Topik: Tsunami

  • Siaga Hidrometeorologi, BPBD Pamekasan Catat 19 Bencana Alam Terjadi Selama Awal Desember 2025

    Siaga Hidrometeorologi, BPBD Pamekasan Catat 19 Bencana Alam Terjadi Selama Awal Desember 2025

    Pamekasan (beritajatim.com) – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pamekasan mencatat terjadinya 19 peristiwa bencana alam hanya dalam kurun waktu 18 hari, terhitung sejak 1 hingga 18 Desember 2025. Lonjakan intensitas kejadian ini terpantau sejak didirikannya Pos Terpadu Darurat Bencana Hidrometeorologi awal bulan ini.

    Data tersebut dirilis resmi oleh Pusat Pengendalian Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) BPBD Pamekasan. Cuaca ekstrem menjadi jenis bencana yang paling mendominasi wilayah Pamekasan dalam periode singkat tersebut.

    Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana BPBD Pamekasan, Akhmad Dhofir Rosidi, mengonfirmasi data tersebut saat ditemui di lokasi posko utama.

    “Sejak awal didirikan pos terpadu Hidrometeorologi yang terpusat di area Arek Lancor, sejak awal Desember 2025. Tercatat ada 19 peristiwa bencana alam kejadian di Pamekasan,” kata Akhmad Dhofir Rosidi, Jumat (19/12/2025).

    Dhofir merinci, dari total kejadian yang ada, terdapat empat jenis bencana spesifik yang telah melanda Bumi Gerbang Salam.

    “Dari 19 peristiwa bencana yang terjadi sejak awal Desember 2025, meliputi 10 cuaca ekstrem, 7 peristiwa tanah longsor, 1 kebakaran gedung, serta 1 kejadian banjir di Kecamatan Waru,” ungkapnya.

    BPBD Pamekasan sendiri telah memetakan 12 jenis potensi bencana yang rawan terjadi di wilayahnya. Selain empat jenis yang sudah terjadi, Dhofir memperingatkan masyarakat mengenai ancaman bencana lain yang kerap muncul beriringan dengan puncak musim penghujan.

    “Selain dari empat peristiwa bencana alam tersebut, juga terdapat beberapa jenis bencana alam yang berpotensi terjadi khususnya pada musim penghujan. Di antaranya bencana gelombang pasang dan abrasi, kebakaran hutan dan lahan, gempa bumi, tsunami, epidemi dan wabah penyakit, dan lainnya,” jelasnya.

    Menghadapi situasi ini, otoritas kebencanaan meminta masyarakat meningkatkan kewaspadaan. Warga diimbau untuk proaktif memberikan informasi cepat jika melihat tanda-tanda bahaya di lingkungannya.

    “Segera hubungi pihak terkait jika ada beberapa kejadian yang berpotensi terhadap bencana, baik di tingkat desa, kecamatan atau melalui pos terpadu,” imbaunya.

    Sebagai perbandingan data tahunan, sepanjang tahun 2024 lalu BPBD Pamekasan mencatat total 476 kejadian bencana alam. Angka tersebut didominasi oleh kekeringan sebanyak 269 kasus, diikuti cuaca ekstrem (103), kebakaran hutan dan lahan (31), kebakaran gedung (28), tanah longsor (23), banjir (20), gempa bumi (1), dan gagal teknologi (1). [pin/beq]

  • UGM Bentuk Emergency Response Unit Bantu Korban Bencana di Sumatera

    UGM Bentuk Emergency Response Unit Bantu Korban Bencana di Sumatera

    Jakarta

    Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara mendorong Universitas Gadjah Mada (UGM) membentuk Emergency Response Unit sebagai wujud tanggung jawab kemanusiaan. UGM bergerak cepat menyalurkan bantuan, mendampingi mahasiswa terdampak, hingga mengirim relawan medis dan psikososial ke lokasi bencana.

    Sebagai langkah awal, UGM menghimpun bantuan melalui penggalangan dana bersama sivitas akademika, mitra, dan alumni, sekaligus melakukan pendataan mahasiswa yang berasal dari wilayah terdampak. Tercatat, sebanyak 217 mahasiswa UGM terdampak bencana, terdiri dari 81 mahasiswa asal Aceh, 93 mahasiswa dari Sumatera Utara, dan 43 mahasiswa dari Sumatera Barat.

    Rektor Universitas Gadjah Mada Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D., menyampaikan ungkapan belasungkawa dan simpati mendalam atas musibah yang terjadi.

    “Semoga keluarga terdampak senantiasa diberikan kesabaran, ketabahan, pemulihan yang cepat, serta nantinya lebih kuat,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (18/12/2025).

    Ia menegaskan bahwa UGM terlibat dalam gerakan solidaritas kemanusiaan melalui berbagai inisiatif terintegrasi. UGM tidak hanya menyalurkan bantuan, tetapi juga berkontribusi dalam mitigasi dan perencanaan pascabencana.

    “Berbagai inisiatif tersebut, saat ini diintegrasikan dengan langkah pemerintah pada masa tanggap darurat dan dalam penyusunan roadmap rehabilitasi-rekonstruksi yang dikoordinir oleh Kemenko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan,” sambungnya.

    UGM juga memberangkatkan tim relawan medis dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) serta RSA UGM. Tim yang terdiri dari dokter spesialis lintas disiplin, perawat, apoteker, nutrisionis, dan sanitarian ini bertugas melakukan pendataan kebutuhan obat-obatan dan alat medis, serta berkoordinasi dengan rumah sakit setempat agar layanan kesehatan tetap optimal. Selama masa tanggap darurat, UGM telah mengirimkan empat tim medis secara bergantian ke Aceh.

    Di bidang psikologis, UGM menurunkan tim psikososial untuk memberikan pendampingan langsung bagi para penyintas. Selain itu, UGM menyelenggarakan pelatihan pendampingan psikososial yang bekerja sama dengan Universitas Syiah Kuala untuk memperkuat kapasitas pendampingan berkelanjutan. Beberapa tim juga mengembangkan teknologi terapan, seperti pemasangan alat penjernih air bertenaga surya di puskesmas dan rumah sakit di Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Utara, serta alat deteksi banjir dan tsunami di Aceh.

    Kampus Berdampak

    Melalui Dies Natalis bertema ‘Kampus Sehat, Pilar Kemandirian dan Ketahanan Bangsa’, UGM menegaskan komitmennya sebagai institusi pendidikan tinggi yang merawat ekosistem akademik bermutu dan berdampak. Komitmen ini menjadi bagian dari tanggung jawab UGM terhadap kemanusiaan, solidaritas kebangsaan, serta pembangunan berkelanjutan yang adaptif terhadap perubahan iklim.

    Sepanjang 2025, UGM mencatat berbagai kontribusi di bidang pengembangan SDM, sosial kemasyarakatan, dan perekonomian yang mencakup kemandirian bahan baku obat dan alat kesehatan, penanganan stunting dan TBC, kedaulatan pangan, transisi energi berkeadilan, hingga adaptasi lingkungan dan pengembangan teknologi berbasis kecerdasan buatan. Dalam seluruh proses tersebut, UGM berpegang pada prinsip merakyat, mandiri, dan berkelanjutan.

    Sebagai universitas nasional, UGM juga menjalankan mandat sosial melalui penyediaan pendidikan tinggi yang berkualitas dan terjangkau. Pada 2025, UGM menggandeng sekitar 229 mitra penyedia beasiswa dan menjangkau 18.617 mahasiswa penerima manfaat.

    Dari sisi pembiayaan, UGM meningkatkan kemandirian melalui kerja sama tridarma, pemanfaatan aset, dan unit usaha untuk menopang pendidikan, penelitian, serta pengabdian masyarakat. UGM juga mengembangkan Ekosistem Pembelajaran Inovatif (EPI) melalui EduTech, MOOC di platform LMS eLOK dan UGM Online sebagai wujud komitmen inklusivitas pengetahuan.

    Penguatan ekosistem inovasi juga dilakukan melalui diseminasi pengetahuan berbasis video. Hingga kini, UGM telah merilis ratusan konten edukatif lintas kluster.

    “UGM telah merilis 854 video diseminasi pengetahuan dari berbagai kluster di UGM, termasuk 531 video karya dosen yang tersedia di UGM Channel,” papar Ova.

    Karya Riset dan Inovasi

    Dalam penguatan kemandirian bangsa, UGM menempatkan riset dan inovasi sebagai pilar utama. Universitas berperan sebagai pusat inovasi teknologi dan hilirisasi riset untuk menopang kedaulatan intelektual dan teknologi nasional.

    Menurut Ova, riset dan inovasi menjadi elemen penting untuk perguruan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan.

    “Kita semua tentu meyakini bahwa riset dan inovasi menjadi elemen sangat penting bagi penguatan posisi pendidikan tinggi sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan,” tuturnya.

    UGM terus membangun ekosistem riset melalui penetapan flagship penelitian, penguatan kelembagaan, peningkatan sarana prasarana, serta jejaring kemitraan internasional. Berbagai produk inovasi di bidang energi, pangan, teknik, sosio humaniora, hingga kesehatan dan farmasi telah berhasil dihilirisasi dan diserap industri.

    Selain itu, UGM juga memperkuat siklus riset ke hilirisasi mulai dari pengujian produk. Penguatan R&D dan inovasi, fabrication laboratories, hingga katalisasi pengembangan kewirausahaan melalui UGM Science Technopark.

    Di bidang energi, UGM berhasil mengembangkan inovasi untuk sumber alternatif Energi Baru Terbarukan (EBT) Biodiesel dan Bioetanol dalam kawasan hutan berupa pengembangan bioetanol dari tanaman sorgum. Sementara di bidang pangan, UGM telah menghasilkan berbagai komoditas pangan dan pengolahan melalui label Gamafood.

    Kemudian, di bidang inovasi kesehatan dan farmasi, UGM berhasil melakukan hilirisasi produk seperti Rapid Assessment Diabetic Retinopathy (RADR), RZ-VAC (Vacuum Assisted Closure), Dental SilkBon, Divabirth, Aphrofit, Konilife Memora, ImunoGama Konilife Memora, Essonina, OST-D, hingga Hesdrink.

    Lebih lanjut, di bidang publikasi internasional, UGM mencatat 1.825 publikasi dengan 690 kolaborasi internasional serta memiliki 12 jurnal terindeks Scopus. Ova pun menyampaikan apresiasi terhadap capaian para dosen UGM yang berhasil meningkatkan pemeringkatan di Stanford University.

    “Kita cukup berbangga, di tahun ini, 14 Dosen UGM Masuk Top 2% World Scientist 2025 dirilis oleh Stanford University, naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya yang hanya 7 dosen,” katanya.

    Selain itu, UGM juga mencatat sejumlah capaian komersialisasi, termasuk produksi benih padi Gamagora yang telah mencapai 28,6 ton dan tersebar di 15 kabupaten/kota di Indonesia.

    “Untuk padi Gamagora, produksi benih sudah mencapai 28,6 ton yang tersebar di 15 kabupaten dan kota diseluruh Indonesia,” jelas Ova.

    Pengabdian kepada Masyarakat

    Sebagai universitas berdampak, UGM menempatkan pemberdayaan masyarakat sebagai bagian penting tridarma perguruan tinggi. Melalui KKN-PPM, UGM sepanjang 2025 telah menerjunkan 9.242 mahasiswa ke 35 provinsi, 28 kabupaten/kota, dan lebih dari 500 desa/kelurahan.

    Program ini memperkuat kolaborasi dengan Kagama dan mitra internasional, bahkan mendapat apresiasi dari Presiden Timor Leste. Digitalisasi juga menjadi faktor pendukung internasionalisasi pengabdian masyarakat UGM.

    Di akhir pidato, Ova menyampaikan capaian UGM dalam pemeringkatan global. Pada QS World University Rankings 2026, UGM berhasil menempati peringkat ke-224 dunia, naik 15 peringkat dari tahun sebelumnya. UGM juga meraih peringkat pertama di Indonesia pada QS Sustainability Ranking 2026.

    “Terima kasih kepada seluruh sivitas universitas dan semua pihak yang telah memberikan kontribusi positif bagi pengembangan UGM. Kita selalu berupaya untuk membangun kemandirian. Namun, translasi kemandirian bangsa ini tentu memerlukan upaya kolektif kita semua sebagai bangsa dan negara,” pungkasnya.

    Dengan sejumlah program yang telah dirancang dan dijalankan, UGM berkomitmen untuk memperkuat kapabilitas dinamis melalui transformasi budaya dari Teaching Culture menuju Research and Innovation Culture. Dengan semangat ‘Merakyat, Mandiri, dan Berkelanjutan’, UGM meneguhkan perannya sebagai enabler pembangunan SDM dan teknologi masa depan.

    (akd/ega)

  • Gempa Magnitudo 4,8 Guncang Gunungkidul, Getaran Terasa Sampai Wonogiri

    Gempa Magnitudo 4,8 Guncang Gunungkidul, Getaran Terasa Sampai Wonogiri

     

    Liputan6.com, Jakarta – Gempa Magnitudo 4,8 mengguncang wilayah Gunungkidul, Kamis siang (18/12/2025), pukul 11.22.46 WIB. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, lokasi gempa Gunungkidul ini berada pada koordinat 8,82 LS-110,31 BT, dengan episenter gempa berada di laut, 97 km barat daya Gunungkidul.

    “Kedalaman gempa 13 km,” tulis BMKG.

    BMKG juga memastikan gempa tidak berpotensi tsunami. Getaran gempa dirasakan pada skala (MMI), antara lain di II-III Gunungkidul, II-III Bantul, II-III Sleman, II-III Kulonprogo, dan II Wonogiri.

    Belum ada laporan kerusakan akibat gempa, namun warga diimbau tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya gempa susulan.

  • Gempa Darat Magnitudo 4,4 Guncang Pidie Jaya Aceh

    Gempa Darat Magnitudo 4,4 Guncang Pidie Jaya Aceh

    Liputan6.com, Jakarta – Gempa Magnitudo 4,4 mengguncang kabupaten Pidie Jaya Aceh, Kamis (18/12/2025), pukul 10.40.38 WIB. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan, lokasi gempa Pidie Jaya ini berada pada koordinat 4.85LU, 96.06BT, dengan episenter gempa berada di darat 29 km barat daya kabupaten Pidie Jaya Aceh.

    “Kedalaman gempa 11 km,” tulis BMKG.

    BMKG memastikan gempa tidak berpotensi tsunami.

    Getaran gempa dirasakan pada skala (MMI) antara lain di II Aceh Jaya, II Aceh Barat Daya.

    Belum ada laporan kerusakan akibat gempa, namun warga diimbau tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya gempa susulan. 

  • Kecanduan Kelapa Sawit: Berlomba Merusak Bumi?

    Kecanduan Kelapa Sawit: Berlomba Merusak Bumi?

    Kecanduan Kelapa Sawit: Berlomba Merusak Bumi?
    Sejak 2006 berkecimpung di dunia broadcast journalism, dari Liputan6 SCTV, ANTV dan Beritasatu TV. Terakhir menjadi produser eksekutif untuk program Indepth, NewsBuzz, Green Talk dan Fakta Data
    Artikel ini adalah kolom, seluruh isi dan opini merupakan pandangan pribadi penulis dan bukan cerminan sikap redaksi.
    WARNA

    cover
    bukunya merah. Lumayan menyala. Di atasnya terpahat kata yang lengket dengan Sukarno di masa Orde Lama: Revolusi.
    Kata itu digabungkan dengan urusan yang di dunia kiwari diakui bakal menentukan masa depan bangsa: Energi.
    Sang penulis, Arifin Panigoro, adalah pengusaha minyak sekaligus politikus PDI Perjuangan–partai yang tersambung dengan Bung Karno.
    Ia mengampanyekan “Revolusi Energi” ketika produksi minyak harian Indonesia
    nyungsep
    ke level 794.000 barel per hari di tahun 2014.
    Padahal di tahun terakhir Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono itu konsumsi minyak dan bahan bakar minyak (BBM) telah terkerek menjadi 1,66 juta barel per hari.
    Walhasil, impor minyak mentah dan BBM sebesar 850.000 per hari tak terbendung. Sesuatu yang menguras kantong pemerintah.
    Revolusi energi dipercaya dapat mengubah saldo energi Indonesia yang minus karena cadangan minyak dan produksi minyak yang terus turun.
    Logis, sebab negeri kita kaya dengan sumber daya nabati. Jadi, mengembangkan bahan bakar nabati (BBN) masuk akal. Salah satunya
    kelapa sawit
    .
    Arifin Panigoro menyebut Indonesia adalah “Arab Saudinya” kelapa sawit dunia. Ketika buku itu terbit, tahun 2015 silam, produk CPO (minyak sawit mentah) Indonesia menguasai lebih dari 47 persen pangsa pasar global.

    Tapi, hati saya masygul saat mengetahui pasokan CPO (crude palm oil) dari Indonesia itu tidak hanya dijadikan produk turunan makanan oleh negara-negara tujuan, tapi juga BIODIESEL. Lalu mengapa kita berdiam diri. Mengapa Indonesia hanya menjadi penonton ketika negara-negara lain getol mengonsumsi biodiesel untuk keluar dari krisis energi
    ,” ujar pentolan Medco Energy ini dalam buku itu.
    Gong pembuka penggunaan biodiesel pada minyak solar mulai berlaku pada 2006. Ini seiring terbitnya Keputusan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Nomor 3675 K/24/DJM/2006 tentang Standar dan Mutu (Spesifikasi) Bahan Bakar Minyak Jenis Minyak Solar yang Dipasarkan di Dalam Negeri.
    Beleid ini menyebutkan, untuk spesifikasi BBM minyak solar, kandungan biodiesel (FAME) diizinkan maksimal 10 persen.
    Kebijakan ini lalu ditindaklanjuti oleh Pertamina dengan menjual minyak solar dengan kandungan biodiesel sebesar 5 persen di tiga dispenser (“Biodiesel, Jejak Panjang Sebuah Perjuangan”, Kementerian ESDM, 2021).
    Di masa Joko Widodo, kebijakan menoleh pada biodiesel berlangsung deras. Tentu saja tak sepenuhnya bertumpu pada CPO, melainkan mencampur energi nabati dengan energi fosil atau
    mix energy.
    Dari program biodiesel (B20) pada September 2018, lalu naik menjadi B30 mulai 1 Januari 2020. Tiga tahun berselang, campuran biodiesel pada solar telah mencapai 35 persen pada 1 Februari 2023.
    Sejak Prabowo Subianto memerintah, program biodiesel meloncat jadi 40 persen atau B40 di tahun 2025.
    Sampai September lalu, pemerintah mengklaim menghemat devisa 9,3 miliar dollar AS atau Rp 147,5 triliun. Belum lagi nilai tambah luar negeri sekitar Rp 20,98 triliun serta menciptakan 2 jutaan lapangan kerja.
    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan negeri kita tak akan impor solar lagi di tahun 2026 mendatang. Ini kabar baik sebab Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, Kalimantan Timur diperkirakan menambah kapasitas pengolahan minyak mentah sebesar 100.000 barel per hari. Artinya produksi menutup konsumsi solar dalam negeri.
    Namun, Presiden Prabowo juga bicara soal kelapa sawit untuk Papua. “Dan juga nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit,” ujar Prabowo (
    Kompas.com
    , 16/12/2025).
    Alasannya, kata Presiden, untuk mewujudkan swasembada energi, paling tidak untuk pulau itu.
    Apakah ini isyarat ekspansi lahan untuk kelapa sawit bakal makin merambah Papua? Mungkinkah program B50 digeber mulai tahun 2026?
    Kian besar biodiesel yang dicampurkan pada solar, itu berarti membutuhkan ketersediaan fatty acid methyl ester (FAME) dalam jumlah yang lebih besar.
    FAME adalah asam yang terbentuk selama transesterifikasi minyak nabati dan lemak hewan yang menghasilkan biodiesel.
    Tak lain istilah kimia umum untuk biodiesel yang berasal dari sumber terbarukan. Artinya makin besar kebutuhan atas CPO serta pembukaan lahan sawit. Di atas segalanya berarti tambahan investasi baru.
    Indonesia memang “Arab Saudinya” kelapa sawit dunia. Foreign Agricultural Service United States Department of Agriculture (USDA) per 2024-2025 mencatat, Indonesia adalah negara dengan penghasil kelapa sawit terbesar di dunia.
    Produksi Indonesia menembus 46 juta ton per tahun, alias dua kali lipat dari volume produksi di Malaysia.
    Produksi Indonesia bukan lagi loncatan katak, tapi loncatan singa. Selama 2013-2019, produksi minyak sawit kita meningkat, dari 28 juta metrik ton naik menjadi 47 juta metrik ton. Produksi itu bisa dipertahan di level 45 juta metrik ton dalam beberapa tahun terakhir (
    Kompas.com
    , 5/12/2025).
    Perkebunan kelapa sawit terkonsentrasi di Sumatera, yakni mencapai 8,78 juta hektare. Sebanyak 1,36 juta hektare berada di Sumatera Utara, lalu 470.000 hektare di Aceh serta 449.000 hektare di Sumatera Barat.
    Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan 5.208 hektare kawasan hutan dialihkan menjadi perkebunan kelapa sawit oleh 14 perusahaan di Provinsi Aceh. Ini telah merusak 954 Daerah Aliran Sungai (DAS) di tujuh kabupaten, yakni Aceh Barat, Nagan Raya, Pidie, Aceh Jaya, Aceh Tengah, Aceh Selatan, dan Aceh Besar (
    Tempo.co
    , 10/12/2025).
    Laju
    deforestasi
    secara global amat mengerikan dan data ini tak sedang ingin menakut-nakuti. Bayangkan 10 juta hektare hutan tandas per tahun selama 2015-2020.
    Berbagai studi memaparkan, mayoritas kebun kelapa sawit di dunia ini berdiri di atas lahan hasil konversi tadi.
    Di periode mengerikan itu, di negeri kita tercinta ini deforestasi telah menggasak areal seluas 496.000 dan 630.000 hektare di tahun 2015-2016 dan 2016-2017.
    Dekade-dekade sebelumnya jauh lebih mengerikan. Deforestasi oleh berbagai sebab telah melenyapkan hutan seluas 2 juta hektare (1980-1990).
    Saat abad berganti, deforestasi masih merampas 1,5 juta hektare antara 2000-2009. Setelah itu, deforestasi memakan areal seluas 1,1 juta hektare antara 2009-2013 (Forest Watch Indonesia).
    Dengan berbagai sebab, deforestasi di tahun 2024 masih 51.000 hektare. Ini hampir seperdelapan luas provinsi Jakarta.
    Dan tak perlu kaget, jika deforestasi hutan tropis diibaratkan seperti negara, ia akan menduduki peringkat ketiga dalam emisi setara karbon dioksida. Cuma kalah buruk dari emisi karbon yang ditumpahkan oleh China dan Amerika Serikat (wri-indonesia.org).
    Pada 19 September 2018 hingga tiga tahun kemudian (2021), Jokowi melakukan moratorium kelapa sawit. Kebijakan ini tak berlanjut. Sebaliknya mulai 1 Januari 2022, program biodiesel makin digeber dengan menaikkan campuran biodiesel sebesar 20 persen.
    Studi LPEM Universitas Indonesia menunjukkan program biodiesel membutuhkan ekspansi lahan baru untuk kelapa sawit.
    Skenario B20 butuh tambahan 338.000 hektare lahan baru. Ketika dinaikkan jadi B30, kebutuhan atas lahan meroket jadi 5,2 juta hektare.
    Kerakusan lahan bertambah eksponensial mana kala program biodiesel dinaikkan jadi 50 persen. Sebab butuh 9,2 juta hektare lahan baru.
    Nyatanya program biodiesel menjadi insentif pembukaan lahan baru untuk kelapa sawit. Pada saat begitu, alih fungsi lahan secara legal dan ilegal mencuat. Ini simalakama yang tak terputus.
    Perkebunan kelapa sawit jelas bukan hutan. Ini tanaman monokultur. Saat hutan dengan mega-biodiversitas atau keragaman hayati yang berlimpah dialihfungsikan, negeri kita sesungguhnya sedang berlomba merusak bumi, mengundang bencana yang disebut gubernur Aceh, Muzakir Manaf, bak tsunami kedua.
    Akar pohon-pohonan yang tak seragam (multikultur) di hutan juga mencengkeram tanam lebih dalam dibandingkan akar sawit yang berbentuk serabut.
    Sebagai monokultur, sawit sendirian dalam sebuah luasan lahan tertentu. “Temannya” cuma sesama tanaman sawit yang tak mampu meredam atau menahan dan menyerap air hujan yang jatuh dari langit, terlebih jika curah hujannya ekstrem.
    Pokok kata kelapa sawit tak memilki ketahanan ekologis serupa pohon-pohon di hutan yang berusia belasan, puluhan atau bahkan ratusan tahun.
    Dalam terminologi konservasi, mengorbankan hutan alam demi perkebunan kelapa sawit hanya mengundang bencana datang.
    Banjir dan longsor di Sumatera yang menghantam tiga provinsi adalah alarm paling keras yang mengingatkan negeri kita untuk menoleh kepada hutan dan ekosistem.
    Homo sapiens itu hidup berdampingan dengan tumbuhan, hewan dan makhluk tak hidup. Oikos atau rumah tempat di mana organisme hidup, wajib dijaga. Manusia dan lingkungan tak bisa hidup dalam hubungan yang saling menjegal, tapi harmonis.
    Jika pemerintah terus teperdaya oleh manisnya kelapa sawit–menghasilkan devisa, menggantikan peran energi fosil dan melupakan mudharatnya terhadap lingkungan–saya bertanya dalam hati: Kita kecanduan atau sedang kerasukan?
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Baru Dikirim, Langsung Dibalas! Surat Aceh ke PBB Picu Kehebohan Nasional

    Baru Dikirim, Langsung Dibalas! Surat Aceh ke PBB Picu Kehebohan Nasional

    GELORA.CO –  Dalam kurang dari 24 jam, surat permintaan bantuan dari Pemerintah Aceh kepada dua badan PBB UNDP dan UNICEF langsung mendapat respons resmi.

    Kejadian ini sontak memicu kehebohan nasional setelah publik mengetahui bahwa lembaga internasional tersebut mengonfirmasi sudah menerima dan menindaklanjuti surat tersebut.

    Sementara di sisi lain pimpinan daerah justru mengaku belum mengetahui detail isinya.

    Bagi pembaca yang ingin ikut mengambil peran, silakan membuka tautan donasi melalui teks ini ==> Gerakan Anak Negeri

    Surat yang dikirim Pemprov Aceh itu berisi permohonan dukungan pemulihan pascabencana banjir dan longsor yang melanda sejumlah wilayah sejak akhir November 2025.

    Bencana hidrometeorologi tersebut menimbulkan kerusakan infrastruktur, pemadaman listrik, hingga ribuan warga harus mengungsi.

    Situasi ini membuat Pemprov Aceh mengambil langkah cepat dengan menghubungi lembaga internasional.

    Yang punya rekam jejak kuat dalam penanggulangan dan pemulihan pascabencana di Indonesia, terutama pada masa rehabilitasi tsunami 2004.

    UNDP mengonfirmasi surat tersebut diterima pada 14 Desember 2025 dan langsung masuk mekanisme peninjauan internal.

    Dalam pernyataan resmi, UNDP menyebutkan mereka sedang menilai dukungan apa yang paling tepat untuk diberikan kepada masyarakat terdampak serta tim penanggulangan bencana di Aceh.

    “Saat ini, UNDP sedang melakukan peninjauan untuk memberikan dukungan terbaik kepada para national responders atau tim penanggulangan bencana”

    “serta masyarakat yang terdampak, sejalan dengan mandat UNDP dalam pemulihan dini (early recovery),” 

    Kata Kepala Perwakilan UNDP, Sara Ferrer Olivella dikutip pojoksatu.id dari liputan6. 

    Respons cepat ini membuat isu tersebut meluas di media sosial.

    karena dianggap sebagai salah satu reaksi tercepat lembaga internasional terhadap permintaan daerah dalam beberapa tahun terakhir.

    Tak hanya UNDP, UNICEF juga menyampaikan respons serupa.

    Mereka membenarkan menerima surat tersebut dan kini sedang menelaah permintaan dukungan di sektor perlindungan anak serta layanan dasar bagi keluarga korban banjir dan longsor.

    UNICEF menegaskan bahwa koordinasi dengan otoritas nasional akan diperkuat untuk menentukan area prioritas yang membutuhkan intervensi.

    Namun, kehebohan publik semakin membesar ketika Gubernur Aceh, Muzakir Manaf atau Mualem.

    Menyatakan bahwa ia belum mengetahui secara lengkap isi surat permintaan bantuan tersebut.

    Pernyataan itu memunculkan spekulasi soal koordinasi internal pemerintahan Aceh.

    Di berbagai kanal diskusi publik, muncul pertanyaan mengenai prosedur administratif.

    Dan apakah surat itu dikirim dengan arahan langsung dari pimpinan daerah atau melalui mekanisme lain.

    Di sisi lain, pemerintah pusat ikut memberikan tanggapan. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan baru mengetahui adanya surat tersebut ketika diberitahu wartawan.

    Ia menyebut masih mempelajari detail permohonan bantuan tersebut dan akan berkoordinasi lebih lanjut dengan pihak Aceh.

    Respons ini semakin memicu diskusi soal tata kelola pemerintahan.

    Terutama mengenai hubungan kewenangan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam berkomunikasi dengan lembaga internasional.

    Komisi I DPR RI juga memberikan perhatian. Wakil Ketua Komisi I, Dave Laksono.

    Menegaskan bahwa langkah meminta bantuan internasional harus dibarengi koordinasi yang ketat dengan pemerintah pusat untuk menghindari kesalahpahaman diplomatik.

    Menurutnya, penanganan bencana merupakan tugas nasional yang membutuhkan sinergi semua pihak.

    Terutama ketika menyangkut kerja sama lintas negara atau organisasi internasional.

    Di tengah polemik administratif, fakta bahwa UNDP dan UNICEF merespons surat Aceh dalam waktu sangat cepat membuat isu ini terus menjadi bahan perbincangan publik.

    Banyak masyarakat menganggap respons tersebut menunjukkan tingginya perhatian dunia terhadap bencana di Aceh.

    Namun, tidak sedikit pula yang menilai kehebohan ini muncul karena ketidaksinkronan pernyataan pejabat publik, yang justru memunculkan dinamika politik baru.

    Meski demikian, di lapangan, masyarakat Aceh berharap agar seluruh polemik administratif tidak menghambat proses bantuan dan pemulihan.

    Dengan meningkatnya curah hujan dan ancaman bencana susulan, dukungan dari berbagai pihak, baik nasional maupun internasional, menjadi kebutuhan mendesak.

    Isu ini diprediksi masih akan berkembang dalam beberapa hari ke depan.

    Terutama setelah pemerintah pusat menyelesaikan kajian administrasi dan menetapkan sikap resmi terhadap permohonan bantuan tersebut.

    Sementara itu, publik masih menunggu kepastian bentuk dukungan yang akan diberikan UNDP dan UNICEF untuk membantu Aceh pulih dari bencana.***

  • Klaim Prabowo Tangani Bencana dan Surat Aceh ke Lembaga PBB

    Klaim Prabowo Tangani Bencana dan Surat Aceh ke Lembaga PBB

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto mengklaim penanganan bencana di Sumatra telah berjalan dengan cepat dan tepat.

    Prabowo membantah narasi yang menyebut pemerintah tidak hadir dalam penanganan bencana di sejumlah daerah.

    Prabowo menegaskan sejak fase awal bencana, puluhan ribu personel telah dikerahkan dan operasi penanganan dilakukan secara masif sebagai bukti kehadiran negara yang kuat.

    “Dalam rangka ini, [pemerintah tak hadir] di tengah bencana, di tengah musibah, mereka yang ditonjolkan adalah kebohongan, ketidakbenaran. Dikatakan Pemerintah tidak hadir. Puluhan ribu dalam dalam saat-saat yang pertama sudah dikerahkan ke situ. Kita lihat buktinya,” kata Prabowo.

    Di sisi lain, Prabowo menyebut pemerintahannya tidak akan menerapkan status bencana nasional atas banjir besar di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Selatan yang telah menewaskan lebih dari 1.016 orang. Dia menyebut pihaknya masih mampu menangani bencana yang terjadi.  

    Menurut Prabowo, banjir dan longsor yang terjadi di tiga provinsi dari total 38 provinsi di Indonesia, sehingga masih berada dalam batas kemampuan nasional untuk ditangani.

    “Ada yang teriak-teriak ingin ini dinyatakan bencana nasional. Kita sudah kerahkan, ini tiga provinsi dari 38 provinsi. Jadi, situasi terkendali,” ujarnya.

    Prabowo menyebut penanganan bencana di Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat dimonitor secara langsung olehnya. Pemerintah, kata Prabowo, telah mengerahkan sumber daya yang diperlukan agar dampak bencana dapat segera diatasi dan kondisi masyarakat terdampak dapat segera pulih.

    “Saya monitor terus,” tandas Prabowo.

    Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan sejumlah pimpinan dan kepala negara telah menghubunginya untuk menawarkan bantuan internasional.

    Presiden Ke-8 RI itu menyampaikan apresiasi atas perhatian tersebut seraya menegaskan bahwa Indonesia memiliki kapasitas untuk mengatasi bencana secara mandiri.

    Pernyataan tersebut disampaikan Prabowo saat membuka Sidang Kabinet Paripurna bersama Menteri Kabinet Merah Putih di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12/2025).

    “Saya ditelepon banyak pimpinan kepala negara ingin kirim bantuan, saya bilang terima kasih, konsen Anda, kami mampu. Indonesia mampu mengatasi ini, ya,” ujar Prabowo.

    Aceh Surati PBB

    Klaim penanganan bencana pemerintah terlihat bertolak belakangan dengan aksi warga Aceh mengibarkan bendera putih yang belakangan ramai di media sosial. Aksi itu disebut sebagai sebagai pesan jika sudah tidak mampu lagi menghadapi situasi bencana.

    Di samping itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh telah mengirim surat permohonan bantuan penanganan bencana kepada sejumlah lembaga internasional, khususnya yang berada di bawah naungan organisasi PBB.

    Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA mengatakan pemerintah Aceh secara resmi telah berkirim surat pada 10 Desember 2025 kepada UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund), UNDP (United Nations Development Programe), hingga IOM (International Organization for Migration).

    Surat itu berisi permintaan agar lembaga-lembaga tersebut dapat turut membantu Pemerintah Aceh dalam penanganan bencana.

    “Pertimbangan kami menyurati lembaga-lembaga tersebut karena mereka berada di Indonesia dan pernah terlibat dalam rehabilitasi dan rekonstruksi saat tsunami Aceh 2004 lalu,” kata Muhammad MTA dikonfirmasi Bisnis, Senin (15/12/2025).

    Muhammad MTA menjelaskan, bentuk bantuan yang diminta kepada lembaga-lembaga internasional tersebut disesuaikan dengan konsentrasi program mereka di Indonesia.

    Kehadiran bantuan itu diharapkan semakin mempercepat penanganan dan pemulihan kondisi fisik maupun masyarakat pasca diterjang banjir bandang dan tanah longsor di Aceh. Apalagi, lembaga-lembaga tersebut pernah pula ikut serta dalam pemulihan pasca tsunami Aceh 2004 silam.

    Muhammad MTA mengatakan saat ini ada 77 lembaga yang ikut serta dalam pemulihan bencana di Aceh dengan total relawan mencapai 1.960 orang.

    “Mereka merupakan lembaga atau NGO lokal, nasional, dan internasional. Besar kemungkinan keterlibatan lembaga dan relawan akan terus bertambah dalam respon kebencanaan ini,” ujar Muhammad MTA.

    Beberapa lembaga yang tercatat dalam Desk Relawan BNPB untuk Aceh saat ini antara lain Save The Children, Islamic Relief, ABF, DH Charity, FKKMK UGM, Mahtan Makassar, Relawan Nusantara, Baznas, EMT AHS UGM, Koalisi NGO HAM, Katahati Institute, Orari, dan Yayasan Geutanyo.

  • Bukan Masalah Mampu, Tapi Rakyat Harus Cepat Dibantu

    Bukan Masalah Mampu, Tapi Rakyat Harus Cepat Dibantu

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto menyatakan Indonesia mampu menangani dampak bencana di Sumatera. Anggota Komisi II DPR RI sekaligus Ketua DPP PDIP, Deddy Sitorus, menilai meski pemerintah pusat mampu, masyarakat di daerah terdampak masih sangat membutuhkan bantuan internasional.

    “Masalahnya kan bukan sekadar mampu atau tidak tetapi bagaimana secepatnya rakyat keluar dari penderitaan. Kita mengamati adanya ketidakpuasan publik secara luas karena respon penanganan bencana yang dianggap lambat,” kata Deddy kepada wartawan, Rabu (17/12/2025).

    Dia mengaku masih melihat kondisi memprihatinkan dari warga terdampak bencana banjir dan longsor hingga seminggu setelah kejadian bencana.

    Deddy menekankan masa rehabilitasi dan pemulihan sangat krusial. Dia menyebut daya tahan fisik dan psikis masyarakat perlu diperhatikan penuh dalam situasi yang sulit.

    Menurutnya, pemerintah daerah (pemda) terbatas dalam anggaran dan sumber daya. Deddy mengatakan proses pemulihan membutuhkan biaya besar, yang sering harus mengorbankan sektor lain.

    “Bantuan kemanusiaan adalah bagian dari kemanusiaan dan peradaban antara bangsa, sehingga kita harus merasa malu menerima bantuan dari luar,” ujarnya.

    “Tak akan ada rakyat yang kecewa kalau negara lain ikut membantu dan juga tidak akan merugikan wibawa Presiden ataupun martabat kita sebagai bangsa. Itu hal yang lumrah sebagaimana kita sering membantu negara-negara lain yang tertimpa musibah,” sambung dia.

    Deddy menyoroti surat Pemerintah Aceh kepada dua lembaga PBB sebagai indikasi urgensi situasi di lapangan. Menurutnya, hal itu menandakan pemerintah daerah dan masyarakat sudah tak mampu lagi bertahan.

    “Jadi kalau benar pemprov NAD mengirimkan surat kepada PBB, itu mencerminkan betapa urgensi nya situasi di lapangan. Itu menunjukkan betapa daya tahan masyarakat dan pemerintah di daerah terdampak sudah melampaui ambang batas psikologis,” ujarnya.

    Deddy menilai isolasi daerah terdampak harus segera diselesaikan agar distribusi bantuan berjalan lancar. Dia menekankan kebutuhan dasar seperti tempat penampungan yang layak, air bersih, pangan dan kebutuhan pendukung seperti BBM dan listrik harus harus dipercepat.

    “Menurut saya, jika pemerintah memang mampu harusnya benar-benar ditangani secara sistematis. Isolasi daerah-daerah terdampak harus diselesaikan agar distribusi bantuan lancar,” tuturnya.

    “Kemampuan pemerintah haruslah terlihat di lapangan dengan nyata,” imbuh dia.

    Prabowo Sebut RI Mampu Tangani Bencana

    Presiden Prabowo Subianto mengatakan dihubungi sejumlah kepala negara sahabat untuk tawaran bantuan bencana banjir-longsor di Sumatera. Prabowo mengapresiasi bantuan tersebut, tapi dia menegaskan Indonesia mampu menangani bencana di Sumatera.

    Prabowo awalnya mengapresiasi inisiatif menteri Kabinet Merah Putih, Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala Staf TNI menangani bencana banjir-longsor di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar). Prabowo kemudian mengungkapkan ada tawaran bantuan dari kepala negara sahabat.

    “Sehingga, saya ditelepon banyak pimpinan kepala negara ingin kirim bantuan. Saya bilang ‘Terima kasih concern Anda, kami mampu’. Indonesia mampu mengatasi ini,” kata Prabowo saat rapat kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12).

    Prabowo kemudian menyinggung soal adanya desakan status bencana nasional di tiga provinsi tersebut. Prabowo menegaskan kondisi di lokasi dapat diatasi oleh pemerintah.

    Aceh Surati 2 Lembaga PBB

    Pemerintah Aceh resmi melayangkan surat kepada dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Surat itu terkait permintaan bantuan untuk penanganan bencana paska banjir dan longsor yang terjadi di Aceh.

    “Secara khusus Pemerintah Aceh secara resmi juga telah menyampaikan permintaan keterlibatan beberapa lembaga internasional atas pertimbangan pengalaman bencana tsunami 2004 seperti UNDP dan UNICEF,” kata Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA dilansir detikSumut, Senin (15/12)

    Muhammad mengatakan saat ini juga telah ada 77 lembaga beserta 1.960 relawan yang telah membantu penanganan bencana di Aceh. Mereka merupakan lembaga atau NGO lokal, nasional dan internasional serta keterlibatan relawan dam lembaga diperkirakan akan terus bertambah.

    Halaman 2 dari 2

    (amw/jbr)

  • NasDem Nilai RI Masih Mampu Tangani Bencana Aceh Tanpa Bantuan Asing

    NasDem Nilai RI Masih Mampu Tangani Bencana Aceh Tanpa Bantuan Asing

    Jakarta

    Kapoksi Komisi II Fraksi NasDem DPR RI, Ujang Bey, meyakini pemerintah masih mampu menangani dampak bencana alam di Aceh. Ujang menilai pemerintah telah menghitung segala kemampuannya dalam menangani bencana Aceh.

    “Saya kira pemerintah masih memiliki keyakinan untuk menangani permasalahan banjir di Aceh, dan ketika pemerintah masih belum memberikan lampu hijau terkait bantuan asing artinya sudah memiliki kemampuan untuk menakar segala permasalahannya,” kata Ujang, kepada wartawan, Rabu (17/12/2025).

    Menurutnya, surat Aceh ke dua lembaga PBB, tak perlu ditanggapi berlebihan. Ujang menekankan pemerintah sebaiknya fokus bergerak cepat agar keluhan masyarakat terdampak segera tertangani.

    “Terkait surat itu juga tidak perlu ditanggapi secara reaksioner, melainkan pemerintah harus fokus dan bergerak secara cepat, tepat, serta simultan agar keluhan-keluhan masyarakat terdampak banjir bisa tertangani sesegera mungkin,” ujarnya.

    Dia juga berharap Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dapat berkomunikasi dengan Pemerintah Aceh terkait surat tersebut. Hal itu, agar tidak menimbulkan persepsi yang berbeda di masyarakat.

    Prabowo Sebut RI Mampu Tangani Bencana

    Presiden Prabowo Subianto mengatakan dihubungi sejumlah kepala negara sahabat untuk tawaran bantuan bencana banjir-longsor di Sumatera. Prabowo mengapresiasi bantuan tersebut, tapi dia menegaskan Indonesia mampu menangani bencana di Sumatera.

    “Sehingga, saya ditelepon banyak pimpinan kepala negara ingin kirim bantuan. Saya bilang ‘Terima kasih concern Anda, kami mampu’. Indonesia mampu mengatasi ini,” kata Prabowo saat rapat kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12).

    Prabowo kemudian menyinggung soal adanya desakan status bencana nasional di tiga provinsi tersebut. Prabowo menegaskan kondisi di lokasi dapat diatasi oleh pemerintah.

    Aceh Surati 2 Lembaga PBB

    Pemerintah Aceh resmi melayangkan surat kepada dua lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Surat itu terkait permintaan bantuan untuk penanganan bencana paska banjir dan longsor yang terjadi di Aceh.

    “Secara khusus Pemerintah Aceh secara resmi juga telah menyampaikan permintaan keterlibatan beberapa lembaga internasional atas pertimbangan pengalaman bencana tsunami 2004 seperti UNDP dan UNICEF,” kata Juru Bicara Pemerintah Aceh Muhammad MTA dilansir detikSumut, Senin (15/12)

    Muhammad mengatakan saat ini juga telah ada 77 lembaga beserta 1.960 relawan yang telah membantu penanganan bencana di Aceh. Mereka merupakan lembaga atau NGO lokal, nasional dan internasional serta keterlibatan relawan dam lembaga diperkirakan akan terus bertambah.

    (amw/jbr)

  • Aceh Minta Bantuan PBB Terkait Penanganan Bencana, Ini Alasannya

    Aceh Minta Bantuan PBB Terkait Penanganan Bencana, Ini Alasannya

    Jakarta: Pemerintah Aceh meminta dukungan dua lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membantu penanganan pascabencana banjir bandang dan longsor di wilayah tersebut. 

    “Pemerintah Aceh secara resmi juga telah menyampaikan permintaan keterlibatan beberapa lembaga internasional,” ujar Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, di Banda Aceh, dikutip dari Antara.

    Dua lembaga PBB yang dimintai keterlibatan yakni United Nations Development Programme (UNDP) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF). Menurut Muhammad, permohonan bantuan ini dikarenakan pengalaman saat bencana tsunami 2024 silam.

    “Permintaan keterlibatan lembaga internasional atas pertimbangan pengalaman bencana tsunami 2004, seperti UNDP dan UNICEF,” kata dia. 
     

    Muhammad menyampaikan, saat ini tercatat sebanyak 77 lembaga dengan melibatkan 1.960 relawan telah berpartisipasi dalam upaya pemulihan bencana di Aceh. Seluruhnya tercatat di Desk Relawan BNPB dan Posko Aceh, yang terdiri atas lembaga atau organisasi nonpemerintah (NGO) lokal, nasional, hingga internasional.

    Ia menambahkan, jumlah lembaga dan relawan yang terlibat masih berpotensi bertambah seiring berjalannya respons kebencanaan. Kehadiran mereka diharapkan dapat memperkuat upaya kedaruratan dan pemulihan bencana yang tengah dilakukan oleh berbagai instansi pemerintah, seperti TNI, Polri, BNPP, BPBA Aceh, Basarnas, pemerintah kabupaten/kota, ormas dan OKP, serta masyarakat Aceh secara mandiri.

    Sejumlah lembaga yang telah terdaftar di Desk Relawan BNPB untuk Aceh antara lain Save The Children, Islamic Relief, ABF, DH Charity, FKKMK UGM, Mahtan Makassar, Relawan Nusantara, Baznas, EMT AHS UGM, Koalisi NGO HAM, Katahati Institute, Orari, Yayasan Geutanyoe, dan lainnya.

    “Berbagai langkah kebijakan strategis dalam upaya pemulihan Aceh akan terus kita lakukan atas supervisi pemerintah pusat. Mari kita terus bersatu dalam upaya mewujudkan Aceh lebih baik, dan bangkit dari bencana ini,” tutup Muhammad MTA.

    Jakarta: Pemerintah Aceh meminta dukungan dua lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk membantu penanganan pascabencana banjir bandang dan longsor di wilayah tersebut. 
     
    “Pemerintah Aceh secara resmi juga telah menyampaikan permintaan keterlibatan beberapa lembaga internasional,” ujar Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, di Banda Aceh, dikutip dari Antara.
     
    Dua lembaga PBB yang dimintai keterlibatan yakni United Nations Development Programme (UNDP) dan United Nations Children’s Fund (UNICEF). Menurut Muhammad, permohonan bantuan ini dikarenakan pengalaman saat bencana tsunami 2024 silam.

    “Permintaan keterlibatan lembaga internasional atas pertimbangan pengalaman bencana tsunami 2004, seperti UNDP dan UNICEF,” kata dia. 
     

     
    Muhammad menyampaikan, saat ini tercatat sebanyak 77 lembaga dengan melibatkan 1.960 relawan telah berpartisipasi dalam upaya pemulihan bencana di Aceh. Seluruhnya tercatat di Desk Relawan BNPB dan Posko Aceh, yang terdiri atas lembaga atau organisasi nonpemerintah (NGO) lokal, nasional, hingga internasional.
     
    Ia menambahkan, jumlah lembaga dan relawan yang terlibat masih berpotensi bertambah seiring berjalannya respons kebencanaan. Kehadiran mereka diharapkan dapat memperkuat upaya kedaruratan dan pemulihan bencana yang tengah dilakukan oleh berbagai instansi pemerintah, seperti TNI, Polri, BNPP, BPBA Aceh, Basarnas, pemerintah kabupaten/kota, ormas dan OKP, serta masyarakat Aceh secara mandiri.
     
    Sejumlah lembaga yang telah terdaftar di Desk Relawan BNPB untuk Aceh antara lain Save The Children, Islamic Relief, ABF, DH Charity, FKKMK UGM, Mahtan Makassar, Relawan Nusantara, Baznas, EMT AHS UGM, Koalisi NGO HAM, Katahati Institute, Orari, Yayasan Geutanyoe, dan lainnya.
     
    “Berbagai langkah kebijakan strategis dalam upaya pemulihan Aceh akan terus kita lakukan atas supervisi pemerintah pusat. Mari kita terus bersatu dalam upaya mewujudkan Aceh lebih baik, dan bangkit dari bencana ini,” tutup Muhammad MTA.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di

    Google News

    (PRI)