Big Stories 2024
Bencana di Mana-Mana: Tsunami Jepang-Banjir Dubai hingga Gempa Vanuatu
News
1 jam yang lalu

Big Stories 2024
Bencana di Mana-Mana: Tsunami Jepang-Banjir Dubai hingga Gempa Vanuatu
News
1 jam yang lalu

Jakarta, CNN Indonesia —
Dalam semangat yang penuh makna, acara Haul Ke-388 Sultan Iskandar Muda sekaligus memperingati 20 Tahun Kebangkitan Aceh Pasca Tsunami menjadi momen refleksi sekaligus harapan. Acara ini tak hanya sekadar seremonial, tetapi juga wujud penghormatan terhadap sejarah dan upaya membangun masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang.
“Kegiatan Haul Iskandar Muda merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap tahunnya oleh Para Komunitas yang peduli terhadap Sejarah Aceh sejak tahun 2012 dan 20 tahun Pasca Tsunami Aceh Bangkit ini dilaksanakan oleh Satgas Percepatan Pembangunan Aceh,” ujar Ketua Panitia, Iskandar.
Sultan Iskandar Muda adalah simbol kejayaan Aceh pada abad ke-16, saat Kerajaan Aceh Darussalam mencapai puncak kegemilangan. Di bawah kepemimpinannya, Aceh menjadi pusat peradaban Islam di Asia Tenggara dengan wilayah yang membentang luas hingga Semenanjung Malaysia dan menjadi mercusuar peradaban.
Karena itu kegiatan ini diselenggarakan untuk mengenang perjalanan sejarah KerajaanAceh di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda meukuta Alam, dimana saat itu Aceh mencapai puncak keemasan.Wilayah Kerajaan Aceh di masa kejayaan saat itu meliputi Aceh, Sumatra bagian Timur Siak sampai ke semenanjung Malaysia.
“Selain itu Kerajaan Aceh juga dikenal sebagai Pusat Peradaban Islam di Asia Tenggara, tentu hal ini kita harapkan menjadi spirit generasi dan pemimpin sekarang untuk membawa Aceh kearah kemajuan dan kesejahteraan ke depan,” ucapnya.
Tak hanya itu, peringatan ini juga untuk menanam pada diri masyarakat Aceh untuk tidak melupakan sejarah. Menurutnya, sejarah merupakan fondasi untuk bergerak ke masa depan yang lebih baik. Karena di dalam sejarah itu mencatat dan memberikan gambaran tentang perjalanan maupun peradaban suatu bangsa.
“Oleh karena itu generasi muda di Aceh harus tahu sejarah, karena sejarah itu menunjukkan identitas diri kita, identitas bangsa kita. Kalau kita melupakan sejarah terutama sejarah masa suram, tidak mustahil sejarah itu akan muncul kembali dengan versi dan bentuk yang lain,” ucapnya.
Tahun ini juga menjadi peringatan dua dekade pasca bencana tsunami yang mengguncang Aceh pada 26 Desember 2004. Tragedi yang menghapus ribuan nyawa dan meluluhlantakkan wilayah ini telah menjadi saksi ketangguhan masyarakat Aceh.
“Saat inilah pasca 20 tahun Tsunami mari kita bangkit dan berkolaborasi untuk membangun Aceh yang maju dan sejahtera demi anak cucu kita,” ucapnya.
Adapun acara ini dihadiri sejumlah tokoh penting, termasuk, antara lain Sekjen MUNA Banda Aceh Tgk. Isramudi, Tuha Peet MUNA Banda Aceh Tgk. Muktaruddin, Ketua DPRK Banda Aceh Irwansyah, Penerus Kesultanan Daya Sultan Saifullah Alaidin Riayat Syah, Rektor Universitas Ubudiyah Prof. Adjunct Mariati.
Sebagai informasi, Sultan Iskandar Muda telah dianugerahi gelar Pahlawan Nasional melalui SK Presiden RI No. 077/TK/1993 atas keberaniannya memimpin Aceh melawan penjajahan Portugis, sekaligus membangun Aceh sebagai kerajaan maritim yang kuat.
(ory/ory)

Jakarta, CNBC Indonesia – Bencana alam sangat sulit diprediksi secara akurat. Misalnya bencana gunung berapi meletus. Memang polanya bisa dianalisa, tetapi sulit untuk benar-benar menentukan kapan bencana alam menghantam wilayah tertentu.
Kendati demikian, ilmuwan baru-baru ini mendeteksi penemuan yang mengejutkan, bahwa beberapa gunung berapi memberikan petunjuk dalam beberapa menit sebelum letusan dahsyat terjadi.
Para peneliti meninjau ulang beberapa data yang terlewatkan dalam kejadian gunung berapi Hunga Tonga-Hunga Ha’apai yang meletus dua tahun lalu.
Letusan gunung berapi besar yang mengguncang Samudra Pasifik pada 2022 lalu itu didahului oleh gelombang seismik yang melintasi permukaan Bumi.
Data tersebut dikumpulkan oleh seismometer yang berlokasi cukup jauh. Namun ahli berpendapat meskipun sinyal yang didapat jauh, dapat membantu orang bersiap menghadapi bencana letusan gunung berapi di masa mendatang.
“Peringatan dini sangat penting untuk mitigasi bencana,” kata salah satu penulis studi Mie Ichihara, seorang ahli vulkanologi di Universitas Tokyo, dikutip dari Gizmodo, Senin (30/12/2024).
“Gunung berapi di pulau dapat menimbulkan tsunami, yang merupakan bahaya yang signifikan,” imbuhnya.
Tim tersebut memeriksa data seismometer dari stasiun di Fiji dan Futuna, lebih dari 750 kilometer dari pusat letusan.
Dalam data tersebut, para peneliti menemukan jenis gelombang seismik yang bergerak di permukaan, yang disebut gelombang Rayleigh. Gelombang tersebut berasal dari arah letusan sekitar 15 menit sebelum kejadian. Gelombang Rayleigh memang tidak dapat dirasakan oleh manusia, tetapi seismometer tidak mengalami masalah dalam mendeteksinya.
“Mengacu pada sinyal seismik dan citra satelit lainnya, kami menyimpulkan bahwa gelombang Rayleigh merupakan prekursor letusan paling signifikan tanpa aktivitas permukaan yang tampak,” tulis para peneliti dalam karya mereka, yang diterbitkan di Geophysical Research Letters.
“Termasuk temuan kami dan hasil penelitian sebelumnya, kami mengusulkan skenario awal letusan pembentuk kaldera,” imbuhnya.
Letusan yang terjadi pada 15 Januari 2022 itu penuh dengan gumpalan vulkanik setinggi 58 kilometer. Itu adalah yang terbesar yang pernah tercatat, bahkan ketinggiannya mencapai mesosfer Bumi hanya dalam waktu setengah jam.
Seperti yang dicatat tim peneliti, letusan Hunga Tonga-Hunga Ha’apai tidak didahului oleh aktivitas permukaan yang tampak. Akibatnya, gelombang Rayleigh menjadi indikator utama kehancuran yang akan segera terjadi.
“Ketika gempa bumi biasa terjadi, gelombang seismik termasuk gelombang Rayleigh langsung digunakan untuk memperkirakan parameter sumber, seperti episentrum, kedalaman, magnitudo, dan mekanisme,” kata Ichihara.
“Kemudian, parameter sumber digunakan untuk menyebarkan peringatan dini Tsunami. Akan tetapi, belum ada infrastruktur yang dapat memanfaatkan gelombang Rayleigh dari prekursor letusan seperti yang diidentifikasi dalam artikel kami, meskipun kami yakin hal itu bermanfaat,” imbuhnya.
Pada saat letusan, para peneliti tidak berpikir untuk menggunakan analisis semacam ini secara langsung.
Dalam makalah mereka, para peneliti menyarankan bahwa retakan pada kerak samudra di bawah dinding kaldera gunung berapi melepaskan gelombang seismik yang terdeteksi di Fiji dan Futuna.
Kemudian, magma dari bawah kerak dan air laut di atasnya mengalir ke ruang magma gunung berapi di bawah permukaan, yang menyebabkan daratan di atasnya runtuh seingga memicu letusan.
Tim menyarankan bahwa analisa data dari stasiun seismik yang terletak bahkan ratusan mil dari letusan dapat mengungkap kejadian tersebut sebelum dampak terburuknya terjadi. Semoga informasi ini membantu!
(fab/fab)

Jakarta, CNBC Indonesia – Gempa megathrust di Indonesia menjadi berita yang banyak dibicarakan sepanjang tahun 2024. Isu ini pertama kali muncul setelah gempa dahsyat berkekuatan 7,1 Skala Richter (SR) terjadi di Pulai Kyushu, Jepang pada 8 Agustus lalu.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono kemudian memberikan peringatan bahwa gempa dari dua zona megathrust, yakni Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut, tinggal tunggu waktu.
Alasannya, dua zona itu sudah lama tak mengalami gempa atau ada seismic gap, yakni lebih dari dua abad. Biasanya, gempa besar punya siklusnya sendiri dalam rentang hingga ratusan tahun.
Namun BMKG sendiri belum dapat memastikan kapan bencana alam itu akan terjadi. Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyebut pihaknya terus membicarakan isu ini agar masyarakat bersiap menghadapi efek dari megathrust di Indonesia.
“Sebetulnya isu megathrust itu bukan isu yang baru. Itu isu yg sudah sangat lama. Tapi kenapa BMKG dan beberapa pakar mengingatkan? Tujuannya adalah untuk ‘ayo, tidak hanya ngomong aja, segera mitigasi’ (tindakan mengurangi dampak bencana),” ujar Dwikorita.
“Jadi tujuannya ke sana; mitigasi dan edukasi, persiapan, kesiapsiagaan,” imbuh dia.
Dwikorita melanjutkan pihaknya sudah melakukan berbagai langkah antisipasi megathrust. Pertama, menempatkan sensor-sensor sistem peringatan dini tsunami InaTEWS menghadap ke zona-zona megathrust.
“InaTEWS itu sengaja dipasang untuk menghadap ke arah megathrust. Aslinya tuh di BMKG hadir untuk menghadapi, memitigasi megathrust,” jelasnya.
Kedua, edukasi masyarakat lokal dan internasional. Salah satu bentuk nyatanya adalah mendampingi pemerintah daerah (pemda) buat menyiapkan berbagai infrastruktur mitigasi, seperti jalur evakuasi, sistem peringatan dini, hingga shelter tsunami.
Selain itu, bergabung dengan Indian Ocean Tsunami Information Center, yang juga berkantor di kompleks BMKG. Komunitas ini bertujuan buat mengedukasi 25 negara di Samudra Hindia dalam menghadapi gempa dan tsunami.
“Kami edukasi publik bagaimana menyiapkan masyarakat dan pemda sebelum terjadi gempa dengan kekuatan tinggi yang menyebabkan tsunami,” kata dia.
Ketiga, mengecek secara berkala sistem peringatan dini yang sudah dihibahkan ke pemda.
“Sirine [peringatan tsunami] harusnya tanggung jawab pemerintah daerah, hibah dari BNPB, hibah dari BMKG, tapi pemeliharaan dari pemerintah daerah, kan otonomi daerah. Ternyata sirine selalu kita tes tanggal 26 [tiap bulan], kebanyakan bunyi tapi yang macet ada,” bongkarnya.
Keempat, menyebarluaskan peringatan dini bencana. Menurut Dwi, jika masyarakat harus siap, berarti harus ada penyebarluasan informasi. “Kami dibantu Kominfo,” pungkasnya.
(dem/dem)

JAKARTA – Indonesia merupakan negara kedua dari 193 negara yang berisiko terkena bencana seperti tsunami. Bahkan, tsunami yang terjadi di Aceh pada tahun 2004 merupakan tsunami terbesar ketiga di dunia.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan bahwa hal ini terjadi karena Indonesia berada di antara lempeng tektonik dunia, yaitu lempeng Pasifik, Indo-Australia, dan Eurasia.
Jika melihat kembali peristiwa gempa bumi 9,1 skala richter dan tsunami yang terjadi di Aceh hingga menewaskan ratusan ribu korban jiwa, BMKG perlu memperkuat sistem peringatan dini. Menurut Dwikorita, sistem ini sudah dibangun setelah tsunami terjadi.
“Pasca tsunami Aceh 2004 pemerintah Indonesia membangun sistem peringatan dini tsunami dan diresmikan pada tahun 2008,” kata Dwikorita melalui siaran resmi BMKG yang diterima VOI Jumat 27 Desember.
“Namun, beberapa kejadian tsunami seperti tsunami Palu 2018 mengungkap perlunya mengintegrasikan kemajuan teknologi dengan kesiapsiagaan dan ketahanan masyarakat,” lanjutnya.
BMKG telah bermitra dengan banyak pihak untuk mengembangkan teknologi pencegahan terbaik. Lembaga ini juga mengusulkan standar Guidelines for the implementation of a community-based early warning system for tsunamis, ISO 22328-3.
Standar ini dikembangkan bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Standarisasi Nasional (BSN), dan Universitas Gajah Mada (UGM). ISO 22328-3 pun telah ditetapkan sebagai standar internasional dan melengkapi program Tsunami Ready UNESCO-IOC.
Hingga saat ini, standar ISO 22328-3 telah diintegrasikan ke berbagai infrastruktur strategis seperti bandara, pelabuhan, dan lainnya. Dengan begitu, BMKG dapat meningkatkan manajemen keselamatan dan mengurangi risiko tsunami di masa depan.
“Sekretariat ISO telah menerbitkan standar ini, kesesuaiannya dengan praktik lokal telah terbukti memberdayakan masyarakat untuk mengurangi risiko dan kerentanan, serta memperkuat kesiapan mereka terhadap tsunami,” ujar Dwikorita.