” ujarnya saat dikonfirmasi.

    Infografis efisiensi anggaran. – (Investor Daily/-)

    Dalam konferensi pers APBN Kita pada Selasa (7/1/2025), Kemenkeu melaporkan defisit APBN  selama 2024 melebar menjadi Rp 507,8 triliun atau  2,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini jauh lebih tinggi dari defisit APBN 2023 yang sebesar Rp 337,3 triliun atau 1,61% dari PDB.

    Adapun realisasi pendapatan negara sebesar Rp 2.842,5 triliun lalu belanja negara sebesar Rp 3.350,3 triliun. Sedangkan pembiayaan anggaran sebesar Rp 553,2 triliun. Pendapatan negara tumbuh 2,1% secara tahunan. 

    Jika dirinci, maka penerimaan negara sebesar   Rp 2.842,5 triliun terbagi dalam penerimaan pajak sebesar Rp 1.932,4 triliun, kepabeanan dan cukai sebesar Rp 300,2 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 579,5 triliun, dan hibah senilai Rp 30, 3 triliun.

    Realisasi  belanja negara mencapai Rp 3.350,3 triliun pada akhir tahun 2024 atau tumbuh 7,3% dari periode yang sama tahun 2023. Realisasi ini meliputi belanja kementerian/lembaga (K/L) sebesar Rp 1.315 triliun, belanja non-K/L sebesar  Rp 1.171,7 triliun, dan  transfer ke daerah sebesar Rp 85,1 triliun, sebagaimana dalam laporan APBN KiTA.

  • Sri Mulyani soal Rilis Data APBN KiTa: Tunggu Selesaikan Penyesuaian

    Sri Mulyani soal Rilis Data APBN KiTa: Tunggu Selesaikan Penyesuaian

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut kementeriannya akan segera memberikan penjelasan soal tidak diselenggarakannya konferensi pers data APBN alias APBN KiTa edisi Januari 2025.

    Untuk diketahui, konferensi pers yang secara reguler setiap bulannya digelar oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) itu ditunda pada Februari 2025. Pada bulan lalu, data APBN yang meliputi penerimaan pajak, bea cukai, belanja dan utang pemerintah untuk Januari 2025 tidak diterbitkan melalui konferensi pers seperti biasanya.

    Sri Mulyani menyebut kementeriannya tengah melakukan penyesuaian terhadap data APBN yang biasanya dibuka ke publik itu. Dia mengatakan bakal segera merilis data tersebut dan memberikan penjelasan.

    “Nanti kalau kita sudah selesaikan seluruh adjusment, kita akan segera memberikan penjelasan,” ujarnya kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (7/3/2025).

    Saat ditanya mengenai alasan ditundanya APBN KiTa Januari 2025, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu enggan memerinci lebih lanjut.

    “Tadi kan sudah dijawab. Terima kasih, ya,” ujarnya sambil berjalan menuju mobil yang telah menunggunya.

    Adapun Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi (KLI) Kemenkeu Deni Surjantoro menyampaikan bahwa rencananya, rilis data fiskal terbaru akan berlangsung pada pekan depan. “InsyaAllah [rilis APBN KiTa] minggu depan. Tunggu saja, ya,” katanya kepada Bisnis, Jumat (7/3/2025).

    Data itu menjadi sorotan banyak pihak, baik investor, para ekonom, maupun masyarakat luas. Penyebabnya, rilis APBN KiTa mundur dari jadwal biasanya, yakni rutin setiap bulan.

    Adapun laporan itu belum muncul juga di situs resmi Kemenkeu maupun disampaikan dalam konferensi pers.

    Memang Sri Mulyani sempat ‘merapel’ konferensi pers atau pemaparan data APBN KiTa. Pada Oktober 2024, usai pembentukan kabinet baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, dirinya juga absen atau tidak menggelar konferensi pers.

    Baru pada bulan berikutnya atau November 2024, dirinya menyampaikan realisasi untuk dua bulan, yakni September dan Oktober 2024.

    Meskipun demikian, kala itu pemerintah tetap menerbitkan Buku APBN KiTa edisi Oktober 2024 yang berisi realisasi September 2024.

  • Pakar usul dana efisiensi pemerintah diinvestasikan dalam Bitcoin

    Pakar usul dana efisiensi pemerintah diinvestasikan dalam Bitcoin

    Jakarta (ANTARA) – Pakar digital Anthony Leong mengusulkan agar sebagian dari dana efisiensi yang dilakukan pemerintah diinvestasikan dalam Bitcoin sebagai langkah untuk meningkatkan daya tahan ekonomi nasional.

    “Jika harga Bitcoin mencapai Rp5 miliar per BTC, nilai investasi akan meningkat menjadi Rp1.063,83 triliun atau sekitar 12,66 persen dari total utang negara. Jika Bitcoin mencapai Rp10 miliar per BTC, nilai investasi naik menjadi Rp2.127,66 triliun, cukup untuk menutupi 25,32 persen dari total utang negara,” kata Anthony dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Ia lantas melanjutkan, “Jika Bitcoin mencapai Rp20 miliar per BTC, nilai investasi melonjak menjadi Rp4.255,32 triliun, hampir menutupi 50,66 persen dari total utang negara.”

    Ia menuturkan bahwa berdasarkan data terbaru, total utang pemerintah Indonesia mencapai Rp8.400 triliun. Adapun per 25 Februari 2025, harga Bitcoin berada di kisaran 87.149 dolar AS atau sekitar Rp1,41 miliar per BTC (dengan asumsi kurs Rp16.200 per dolar AS).

    “Jika pemerintah mengalokasikan Rp300 triliun untuk membeli Bitcoin, jumlah yang diperoleh mencapai 212.766 BTC,” ucapnya.

    Ia menilai investasi dalam Bitcoin dapat memberikan keuntungan besar dan memberi solusi inovatif dalam memperkuat cadangan keuangan negara jika dikelola dengan regulasi yang tepat. Misalnya, negara El Salvador yang menjadikan Bitcoin sebagai bagian dari cadangan devisa.

    “Jika pemerintah mempertimbangkan investasi ini, mereka harus memiliki strategi mitigasi risiko yang matang. Bitcoin dapat memberikan imbal hasil yang tinggi, tetapi fluktuasi harganya juga sangat tajam. Harus kita pikirkan jangan sampai nanti sudah 20 miliar baru Indonesia melirik ini,” tuturnya.

    Untuk itu, ia mengatakan jika sebagian dana dialokasikan ke Bitcoin dan nilainya terus mengalami kenaikan maka Indonesia dapat memiliki sumber baru untuk membayar utang nasional tanpa perlu menambah pinjaman baru.

    “Tentu, kajian mendalam masih diperlukan, namun langkah awal bisa dimulai dengan alokasi kecil untuk memahami potensi dan risikonya. Saat ini, banyak manajer investasi global yang mulai berinvestasi di Bitcoin,” ucapnya.

    Di sisi lain, ia mengingatkan pentingnya strategi mitigasi risiko yang jelas dalam mengalokasikan dana ke Bitcoin agar tidak berdampak negatif terhadap stabilitas ekonomi nasional.

    “Jika dikelola dengan baik, investasi ini dapat menjadi langkah inovatif dalam memperkuat keuangan negara dalam jangka panjang,” kata dia.

    Sebelumnya, Senin (24/2), Presiden Prabowo Subianto mengungkap Rp300 triliun lebih dana hasil efisiensi yang disuntikkan ke Danantara bakal dikelola untuk membiayai 20 proyek strategis nasional.

    Dana sebesar Rp300 triliun lebih itu atau sekitar 20 miliar dolar AS merupakan hasil penghematan dari pos-pos belanja yang rawan korupsi, tidak efisien, dan kurang tepat sasaran.

    “Kini, dana tersebut akan dialokasikan untuk dikelola oleh Danantara Indonesia, diinvestasikan dalam 20 atau lebih proyek-proyek nasional sebagai bagian dari industrialisasi kita dan hilirisasi kita,” kata Presiden Prabowo saat acara peluncuran Danantara di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Adi Lazuardi
    Copyright © ANTARA 2025

  • Sri Mulyani Bakal Terbitkan SBN Perumahan, Bakal Diminati Pasar

    Sri Mulyani Bakal Terbitkan SBN Perumahan, Bakal Diminati Pasar

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana menerbitkan surat utang untuk pembiayaan program 3 juta rumah. Ekonom menilai SBN Perumahan tersebut akan menarik minat para investor.

    Kepala Ekonom PT Bank Syariah Indonesia Tbk. (BRIS) Banjaran Surya Indrastomo menjelaskan saat ini pasar global sedang kekurangan penawaran surat berharga. Alasannya, banyak surat berharga yang akan jatuh tempo pada tahun ini.

    Apalagi, sambungnya, bank sentral Amerika Serikat Federal Reserve alias The Fed masih cenderung akan menahan suku bunga. Akibatnya, pemerintah di berbagai dunia harus lebih selektif menerbitkan surat berharga di tengah suku bunga yang tinggi.

    “Kesempatan dan momentum untuk dollar denominated bond [obligasi berdenominasi dolar AS] atau samurai bond jadi make sense [masuk akal],” ujar Banjaran kepada Bisnis, Minggu (23/2/2025).

    Dia pun menyambut positif apabila memang pemerintah ingin menerbitkan SBN Perumahan. Hanya saja, dia menilai pemerintah tidak punya ruang yang besar.

    Bagaimanapun, lanjutnya, ruang fiskal pemerintah sempit. UU No. 17/2003 mengatur defisit anggaran sebesar maksimal sebesar 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam satu tahun anggaran dan total utang pemerintah tidak boleh lebih dari 60% dari PDB.

    Sebagai perbandingan, defisit anggaran mencapai 2,29% pada 2024. Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap PDB mencapai 39,36% pada 2024.

    Oleh sebab itu, Banjaran menilai pemerintah bisa mengembangkan skema pembiayaan lain. Menurutnya, penerbitan SBN Perumahan saja tidak akan cukup.

    “Mungkin perlu dikembangkan pola lain. Selain KPBU [Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha], ada DIRE [Dana Investasi Real Estat] misalnya,” jelasnya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa APBN akan mendukung masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) agar bisa mempunyai rumah pribadi. Untuk memaksimalkan upaya tersebut, sambungnya, Kementerian Keuangan berencana menerbitkan surat utang demi target tiga juta rumah bisa tercapai.

    “Kami hari ini juga berdiskusi untuk meningkatkan kemampuan dalam mendukung MBR ini, dengan penerbitan surat berharga negara [SBN] perumahan,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat pada Kamis (20/2/2025) malam.

    Menurut bendahara negara itu, pembiayaan melalui penerbitan SBN perumahan itu merupakan modifikasi dari skema FLPP atau fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan. Dengan demikian, target penerima manfaat bisa bertambah.

    Saat ini, pemerintah sudah memberikan dukungan 220.000 rumah bagi masyarakat berpendapatan rendah dalam bentuk FLPP. Hanya saja, Kementerian PKP mempunyai target hingga tiga juta rumah per tahun—bukan cuma 220.000.

    “Kami akan terus mengembangkan berbagai kreativitas financing [pembiayaan] bersama sehingga dari sisi APBN disiplin fiskalnya tetap terjaga namun responsif,” jelas Sri Mulyani.