Batu Purba Berusia 2 Miliar Tahun dari Antartika Dihibahkan ke UGM, Simak Ekspedisi Peneliti UGM di Antartika
Tim Redaksi
YOGYAKARTA, KOMPAS.com
– Sebuah batu berwarna hitam dalam kotak transparan diserahkan oleh Nugroho Imam Setiawan kepada Rektor Universitas Gadjah Mada (
UGM
), Prof. Ova Emilia.
Sekilas, batu tersebut tampak biasa, namun sebenarnya batu ini sangat spesial bagi ilmu pengetahuan.
Batu tersebut berusia kurang lebih 2 miliar tahun dan berasal dari Antartika.
Selain menyerahkan sampel batuan kepada pihak UGM, Nugroho juga menyumbangkan sampel serupa ke Museum Geologi dan Teknik Geologi UGM sebagai media pembelajaran.
“Saya membawa sampel batuan metamorf dan saya hibahkan ke Museum Geologi. Jadi, civitas akademika dan masyarakat Indonesia sudah bisa belajar serta melihat langsung batuan dari Antartika. Sampel tersebut sudah saya sumbangkan ke sana,” ujar Nugroho Imam Setiawan saat ditemui
Kompas.com
di UGM, Senin (3/2/2025).
Nugroho Imam Setiawan adalah dosen Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM).
Lahir pada tahun 1982, ia menjadi salah satu peneliti Indonesia yang mendapatkan kesempatan melakukan penelitian langsung di Antartika.
“Waktu itu umur saya 34 tahun. Saya sudah menyelesaikan S3 dan sudah menjadi dosen UGM, tetapi masih dalam tahap awal karier,” tuturnya.
Kesempatan menginjakan kaki dan meneliti langsung di Antartika masih sangat langka bagi peneliti dari Indonesia.
Nugroho awalnya tidak pernah menyangka bahwa ia akan mendapatkan kesempatan meneliti di daerah yang sebagian besar wilayahnya diselimuti salju.
Pada tahun 2010, ia melanjutkan studi S3 di Jepang. Saat itu, ia berinisiatif melamar untuk bisa ikut dalam penelitian di Antartika. Jepang memang secara rutin mengadakan ekspedisi ke Antartika melalui Japan Antarctic Research Expedition (JARE), yang juga mengajak peneliti dari Asia.
Namun, harapan Nugroho pupus karena bencana tsunami melanda Jepang pada 2011.
“Saya melamar, tetapi kemudian dibatalkan karena Jepang pada waktu itu mengalami tsunami. Sehingga dananya digunakan untuk pemulihan (recovery),” ujarnya.
Setelah gagal berangkat, Nugroho kembali fokus menyelesaikan S3 dan akhirnya lulus pada tahun 2013.
Di luar dugaan, pada tahun 2015, Nugroho dihubungi kembali oleh JARE yang menanyakan apakah ia masih tertarik untuk bergabung dalam ekspedisi ke Antartika.
“Ternyata lamaran saya masih tersimpan di sana, dan saya dihubungi lagi tahun 2015. Mereka menawari saya untuk ikut ekspedisi ke Antartika. Saya langsung menyatakan berminat,” tuturnya.
Sebelum berangkat, Nugroho harus menjalani serangkaian seleksi untuk memastikan ia siap menghadapi kondisi ekstrem di Antartika.
Seleksi yang harus dilewati meliputi administrasi, pemeriksaan kesehatan, serta latihan fisik.
“Saya mengikuti rangkaian seleksi, mulai dari administrasi hingga tes fisik,” ucapnya.
Setelah dinyatakan lolos, ia masih harus mengikuti pelatihan selama satu pekan di salah satu pegunungan di Jepang, yang suhunya mendekati kondisi di Antartika.
“Suhunya kurang lebih sama. Saat saya latihan di sana, suhunya mencapai minus 20 derajat Celsius,” katanya.
Dalam pelatihan ini, ia belajar bertahan hidup di kondisi ekstrem, seperti mendirikan tenda, memasak di dalam tenda, serta menggunakan berbagai peralatan di daerah bersalju.
Selain itu, ia juga mendapatkan pelatihan khusus tentang cara buang air di daratan Antartika, di mana feses manusia harus dibawa kembali ke kapal dan dibakar.
Suhu ekstrem di Antartika tidak memungkinkan bakteri pengurai berkembang.
“Kami dilatih berjalan di salju, bermain ski, serta melakukan flying camp di dalam tenda. Termasuk bagaimana cara memasak di kondisi dingin,” ucapnya.
Pada November 2016, Nugroho akhirnya memulai ekspedisi ke Antartika, bergabung dalam tim geologi yang terdiri dari delapan orang.
“Ada tiga perwakilan dari negara Asia yang belum tergabung dalam Traktat Antartika. Saat itu, saya dari Indonesia, kemudian ada dari Mongolia dan Vietnam. Selebihnya adalah orang Jepang,” ucapnya.
Perjalanan menuju Antartika dimulai dari Australia, lalu tim menaiki kapal ekspedisi menuju Antartika.
“Setelah sampai di tepian benua Antartika, kami dijemput dengan helikopter dan didrop di lokasi penelitian,” ungkapnya.
Penelitian berlangsung selama empat bulan, dari November 2016 hingga Maret 2017. Tim berpindah-pindah lokasi setiap satu hingga dua minggu dan tidur di dalam tenda satu orang per tenda.
“Kami melakukan flying camp. Jadi, kami tinggal di dalam tenda, satu orang satu tenda. Setelah sekitar seminggu atau sepuluh hari, kami dijemput dan dipindah ke lokasi lain,” tuturnya.
Total ada delapan lokasi penelitian yang dikunjungi, yaitu Akebono, Akarui, Tenmodai, Skallevikhalsen, Rundvageshtta, Langdove, West Ogul, dan Mt. Riiser Larsen.
Selama ekspedisi, Nugroho dan tim mengambil sampel batuan metamorf untuk meneliti evolusi benua Antartika.
“Kami mengambil sampel batuan metamorf dengan menggunakan palu geologi, lalu menyimpannya dalam kantong sampel,” ujarnya.
Menurut Nugroho, batuan di Antartika berusia sekitar 2,5 miliar hingga 500 juta tahun.
“Batuan di sana masih sangat segar dan tidak mengalami pelapukan seperti di daerah tropis, sehingga menyimpan informasi geologi yang sangat primer,” ungkapnya.
Saat ini, penelitian terhadap sampel batuan tersebut masih terus dilakukan dan telah dipublikasikan dalam tujuh jurnal internasional.
Nugroho menilai bahwa Indonesia perlu mulai melakukan studi ke Antartika, meskipun tantangannya cukup besar, terutama dari segi biaya.
“Saya pikir, Indonesia sebagai negara besar perlu melakukan penelitian di Antartika,” katanya.
Beberapa negara tetangga, seperti Malaysia dan Papua Nugini, telah bergabung dengan Traktat Antartika. Nugroho berharap Indonesia juga dapat segera melakukan penelitian sendiri di sana.
“Sumber daya manusia Indonesia sudah mampu melakukan penelitian di Antartika, walaupun saat ini masih harus bergabung dengan ekspedisi negara lain,” pungkasnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: Tsunami
-
/data/photo/2025/02/08/67a6ff5e46ac0.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Batu Purba Berusia 2 Miliar Tahun dari Antartika Dihibahkan ke UGM, Simak Ekspedisi Peneliti UGM di Antartika Regional 8 Februari 2025
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/3363924/original/091183400_1612015994-71877103_2387370741502285_6067320201511974485_n.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Rekomendasi Destinasi Wisata Alam di Aceh
Liputan6.com, Aceh – Aceh berada di bagian paling barat Pulau Sumatra. Tak heran jika wilayah ini memiliki kekayaan destinasi wisata alam dengan pemandangan memukau.
Mulai dari spot foto instagramable, wisata alam sekaligus wisata sejarah, pemandangan eksotis lainnya bisa menjadi pilihan. Mengutip dari eventdaerah.kemenparekraf.go.id, berikut rekomendasi destinasi wisata alam Aceh:
1. Taman Sari Gunongan (Taman Putroe Phang)
Bagi yang ingin berwisata sambil belajar sejarah bisa datang ke Taman Sari Gunongan atau Taman Putroe Phang. Destinasi wisata ini berlokasi di pusat Kota Banda Aceh, tepatnya di Desa Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Aceh.
Konon, Taman Sari Gunongan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada 1607 hingga 1636 M. Sekilas, Gunongan terlihat menyerupai bunga dengan tiga lapisan.
Pada salah satu sisinya, terdapat pintu masuk yang menuju ke lapis ketiga. Bentuknya berupa sebuah tiang batu berbentuk mutiara bermahkota di bagian tengahnya.
Menurut masyarakat sekitar, bangunan ini digambarkan sebagai bukti cinta Sultan Iskandar Muda kepada permaisurinya, Putroe Phang. Alasannya, agar sang permaisuri tidak merasa bosan dan sedih saat meninggalkan kampung halamannya di Kerajaan Pahang.
Ketika bangunan Gunongan selesai dibuat, sang permaisuri pun merasa sangat bahagia. Ia banyak menghabiskan waktu bersama dayang-dayangnya di sekitar Gunongan.
2. Museum Tsunami Aceh
Museum Tsunami Aceh terletak di Jalan Sultan Iskandar Muda No 3, Gampongan Sukaramai, Kecamatan Baiturrahman, Aceh. Tak hanya menawarkan pemandangan alam yang indah, destinasi wisata ini juga mengajak wisatawan untuk mengenang peristiwa besar yang merenggut banyak nyawa, yakni tsunami pada 2004.
Seperti diketahui, peristiwa gempa dan tsunami Aceh maha dahsyat terjadi pada 26 Desember 2004. Setelah peristiwa tersebut, masyarakat Aceh perlahan mulai bangkit.
Kawasan perumahan, tempat ibadah, pasar, dan beberapa infrastruktur lainnya kembali diperbaiki. Selain itu, juga dibangun sebuah museum untuk mengenang bencana dahsyat tersebut sekaligus sebagai penghormatan kepada para korban.
Museum ini didirikan atas inisiatif dari sejumlah lembaga, antara lain Pemerintah Propinsi NAD, Pemerintah Kota Banda Aceh, Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias, Kementerian ESDM, serta Ikatan Arsitek Indonesia. Bangunannya dirancang oleh Ridwan Kamil.
Museum Tsunami Aceh juga hadir sebagai sarana edukasi dan tempat evakuasi jika nantinya terjadi tsunami lagi. Bangunan yang resmi dibuka untuk umum pada 8 mei 2011 ini memiliki 1.300 koleksi yang tersebar di tiga titik, yaitu rumah Aceh, pameran temporer, dan ruang pameran tetap.
Pengunjung seolah bisa merasakan pengalaman saat gelombang tsunami menghacurkan Aceh, baik melalui diorama, artefak, maupun gambar. Pengunjung juga bisa belajar seputar tindakan yang harus diambil saat terjadi gempa tsunami melalui buku dan alat peraga.
-

Tanda Kiamat Mendekat, Pakar Warning Bumi Ditabrak Asteroid
Jakarta, CNBC Indonesia – Bumi diprediksi ditabrak asteroid di masa depan. Menurut sebuah penelitian, tabrakan itu bisa memiliki dampak kerusakan yang masif bagi Bumi.
Asteroid itu bernama Bennu dengan diameter 500 meter. Penelitian dari Pusan National University Korea Selatan memperkirakan peluangnya menabrak Bumi 1:2.700 pada September 2182 atau berpeluang 0,037%.
Para peneliti menggunakan model iklim dan bantuan superkomputer Aleph dari ICCP atau IBS Center for Climate Physics di kampus tersebut untuk membuat perkiraan.
Dampak tabrakan disebutkan bisa jauh lebih besar dari asteroid yang pernah menghantam Bumi dan memusnahkan dinosaurus berukuran 10 kilometer.
Dampak tabrakan itu bisa menyebabkan musim dingin secara global. Selain itu juga dapat mengurangi curah hujan dan membuat planet lebih dingin dari biasanya, dampak ini bisa berlangsung bertahun-tahun.
Berdasarkan model yang dibuat, hantaman Bennu bisa membuat kawah dan menyebabkan material terlempar ke udara. Gelombang kejut dan gempa bumi besar juga terjadi saat asteroid menabrak permukaan Bumi.
Sejumlah besar aerosol dan gas dari hantaman itu akan naik ke atmosfer. Pada akhirnya akan mengubah iklim Bumi.
Skenario lain saat Bennu mendarat di lautan, maka akan ada tsunami besar. Uap air akan menyembur ke udara. Berdasarkan penelitian, ozon akan menipis karena kejadian ini.
Peneliti dari ICPP dan penulis utama Lan Dai menjelaskan skenario terburuk adalah 400 juta ton debu akan berada di atmosfer. Ini membuat suhu menjadi dingin serta sinar matahari dan hujan berkurang.
“Hasilnya menunjukkan partikel debu pada atmosfer hingga 2 tahun menyebabkan ‘musim dingin’ karena benturan selama lebih dari 4 tahun setelah hantaman,” jelasnya, dikutip dari CNN Internasional, Jumat (7/2/2025).
“Musim dingin karena hantaman itu memberikan kondisi yang tidak menguntungkan untuk tanaman bertumbuh, fotosintesis menurun sebesar 20-30% pada awalnya dan membuat gangguan besar ketahanan pangan secara global,” kata dia menambahkan.
(fab/fab)
-

Bumi Terancam Asteroid Bennu, Dampaknya Seperti Kiamat
Jakarta –
Asteroid Bennu termasuk dekat jaraknya dengan Bumi. Dalam penelitian terbaru, jika di masa depan Bennu benar-benar menabrak Bumi, ia akan menyebabkan kerusakan global yang cukup besar meski ukuran Bennu lebih kecil dari asteroid yang memusnahkan dinosaurus.
Astronom mengestimasi Bennu punya 1 banding 2.700 peluang menabrak Bumi pada September tahun 2182, atau 0,037%. Asteroid yang menurut NASA punya kandungan pembentuk kehidupan itu diamaternya sekitar 500 meter. Sebagai perbandingan, asteroid yang memusnahkan dinosaurus diameternya 10 kilometer.
Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Science Advances, asteroid medium sejenis Bennu tabrakan dengan Bumi sekitar 100 ribu sampai 200 ribu tahun sekali. Salah satu dampaknya mungkin musim dingin global yang berlangsung bertahun-tahun. Bisa jadi manusia purba dulu pernah mengalami kondisi serupa saat tabrakan asteroid.
“Nenek moyang kita mungkin mengalami peristiwa itu dengan imbas potensial pada evolusi manusia dan bahkan genetik kita,” cetus Dr Lan Dai, salah satu periset dari Pusan National University, Korea Selatan.
Periset menggelar beberapa skenario berbeda dengan bantuan komputer super. Awalnya, tabrakan akan menciptakan kawah besar dan memicu material menyebar ke udara. Di saat yang sama, juga terjadi gempa Bumi. Kuantitas besar aerosol dan gas bisa melayang ke atmosfer dan mengubah iklim Bumi.
Jika Bennu menghantam lautan, akan memicu tsunami besar dan melontarkan sejumlah besar uap air ke udara. Peristiwa ini dapat menyebabkan penipisan ozon global di atmosfer atas yang dapat berlangsung bertahun-tahun.
“Aerosol yang aktif terhadap iklim, termasuk debu, jelaga, dan sulfur, dapat menyebabkan pendinginan selama beberapa tahun setelah hantaman,” kata Dai yang dikutip detikINET dari CNN.
Skenario paling intens di mana 400 juta ton debu berputar-putar di atmosfer Bumi, akan menyebabkan musim dingin global, berkurangnya sinar Matahari dan penurunan curah hujan.
Partikel debu yang melayang tinggi ke udara akan menyerap dan menyebarkan sinar Matahari, mencegahnya mencapai permukaan Bumi. Kurangnya sinar Matahari memicu suhu global turun dengan cepat hingga 4 derajat Celsius. Saat suhu global anjlok, curah hujan bisa turun hingga 15% karena lebih sedikit penguapan terjadi di tanah.
Musim dingin itu bisa berlangsung lebih dari 4 tahun setelah tabrakan.”Musim dingin mendadak akan membuat kondisi iklim yang tidak menguntungkan bagi tanaman untuk tumbuh, menyebabkan pengurangan awal fotosintesis sebesar 20-30% di ekosistem darat dan laut. Ini kemungkinan menyebabkan gangguan besar dalam ketahanan pangan global,” cetus Dai.
(fyk/rns)
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2300943/original/068585900_1533285729-WhatsApp_Image_2018-08-03_at_3.10.31_PM.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Jayapura Diguncang 2 Kali Gempa Magnitudo di Atas 5
Liputan6.com, Jakarta – Gempa Magnitudo 5,5 mengguncang Jayapura Papua, Jumat dini hari (7/2/2025), pukul 00.90.50 WIB. Badan Meterologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, lokasi gempa Jayapura ini berada pada koordinat 2,52 LS-141,95 BT, dengan episenter gempa berada di laut 142 km timur laut Jayapura.
“Kedalaman gempa 10 km,” tulis BMKG.
BMKG menyebutkan gempa tidak berpotensi tsunami. Getaran gempa dirasakan di Kota Jayapura pada skala (MMI) II.
Sebelumnya gempa juga mengguncang wilayah yang sama pada Kamis malam (6/2/2025), pukul 23.24.53 WIB. Dengan lokasi gempa berada di 2,57 LS-141,90 BT, pusat gempa berada di laut 136 km timur laut Jayapura, dengan kedalaman 10 km.
Belum ada laporan kerusakan akibat dua gempa itu, namun warga diimbau tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya gempa susulan.
-

Ngeri! Ini yang akan Terjadi pada Bumi Jika Dihantam Asteroid Bennu 157 Tahun Lagi, Kiamat?
Bisnis.com, JAKARTA – Para ilmuwan telah mengungkap apa yang sebenarnya akan terjadi pada planet bumi jika sebuah asteroid seukuran One World Trade Center menabraknya seperti halnya asetroid bennu.
Temuan tersebut dimodelkan pada asteroid dekat Bumi Bennu, yang oleh NASA dianggap sebagai asteroid yang paling berisiko bagi planet kita dalam hal kedekatan dan dampaknya. Asteroid tersebut berdiameter 0,31 mil (0,5 kilometer) dan beratnya diperkirakan 74 juta ton (67 juta metrik ton).
“Dampak langsung dari dampak asteroid seukuran Bennu akan menyebabkan kerusakan yang dahsyat di sekitar lokasi dampak,” kata Axel Timmermann, salah satu penulis studi dan direktur di Institute of Basic Science Center for Climate Physics di Pusan National University di Korea Selatan, dilansir dari Live Science.
“Namun, sejumlah besar ejekta dari dampak tersebut akan memiliki dampak jangka panjang yang lebih besar pada iklim Bumi dan dapat memengaruhi masyarakat manusia di seluruh dunia.” paparnya.
Bennu secara signifikan lebih kecil daripada raksasa selebar 6 mil (10 km) yang menciptakan kawah Chixulub dan memusnahkan dinosaurus sekitar 66 juta tahun yang lalu. Namun, bahkan asteroid seukuran Bennu dapat secara drastis mengurangi produksi pangan global dan menyebabkan perubahan iklim di seluruh dunia, kata para peneliti dalam penelitian tersebut, yang diterbitkan Rabu (5 Februari) di jurnal Science Advances.
Menjelang tumbukan, konsekuensi langsungnya akan sangat menghancurkan.
“Asteroid itu akan segera menghasilkan gelombang kejut yang kuat, radiasi termal, tsunami, gempa bumi, kawah, dan ejekta di sekitar lokasi tumbukan,” kata Timmerman. Namun, efek jangka panjang dari tumbukan ini akan bersifat global.
“Kami terutama berfokus pada efek iklim dan ekologi dari beberapa ratus juta ton debu ke atmosfer atas dari tumbukan awal,” kata Timmerman.
Dengan menggunakan model komputer super, para peneliti menunjukkan bahwa awan debu sebesar itu dapat mendinginkan suhu global hingga 7,2 derajat Fahrenheit (4 derajat Celsius) dan mengurangi curah hujan global sekitar 15%.
“Peredupan matahari karena debu akan menyebabkan ‘musim dingin tumbukan’ global yang tiba-tiba yang ditandai dengan berkurangnya sinar matahari, suhu dingin, dan berkurangnya curah hujan di permukaan,” kata Timmerman.
Ini akan memperlambat pertumbuhan tanaman di daratan dan fotosintesis di lautan.
Secara keseluruhan, model tersebut memperkirakan hingga 30% pengurangan fotosintesis tanaman global serta 15% pengurangan curah hujan global, yang mengancam ketahanan pangan global.
Para penulis menambahkan bahwa perubahan pola cuaca ini dapat berlangsung selama lebih dari empat tahun setelah dampak awal. Gumpalan debu juga akan menipiskan lapisan ozon.
“Penipisan ozon yang parah terjadi di stratosfer karena pemanasan stratosfer yang kuat yang disebabkan oleh penyerapan partikel debu oleh matahari,” kata Timmerman.
Namun, tidak semua organisme akan menderita. Jika dampak tersebut menghasilkan debu yang sangat kaya zat besi, jenis alga laut tertentu dapat berkembang biak, model tersebut menunjukkan.
Para peneliti mengatakan bahwa alga ini dapat menawarkan alternatif untuk produksi pangan di darat, tetapi alga tersebut juga dapat merusak ekosistem laut.
Seberapa besar kemungkinan Bennu akan menabrak Bumi?
Meskipun penting untuk mempertimbangkan risiko ini, peluang Bennu untuk menabrak Bumi pada tahun 2182 hanya 1 berbanding 2.700, kata Timmerman. Meski begitu, para ilmuwan NASA mempelajari sebanyak mungkin tentang batuan angkasa tersebut, yang diyakini telah terlepas dari asteroid yang lebih besar antara 700 juta hingga 2 miliar tahun yang lalu. Pada tahun 2016, para ilmuwan NASA mengirim wahana antariksa OSIRIS-REx ke asteroid tersebut untuk mengumpulkan sampel dari permukaannya. Sampel tersebut dibawa ke Bumi pada tahun 2023, dan hasil pertama analisis mereka terungkap minggu lalu.
Sampel dari Bennu mengandung kelima “huruf” yang membentuk kode genetik kehidupan — DNA dan RNA — di samping mineral yang kaya akan karbon, sulfur, fosfor, fluor, dan natrium — blok penyusun dasar kehidupan. Pandora adalah editor berita yang sedang tren di Live Science. Ia juga seorang presenter sains dan sebelumnya bekerja sebagai Reporter Sains dan Kesehatan Senior di Newsweek. Pandora memegang gelar Ilmu Biologi dari Universitas Oxford, di mana ia mengkhususkan diri dalam biokimia dan biologi molekuler.
-

Panik di Santorini, Mungkinkah Terjadi Gempa Bumi Besar?
Jakarta –
Ratusan gempa bumi kecil telah mengguncang pulau Santorini, Yunani, dalam seminggu terakhir. Tujuan wisata populer ini memang merupakan salah satu pulau dengan jumlah gunung berapi terbanyak di negara itu.
Rangakaian gempa tersebut telah menyebabkan evakuasi jangka pendek dari pulau tersebut. Ribuan penduduk lokal dan wisatawan telah meninggalkan pulau itu di tengah spekulasi potensi letusan gunung berapi di bawah laut, atau tsunami, jika gempa bumi yang lebih kuat terjadi.
Kepala Badan Seismologi Yunani Efthimis Lekkas mengatakan kepada media hari Selasa (4/2) bahwa “terkait keanehan aktivitas seismik saat ini, sejauh ini belum ada gempa bumi yang diamati yang dapat digambarkan sebagai gempa bumi utama.”
Getaran keras telah tercatat di Cyclades, sekelompok pulau yang meliputi Santorini, Amorgos, Ios dan Anafi. Guncangan tersebut berasal dari daerah dekat pulau kecil Anydros, timur laut Santorini.
Kepulauan ini memang terletak di atas lempeng Laut Aegea, bagian dari lempeng tektonik Eurasia yang lebih besar, yang bergerak menjauh dari lempeng Afrika di dekatnya. Interaksi antara dua lempeng tektonik itu menjadikan kawasan ini salah satu bagian Eropa yang paling aktif secara seismik. Sejak munggu lalu ratusan gempa bumi telah tercatat. Banyak di antaranya berskala kecil, dan tidak terasa orang di daratan.
Apa saja risiko rangkaian guncangan akibat gempa?
George Kaviris, direktur laboratorium seismologi di Universitas Athena, mengatakan gempa bumi tingkat rendah yang sedang berlangsung telah terjadi di wilayah tersebut selama berbulan-bulan, “sejak Juni 2024,” katanya kepada DW. Rangkaian aktivitas ini sempat berhenti, menurut Kaviris, pada tanggal 25 Januari. Lalu serangkaian gempa baru dimulai pada hari berikutnya
“Kami telah menyaksikan lebih dari 2.300 gempa bumi dan banyak di antaranya — sekarang lebih dari 45 — berkekuatan lebih dari 4, yang merupakan fenomena yang sangat jarang terjadi.”
Gempa “sedang” seperti ini dapat dirasakan oleh orang-orang di daratan dan mungkin juga menyebabkan kerusakan struktural kecil pada bangunan. Gempa bumi ini telah mendorong orang-orang meninggalkan pulau-pulau dan menuju daratan utama.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Para ilmuwan dapat mengukur getaran yang sedang berlangsung tetapi tidak memiliki cara untuk memprediksi di mana dan kapan destabilisasi lebih lanjut akan terjadi. Namun Kaviris mengatakan ada dua skenario paling mungkin terjadi. “Yang pertama adalah ini bisa jadi merupakan ‘gerombolan seismik’,” katanya.
Yang dia maksud adalah peristiwa seismik yang berkelompok — kumpulan getaran yang terjadi terus-menerus yang dapat dirasakan oleh masyarakat, namun tidak terlalu merusak bangunan dan infrastruktur. “[Skenario] ini optimis dan merupakan skenario yang kita harapkan.”
Yang kedua adalah gempa bumi yang lebih besar, berkekuatan lebih dari 5 skala Richter, yang membawa serta risiko dampak kerusakan yang lebih besar.
Mungkinkah ada tsunami setelah letusan gunung berapi?
Kaviris mengatakan aktivitas yang terjadi di Laut Aegea bersifat tektonik dan tidak mungkin mengarah pada aktivitas vulkanik. Jadi risiko tsunami rendah jika terjadi gempa bumi besar. Meskipun tsunami bisa saja terjadi, seperti pada gempa bumi tahun 1956.
Karena itu, Kaviris memberi saran kepada warga di wilayah tersebut agar mencari dataran tinggi selama gempa terjadi saat ini. “Mereka harus meninggalkan pantai dan pergi ke tempat yang lebih tinggi,” katanya.
Tanah longsor dan runtuhan batu telah dilaporkan di beberapa bagian kepulauan. Hal ini juga menimbulkan risiko keselamatan. “Dalam dua hari terakhir ketika aktivitas seismik meningkat disertai gempa bumi kuat di daerah tersebut, kami melihat tanah longsor di beberapa tempat di Santorini,” kata seismolog struktural Basil Margaris dari Institut Teknik Seismologi dan Teknik Gempa Bumi Yunani kepada DW.
Meskipun bangunan-bangunan baru di seluruh kepulauan Yunani memiliki aturan-aturan ketat yang harus dipenuhi, beberapa bangunan lama mungkin rentan terhadap gempa bumi yang lebih kuat.
“Orang-orang di Santorini lebih suka tinggal di pinggiran, tempat yang memiliki pemandangan indah, tetapi di sisi lain, area ini sangat berbahaya,” kata Basil Margaris. “Dalam beberapa kasus, kami telah memberikan beberapa peringatan kepada otoritas setempat agar lebih berhati-hati terhadap situs-situs tertentu.”
Diadaptasi dari artikel DW bahasa Inggris.
(ita/ita)
Hoegeng Awards 2025
Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu
-

Getaran Gempa M 6.0 Maluku Utara Rasakan Kekuatan Hebat di Manado, Pegawai Pemerintah Panik – Halaman all
TRIBUNNEWS.COM, MANADO – Pada Rabu (5/2/2025) terjadi gempa magnitudo 6.0 mengguncang wilayah Maluku Utara.
Gempa terjadi pada Rabu sekitar pukul 11:12:31 WITA.
Pusat gempa berada di laut, 61 km barat laut Halmahera Barat, dengan kedalaman 87 km.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan gempa ini tak berpotensi menimbulkan tsunami, namun warga di sekitar Maluku Utara diminta tetap waspada terhadap kemungkinan gempa susulan.
Getaran Kuat Terasa Hingga Manado
Guncangan yang terjadi sangat kuat dirasakan hingga ke Kota Manado, Sulawesi Utara.
Sejumlah warga, termasuk karyawan kantor pemerintahan, melaporkan kejadian tersebut.
Salah satunya, Gryfid Talumendun, seorang warga Manado, menggambarkan getaran gempa yang sangat kuat.
“Weh, bagoyang sekali (wih, bergetar sekali guncangannya),” ujar Gryfid.
Sementara itu, di kantor DPRD Manado, para pegawai yang sedang bekerja langsung berhamburan keluar menyelamatkan diri.
Salah satu pegawai yang enggan disebutkan namanya, mengatakan, “Sangat kuat sekali tanah goyang, saya dengan teman langsung lari keluar,” kata dia.
Meskipun durasi gempa hanya sebentar, intensitas getarannya membuat banyak orang panik dan khawatir bangunan akan runtuh.
Kekhawatiran Warga Terhadap Gempa Susulan
Gempa bumi yang terjadi di perairan Halmahera Barat ini tidak hanya membuat warga terkejut, tetapi juga menambah kekhawatiran akan kemungkinan gempa susulan.
BMKG memberikan saran untuk tetap waspada, mengingat potensi terjadinya getaran lanjutan yang bisa saja lebih kuat.
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5121460/original/021579100_1738726263-WhatsApp_Image_2025-02-04_at_05.17.29.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Gempa Magnitudo 6,2 Guncang Halmahera Barat Maluku Utara
Liputan6.com, Jakarta – Gempa Magnitudo 6,2 mengguncang wilayah Halmahera Barat Maluku Utara, Rabu (5/2/2025), pukul 10.12.32 WIB. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKg) menyebutkan, lokasi gempa Halmahera Barat ini berada pada koordinat 1.62LU, 127.10BT, dengan episenter gempa berada di laut 62 km barat laut Halmahera Barat Malut.
“Kedalaman gempa 81 km,” tulis BMKG.
BMKG juga menyebutkan gempa tidak berpotensi tsunami.
Belum ada laporan kerusakan akibat gempa, namun warga diimbau tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya gempa susulan.
