Topik: Tsunami

  • Menteri Trenggono Buru Pelaku Pemagaran Laut di Tangerang – Page 3

    Menteri Trenggono Buru Pelaku Pemagaran Laut di Tangerang – Page 3

    Kelompok Nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) menyebut, tanggul laut atau yang kini viral disebut pagar laut yang membentang di pesisir utara Tangerang, memang sengaja dibangun secara swadaya oleh masyarakat. 

    Mereka menyebut, tujuan utama dibangun hingga 30.16 Kilometer tersebut sebagai pemecah ombak, pencegah abrasi serta mitigasi terhadap ancaman Megathrust dan Tsunami. 

    “Tanggul ini merupakan hasil inisiatif swadaya dari masyarakat setempat,” ujar perwakilan nelayan Tarsin kepada wartawan di Pantai Karang Serang, Sukadiri, Kabupaten Tangerang, Jumat 10 Januari 2025.

    Tarsin mengatakan, opini pembangunan pagar laut di pesisir utata Kabupaten Tangerang yang saat ini ramai tidak benar. 

    “Ini bukan pemagaran. Tapi tanggul laut yang fungsinya sangat banyak,” ujarnya. 

    Dia berharap pemerintah bisa meluruskan opini negatif yang berkembang dan seolah merugikan nelayan. 

    “Kami nelayan di sini aman aman dan nyaman nyaman saja,” ujarnya. 

    Tarsin juga menjelaskan, tanggul laut adalah struktur fisik yang memiliki fungsi penting, antara lain, mengurangi dampak gelombang besar yang melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai dan merusak infrastruktur.

    Tanggul laut juga berfungsi mencegah abrasi, pengikisan tanah di wilayah pantai, yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman. 

    “Tanggul juga untuk mitigasi ancaman tsunami. Meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami, tanggul laut membantu mengurangi energi gelombang hingga dampaknya lebih kecil di pesisir,” kata Tarsin.

    Dengan kondisi tanggul laut yang baik, maka area di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan. Hal ini memberikan peluang ekonomi baru, meningkatkan produksi perikanan dan membantu kesejahteraan masyarakat setempat. 

    “Tambak ikan di dekat tanggul juga dapat dikelola secara berkelanjutan untuk menjaga ekosistem tetap seimbang,” kata dia.

  • Gempa M 3,7 Guncang Sukabumi

    Gempa M 3,7 Guncang Sukabumi

    Jakarta

    Gempa bumi dengan kekuatan M 3,7 terjadi di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Gempa itu berada di kedalaman 21 Km.

    “#Gempa Mag:3.7, 11-Jan-2025 01:55:44WIB,” demikian postingan media sosial @infoBMKG, Sabtu (10/1/2025).

    Titik gempa berada di 7.67 Lintang Selatan, 106.58 Bujur Timur. Belum diketahui gempa ini berpotensi tsunami atau tidak.

    “Disclaimer:Informasi ini mengutamakan kecepatan, sehingga hasil pengolahan data belum stabil dan bisa berubah seiring kelengkapan data,” katanya.

    (azh/azh)

  • Pagar Laut Sepanjang 30 Km di Pesisir Tangerang Dibangun Swadaya, Benarkah?

    Pagar Laut Sepanjang 30 Km di Pesisir Tangerang Dibangun Swadaya, Benarkah?

    loading…

    Kelompok Nelayan Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengaku pagar laut sepanjang 30 Km di pesisir utara Tangerang dibangun masyarakat secara swadaya. Foto petugas KKP melakukan penyegelan. Foto/Ist

    TANGERANG – Kelompok Nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengaku pagar laut yang membentang di pesisir utara Tangerang dibangun secara swadaya oleh masyarakat.

    Mereka mengklaim pagar laut sepanjang 30 Km itu dibangun sebagai pemecah ombak, pencegah abrasi serta mitigasi terhadap ancaman gempa megathrust dan gelombang tsunami.

    “Tanggul ini merupakan hasil inisiatif swadaya dari masyarakat setempat,” ujar perwakilan nelayan Tarsin, di Pantai Karang Serang, Sukadiri, Kabupaten Tangerang, Jumat (10/1/2025).

    Tarsin menyebut bahwa opini negatif yang kini beredar terkait pembangunan pagar laut di pesisir utara Kabupaten Tangerang tidak benar.

    Dia menjelaskan, tanggul laut merupakan struktur fisik yang memiliki fungsi penting, antara lain, mengurangi dampak gelombang besar dan melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai serta merusak infrastruktur.

    Selain itu, tanggul laut juga berfungsi mencegah abrasi dan pengikisan tanah di wilayah pantai yang dapat merugikan ekosistem dan permukiman.

    “Meski tidak bisa sepenuhnya menahan tsunami, tanggul laut membantu mengurangi energi gelombang hingga dampaknya lebih kecil di pesisir,” tuturnya.

  • Gempa Bumi M 4,9 Guncang Bima, BMKG: Akibat Aktivitas Sesar Naik Busur Belakang Flores

    Gempa Bumi M 4,9 Guncang Bima, BMKG: Akibat Aktivitas Sesar Naik Busur Belakang Flores

    Bima, Beritasatu.com – Wilayah Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), diguncang gempa bumi tektonik berkekuatan magnitudo 4,9 pada Rabu, (8/1/2025) pukul 01.52 Wita. Kepala Stasiun Geofisika Mataram, Sumawan mengungkapkan, episenter gempa terletak pada koordinat 8,21° LS dan 119,27° BT, tepatnya di laut, sekitar 64 kilometer timur laut Kota Bima, dengan kedalaman 11 kilometer.

    Sumawan menjelaskan, hasil analisis Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan gempa ini merupakan jenis gempa dangkal yang dipicu oleh aktivitas Sesar Naik Busur Belakang Flores (Flores back arc thrust). 

    Menurutnya, mekanisme pergerakan naik atau thrust fault ini menghasilkan getaran yang cukup signifikan di permukaan, meskipun episentrumnya berada di laut.

    “Berdasarkan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter, gempa bumi ini diidentifikasi sebagai gempa dangkal yang disebabkan oleh sesar aktif di wilayah tersebut,” ujar Sumawan dalam keterangannya, Rabu (8/1/2024).

    Sementara itu, laporan dari masyarakat menyebutkan bahwa guncangan akibat gempa dirasakan dengan intensitas IV MMI (modified mercalli intensity) di wilayah Bima. 

    Pada skala tersebut, guncangan cukup kuat untuk dirasakan oleh banyak orang di dalam rumah, menyebabkan gerabah pecah, pintu dan jendela berderit, serta dinding berbunyi.

    “Hingga saat ini, belum ada laporan kerusakan bangunan atau fasilitas umum yang signifikan. Hasil pemodelan tsunami dari BMKG juga memastikan bahwa gempa ini tidak berpotensi menimbulkan tsunami, sehingga masyarakat diminta untuk tetap tenang,” jelasnya.

    BMKG juga melaporkan adanya lima aktivitas gempa bumi susulan (aftershock) hingga pukul 02.15 Wita. Meskipun magnitudonya lebih kecil dibandingkan gempa utama, masyarakat diminta tetap waspada terhadap potensi dampak tambahan, terutama pada bangunan yang telah mengalami keretakan.

    “Untuk menghindari risiko yang lebih besar, BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan menghindari informasi hoaks. Jangan mudah percaya pada isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Pastikan informasi diperoleh dari sumber resmi seperti BMKG,” tambahnya.

    BMKG juga mengingatkan agar masyarakat tidak mendekati atau memasuki bangunan yang mengalami keretakan atau kerusakan hingga ada kepastian keamanan dari pihak berwenang. Sebelum kembali ke rumah, pastikan struktur bangunan dalam kondisi baik dan tidak mengalami kerusakan akibat gempa bumi tektonik yang dapat membahayakan keselamatan.

  • Ahli Ungkap Jakarta Terancam Gempa Megathrust Meski Jauh dari Samudra

    Ahli Ungkap Jakarta Terancam Gempa Megathrust Meski Jauh dari Samudra

    Jakarta, CNN Indonesia

    Zona Megathrust Selat Sunda menjadi salah satu ancaman bagi Jakarta. Pasalnya zona ini sewaktu-waktu bisa pecah dan menghasilkan gempa dahsyat dengan kekuatan yang diperkirakan hingga magnitudo 9,1.

    Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa mengatakan potensi bencana gempa megathrust di wilayah selatan Jawa bisa terjadi kapan saja dan dapat memicu tsunami, bahkan hingga skala besar seperti yang terjadi di Aceh pada 20 tahun silam.

    “Potensi megathrust ini dapat memicu guncangan gempa yang besar dan tsunami, yang menjalar melalui Selat Sunda hingga ke Jakarta dengan waktu tiba sekitar 2,5 jam,” ujar Rahma usai menghadiri acara peringatan 20 tahun tsunami Aceh di Banda Aceh, Kamis (26/12), dikutip dari laman resmi BRIN.

    Hasil simulasi yang dilakukan BRIN dan tim peneliti dari berbagai institusi menunjukkan tinggi gelombang tsunami imbas gempa megathrust Selat Sunda diperkirakan mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3-15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pesisir utara Jakarta.

    Penelitian ini menunjukkan fenomena serupa pernah terjadi dalam sejarah, yakni tsunami Pangandaran 2006 yang dipicu marine landslide di dekat Nusa Kambangan.

    “Energi yang terkunci di zona subduksi selatan Jawa terus bertambah seiring waktu. Jika dilepaskan sekaligus, goncangan akan memicu tsunami tinggi yang bisa berdampak luas, tidak hanya di selatan Jawa tetapi juga di wilayah pesisir lainnya,” tutur Rahma.

    Menurut Rahma daerah perkotaan seperti Jakarta memiliki kepadatan penduduk tinggi dan sedimen tanah yang rentan mengamplifikasi goncangan. Dengan demikian, upaya mitigasi juga harus mencakup retrofitting atau penguatan struktur bangunan.

    “Retrofitting sangat penting, terutama untuk bangunan di kawasan padat penduduk, karena goncangan kuat berpotensi menyebabkan kerusakan masif dan korban jiwa,” jelasnya.

    Ancam pesisir

    Kepala Pusat Data dan Informasi (Kapusdatin) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jakarta Mohamad Yohan mengatakan bencana tsunami di Jakarta sebagai imbas gempa dahsyat megathrust tak terelakkan.

    “Meskipun Jakarta tidak langsung menghadap Samudra Hindia, gelombang tsunami yang sangat besar mungkin dapat mencapai pesisir utara Jakarta jika terdapat gelombang besar yang dihasilkan dari arah selatan,” ujar Yohan beberapa waktu lalu.

    Meski demikian ia menyebut dampak tsunami imbas gempa megathrust bakal lebih terasa di daerah-daerah sekitar Jakarta, terutama di wilayah Banten yang jaraknya cukup dekat dengan segmen Selat Sunda.

    “Kota-kota pesisir di sekitar Jakarta, seperti Banten dan Anyer, lebih berisiko terkena dampak langsung dari tsunami,” terang Yohan.

    Bagaimana dengan Jakarta?

    Merujuk data BMKG yang dibagikan BPBD DKI Jakarta, tingkat bahaya tsunami di Jakarta terbilang cukup rendah.

    “Berdasarkan sumber Peta Resiko Tsunami Indonesia, Jakarta memiliki tingkat kemungkinan bahaya tsunami rendah, ketinggian tsunami di pantai Jakarta kurang dari 1 meter,” kata BMKG dalam keterangannya.

    Bahaya gempa

    Megathrust Selat Sunda menjadi ancaman serius karena zona ini bisa disebut bisa pecah kapan saja.

    Eks Ketua Ikatan Alumni Akademi Meteorologi dan Geofisika (IKAMEGA) Subardjo dalam acara Sarasehan Nasional IKAMEGA pada 2018 silam sempat menjelaskan soal ancaman tersebut.

    “Berdasarkan segmentasi megathrust pada Peta Gempa Bumi Nasional pada tahun 2017, kita ketahui ada dua megathrust yang dekat dengan Jakarta, yang bisa mempengaruhi kerusakan bangunan atau infrastruktur yang ada di Jakarta,” tutur Subardjo saat itu.

    Subardjo menyebut kekhawatiran para ilmuwan pada zona Megathrust Selat Sunda dikarenakan saat ini merupakan zona seismic gap.

    Menurutnya, jika Megathrust Selat Sunda pecah, bukan tidak mungkin Jakarta akan mengalami nasib serupa seperti Aceh pada 2004 silam.

    “Jika terjadi, Megathrust Selat Sunda itu berpotensi gempa dengan 8,7 SR, setara dengan 9.0 Magnitude Moment atau MW. Itu setara dengan gempa di Aceh (Desember 2004), sehingga akan menimbulkan tsunami,” kata Subardjo.

    “Tapi yang menjadi kekhawatiran bagi kita adalah bukan tsunaminya, tapi getarannya atau goncangannya, mengingat jarak antara Megathrust Selat Sunda dengan Jakarta itu sekitar 200-250 km, di bawah tanah Jakarta itu adalah tanah endapan atau aluvial yang bisa menimbulkan amplifikasi atau pun besaran-besaran amplitudo,” imbuhnya.

    (lom/fea)

    [Gambas:Video CNN]

  • Peringatan Gunung Api Bawah Laut Meletus Picu Tsunami di 2025

    Peringatan Gunung Api Bawah Laut Meletus Picu Tsunami di 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Salah satu gunung api bawah laut dikabarkan akan meletus. Gunung bernama Axial Seamount itu berada di kedalaman Samudra Pasifik atau 470 kilometer dari Pantai Oregon.

    Axial Seamount salah satu gunung berapi bawah laut paling aktif di dunia tengah membengkak karena magma.

    Para ilmuwan yakin gunung tersebut akan meletus sebelum akhir 2025. Kesimpulan ini berdasarkan pemantauan selama puluhan tahun dan ritme vulkanik yang unik.

    “Berdasarkan pola saat ini, dan asumsi bahwa Axial akan siap meletus saat mencapai ambang inflasi (letusan) tahun 2015, perkiraan letusan saat ini adalah antara sekarang (…) dan akhir tahun 2025,” katanya pada pertemuan tahunan American Geophysical Union 2024, dikutip dari ZME Science.

    Mengutip detikcom, prediksi letusan gunung berapi bukanlah sesuatu yang dapat dilakukan dengan akurat, meskipun letusan gunung berapi tidak terlalu berubah-ubah jika dibandingkan gempa bumi.

    Sebagian besar prediksi letusan gunung berapi hanya memberikan pemberitahuan beberapa jam sebelumnya, tetapi Axial Seamount merupakan suatu kasus khusus. Gunung berapi yang terletak di Juan de Fuca Ridge tersebut meletus dengan keteraturan yang luar biasa.

    Letusan sebelumnya terjadi pada 1998, 2011, dan 2015. Letusanya mengungkapkan pola yang jelas yakni dasar laut mengembang saat magma terkumpul, aktivitas seismik meningkat, dan akhirnya gunung berapi pun meletus.

    Konsistensi ini menjadikan Axial sebagai laboratorium yang ideal untuk mempelajari perilaku gunung berapi. Selama lebih dari satu dekade, jaringan sensor telah mendokumentasikan setiap gemuruh dan pertambahan tonjolan gunung. Pada akhir 2023, para peneliti menyadari tingkat inflasi gunung berapi tersebut telah berlipat ganda.

    Pada pertengahan 2024, aktivitas seismik Axial melonjak hingga lebih dari 500 gempa bumi per hari.

    “Ini tidak dapat terjadi selamanya,” kata Chadwick, yang berarti gunung berapi tersebut berada di bawah tekanan yang sangat besar dan akan segera meletus.

    Mark Zumberge dari Scripps Institution of Oceanography menyoroti lingkungan pemantauan Axial yang luar biasa.

    “Ini adalah gunung berapi bawah laut yang paling terinstrumentasi dengan baik di planet ini,” katanya.

    Jaringan monitoring tersebut mencakup sensor tekanan dasar laut, kendaraan bawah air otonom (AUV), dan kendaraan yang dioperasikan dari jarak jauh (ROV), yang bersama-sama memberikan pandangan yang tak tertandingi tentang perilaku gunung berapi tersebut.

    Sebelumnya, para ilmuwan hanya dapat melihat sekilas reservoir magma, yang tidak memiliki resolusi untuk pemetaan detail yang lebih halus. Dalam studi baru mereka, para peneliti menggunakan inversi bentuk gelombang penuh atau full waveform inversion (FWI), teknik seismik mutakhir, untuk menghasilkan gambar beresolusi tinggi dari bawah permukaan.

    Temuan tersebut menunjukkan reservoir magma utama di bawah puncak, dengan fraksi lelehan hingga 37%, mendekati ambang batas untuk mobilisasi magma. Di bawahnya, sebuah saluran membawa magma dari dalam kerak bumi, dengan fraksi lelehan 4-11%.

    Di sebelah barat, ahli menemukan reservoir yang lebih kecil yang terhubung ke reservoir utama melalui saluran tipis. Sementara itu, di sebelah timur, ada saluran berkecepatan rendah menghubungkan reservoir magma utama ke permukaan, mengarahkan magma ke celah erupsi.

    Struktur-struktur ini membentuk sistem asimetris yang mencolok, dengan sebagian besar aktivitas terkonsentrasi di bawah dinding kaldera timur. Ketidakseimbangan ini dapat menjelaskan mengapa erupsi baru-baru ini sebagian besar terjadi di sisi timur Axial.

    Letusannya Bisa Picu Tsunami

    Gunung berapi bawah laut seperti Axial jarang mengancam nyawa manusia, tetapi letusannya dapat mengguncang ekosistem dan bahkan memicu tsunami. Misalnya, letusan gunung bawah laut Hunga Tonga pada 2022 menyebabkan kerugian sebesar $90 juta dan membuat para ilmuwan kesulitan memahami dampaknya.

    Di Axial, para peneliti bertujuan untuk mengamati letusan berikutnya yang sedang terjadi. Rebecca Carey, seorang ahli vulkanologi dari University of Tasmania, melihat ini sebagai peluang emas.

    “Menemukan letusan yang terjadi akan memberikan gambaran sekilas tentang dampaknya pada sistem hidrotermal dan komunitas biologis di dekatnya,” jelasnya kepada Science News.

    Ventilasi hidrotermal yang dipenuhi kehidupan dapat menyimpan petunjuk tentang bagaimana ekosistem merespons peristiwa ekstrem.

    Selain itu, setiap letusan membantu menyempurnakan teknik perkiraan. Kecerdasan buatan kini digunakan untuk menganalisis pola dalam data seismik, yang menawarkan kemungkinan untuk memprediksi letusan hingga hitungan jam.

    “Apakah deteksi gempa bumi pendahuluan ini akan berhasil?” Chadwick bertanya-tanya.

    Apabila berhasil, maka hal ini dapat merevolusi cara para ilmuwan memantau gunung berapi di seluruh dunia.Temuan penelitian ini juga memiliki implikasi yang lebih luas bagi lempeng tektonik dan pembentukan kerak.

    Axial Seamount terletak di persimpangan antara Juan de Fuca Ridge dan Cobb Hotspot, tempat pasokan magma sangat melimpah. Penelitian ini menunjukkan bagaimana magma tersebut terakumulasi, terkumpul, dan akhirnya keluar, yang berkontribusi pada pertumbuhan kerak samudra.

    Erupsi Axial Seamount yang akan datang merupakan peluang pembelajaran yang sangat besar. Erupsi 2015, yang melepaskan 156 juta meter kubik lava, memberikan data yang sangat berharga.

    Survei AUV mengungkapkan lava telah mengalir di sepanjang retakan sepanjang 19 kilometer, yang menciptakan fitur dasar laut yang baru. Temuan ini meletakkan dasar bagi peta terperinci yang sekarang digunakan untuk melacak aktivitas gunung berapi saat ini.

    Namun tetap saja, prediksi disertai dengan peringatan.

    “Selalu ada risiko bahwa gunung berapi akan mengikuti pola yang belum pernah kita lihat sebelumnya dan melakukan sesuatu yang tidak terduga,” kata Michael Poland US geological Survey.

    Tantangannya terletak pada penerjemahan pola menjadi prinsip universal yang berlaku untuk gunung berapi lain yang kurang dapat diprediksi.

    (fab/fab)

  • Megathrust Selat Sunda Meledak, Tsunami 20 Meter Ancam Wilayah RI

    Megathrust Selat Sunda Meledak, Tsunami 20 Meter Ancam Wilayah RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ancaman Megathrust di wilayah Indonesia sudah ramai dibicarakan sejak 2024 lalu. Baru-baru ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengeluarkan riset terbaru soal Megathrust di Indonesia yang bisa meledak kapan saja.

    Zona merah Megathrust yang difokuskan adalah Selat Sunda dan Pantai Selatan Jawa. Menurut peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Nuraini Rahma, hasil risetnya menunjukkan segmen Megathrust di selatan Jawa, termasuk Selat Sunda, menyimpan energi tektonik yang signifikan dan berpotensi melepaskan gempa berkekuatan magnitudo 8,7 hingga 9,1.

    Menurut simulasi yang telah dilakukan BRIN bersama tim peneliti dari berbagai institusi, jika tsunami terjadi, ketinggian gelombang diperkirakan dapat mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3-15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pesisir utara Jakarta.

    “Potensi Megathrust ini dapat memicu goncangan gempa yang besar dan tsunami, yang menjalar melalui Selat Sunda hingga ke Jakarta dengan waktu tiba sekitar 2,5 jam,” kata Rahma dalam keterangannya dikutip dari website BRIN, Minggu (5/1/2025).

    Penelitian ini juga menunjukkan bahwa fenomena serupa pernah terjadi dalam sejarah, seperti tsunami Pangandaran 2006 yang dipicu oleh marine landslide di dekat Nusa Kambangan.

    Nuraini menjelaskan rnergi yang terkunci di zona subduksi selatan Jawa terus bertambah seiring waktu. Jika dilepaskan sekaligus, goncangan akan memicu tsunami tinggi yang bisa berdampak luas, tidak hanya di selatan Jawa tetapi juga di wilayah pesisir lainnya.

    Sementara itu, untuk daerah perkotaan seperti Jakarta yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dan sedimen tanah yang rentan mengamplifikasi goncangan, upaya mitigasi gempa juga mencakup retrofitting atau penguatan struktur bangunan.

    “Retrofitting sangat penting, terutama untuk bangunan di kawasan padat penduduk, karena goncangan kuat berpotensi menyebabkan kerusakan masif dan korban jiwa,” tambahnya.

    Sedangkan untuk kawasan industri seperti Cilegon, potensi gempa juga dikhawatirkan dapat memicu kebakaran akibat kebocoran bahan bakar atau bahan kimia di pabrik-pabrik besar. Hal ini menjadi salah satu secondary hazard yang perlu diantisipasi melalui penerapan standar keamanan yang ketat.

    Rahma menambahkan, melalui penelitian paleotsunami, BRIN menemukan bahwa gempa megathrust di selatan Jawa memiliki periode ulang sekitar 400-600 tahun. Dengan kejadian terakhir diperkirakan pada 1699, energi yang tersimpan saat ini telah mencapai titik kritis.

    “Bencana seperti tsunami Aceh mengajarkan kita bahwa kesiapsiagaan dan mitigasi bencana adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa,” ia menegaskan.

    Daftar 13 Segmen Megathrust Kepung Wilayah RI

    Mengacu pada Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia tahun 2017, berikut daftar 13 segmen megathrust yang mengancam Indonesia:

    1. Megathrust Mentawai-Pagai dengan potensi gempa M8,9

    2. Megathrust Enggano dengan potensi gempa M8,4

    3. Megathrust Selat Sunda dengan potensi gempa M8,7

    4. Megathrust Jawa Barat-Jawa Tengah dengan potensi gempa M8,7

    5. Megathrust Jawa Timur dengan potensi gempa M8,7

    6. Megathrust Sumba dengan potensi gempa M8,5

    7. Megathrust Aceh-Andaman dengan potensi gempa M9,2

    8. Megathrust Nias-Simelue denga potensi gempa M8,7

    9. Megathrust Batu dengan potensi gempa M7,8

    10. Megathrust Mentawai-Siberut dengan potensi gempa M8,9

    11. Megathrust Sulawesi Utara dengan potensi gempa M8,5

    12. Megathrust Filipina dengan potensi gempa M8,2

    13. Megathrust Papua dengan potensi gempa M8,7.

    (fab/fab)

  • Teka Teki Megatsunami 200 Meter Hajar Greenland

    Teka Teki Megatsunami 200 Meter Hajar Greenland

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pada September 2023, megatsunami setinggi 200 meter terjadi di Greenland. Namun baru setahun kemudian fenomena akibat tanah longsor itu ketahuan oleh publik.

    Longsor itu terjadi setelah 25 juta meter kubik batu dan es jatuh dari lereng sepanjang 600-900 meter. Berdasarkan citra satelit terungkap empat longsor bari bersama dengan longsoran lainnya.

    Ini juga yang membuat para ilmuwan kebingungan. Hanya sedikit informasi yang bisa mereka dapatkan dari megatsunami tersebut.

    “Saat kami mulai petualangan ilmiah, semua orang bingung dan tidak ada seorangpun yang paham,” ujar Kristian Svennevig dari Survei Geologi Denmark dan Greenland, dikutip dari IFL Science, Sabtu (4/1/2025).

    Dia mengatakan pihaknya hanya mengetahui megatsunami terjadi karena longsor. Ini diketahui melalui beberapa upaya para ilmuwan.

    “Kami hanya tahu kaitannya dengan tanah longsor. Kami berhasil memecahkan teka-teki ini lewat upaya interdisipliner dan internasional yang besar,” jelasnya.

    Dalam makalah oleh tim Svennevig disebut megatsunami itu terjadi selama seminggu dan tegak lurus dengan arah tsunami awal. Mereka juga menemukan kemungkinan asal usul penyebab mega tsunami.

    Longsor dikatakan oleh tim peneliti karena adanya perubahan iklim. Terdapat perbedaan suhu ekstrem pada musim panas dan dingin membuat longsor terjadi pada musim semi.

    Sejumlah hal menyebabkan longsor, misalnya lapisan es yang mencair, kurangnya penopang es dan perubahan pola presipitasi.

    (fsd/fsd)

  • Video: Picu Tsunami, Gempa Megathrust Ancam Jakarta – Selatan Jawa

    Video: Picu Tsunami, Gempa Megathrust Ancam Jakarta – Selatan Jawa

    Jakarta, CNBC Indonesia- Gempa Megathrust menjadi ancaman nyata di Indonesia Indonesia mengingat letak geografis Indonesia masuk dalam 2 zona megathrust yakni segmen Megathrust Mentawai-Siberut dan Megathrust Selat Sunda.

    Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memberikan peringatan terhadap ancaman gempa Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut karena yang memberikan efek dahsyat seperti guncangan hingga tsunami dengan skala serupa di Aceh pada tahun 2004

    Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) juga mengungkapkan adanya potensi bencana dalam bentuk gempa megathrust dapat memicu tsunami dengan skala serupa di Aceh.

    Dimana segmen megathrust di selatan Jawa, termasuk Selat Sunda dan Jakarta menyimpan energi tektonik yang signifikan dan berpotensi melepaskan gempa berkekuatan magnitudo 8,7 hingga 9,1.

    Mengantisipasi ancaman bencana maka diperlukan mitigasi melalui pendekatan struktural dan non-struktural meliputi pembangunan tanggul penahan tsunami serta penataan ruang di kawasan pesisir hingga meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat melalui edukasi mitigasi bencana.

  • Megathrust Selat Sunda Meledak, Kawasan Industri Cilegon Kena Warning

    Megathrust Selat Sunda Meledak, Kawasan Industri Cilegon Kena Warning

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) baru-baru ini mengeluarkan riset terbaru soal Megathrust di Indonesia yang bisa meledak kapan saja. Zona merah Megathrust yang disorot BRIN adalah Selat Sunda dan Pantai Selatan Jawa.

    Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN Nuraini Rahma Hanifa menyebutkan bahwa berdasarkan hasil risetnya, segmen megathrust di selatan Jawa, termasuk Selat Sunda, menyimpan energi tektonik yang signifikan dan berpotensi melepaskan gempa berkekuatan magnitudo 8,7 hingga 9,1.

    “Potensi megathrust ini dapat memicu goncangan gempa yang besar dan tsunami, yang menjalar melalui Selat Sunda hingga ke Jakarta dengan waktu tiba sekitar 2,5 jam,” ungkap Rahma dalam keterangannya dikutip dari website BRIN, Sabtu (4/1/2025).

    Menurut simulasi yang telah dilakukan BRIN bersama tim peneliti dari berbagai institusi, jika tsunami terjadi, ketinggian gelombang diperkirakan dapat mencapai 20 meter di pesisir selatan Jawa, 3-15 meter di Selat Sunda, dan sekitar 1,8 meter di pesisir utara Jakarta. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa fenomena serupa pernah terjadi dalam sejarah, seperti tsunami Pangandaran 2006 yang dipicu oleh marine landslide di dekat Nusa Kambangan.

    “Energi yang terkunci di zona subduksi selatan Jawa terus bertambah seiring waktu. Jika dilepaskan sekaligus, goncangan akan memicu tsunami tinggi yang bisa berdampak luas, tidak hanya di selatan Jawa tetapi juga di wilayah pesisir lainnya,” tambahnya.

    Foto: Ilustrasi Selat Sunda. (Dok. BMKG)
    Ilustrasi Selat Sunda. (Dok. BMKG)

    Sedangkan untuk daerah perkotaan seperti Jakarta, yang memiliki kepadatan penduduk tinggi dan sedimen tanah yang rentan mengamplifikasi goncangan, upaya mitigasi gempa juga mencakup retrofitting atau penguatan struktur bangunan.

    “Retrofitting sangat penting, terutama untuk bangunan di kawasan padat penduduk, karena goncangan kuat berpotensi menyebabkan kerusakan masif dan korban jiwa,” tambahnya.

    Sedangkan untuk kawasan industri seperti Cilegon, potensi gempa juga dikhawatirkan dapat memicu kebakaran akibat kebocoran bahan bakar atau bahan kimia di pabrik-pabrik besar. Hal ini menjadi salah satu secondary hazard yang perlu diantisipasi melalui penerapan standar keamanan yang ketat.

    Rahma menambahkan, melalui penelitian paleotsunami, BRIN menemukan bahwa gempa megathrust di selatan Jawa memiliki periode ulang sekitar 400-600 tahun. Dengan kejadian terakhir diperkirakan pada 1699, energi yang tersimpan saat ini telah mencapai titik kritis.

    “Bencana seperti tsunami Aceh mengajarkan kita bahwa kesiapsiagaan dan mitigasi bencana adalah kunci untuk menyelamatkan nyawa,” tegas dia.

    (wur/wur)