Buruh Sebut UMP Jateng Idealnya Rp 3,4 Juta, Pemerintah Dinilai Masih Berutang
Tim Redaksi
SEMARANG, KOMPAS.com
– Kelompok buruh di Jawa Tengah (Jateng) menyebut Upah Minimum Provinsi (UMP) Jateng hingga kini masih di bawah kebutuhan hidup layak (KHL).
Idealnya, bila kewajiban
KHL
dipenuhi 100 persen, maka UMP Jateng harus Rp 3,4 juta. Namun, saat ini UMP 2025 hanya sebesar Rp 2,1 juta.
Ketua Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan (FSPIP)
Karmanto
, mengatakan
UMP Jawa Tengah
saat ini baru berada di kisaran 70 persen dari KHL.
“Jadi
utang pemerintah
kepada buruh di Jawa Tengah itu masih 30 persen,” kata Karmanto saat diwawancarai melalui sambungan telepon, Rabu (17/12/2025).
Berdasarkan perhitungan menggunakan data Badan Pusat Statistik (BPS), dia menuturkan, nilai KHL di Jawa Tengah seharusnya berada di angka sekitar Rp 3,4 juta untuk memenuhi standar 100 persen KHL.
“Kalau dihitung normalnya itu kan sekitar Rp 3.400.000. Itu 100 persen KHL ya kalau dihitung dengan sumber BPS,” ujarnya.
Sementara itu, di kota-kota besar seperti Semarang, nilai KHL bahkan disebut lebih tinggi.
“Kalau di kota Metro seperti Semarang ya itu sudah di titik Rp 4.100.000 itu KHL-nya,” katanya.
Karmanto menegaskan, data tersebut tidak diambil secara sembarangan karena survei KHL memang menjadi kewenangan BPS sesuai amanat undang-undang.
“Jadi kami tidak asal-asalan ambil data karena memang undang-undang mengamanatkan untuk survei ini dilakukan oleh Badan Pusat Statistik begitu,” tegasnya.
Meskipun dinilai masih sulit untuk langsung terpenuhi 100 persen,
kelompok buruh
tetap mendorong agar UMP Jawa Tengah 2026 setidaknya dapat mendekati 100 persen KHL.
Ia menilai, jika kenaikan UMP hanya mengikuti simulasi umum seperti 6,5 persen, maka disparitas upah antardaerah akan semakin melebar.
“Jangan sampai di bawah terus karena disparitas itu semakin tidak bisa dijangkau kalau nanti kenaikannya kita contohkan 6,5 persen,” tuturnya.
Karmanto menegaskan, kelompok buruh akan terus memperjuangkan perbaikan pengupahan Jawa Tengah melalui forum Dewan Pengupahan.
“Bahwa memang kondisi pengupahan Jawa Tengah memang harus diperbaiki,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: Utang Pemerintah
-
/data/photo/2025/05/25/68325680ca8b7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Buruh Sebut UMP Jateng Idealnya Rp 3,4 Juta, Pemerintah Dinilai Masih Berutang Regional 17 Desember 2025
-

Shorfall Pasti Melebar, Akankah APBN Purbaya Selamat dari Ancaman Defisit 3%?
Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa memastikan defisit APBN 2025 akan tetap berada di bawah 3% terhadap produk domestik bruto atau PDB.
Namun demikian, dia tidak menjelaskan secara rinci apa saja strateginya untuk menjaga defisit tetap di bawah 3%. Apalagi, tekanan APBN 2025 terus terjadi. Shortfall pajak sudah hampir dipastikan melebar dari outlook APBN yang dipatok sebesar Rp2.076,9 triliun.
Kalau mengutip Maklumat Direktur Jenderal Pajak, untuk terbebas dari ancaman pelanggaran konstitusional, penerimaan pajak tahun ini minimal harus finish di angka Rp2.005 triliun.
Sejauh ini Purbaya hanya mengatakan pihaknya masih menghitung arus keluar masuk kas APBN jelang penutupan 2025.
Untuk itu, Purbaya belum bisa memastikan apabila defisit APBN akan melebar dari outlook 2,78% terhadap PDB kendati penerimaan pajak masih di bawah target.
“[Defisit] masih dihitung, karena angkanya bergerak terus nih. Kami tunggu yang masuk ke sini berapa, terus PDB-nya juga berapa, akan geser kan,” ujarnya kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025).
Dari sisi penerimaan, Purbaya menyebut Kemenkeu masih bisa mengandalkan setoran penerimaan di luar pajak yakni penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Salah satunya berasal dari Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) sekitar Rp3 triliun.
“Katanya pak Jaksa Agung ngasih Rp2 triliun-Rp3 triliun tuh. Dari barang yang dirampas itu lho, [Satgas, red] PKH itu. Itu kan PNBP. Untuk saya kan yang penting uangnya cukup,” jelasnya.
Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu mengakui bahwa tekanan yang dihadapi pemerintah cukup besar terhadap keseimbangan fiskal. Namun, dia belum bisa memastikan dampaknya terhadap pelebaran defisit dari outlook 2,78% terhadap PDB.
“Ini kan masih bergerak angkanya. Kelihatan sih tekanannya cukup besar, tetapi kami jaga di level yang aman,” ungkapnya.
Realisasi Sementara APBN
Adapun sampai dengan akhir Oktober 2025, realisasi penerimaan negara baru terkumpul Rp2.113,3 triliun atau 73,7% terhadap outlook lapsem I/2025 yakni Rp2.865,5 triliun. Sumbangsih terbesar yakni pajak, baru terkumpul Rp1.459 triliun atau 70,2% dari outlook Rp2.067,9 triliun.
Sementara itu, belanja negara tercatat sebesar Rp2.593 triliun atau 73,5% dari outlook Rp3.527,5 triliun. Dengan demikian, defisit sampai dengan akhir Oktober 2025 yakni Rp532,9 triliun atau 2,02% terhadap PDB. Realisasinya sudah 80,5% terhadap outlook yakni Rp662 triliun (2,78% terhadap PDB).
Wanti-wanti Bank Dunia
Sementara itu, Bank Dunia memberi peringatan terkait kesehatan fiskal Indonesia dalam jangka menengah. Lembaga multilateral tersebut memproyeksikan defisit APBN akan melebar secara konsisten hingga mendekati batas psikologis 3% hingga 2027, seiring dengan penurunan rasio pendapatan negara dan peningkatan beban utang.
Dalam laporan Indonesia Economic Prospects (IEP) edisi Desember 2025, Bank Dunia memperkirakan defisit keseimbangan fiskal akan berada di level 2,8% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2025 dan bertahan di angka yang sama pada 2026.
Angka itu diproyeksikan terus melebar menjadi 2,9% terhadap PDB pada 2027, nyaris menyentuh ambang batas defisit fiskal sebesar 3% sebagaimana diatur dalam UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Proyeksi ini lebih tinggi dibandingkan realisasi defisit Oktober 2025 yang tercatat sebesar 2,0% terhadap PDB, maupun target UU APBN 2026 yang mematok defisit di level 2,7%.
Pelebaran defisit tersebut tidak lepas dari tekanan berat pada sisi pendapatan negara. Bank Dunia mencatat rasio pendapatan negara terhadap PDB diproyeksikan terjun bebas dari realisasi 13,5% pada 2022 menjadi hanya 11,6% pada 2025, sebelum sedikit membaik ke level 11,8% pada 2026.
“Pendapatan yang berkurang akibat penurunan harga komoditas, percepatan pengembalian pajak [restitusi], serta pengalihan dividen BUMN ke Danantara menjadi faktor utama,” tulis Bank Dunia dalam laporannya, dikutip Rabu (17/12/2025).
Konsekuensi dari seretnya pendapatan dan melebarnya defisit adalah kenaikan rasio utang pemerintah. Bank Dunia memproyeksikan rasio utang Pemerintah Pusat akan terus mendaki dalam tiga tahun ke depan.
Dari posisi 39,8% terhadap PDB pada 2024, rasio utang diperkirakan naik menjadi 40,5% pada 2025, 41,1% pada 2026, dan menembus 41,5% pada 2027.
Kenaikan stok utang ini terjadi di tengah beban biaya dana (cost of fund) yang masih tinggi. Bank Dunia mencatat rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan tercatat mencapai 20,5% hingga Oktober 2025.
Artinya, 1/5 pendapatan negara digunakan hanya untuk membayar kewajiban bunga utang pemerintah. Ini mengindikasikan sempitnya ruang gerak belanja pemerintah untuk sektor-sektor produktif lainnya.
Oleh sebab itu, lembaga yang bermarkas di Washington DC itu mewanti-wanti bahwa risiko fiskal dari sisi domestik cukup nyata. Pendapatan yang lebih rendah dari perencanaan dapat menguji kepatuhan pemerintah terhadap disiplin fiskal dan berpotensi membatasi belanja negara.
“[Perlu] penguatan administrasi dan kebijakan perpajakan di tengah kondisi harga komoditas yang kurang menguntungkan, guna menyediakan ruang fiskal untuk pengeluaran yang mendorong pertumbuhan ekonomi,” saran Bank Dunia.
Dalam laporan yang sama, Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih akan stagnan di kisaran 5% hingga 2025. Perinciannya, 5% pada 2025, 5% pada 2026, dan 5,2% pada 2027.
-

Terdampak Shutdown, Defisit Anggaran AS Membengkak jadi US$284 Miliar per Oktober 2025
Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Amerika Serikat membukukan defisit sebesar US$284 miliar pada Oktober, yang dipicu oleh lonjakan penerimaan tarif serta penggeseran pembayaran manfaat ke bulan tersebut di tengah keterlambatan laporan akibat penutupan pemerintah (government shutdown).
Melansir Reuters pada Rabu (26/11/2025), defisit Oktober meningkat US$27 miliar atau 10% dibandingkan dengan defisit US$257 miliar pada Oktober 2024. Kenaikan terutama dipicu oleh penggeseran pembayaran manfaat November senilai sekitar US$105 miliar untuk sejumlah program militer dan kesehatan ke bulan Oktober.
Setelah disesuaikan dengan penggeseran tersebut, defisit Oktober diperkirakan hanya sekitar US$180 miliar, atau turun 29% dibandingkan dengan defisit Oktober 2024 yang telah disesuaikan sebesar US$252 miliar.
Total belanja pemerintah pada Oktober, termasuk pembayaran manfaat November, mencapai US$689 miliar, naik 18% dari US$584 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Laporan anggaran untuk bulan pertama tahun fiskal 2026 itu tertunda 43 hari karena penutupan sejumlah lembaga federal, yang menyebabkan keterlambatan sejumlah pembayaran, termasuk gaji pegawai pemerintah, ujar seorang pejabat Departemen Keuangan.
Pejabat Departemen Keuangan menyebut belum memiliki estimasi pasti terkait besaran pengurangan belanja akibat keterlambatan pembayaran karena shutdown, namun diperkirakan kurang dari 5% dari total belanja.
Sesuai hukum federal, seluruh gaji dan kewajiban yang tertunda selama shutdown wajib dibayarkan penuh setelah pendanaan kembali dibuka.
Penerimaan anggaran Oktober tercatat sebesar US$404 miliar, menjadi rekor tertinggi untuk bulan tersebut dan naik 24% dibandingkan dengan US$327 miliar pada Oktober 2024.
Penerimaan Bea Masuk Cetak Rekor Baru
Penerimaan bea masuk menjadi salah satu pendorong terbesar kenaikan pendapatan pada Oktober, mencatat rekor bulanan baru sebesar US$31,4 miliar. Lonjakan ini didorong oleh tarif impor baru yang diberlakukan Presiden Donald Trump sejak kembali menjabat pada Januari.
Angka tersebut melampaui rekor sebelumnya di September sebesar US$29,7 miliar dan lebih dari empat kali lipat penerimaan US$7,3 miliar pada Oktober 2024.
Trump pada Senin menyatakan bahwa penerimaan tarif akan segera melonjak ke rekor baru, menilai bahwa pelaku usaha telah menghabiskan stok barang impor yang dibeli sebelum tarif diberlakukan sehingga kini harus membeli dengan tarif lebih tinggi.
Komentar tersebut, yang disampaikan melalui platform Truth Social, sebagian ditujukan kepada Mahkamah Agung AS yang awal bulan ini mempertanyakan legalitas tarif impor yang diberlakukan Trump berdasarkan undang-undang darurat nasional.
“Saya sangat menantikan keputusan Mahkamah Agung Amerika Serikat terkait isu mendesak ini agar kita dapat terus, tanpa hambatan, Buat Amerika hebat lagi!” tulis Trump.
Sementara itu, Kantor Anggaran Kongres (CBO) pekan lalu menyatakan bahwa penurunan tarif yang terjadi melalui sejumlah kesepakatan dagang AS dengan negara mitra telah membuat lembaga tersebut memangkas proyeksi penghematan defisit dari tarif Trump selama satu dekade ke depan menjadi US$3 triliun, termasuk biaya bunga. Angka tersebut turun 25% dari proyeksi sebelumnya sebesar US$4 triliun pada Agustus.
Pendapatan juga didorong oleh penerimaan pajak individu non-withholding sebesar US$80 miliar pada Oktober, naik US$35 miliar atau sekitar 75% dari tahun sebelumnya.
Peningkatan ini sebagian besar dipicu oleh pembayaran pajak yang tertunda akibat kebakaran hutan di California, yang membuat wajib pajak di wilayah terdampak mendapatkan perpanjangan waktu hingga 15 Oktober.
Penerimaan pajak penghasilan individu dengan pemotongan (withholding) naik US$16 miliar atau 6% menjadi US$279 miliar. Namun, penerimaan pajak korporasi stabil di level US$18 miliar, yang menurut pejabat Departemen Keuangan disebabkan oleh adanya insentif pajak bagi perusahaan dalam paket pemotongan pajak dan belanja yang disahkan Partai Republik tahun ini.
Biaya bunga utang pemerintah AS mencapai US$104 miliar pada Oktober, naik US$22 miliar atau 27% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, mencerminkan meningkatnya beban utang dan sedikit kenaikan tingkat bunga rata-rata menjadi 3,36%, kata pejabat Departemen Keuangan tersebut.
-

Paket Stimulus Jumbo Jepang Rp1.881 Triliun Berisiko Menambah Beban Keuangan Negara
Bisnis.com, JAKARTA – Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi akan mengeluarkan paket stimulus terbesar sejak masa pandemi, senilai ¥17,7 triliun (atau setara Rp1.881,4 triliun) yang berpotensi menambah tekanan pada keuangan negara di tengah lonjakan kebutuhan penerbitan obligasi.
Dalam sebuah dokumen yang dikutip dari Bloomberg pada Jumat (21/11/2025) menunjukkan paket stimulus tersebut mencakup belanja sebesar ¥17,7 triliun atau sekitar US$112 miliar melalui anggaran tambahan. Angka tersebut meningkat tajam dari paket ¥13,9 triliun yang diluncurkan mantan PM Shigeru Ishiba tahun lalu.
Menurut seorang sumber, dengan nilai yang lebih besar, penerbitan obligasi tambahan juga diperkirakan meningkat dibandingkan tahun lalu, sehingga menambah tekanan terhadap kondisi fiskal Jepang.
Total nilai paket stimulus, termasuk sejumlah pos yang telah dianggarkan sebelumnya, mencapai ¥21,3 triliun. Adapun, hingga saat ini Kementerian Keuangan Jepang, belum memberikan komentar terkait kabar itu
Jika digabung dengan belanja sektor swasta, dampak total paket tersebut diperkirakan membesar hingga ¥42,8 triliun, seiring pemerintah berupaya menghadapi berbagai tantangan, mulai dari tekanan inflasi, pendanaan sektor strategis, hingga penguatan diplomasi dan pertahanan.
Akhir pekan lalu, media lokal memberitakan bahwa anggaran tambahan akan berada di kisaran ¥14 triliun, mengindikasikan adanya negosiasi menit terakhir untuk menambah belanja. Dalam beberapa hari terakhir, laporan baru juga menyebutkan bahwa pemerintahan Takaichi merencanakan tambahan bantuan tunai senilai ¥20.000 per anak.
Kohei Okazaki, Kepala Ekonom Pasar Nomura Securities, mengatakan ukuran paket stimulus tersebut berpotensi memanaskan ekonomi secara berlebihan.
“Namun, menurut penasihat dekat Takaichi, ekonomi justru seharusnya berada pada tingkat yang sangat panas. Jadi, angka sebesar ini tidak mengejutkan bagi mereka,” jelasnya.
Awal pekan ini, data menunjukkan produk domestik bruto (PDB) riil Jepang menyusut 1,8% secara tahunan pada kuartal III/2025, kontraksi pertama dalam enam kuartal. Kondisi ini memberi alasan tambahan bagi pemerintahan Takaichi untuk meningkatkan belanja.
Meski total biaya paket berada di kisaran ¥21,3 triliun, lebih rendah dari tahun lalu, sebagian pos akan didanai dari cadangan anggaran sebelumnya. Anggaran tambahan menjadi indikator utama seberapa besar belanja baru yang benar-benar akan dikucurkan.
Peningkatan belanja ini berpotensi memperburuk beban utang terbesar di antara negara maju. IMF memperkirakan utang pemerintah Jepang akan setara 230% dari PDB tahun ini. Dengan Bank of Japan telah menaikkan suku bunga tiga kali sejak Maret 2024, biaya layanan utang diperkirakan semakin meningkat dan memberi tekanan lebih lanjut pada fiskal Jepang.
Kekhawatiran atas kenaikan utang mendorong imbal hasil obligasi pemerintah tenor 5 dan 10 tahun menyentuh level tertinggi sejak 2008 pada Kamis, sementara imbal hasil jangka panjang terus merangkak naik. Yen melemah melewati level ¥157 per dolar AS, terlemah sejak Januari, memicu peringatan verbal dari pejabat senior pemerintah.
Sejumlah ekonom mempertanyakan kebutuhan stimulus sebesar ini, mengingat kondisi ekonomi saat ini. Meski PDB Jepang terkontraksi pada kuartal III, konsumsi rumah tangga dan investasi korporasi masih bertahan dibandingkan kuartal sebelumnya, menunjukkan permintaan domestik yang relatif solid meski tertekan tarif AS.
“Paket ekonomi ini hanya peluncuran awal dari sejumlah kebijakan kunci. Strategi pertumbuhan yang lebih luas, mencakup 17 sektor prioritas, masih akan diumumkan. Jadi, kemungkinan ini bukan akhir dari rangkaian belanja besar Takaichi,” ujar Okazaki.
-

Waspada! Ada 3 Risiko Besar Hantui Ekonomi Dunia
Jakarta, CNBC Indonesia – Dunia perlu mewaspadai kemungkinan munculnya tiga gelembung (bubble) di pasar keuangan, termasuk pada sektor kecerdasan buatan (AI).
Hal ini disampaikan oleh Presiden World Economic Forum (WEF) Borge Brende, di tengah jatuhnya saham-saham teknologi global.
Sejumlah broker dan analis menilai penurunan tersebut perlu dihadapi dengan sikap hati-hati, meski belum mengarah pada kepanikan. Pasalnya, pasar saham sebelumnya terus mencetak rekor dan beberapa valuasi dinilai sudah terlalu tinggi.
“Kita kemungkinan akan melihat gelembung ke depan. Pertama adalah gelembung kripto, kedua gelembung AI, dan ketiga adalah gelembung utang,” ujar Brende dikutip dari Reuters, Sabtu (8/11/2025).
Ia menambahkan bahwa tingkat utang pemerintah saat ini adalah yang tertinggi sejak 1945.
Selama beberapa bulan terakhir, pasar seolah mengabaikan kekhawatiran mengenai suku bunga tinggi, inflasi yang tetap tinggi, serta gejolak perdagangan.
Kenaikan pasar sebagian didorong oleh harapan bahwa AI dapat mengubah prospek ekonomi global dan bisnis.
Menurut Brende, AI menawarkan potensi peningkatan produktivitas yang besar, namun juga dapat mengancam banyak pekerjaan kantoran.
Ia mencontohkan adanya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang telah diumumkan oleh sejumlah perusahaan seperti Amazon dan Nestle.
“Dalam skenario terburuk, kita bisa melihat munculnya ‘Rust Belt’ (wilayah industri yang merosot) di kota-kota besar yang memiliki banyak kantor dan pekerja profesional yang lebih mudah digantikan oleh AI,” ungkapnya.
Namun, ia juga mengingatkan sejarah menunjukkan bahwa perubahan teknologi pada akhirnya meningkatkan produktivitas, yang kemudian menjadi dasar peningkatan kesejahteraan.
“Dengan produktivitas yang lebih tinggi, upah dapat meningkat dan kesejahteraan masyarakat juga ikut naik,” pungkasnya.
(haa/haa)
[Gambas:Video CNBC]
-

Pejabat The Fed Ragu Lanjutkan Pemangkasan Bunga Imbas Government Shutdown
Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Federal Reserve Bank of Chicago Austan Goolsbee mengaku cemas atas rendahnya angka inflasi selama penutupan pemerintahan Amerika Serikat (government shutdown). Menurutnya, hal tersebut membuat langkah pemangkasan suku bunga lanjutan menjadi lebih berisiko.
“Jika ada masalah yang berkembang di sisi inflasi, butuh waktu cukup lama sebelum kita bisa melihatnya. Hal itu membuat saya semakin tidak tenang,” ujar Goolsbee dalam sebuah wawancara dikutip dari Bloomberg, Jumat (7/11/2025).
Goolsbee menambahkan, sumber data sektor swasta terkait inflasi jauh lebih sedikit dibandingkan dengan data pasar tenaga kerja, sehingga pembuat kebijakan tidak memiliki gambaran yang jelas mengenai pergerakan harga selama shutdown, seperti halnya pada data ketenagakerjaan.
“Saya memiliki beberapa kekhawatiran, dan saya lebih cenderung berpikir bahwa ketika situasinya masih berkabut, sebaiknya kita berhati-hati dan melangkah lebih lambat,” katanya.
Bulan lalu, The Fed kembali menurunkan suku bunga untuk kedua kalinya secara beruntun guna memperkuat pasar tenaga kerja setelah perlambatan tajam perekrutan selama musim panas.
Namun, inflasi yang tercatat 3% pada September, masih di atas target 2% The Fed, menimbulkan kekhawatiran bahwa proses penurunan harga mungkin memakan waktu lebih lama dari perkiraan.
Goolsbee mengaku waspada terhadap kenaikan inflasi inti sektor jasa karena menunjukkan tekanan harga masih bertahan, bahkan di luar kategori yang langsung terdampak tarif. Dia menilai inflasi jasa cenderung lebih sulit dikendalikan.
Harga jasa, tidak termasuk energi, naik 3,5% dalam setahun hingga September.
Sementara itu, indikator pengangguran waktu nyata yang diterbitkan The Fed Chicago pada Kamis, berdasarkan sumber data sektor swasta, menunjukkan tingkat pengangguran berada di 4,36% pada Oktober, nyaris tidak berubah dari estimasi 4,35% pada September.
Pasar obligasi AS merespons positif pernyataan tersebut. Imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun turun 8 basis poin menjadi 4,08%, sementara obligasi 2 tahun — yang paling sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter — turun ke kisaran 3,55%.
-

Purbaya Buka Kotak Pandora Ekonomi saat Utang Era Jokowi Mulai Terkuak Ribuan Triliun!
GELORA.CO – Nama Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan yang baru dilantik menggantikan Sri Mulyani, kembali jadi sorotan publik.
Bukan karena gaya bicaranya yang tenang dan diplomatis, tapi karena pernyataannya yang dinilai membuka “kotak Pandora” ekonomi Indonesia.
Terutama soal utang negara yang membengkak sejak era pemerintahan sebelumnya.
Dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pekan ini.
Purbaya mengungkap data mencolok utang pemerintah pusat mencapai Rp 9.138 triliun per akhir Juni 2025.
Angka itu disebut sebagai “realita yang harus dihadapi bersama, bukan disembunyikan.”
“Kami tidak ingin menutup-nutupi. Ini fakta keuangan negara yang harus dikelola dengan tanggung jawab,” ujar Purbaya di hadapan media.
Pernyataan itu langsung mengguncang ruang publik.
Banyak yang menilai, ucapan Purbaya seperti menyingkap sesuatu yang selama ini tak banyak dibicarakan secara terbuka.
Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet), bahkan menyebut langkah Purbaya sebagai “awal dari terbukanya kotak Pandora ekonomi Indonesia”.
“Menkeu Purbaya berani membuka fakta yang selama ini tertutup. Kita harus berani jujur, ini era baru dalam pengelolaan ekonomi,” kata Bamsoet seperti dikutip PojokSatu.id.
Isu ini tak lepas dari kebijakan fiskal yang diwariskan dari pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Selama dua periode, pemerintah banyak mengambil pinjaman luar negeri dan menerbitkan surat utang negara untuk membiayai proyek infrastruktur besar seperti Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).
Tak hanya itu ada pembangunan ibu kota baru (IKN), hingga proyek jalan tol trans-Jawa dan Sumatera.
Kini, di bawah kepemimpinan Purbaya, semua angka itu mulai ditampilkan apa adanya.
Tak ada lagi narasi “aman terkendali” tanpa data terbuka.
“Tugas saya bukan menyalahkan, tapi menata kembali. Kalau dulu fokusnya membangun, sekarang fokusnya menyehatkan,” kata Purbaya.
Pernyataan itu dianggap jujur sekaligus berani.
Sebab di tengah situasi ekonomi global yang belum stabil, transparansi semacam itu bisa berdampak dua sisi.
Menumbuhkan kepercayaan publik, tapi juga menimbulkan kekhawatiran soal kemampuan bayar utang negara.
Istilah “kotak Pandora” pertama kali muncul dari pernyataan politisi senior yang menilai langkah Purbaya seperti membuka tabir lama yang selama ini tersimpan rapi di laci kementerian.
Bukan hanya soal utang, tapi juga soal mekanisme pembiayaan proyek besar yang dinilai tidak semuanya efisien.
Beberapa proyek disebut memiliki cost overrun atau kelebihan biaya yang cukup besar, termasuk proyek kereta cepat.
Ekonom independen Said Didu menilai, apa yang dilakukan Purbaya adalah langkah pembersihan besar-besaran.
“Ini bukan soal mencari kesalahan, tapi mengembalikan kejujuran fiskal.
Publik punya hak tahu berapa sebenarnya beban negara,” ujar Said Didu
Menurutnya, istilah “kotak Pandora” bukan berarti aib, tapi simbol keberanian untuk membuka hal yang selama ini ditutup dengan retorika optimisme.
Langkah Purbaya Panen Sambutan Beragam
Di media sosial, tagar #PurbayaBukaData dan #UtangEraJokowi sempat jadi trending topic.
Sebagian warganet menganggap Purbaya membawa “angin baru” dalam manajemen keuangan negara.
Sementara sebagian lain menilai langkah ini bisa memicu gesekan politik.
Terutama jika dianggap menyudutkan pemerintahan sebelumnya.
Partai oposisi pun mulai mencium peluang politik.
Beberapa anggota DPR meminta audit terbuka terhadap utang dan proyek besar di era Jokowi.
Namun pihak koalisi merespons santai, menyebut langkah Purbaya sebagai bagian dari transparansi, bukan pembongkaran dosa masa lalu.
“Ini bukan soal Jokowi atau Purbaya, tapi soal keberanian membuka data publik,” kata salah satu anggota DPR dari fraksi pendukung pemerintah.
Dalam beberapa minggu terakhir, kementerian keuangan di bawah Purbaya mulai merilis data utang dan pengeluaran publik dengan format baru.
Lebih terbuka dan bisa diakses masyarakat.
Langkah ini dipuji banyak pihak, tapi juga membuat para pelaku pasar berhati-hati. Investor asing menunggu sinyal stabilitas dari pemerintah.
Purbaya sadar risikonya. Namun ia menegaskan, keterbukaan adalah satu-satunya cara agar ekonomi Indonesia bisa pulih dengan dasar kepercayaan yang kuat.
Langkah Purbaya membuka “kotak Pandora” ekonomi bukan sekadar gebrakan seorang menteri baru.
Ia menandai babak baru: dari politik pencitraan ke era kejujuran fiskal.
Tapi di negeri yang sering memuja stabilitas semu, kejujuran kadang lebih menakutkan daripada angka utang itu sendiri.
Kini publik menunggu, seberapa dalam kotak Pandora itu akan dibuka dan apakah dari dalamnya akan keluar solusi, atau justru masalah baru yang selama ini ditahan di balik senyum manis laporan ekonomi.***
-

IHSG ditutup menguat di tengah pelemahan mayoritas bursa kawasan Asia
Jakarta (ANTARA) – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Kamis sore ditutup menguat di tengah pelemahan mayoritas bursa kawasan Asia.
IHSG ditutup menguat 17,84 atau 0,22 persen ke posisi 8.184,06. Sementara kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 naik 0,22 poin atau 0,03 persen ke posisi 836,94.
“Ketua The Fed Jerome Powell gagal meyakinkan pasar dengan mengatakan bahwa tidak ada kepastian mengenai pemangkasan suku bunga di Desember 2025,” sebut Tim Riset Phillips Sekuritas Indonesia dalam kajiannya di Jakarta, Kamis.
Dari mancanegara, The Fed memangkas suku bunga acuan 25 bps periode Oktober 2025 atau sesuai ekspektasi pasar, dan mengumumkan akan kembali melakukan pembelian terbatas surat utang pemerintah AS.
Di sisi lain, Ketua The Fed Jerome Powell menyatakan bahwa peluang pemangkasan suku bunga lanjutan pada Desember 2025 belum dapat dipastikan.
The Fed mengakui bahwa penutupan (shutdown) aktivitas dan pelayanan Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang sedang berlangsung telah mempersulit upaya pengumpulan data dan menghalangi pejabat The Fed mendapatkan gambaran lengkap tentang ekonomi AS.
Dengan demikian, penilaian terhadap kondisi kesehatan ekonomi AS didasarkan hanya pada indikator yang tersedia.
Dibuka menguat, IHSG betah di teritori positif sampai penutupan sesi pertama perdagangan saham. Pada sesi kedua, IHSG masih betah di zona hijau hingga penutupan perdagangan saham.
Pewarta: Muhammad Heriyanto
Editor: Zaenal Abidin
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

