Cerita Mahasiswa UI Asal Sumatera: Ayah Tak Bisa Cari Nafkah Usai Bencana
Tim Redaksi
DEPOK, KOMPAS.com –
Sejumlah mahasiswa Universitas Indonesia (UI) turut terdampak bencana alam di Sumatera, salah satunya Nadia (18).
Nadia mengalami dampak ekonomi akibat terhentinya aktivitas kerja orangtuanya di daerah asal.
Nadia menceritakan, keluarganya yang tinggal di Padang Panjang, Sumatera Barat, selamat saat banjir bandang melanda sejumlah wilayah.
Namun, bencana tersebut tetap berdampak pada perekonomian keluarga karena akses jalan yang terputus membuat ayahnya tidak dapat bekerja.
“Ayah aku itu bekerja sebagai sopir angkutan kota, yang mana akibat bencana ini banyak jalanan putus jadi tidak bisa bekerja,” ucap Nadia saat ditemui di Gedung Rektorat UI, Rabu (17/12/2025).
Salah satu akses utama yang terdampak adalah ruas jalan di Jembatan Kembar, Kelurahan Silaing Bawah.
Hingga kini, jalur tersebut masih dalam proses perbaikan sehingga belum bisa dilalui secara normal.
“Kabarnya itu jalannya masih diperbaiki jadi sistemnya masih buka tutup tapi masih belum bisa dilalui untuk bekerja,” ungkap Nadia.
Kondisi tersebut diperparah dengan kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) di Padang Panjang akibat terputusnya jalur distribusi. Dampaknya, aktivitas ekonomi keluarga Nadia ikut terhenti sementara waktu.
“Untuk kebutuhan ayah di sana, ada bantuan dari pemerintah jadi ayah sekarang masih coba hidup lewat bantuan itu,” ujar Nadia.
KOMPAS.com/DINDA AULIA RAMADHANTY Nadia (18), mahasiswa Universitas Indonesia yang keluarganya terdampak bencana Sumatera, ditemui di Gedung Rektorat UI, Kota Depok, Rabu (17/12/2025).
Situasi tersebut turut memengaruhi kebutuhan harian Nadia sebagai mahasiswa baru Program Studi Keperawatan UI.
Ia mengaku harus lebih berhemat dan memanfaatkan tabungan pribadi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Meski demikian, Nadia bersyukur karena tinggal di asrama kampus sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi tambahan.
“Untungnya saya tinggal di asrama jadi untuk ongkos ke kampus memang enggak perlu,” terang Nadia.
Nadia menjadi satu dari 32 mahasiswa UI yang tercatat terdampak bencana alam di Sumatera.
Kampus memberikan sejumlah bentuk bantuan, termasuk pembebasan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) semester depan.
Simbolisasi penyerahan bantuan dilakukan langsung oleh Rektor UI, Heri Hermansyah, kepada 11 perwakilan mahasiswa terdampak pada Rabu pagi.
Dari total penerima bantuan, sebanyak 28 mahasiswa mendapatkan pembebasan UKT, sementara empat mahasiswa lainnya memperoleh bantuan melalui Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK).
Selain itu, mahasiswa terdampak juga menerima bantuan uang bulanan sebesar Rp 3 juta selama enam bulan, kupon makan gratis, serta pembebasan biaya sewa bagi mahasiswa yang tinggal di asrama UI.
“Kedua dan ketiga ada
support
untuk biaya tempat tinggal atau sewa yang tinggal di asrama, itu dibebaskan. Kemudian yang terakhir, ada bantuan natura berupa makanan,” ucap Heri, Rabu.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: Uang Kuliah Tunggal
-

Di Acara Selawatan, Bupati Jember Paparkan Program Beasiswa-Kesehatan
Jakarta –
Apel Shalawat Kebangsaan di Lapangan Desa Wonoasri, Kecamatan Tempurejo, menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Bunga Desaku (Bupati Ngantor di Desa dan Kelurahan). Kegiatan ini tidak hanya diisi lantunan selawat kebangsaan, tetapi juga menjadi sarana komunikasi langsung antara Pemerintah Kabupaten Jember dan masyarakat desa.
Kegiatan yang mengusung tema ‘Membangun Jembatan Hati Melalui Shalawat Kebangsaan’ ini dihadiri ratusan warga dari berbagai lapisan, tokoh agama, tokoh masyarakat, perangkat desa, serta jajaran Pemerintah Kabupaten Jember.
Bupati Jember, Muhammad Fawait atau akrab disapa Gus Fawait menegaskan selawat bukan sekadar ritual keagamaan, melainkan perekat nilai kebangsaan, persatuan, dan kepedulian sosial. Ia secara langsung menyampaikan berbagai program strategis Pemkab Jember yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
“Pemerintah Kabupaten Jember ingin memastikan bahwa program-program yang kami rancang tidak hanya terdengar di kota, tetapi benar-benar sampai dan dirasakan oleh masyarakat desa,” tegas Gus Fawait dalam keterangannya, Sabtu (13/12/2025).
Salah satu program utama yang disampaikan adalah Beasiswa Cinta Bergema. Ia menjelaskan bahwa pada tahun 2025, ribuan mahasiswa telah menerima manfaat beasiswa yang disalurkan langsung ke rekening kampus masing-masing, guna memastikan transparansi dan akuntabilitas.
Menariknya, tahun 2025 menjadi tonggak baru dengan hadirnya kategori Beasiswa Santri. Program ini menyasar santri dari keluarga kurang mampu, tidak hanya mencakup biaya UKT, tetapi juga bantuan biaya hidup (living cost) sebesar Rp 500.000 per bulan selama enam bulan, yang ditransfer langsung ke rekening mahasiswa penerima.
Program tersebut mencakup pemeriksaan kesehatan, pengobatan, hingga layanan persalinan bagi ibu hamil, tanpa dipungut biaya.
Gus Fawait juga mengajak masyarakat untuk memanfaatkan kanal pengaduan Wadul Guse, sebagai sarana menyampaikan keluhan, aspirasi, maupun laporan pelayanan publik. Menurutnya, pemerintahan yang kuat adalah pemerintahan yang mau mendengar.
Ia menekankan, seluruh program Pemkab Jember, baik di bidang pendidikan, kesehatan, administrasi kependudukan, hingga sosial-keagamaan, harus dipahami oleh masyarakat desa, termasuk di Kecamatan Tempurejo.
(prf/ega)
-

Jangan Biarkan Anak-anak Sumatera Kehilangan Hak Pendidikan
Ia juga menekankan, rehabilitasi sekolah tidak boleh menjadi proses lambat yang tersandera birokrasi.
“Komisi X DPR RI mendesak koordinasi kuat antara Kemendikdasmen, Kemdiktisaintek, BNPB, Kementrian PUPR, Kemensos, dan pemerintah daerah agar pemulihan pendidikan berjalan cepat, terarah, dan berkelanjutan,” katanya.
Komisi X menilai ada delapan langkah mendesak yang harus segera dilakukan negara terkait pendidikan di ketiga provinsi yang terkena banjir dan longsor tersebut.
Berikut 8 langkah yang harus segera dilakukan pemerintah, pertama, memulai kembali pembelajaran tanpa menunggu gedung selesai, agar ritme belajar anak tidak hilang.
Kedua, mempercepat rehabilitasi sekolah dengan standar bangunan tahan bencana dan berbasis peta risiko.
Ketiga, menyediakan layanan psikososial secara sistematis bagi siswa dan guru. Keempat, memastikan perlengkapan belajar dasar tersedia, termasuk alat tulis, buku, seragam, dan gawai.
Kelima, memberikan relaksasi aturan pendidikan, menyederhanakan administrasi, menunda proses penilaian seperti ujian, serta mempercepat bantuan operasional dan rehabilitasi.
Keenam, memberikan bantuan seperti pembebasan UKT atau beasiswa bagi mahasiswa yang kuliah di luar wilayah bencana namun keluarganya terdampak.
Ketujuh, memberikan bantuan sosial bagi guru, dosen, dan tenaga kependidikan yang terdampak. Kedelapan, memperkuat koordinasi lintas kementerian dan pemerintah daerah dengan satu komando yang jelas. (Pram/fajar)
-
/data/photo/2025/12/08/6936bbf1ba950.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Unesa Lelang Jersey Bertanda Tangan Shin Tae-yong untuk Korban Bencana Sumatera Surabaya 8 Desember 2025
Unesa Lelang Jersey Bertanda Tangan Shin Tae-yong untuk Korban Bencana Sumatera
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Universitas Negeri Surabaya (Unesa) melelang jersey bertanda tangan mantan pelatih Timnas Indonesia Shin Tae-yong untuk menggalang dana bantuan korban bencana Sumatera.
Unesa
menggalang dana melalui skema donasi dan lelang produk untuk membantu korban
bencana Sumatera
di Kampus Lidah Wetan, Surabaya, pada Senin (8/12/2025).
Barang yang dilelang yakni jersey bertanda tangan Shin Tae-yong, raket Leani Ratri Oktila peraih medali emas Paralympic Tokyo 2020 dan Paris 2024 hingga jersey Marselino Ferdinan dan Rachmat Irianto.
“Kepedulian itu tidak berhenti di sana, sebab para korban masih membutuhkan bantuan kita semua,” kata Wakil Rektor IV Unesa, Dwi Cahyo Kartiko, Senin.
Sebelumnya, Unesa memberikan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan
living cost
kepada korban terdampak bencana Sumatera. Kemudian, bantuan dilanjutkan dengan penggalangan dana.
“Untuk itu, hari ini kami berdoa bersama, menggalang dana dan melakukan pelelangan barang dan produk Unesa yang hasilnya nanti untuk diserahkan kepada para korban bencana di Sumatera,” ujarnya.
Hasil dari kegiatan penggalangan dana dan lelang produk ini, uang yang terkumpul sebanyak Rp 148 juta.
“Dengan solidaritas nasional, dan dengan bersama-sama, kita bisa melewati bencana ini dan bangkit darinya,” sambungnya.
Terpisah, Direktur Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis (PPIS), Mutimmatul Faidah menyebut ada sekitar 458 mahasiswa asal Sumatera, 63 di antaranya yang berasal dari daerah terdampak bencana.
Unesa juga memberikan program pendampingan psikologis secara berkelompok untuk membantu memulihkan kondisi psikis para korban.
“Kami berikan penguatan psikologis, psikososial, konseling dan penguatan spiritual sesuai dengan kebutuhan mereka,” kata Mutimmatul.
Tim SMCC-PPIS Unesa juga diberangkat ke daerah terdampak bencana dan sudah berkoordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat dan jajaran kementerian terkait.
“Tujuannya untuk membawa bantuan pokok yang sudah dikumpulkan sekaligus memberikan
trauma healing
, membuka layanan kesehatan, dan pemulihan kondisi fisik bagi korban di posko pengungsian,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -
/data/photo/2025/12/08/6936bbf6742ae.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kisah Una, Mahasiswi Unesa Asal Pidie Jaya Dapat Beasiswa Usai Keluarga Terdampak Bencana Sumatera Surabaya 8 Desember 2025
Kisah Una, Mahasiswi Unesa Asal Pidie Jaya Dapat Beasiswa Usai Keluarga Terdampak Bencana Sumatera
Tim Redaksi
SURABAYA, KOMPAS.com
– Unaysah Azkia Madania, mahasiswi program studi Pendidikan Bahasa Inggris Universitas Negeri Surabaya (Unesa), menjadi satu dari 63 mahasiswa yang mendapatkan beasiswa pendidikan dari Unesa.
Diketahui,
Unesa
memberikan beasiswa biaya pendidikan penuh sampai lulus untuk mahasiswa yang orangtuanya terdampak bencana banjir dan longsor di Sumatera.
Wakil Rektor IV Unesa, Dwi Cahyo Kartiko, mengatakan bahwa dari 458 mahasiswa yang tercatat berasal dari wilayah terdampak, terdapat 63 mahasiswa yang benar-benar terdampak langsung.
“UNESA melalui Cak Hasan sudah komitmen akan memberikan beasiswa full sampai lulus. Artinya sampai semester 8,” kata Dwi di acara Doa Bersama, Lelang Amal, dan Pemberian Beasiswa untuk mahasiswa terdampak banjir Sumatra di Gedung Rektorat Kampus 2 Lidah Wetan, Surabaya, Senin (8/12/2025).
Selain beasiswa pendidikan, mahasiswa yang rumahnya rusak atau kehilangan orang tua juga akan menerima tambahan bantuan living cost. Bahkan, satu dosen yang turut kehilangan rumah di Tapanuli juga mendapat perhatian khusus.
Mendapatkan beasiswa,
Unaysah Azkia Madania
mengaku terharu sekaligus lega karena dia sempat mengkhawatirkan uang kuliah Rp 3,2 juta per semester di tengah musibah yang dialami keluarganya di
Pidie Jaya
, Aceh.
“Satu sisi senang ya, karena kepikiran duh nih semester depan bayar UKT (Uang Kuliah Tunggal)-nya gimana,” kata mahasiswi yang karib disapa Una tersebut.
Saat berbincang dengan
Kompas.com
, Una bahkan mengatakan, sempat berpikir untuk mencari pekerjaan jika keluarganya tak lagi mampu membayar kuliahnya.
Sebab, mahasiswi semester lima ini tetap ingin melanjutkan pendidikannya.
“Tapi, tiba-tiba langsung dihubungi. Alhamdulillah ini bantuan yang membantu banget.” ujarnya sambil tersenyum.
Di tengah kebahagiannya, Una teringat momen paling menakutkan saat keluarganya menjadi korban
banjir Sumatera
.
Una adalah anak pertama dari empat bersaudara. Adik bungsunya yang tinggal bersama orang tua masih berusia 12 tahun. Sementara dua adiknya yang lain tinggal di pondok pesantren di Madura dan tidak memiliki akses ponsel.
“Kami dapat kabar itu tengah malam (tanggal 23 November 2025), dan itu pun notif dari hape gitu, yang ting-ting gitu,” katanya.
Awalnya, dia mengira itu banjir biasa atau banjir tahunan yang tingginya tidak pernah melebihi dari paha atau lutut orang dewasa.
Namun, keesokannya, dia mendapat kabar mengenai bencana banjir dan longsor yang cukup parah terjadi di Sumatera.
Una lantas mencoba menghubungi keluarganya untuk menanyakan kabar. Tetapi, usahanya tidak berhasil.
Dia menjadi panik dan berusaha menghubungi berbagai sosial media milik polisi, keamanan, pemadam kebakaran, hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
“Hari pertama itu frustrasi. Enggak ada yang bisa dihubungi semua,” ucapnya.
Kecemasan soal keselamatan orang tua menjadi hal pertama yang memenuhi kepalanya saat itu.
“Takut orang tua enggak ada aja sih. Keluarga hilang, itu yang paling ditakutin.” Imbuhnya sambil menunjukkan senyum getir.
Hingga pada Rabu pagi, tanggal 26 Desember 2026, dia mendapatkan telepon dari sang ibu.
Namun, suara panik di ujung telepon membuat tubuh perempuan 21 tahun itu gemetar.
“Tanggal 26 pagi, itu ibu saya telepon, panik. Saya kaget, kok sepanik ini. Dan itu ibu saya sudah sampai teriak-teriak untuk minta tolong keluar,” ujar Una dengan raut wajah getir.
Di rumah keluarga mereka di desa atau Gampong Meunasah Mancang, air sudah mencapai sebahu orang dewasa. Ayah dan ibunya hanya bisa naik ke atas meja agar tak tenggelam.
Una bercerita, rumahnya sudah dibuat tinggi, sekitar satu setengah meter dari permukaan tanah, namun air tetap menerobos dan memenuhi seluruh ruangan di rumahnya.
“Dan kondisi di dalam sudah seperti itu, apalagi yang di luar,” katanya memejam sejenak.
Una mengaku semakin takut karena di saat banjir semakin tinggi, ibunya mengabari bahwa sang ayah berada di Panti Asuhan Darul Aitam di Meunasah Lhok, tempatnya bekerja.
“Walaupun enggak jauh dari rumah, tapi posisi mereka terpencar,” tutur Una.
Setelah itu, Una semakin cemas dan kalut karena selama dua hari tidak mendapat kabar lagi dari kedua orangtuanya.
Barulah pada 28 Desember 2025, telepon selularnya kembali berdering. Ayah dan ibunya memberikan kabar.
“Tiba-tiba nelepon, dan habis itu sinyal susah. Tapi, di situ udah sedikit lega, ‘oh Alhamdulillah selamat’,” katanya.
Tetapi, rupanya banjir susulan datang dan kembali memutus akses. Kabar terakhir dari ibunya datang pada Sabtu, 29 Desember 2025, pagi, ketika air kembali naik dan semua harus bertahan di lantai dua panti asuhan.
“Karena di sana itu mau ke mana juga sulit, karena posisi kayu itu di mana-mana,” ujarnya sambil menunjukkan foto tumpukan kayu yang memblokir jalan masuk ke rumah.
Sementara itu, air sungai yang meluap mencari jalannya sendiri, mengisi rumah-rumah warga hingga tidak menyisakan ruang untuk evakuasi.
“Bahkan, untuk pengevakuasian kayak mayat atau bangkai-bangkai gitu sulit. Masih belum bisa, karena enggak ada alat berat,” kata Una dengan suara kecil.
Saat bercerita, Una mengisahkan kembali kesulitan kedua orangtuanya bertahan hidup di tengah kepungan banjir.
“Orangtua saya cuma mengandalkan, ya sehari itu cuma bisa minum dua gelas aqua kecil. Ya itu pun dihemat-hemat,” kata Una.
Untuk makan, mereka menemukan Indomie yang dimakan tanpa dimasak, cukup diremukkan.
Setelah air surut, barulah bantuan makanan mulai masuk, meski tidak banyak.
Tak hanya itu, menurut Una, semua barang di rumahnya rusak karena terendam banjir beberapa hari.
“Motor terendam lumpur. Lumpurnya kan udah mengering. Udah nggak bisa dipakai lagi,” ujarnya.
Namun, kehilangan harta benda tidak membuatnya terpukul karena yang terpenting kedua orangtuanya selamat.
“Yang terpenting ya kondisi keluarga aja sih. Barang itu masih bisa dicari lagi,” katanya.
Di tengah bencana, Una mengaku, tidak ingin bertemu orangtuanya di Pidie Jaya. Sebaliknya, dia berharap ayah dan ibunya yang datang ke Surabaya, untuk mengungsi.
“Kayaknya enggak sih. Cuma orangtua aja yang ke sini. Justru mengamankan diri di sini. Mending ke sini aja,” ujarnya.
Di akhir percakapan, Una sempat terdiam lama ketika diminta menyampaikan sesuatu untuk orang tuanya.
Ketika akhirnya dia berbicara, suaranya pelan tapi mantap, “Alhamdulillah selamat. Enggak apa-apa. Maksudnya, kalau barang masih bisa kita cari, setidaknya kita menyelamatkan diri saja dulu. Terus, bersyukur juga kalau kita masih dikasih kesempatan walaupun kita dapat yang parah, tapi masih ada yang lebih parah dibanding kita”.
Sementara itu, pihak kampus tak hanya memberikan beasiswa, Unesa menyediakan trauma
healing
kelompok bagi mahasiswa yang keluarga terdampak bencana banjir Sumatera.
Direktur Pencegahan dan Penanggulangan Isu Strategis Unesa, Mutimmatul Faidah, mengatakan bahwa trauma akibat kehilangan kabar keluarga membuat banyak mahasiswa rapuh secara mental.
“Sebagian mereka belum terhubung dengan keluarganya. Tidak ada koneksi sama sekali. Sehingga mereka juga belum tahu bagaimana kabar ayah, ibu, dan seterusnya,” ujarnya.
Oleh karena itu, Unesa mengadakan trauma
healing
kelompok, penguatan psikologi, sosial, hingga spiritual.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

Kemendikti Minta Kampus Ringankan UKT Mahasiswa Korban Banjir Sumatera
Malang, Beritasatu.com – Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendikti Saintek) mengimbau seluruh perguruan tinggi untuk memberikan keringanan bagi mahasiswa yang terdampak banjir bandang di Sumatera. Selain penundaan atau pelonggaran uang kuliah tunggal (UKT), kampus diminta menyediakan dukungan biaya hidup untuk membantu mahasiswa yang sedang menghadapi situasi darurat.
Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof Dr Fauzan mengatakan, kebijakan tersebut diperlukan sebagai bentuk empati dan kepedulian lembaga pendidikan terhadap kondisi mahasiswa yang menjadi korban bencana.
“Bantuan ini tergantung kebijakan perguruan tinggi masing-masing. Namun, Kemendikti Saintek memberikan imbauan agar kampus berempati, memberikan penundaan UKT misalnya,” ujar Fauzan saat ditemui di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (6/12/2025) malam.
Ia menegaskan, pelaksanaan kebijakan tetap berada di tangan masing-masing kampus. Namun, pemerintah mendorong perguruan tinggi lebih proaktif dalam memberikan dukungan, terutama bagi mahasiswa yang keluarganya kehilangan rumah, mata pencarian, atau terdampak langsung oleh bencana.
Bahkan, selain penundaan UKT, pemerintah pusat mendorong kampus untuk menyediakan fasilitas bantuan biaya hidup.
“Kami berharap kampus juga memfasilitasi kebutuhan biaya hidup mahasiswa terdampak. Apakah itu akan digratiskan atau diberikan subsidi, itu tergantung kebijakan perguruan tinggi,” kata Fauzan.
Selain dukungan kepada mahasiswa, Fauzan menyebut banyak perguruan tinggi di bawah Kemendikti Saintek yang telah terlibat langsung dalam penanganan bencana. Salah satu bentuk kontribusi konkret adalah pelaksanaan kuliah kerja nyata (KKN) kemanusiaan di wilayah terdampak banjir di Sumatera.
“Program KKN kemanusiaan sudah berjalan. Masing-masing perguruan tinggi menjalankan pengabdian di daerah bencana. Ada beberapa program, tidak hanya membantu secara fisik tetapi juga pemulihan psikologis,” ujarnya.
-

Unesa Salurkan Bantuan bagi Korban Banjir Aceh-Sumatra
Surabaya (beritajatim.com) – Universitas Negeri Surabaya (Unesa) menyalurkan bantuan bagi korban banjir di Aceh dan Sumatra melalui skema bantuan pendidikan, pendampingan psikologis, hingga distribusi kebutuhan pokok.
Bantuan diberikan secara bertahap, menyasar mahasiswa terdampak dan masyarakat di wilayah bencana.
Rektor Unesa Nurhasan mengatakan keterlibatan kampus dalam penanganan bencana merupakan bagian dari tanggung jawab sosial perguruan tinggi. “Gerak cepat dan saling membantu sangat dibutuhkan korban saat ini,” ujarnya, Jumat (5/12/2025).
Unesa memberikan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT) hingga semester delapan, bantuan biaya hidup selama satu semester, serta dukungan fasilitas pembelajaran bagi mahasiswa yang terdampak langsung.
Selain bantuan pendidikan, Unesa menjadwalkan doa bersama dan lelang amal pada 8 Desember 2025 untuk menghimpun tambahan dana kemanusiaan. Dana tersebut akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan korban di lokasi bencana.
Relawan akan diterjunkan serentak pada 10 Desember 2025 ke wilayah terdampak di Aceh dan Sumatra. Tim relawan berasal dari Satuan Mitigasi Crisis Center (SMCC) Unesa, dosen, serta mahasiswa Fakultas Psikologi dan Fakultas Kedokteran yang telah mendapat pelatihan penanganan krisis.
Pendampingan psikologis menjadi salah satu fokus utama relawan untuk membantu korban menghadapi trauma pascabanjir.
Bersamaan dengan itu, Unesa juga menyalurkan bantuan logistik berupa makanan, air minum, pakaian, dan perlengkapan sanitasi.
Unesa menyebut juga masih akan terus memantau kebutuhan di lapangan untuk memastikan bantuan tepat sasaran dan pemulihan dapat berjalan berkelanjutan. [ipl/ian]
-

Beasiswa Perguruan Tinggi Jadi Polemik, Legislator Kritik Pemkot Probolinggo: “Wacananya Masih Mentah!”
Probolinggo (beritajatim.com) – Wacana pemberian beasiswa perguruan tinggi bagi 500 siswa Kota Probolinggo memantik diskusi panjang dalam rapat lanjutan Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kota Probolinggo pada Rabu (26/11/2025). Usulan yang digulirkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) itu dinilai masih mentah, baik dari sisi perencanaan, skema pembiayaan, hingga dasar penganggarannya.
Pembahasan wacana ini muncul saat Banggar membedah Rancangan APBD 2026, khususnya pagu anggaran Disdikbud. Kepala Disdikbud Kota Probolinggo, Siti Romlah, menjelaskan bahwa Pemkot berencana memberikan beasiswa kuliah kepada 500 siswa dari keluarga miskin, kategori desil 1 hingga 5. Namun, usulan itu langsung mengundang serangkaian pertanyaan dari anggota legislatif.
“Untuk sementara, atas saran Pj Sekda, kami merekomendasikan kampus Universitas Terbuka (UT) sebagai pilihan untuk program ini,” ujar Siti Romlah.
Pernyataan itu langsung ditanggapi kritis oleh Wakil Ketua I DPRD Kota Probolinggo, Abdul Mujib. Menurutnya, pilihan kampus tidak bisa digiring hanya kepada satu institusi. Ia menilai, jika program beasiswa benar-benar dijalankan, maka Pemkot harus memberi pilihan yang adil dan mempertimbangkan kampus-kampus lain, terutama yang ada di Kota Probolinggo.
“Iya kalau semua mau masuk UT. Tolok ukurnya apa? Kenapa tidak melibatkan kampus lain di Kota Probolinggo? Lalu, komponen pembiayaannya apa? Biaya hidup, uang kuliah, atau hanya UKT per semester?” sergahnya.
Belum sempat pertanyaan itu dijawab, anggota Banggar lainnya, Sibro Malisi, ikut menyuarakan pandangan lebih tajam. Ia meminta Pemkot berhati-hati dalam membuat program yang berpotensi mengganggu fiskal daerah. Terlebih lagi, beasiswa perguruan tinggi bukan kewajiban yang melekat pada pemerintah kabupaten/kota.
“Ini bukan kewenangan wajib pemerintah daerah. Kalau mau memberi beasiswa, boleh saja, tidak haram. Tapi harus realistis dengan kondisi fiskal. Jangan sampai terkesan memaksakan,” tegas Sibro.
Arah pembahasan kemudian melebar ketika Mujib mempertanyakan apakah wacana beasiswa ini sudah dicantumkan dalam rancangan APBD atau sekadar wacana lisan. Ia mengingat, dalam dokumen KUA-PPAS sebelumnya, program tersebut tidak pernah muncul.
“Saya kira ini sudah dicantumkan. Kalau ternyata belum, berarti harus menggeser anggaran lain. Yang digeser apa? Dari mana? Kalau seperti ini, menurut saya tidak perlu. Kita bahkan belum tahu pos mana yang mau dikorbankan,” ucap Mujib.
Siti Romlah mengakui bahwa program beasiswa itu memang belum masuk R-APBD 2026 karena masih dalam tahap wacana. Ia menyebut kemungkinan anggaran akan digeser dari program pelatihan Artificial Intelligence (AI) yang pernah dilaksanakan sebelumnya.
“Terkait anggaran, kemungkinan akan dilakukan pergeseran dari kegiatan pelatihan AI. Mohon saran Banggar nantinya seperti apa,” katanya.
Ketua DPRD Kota Probolinggo, Sinta Dwi Laksmi, menutup pembahasan dengan menegaskan bahwa seluruh catatan kritis dari anggota Banggar akan ditampung. Rekomendasi resmi akan diberikan setelah pembahasan keseluruhan RAPBD rampung.
Dengan serangkaian catatan tajam dari legislatif, nasib wacana beasiswa kuliah untuk 500 siswa tersebut kini berada pada keputusan politik dan penajaman skema yang harus dibuktikan oleh Pemkot. Program ini bisa menjadi langkah strategis untuk pemerataan pendidikan, namun juga berpotensi menjadi beban fiskal baru jika tidak disiapkan secara matang. (ada/kun)
/data/photo/2025/12/03/692fb493a156c.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/10/6939251b2d59d.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/02/692e7a3e194c7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)