Topik: tersangka korupsi

  • Wakil Ketua DPRD Jember Jadi Tersangka Korupsi, Petani Berikan Dua Tumpeng untuk Kejaksaan

    Wakil Ketua DPRD Jember Jadi Tersangka Korupsi, Petani Berikan Dua Tumpeng untuk Kejaksaan

    Jember (beritajatim.com) – Forum Komunikasi Petani Jember (FKPJ) memberikan kado dua buah tumpeng kepada Kejaksaan Negeri Jember, Jawa Timur, Selasa (21/10/2025), menyusul penetapan lima tersangka dugaan korupsi dana konsumsi sosialisasi peraturan daerah di DPRD Kabupaten Jember.

    “Dua tumpeng ini simbol waktu coblosan pilpres (calon presiden) nomor urut dua. Ini wujud nyata dukungan moral kita kepada aparat penegak hukum di kejaksaan yang kemarin kita ragukan, ternyata mampu berbuat nyata untuk meyakinkan masyarakat bahwa hukum tidak tajam ke bawah tumpul ke atas,” kata Ketua FKPJ Jumantoro.

    Jumantoro berharap kerja cepat kejaksaan ini ditiru institusi aparat penegak hukum lainnya seperti kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi.

    “Kita berharap kasus-kasus lain seperti kasus (dana bantuan sosial) DPRD Jawa Timur yang sudah lama itu juga harus diusut tuntas oleh KPK, sebagai bukti nyata, bahwa mereka tidak sekadar omon-omon doang, hanya memberikan angin segar tapi tidak tuntas,” katanya.

    “Harapan kami semua kasus korupsi diusut tuntas ke akar-akarnya. Tidak hanya oleh kejaksaan, tapi oleh KPK dan kepolisian sebagai sebagai wujud nyata implementasi salah satu Asta Cita Presiden Prabowo tentang pemberantasan korupsi,” kata Jumantoro.

    Kejaksaan Negeri Jember menetapkan Dedy Dwi Setiawan, Wakil Ketua DPRD setempat, dan mantan istrinya Yuanita Qomariyah sebagai tersangka dugaan korupsi dana konsumsi sosialisasi peraturan daerah (sosperda), oleh Kejaksaan Negeri Jember, Senin (20/10/2025) malam.

    Dua tersangka lagi adalah aparatur sipil negara berinisial A dan RAR, dan seorang rekanan penyedia konsumsi SR dan RAR.

    “Menurut hitungan saya, ini sudah masuk satu tahun masa kepemimpinan Bapak Prabowo dan Gibran. Nah, untuk itu kami akan memberikan kado dari tim kerja kami dalam menangani kasus sosperda,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jember Ichwan Effendi. [wir]

  • Kejari Jember Tetapkan 5 Tersangka Korupsi Sosperda, 1 di Antaranya Anggota DPRD
                
                    
                        
                            Surabaya
                        
                        20 Oktober 2025

    Kejari Jember Tetapkan 5 Tersangka Korupsi Sosperda, 1 di Antaranya Anggota DPRD Surabaya 20 Oktober 2025

    Kejari Jember Tetapkan 5 Tersangka Korupsi Sosperda, 1 di Antaranya Anggota DPRD
    Tim Redaksi
    JEMBER, KOMPAS.com
    – Kejaksaan Negeri (Kejari) Jember menetapkan 5 tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi pengadaan konsumsi program sosialisasi peraturan daerah (sosperda) DPRD Jember 2023, Senin (20/10/2025).
    Kepala Kejari Jember Ichwan Effendi menyebutkan, 5 inisial tersangka tersebut ialah DDS, YQ, A, RAR, dan SR.
    Inisial DDS diduga merujuk pada salah satu wakil ketua DPRD Jember saat ini.
    “Itu berdasarkan hasil pelaksanaan penyidikan umum,” kata Ichwan dalam konferensi pers malam ini di Kejari Jember.
    Penetapan tersangka DDS, katanya, berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum pada 17 Juli, 20 Agustus, dan 25 September 2025, serta surat perintah penyidikan khusus tertanggal 20 Oktober 2025.
    “Tepatnya tanggal 20 Oktober kami menaikkan statusnya dari penyidikan umum menjadi penyidikan khusus,” tuturnya.
    Modus dugaan penyelewengan anggaran itu dilakukan dengan realisasi harga di bawah budget yang telah ditetapkan.
    “Yang melaksanakannya juga bukan CV yang ditunjuk berdasarkan penunjukkan eksekutif,” ucap dia.
    Ichwan mengatakan, pihaknya belum membeberkan jumlah kerugian negara imbas kasus tersebut.
    Namun, Ichwan menyebut, barang bukti yang telah disita dari kasus korupsi program sosperda mencapai Rp 108 juta.
    Anggaran makanan minuman ringan (mamiri) dan makanan minuman berat (mamirat) program tersebut sebesar Rp 5,6 miliar.
    Oleh Kejari, 5 tersangka tersebut dijerat Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP subsider Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
    Malam ini juga, para tersangka akan ditahan. Namun, hanya 4 di antaranya yang hadir memenuhi panggilan.
    “Hanya satu yang belum datang yaitu yang berinisial SR, sehingga nanti akan kami lakukan pemanggilan lagi,” ujarnya. 
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Mantan Rektor Unsrat Jadi Tersangka Korupsi Proyek Gedung, Rugikan Negara Rp 2,2 Miliar

    Mantan Rektor Unsrat Jadi Tersangka Korupsi Proyek Gedung, Rugikan Negara Rp 2,2 Miliar

    Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan tinggi (Kejati) Sulawesi Utara (Sulut) menetapkan mantan Rektor Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado berinisial EK alias Ellen, dan dua orang lain sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembangunan gedung Fakultas Hukum dan Teknik, tahun 2014-2019. Perbuatan ketiganya menyebabkan kerugian negara Rp 2,2 miliar.

    “Kami telah menahan ketiga tersangka, yakni EK alias Ellen, pejabat pembuat komitmen JRT dan S, yang merupakan GM PT AK Persero,” kata Kasie Penkum Kejati Sulut Januarius Bolitobi di Manado, Sabtu (18/10/2025). Dikutip dari Antara.

    Ketiga tersangka ditahan di Rutan kelas IIA Malendeng Manado selama 20 hari, terhitung sejak 17 Oktober 2025, untuk keperluan penyidikan kasus tersebut.

    “Penahanan dilakukan oleh penyidik dari Kejaksaan tinggi Manado, karena dikuatirkan ketiga tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan menyulitkan penyelesaian perkaranya, jadi dengan ditahan bisa mempermudah dan memperlancar proses penyelesaian perkara,” tutur Bolitobi.

    Ketiga tersangka ditahan karena diduga melakukan penyimpangan dalam pelaksanaan proyek yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri (loan), yang bersumber dari Islamic Development Bank, serta APBN pada Unsrat, untuk pembangunan gedung fakultas Hukum dan Teknik.

    “Nilai kerugian karena dugaan Tipikor tersebut, diduga sebesar Rp 2.227.342.804,60, yang didapatkan berdasarkan pada perhitungan auditor keuangan,” terang Bolitobi.

    Selain menahan ketiga tersangka, Kejaksaan tinggi sulut juga menetapkan seorang tersangka lainnya yang berinisial HP, yang merupakan tim leader konsultan pengawas, tetapi belum ditahan karena masih menunggu hasil pemeriksaan kesehatan dari dokter, karena dalam keadaan sakit.

    Dia mengatakan EK dan para tersangka lainnya disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) subsidair pasal 3 Jo pasal 18 UU nomor 3tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai mana telah diubah dan ditambah oleh UU Nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Paal 54 ayat (1) ke -1 KUHP.

  • Korupsi di Lampung Berkode Dana Taktis, Dua Pejabat Rutin Potong Anggaran 20 Persen

    Korupsi di Lampung Berkode Dana Taktis, Dua Pejabat Rutin Potong Anggaran 20 Persen

    Liputan6.com, Jakarta Kejaksaan Negeri (Kejari) Tulang Bawang Barat (Tubaba), Provinsi Lampung, menetapkan dua pejabat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) sebagai tersangka korupsi penyalahgunaan anggaran tahun 2022-2024. Keduanya adalah Kepala DLH periode 2021-2025 Firmansyah, dan Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Hartawan.

    Kasi Pidana Khusus Kejari Tulang Bawang Barat, Gita Santika Ramadhani menerangkan, penyidikan menemukan adanya praktik manipulasi kegiatan rutin di DLH Tubaba tanpa dilengkapi surat pertanggungjawaban (SPJ).

    Dalam setiap pencairan anggaran, sekitar 20 persen dana disisihkan untuk Kepala Dinas atas nama dana taktis tanpa bukti pendukung yang sah.

    “Dari hasil penghitungan, kerugian keuangan negara akibat perbuatan para tersangka mencapai Rp 1,3 miliar,” kata Gita kepada wartawan, Rabu (15/10/2025).

    Gita menuturkan, penetapan tersangka dilakukan setelah pemeriksaan lanjutan terhadap keduanya.

    “Tim penyidik telah menetapkan status tersangka terhadap Firmansyah dan Hartawan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan keuangan DLH,” ujarnya.

    Setelah penetapan, kedua pejabat tersebut ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas II B Menggala sebagai tahanan titipan Kejari selama 20 hari ke depan.

    Penetapan itu berdasarkan surat yang ditandatangani Kepala Kejari Tubaba, Mochamad Iqbal tanggal 13 Oktober 2025.

    Keduanya dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Ayat (1) huruf a dan b, Ayat (2) dan (3) UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

    “Penyidik akan bekerja secara profesional dan transparan. Setiap bukti akan diuji, dan siapa pun yang terlibat akan dimintai pertanggungjawaban hukum,” tutup dia.

  • Maju Mundur KPK Menetapkan Tersangka Korupsi Kuota Haji 2024

    Maju Mundur KPK Menetapkan Tersangka Korupsi Kuota Haji 2024

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji terus bergulir, namun hingga kini belum menemukan titik terang dalam penetapan tersangka. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memeriksa sejumlah pihak mulai dari biro travel haji hingga asosiasi penyelenggara umrah.

    Kasus ini mencuat setelah KPK menemukan dugaan pelanggaran dalam pembagian kuota haji yang dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

    Indonesia awalnya mendapat jatah 221.000 kuota haji. Jumlah itu kemudian bertambah 20.000 kuota setelah Presiden Joko Widodo bertemu dengan Perdana Menteri Kerajaan Arab Saudi, Mohammed bin Salman Al-Saud. Tambahan kuota ini terjadi pada masa kepemimpinan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

    Sesuai regulasi, pembagian kuota haji seharusnya terdiri dari 92% kuota haji reguler dan 8% kuota haji khusus. Namun, KPK mendeteksi bahwa kuota justru dibagi 50:50 berdasarkan Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Menteri Agama.

    Yaqut telah diperiksa oleh KPK pada 7 Agustus 2025 sebagai saksi. Usai diperiksa, dia enggan menjelaskan isi pemeriksaan kepada media. Sehari setelahnya, Jumat (8/8/2025), KPK resmi menaikkan status penanganan perkara ini ke tahap penyidikan melalui penerbitan Surat Perintah Penyidikan Umum (Sprindik Umum).

    Yaqut kembali diperiksa pada Senin (1/9/2025) dalam upaya memperdalam penyidikan. Tak hanya itu, penyidik KPK juga menggeledah rumahnya di Jakarta Timur dan menyita sejumlah dokumen serta barang bukti elektronik.

    Penggeledahan juga dilakukan di rumah aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Agama. Dari hasil tersebut, penyidik turut mengamankan satu unit mobil Innova Zenix.

    Pada 11 Agustus 2025, KPK telah mencegah tiga nama untuk bepergian ke luar negeri selama enam bulan ke depan yakni Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; pemilik Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur (FHM); dan Ishfah Abidal Aziz (IAA), mantan staf khusus Menteri Agama.

    Lembaga antirasuah juga memeriksa sejumlah tokoh penting lainnya yakni mantan Bendahara Amphuri, Tauhid Hamdi; Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief; Wasekjen Gerakan Pemuda Ansor, Syarif Hamzah Asyanthry; mantan Ketua Koperasi Amphuri Bangkit Melayani, Joko Asmoro.

    KPK juga mengendus praktik jual-beli kuota haji. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa kuota haji khusus dibanderol antara Rp100 juta hingga Rp300 juta. Bahkan, untuk jalur furoda, tarifnya bisa mencapai Rp1 miliar per orang.

    “Informasi yang kami terima, kuota haji khusus bisa di atas Rp100 jutaan, bahkan hingga Rp200–Rp300 juta. Jalur furoda bahkan hampir menyentuh Rp1 miliar,” ujar Asep, Senin (25/8/2025).

    Asep menyebut, selisih dari penjualan tersebut disetorkan oleh biro travel kepada oknum di Kementerian Agama, dengan nominal mencapai USD2.600 hingga USD7.000 per kuota — setara Rp40,3 juta hingga Rp108 juta.

    Dari hasil pemeriksaan, KPK telah menerima dana hampir Rp100 miliar dari berbagai asosiasi dan biro travel haji yang diduga terlibat dalam perkara ini.

    “Kalau ratusan miliar mungkin belum, tapi kalau puluhan miliar sudah. Mendekati Rp100 miliar, ada,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto, kepada wartawan, Senin (6/10/2025).

    Meski telah memeriksa puluhan saksi dan menyita sejumlah aset, KPK belum menetapkan satu pun tersangka. Setyo menyebut, penetapan tersangka hanya tinggal menunggu waktu.

    “Soal penetapan tersangka itu soal waktu saja,” ujarnya.

    Dia menambahkan bahwa penyidik masih melengkapi konstruksi perkara dengan memanggil saksi-saksi lain dan mengumpulkan bukti tambahan.

    “Masalah lain tidak ada. Penetapan tersangka itu harus disertai dokumen lengkap. Penyidik masih bekerja dan memanggil pihak-pihak terkait untuk diperiksa,” jelasnya.

    Sebelumnya, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo juga menyatakan bahwa penetapan tersangka akan segera diumumkan.

    “Sedang kami siapkan. Jadi kita sama-sama tunggu. Tidak lama lagi akan diumumkan,” katanya, Kamis (18/9/2025).

    Budi menegaskan bahwa tidak ada kendala dalam proses penyidikan. Ia memastikan bahwa tim penyidik bekerja secara progresif.

    “Dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji tahun 2023–2024, tidak ada keraguan sedikit pun dari KPK,” tegas Budi, Selasa (14/10/2025).

    Sampai saat ini, KPK masih terus menyurati pihak-pihak terkait untuk dilakukan pemeriksaan.

  • Sidang Riza Chalid Berpotensi In Absentia, Kejagung Beri Penjelasan Ini – Page 3

    Sidang Riza Chalid Berpotensi In Absentia, Kejagung Beri Penjelasan Ini – Page 3

    Riza Chalid, dikenal sebagai saudagar minyak kaya di Indonesia. Bisnisnya menggurita di dunia perminyakan tanah air. Sejak puluhan tahun lalu.

    Namun kini, di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, Riza harus berhadapan dengan hukum. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi tata Kelola minyak mentah di Kejaksaan Agung. Tak tanggung-tanggung, kerugian negara akibat ulahnya mencapai Rp 285 Triliun.

    Kejagung kini tengah memburu keberadaan Riza Chalid. Sosoknya memang jarang muncul ke publik. Riza dikabarkan sudah tinggal di Malaysia.

    Ironisnya, Riza kongkalingkong bersama sang anak Kerry Adrianto dalam mengeruk kekayaan Indonesia secara illegal.

    Dalam surat dakwaan Kerry, Riza Chalid dan anaknya melalui Gading Ramadhan Joedo selaku Direktur PT Tangki Merak menyampaikan penawaran kerja sama penyewaan Terminal BBM Merak kepada Hanung Budya Yuktyanta sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero).

    PT Pertamina memenuhi permintaan Riza Chalid itu untuk menyewa terminal BBM yang akan dibeli oleh PT Tangki Merak dari PT Oiltanking Merak (nama lama PT Orbit Terminal Merak).

    Pembelian ini diduga terjadi pada periode April 2012-November 2014. Padahal, saat itu, Pertamina belum membutuhkan terminal BBM. Akibatnya, Pertamina rugi Rp 2,9 triliun hanya untuk penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM).

    “Pembayaran sewa terminal BBM tersebut telah mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara selama periode tahun 2014-2024 sebesar Rp 2.905.420.003.854,00 yang merupakan pengeluaran PT Pertamina dan/atau PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dikeluarkan,” kata Jaksa dalam dakwaannya, Senin (14/10/2025).

  • Kejati Jatim Tahan 4 Tersangka Korupsi Dana BSPS Sumenep, Kerugian Negara Capai Rp26,3 Miliar

    Kejati Jatim Tahan 4 Tersangka Korupsi Dana BSPS Sumenep, Kerugian Negara Capai Rp26,3 Miliar

    Sumenep (beritajatim.com) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur resmi menahan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) tahun anggaran 2024 di Kabupaten Sumenep. Keempat tersangka itu yakni RP selaku Koordinator Kabupaten (Korkab) BSPS Sumenep, AAS dan MW sebagai fasilitator lapangan, serta HW yang berperan sebagai pembantu fasilitator.

    Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Wagiyo, mengatakan bahwa para tersangka ditahan setelah menjalani pemeriksaan intensif oleh penyidik dan dianggap memenuhi unsur hukum yang cukup kuat.

    “Penetapan tersangka dan penahanan didasarkan pada alat bukti dan keterangan saksi yang telah memenuhi syarat hukum. Tersangka diduga kuat telah memotong dana BSPS per penerima dengan modus untuk pembuatan laporan dan komitmen fee,” ungkap Wagiyo, Rabu (15/10/2025).

    Dari hasil penyidikan, setiap penerima bantuan program BSPS dipaksa menyetor antara Rp3,5 juta hingga Rp4 juta sebagai “commitment fee” dan tambahan Rp1 juta sampai Rp1,4 juta untuk biaya laporan. Total potongan yang diterima per penerima mencapai Rp4,5 juta hingga Rp5,4 juta dari nilai bantuan Rp20 juta per rumah.

    Bantuan tersebut sejatinya dialokasikan Rp17,5 juta untuk material bangunan dan Rp2,5 juta untuk upah tukang. Namun praktik pemotongan itu menyebabkan dana yang diterima masyarakat berpenghasilan rendah menjadi tidak utuh.

    “Berdasarkan hasil audit sementara, potensi kerugian negara dari kasus ini mencapai Rp26,3 miliar. Namun angka ini masih akan diverifikasi lebih lanjut oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyidikan masih terus kami kembangkan dan tidak menutup kemungkinan akan ada pihak lain yang terlibat,” tandas Wagiyo.

    Program BSPS merupakan bantuan dari pemerintah pusat melalui APBN dengan total anggaran nasional mencapai Rp445,81 miliar untuk 22.258 penerima di seluruh Indonesia. Kabupaten Sumenep tercatat sebagai penerima alokasi terbesar, yakni Rp109,80 miliar untuk pembangunan 5.490 unit rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. [tem/beq]

  • Tersangka Korupsi Dana CSR BI Tak Kunjung Ditahan, MAKI Ancam Somasi Pimpinan KPK

    Tersangka Korupsi Dana CSR BI Tak Kunjung Ditahan, MAKI Ancam Somasi Pimpinan KPK

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana (corporate social responsibility/CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

    Sayangnya hingga saat ini, KPK tidak kunjung menahan kedua tersangka yang telah ditetapkan tersangka itu. Hal tersebut kemudian disesalkan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI).

    Maki menyoroti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang belum menahan tersangka kasus CSR BI.

    MAKI bahkan menegaskan siap melayangkan somasi terhadap pimpinan KPK jika tidak segera menahan tersangka kasus CSR BI.

    Kasus tersebut mengenai dugaan korupsi terkait penyaluran dana tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (corporate social responsibility/CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

    “Apabila KPK tidak segera melakukan penahanan tersangka kasus korupsi CSR BI, maka kami akan menyomasi KPK dan mengajukan praperadilan,” kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

    Boyamin menjelaskan langkah menyomasi KPK diupayakan sebab pihaknya menilai KPK sudah memegang cukup alat bukti untuk menahan tersangka kasus tersebut, yakni anggota DPR RI, Satori dan Heri Gunawan.

    “KPK itu sudah pegang lima alat bukti. Sementara untuk menetapkan dan menahan tersangka itu cukup dua alat bukti,” jelasnya.

    Sementara itu, KPK pada Selasa (14/10) ini masih memanggil sejumlah saksi dalam penyidikan kasus tersebut. Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo kepada para jurnalis di Jakarta, Selasa, mengatakan lembaga antirasuah itu memeriksa sepuluh saksi di Polresta Cirebon.

  • Kuasa hukum Nadiem tetap tuntut bukti kerugian usai praperadilan

    Kuasa hukum Nadiem tetap tuntut bukti kerugian usai praperadilan

    Jakarta (ANTARA) – Tim kuasa hukum Nadiem Anwar Makarim menegaskan tetap menuntut bukti sah adanya kerugian negara, meski hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan mantan Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Indonesia itu.

    “Bagaimana mungkin seseorang ditetapkan sebagai tersangka korupsi, sementara hasil audit untuk menghitung kerugian negaranya belum ada,” kata kuasa hukum Nadiem, Dodi S Abdulkadir di Jakarta, Senin.

    Permohonan praperadilan itu terkait dugaan kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) periode 2020-2022.

    Menurut Dodi pihaknya akan terus menuntut bukti sah yang menunjukkan adanya kerugian negara secara nyata dan pasti (actual loss), bukan sekadar dugaan atau potensi (potential loss) dalam kasus yang dipersangkakan terhadap Nadiem.

    Terlebih, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menyatakan bahwa pengadaan laptop chromebook dinyatakan normal dan tidak ditemukan adanya selisih antara harga jual produk atau jasa dengan harga pokoknya (mark-up).

    “Artinya, hingga hari ini, tidak ada unsur kerugian negara sebagaimana ditegaskan oleh BPKP, lembaga yang sah menurut undang-undang untuk melakukan audit keuangan negara,” ucapnya.

    Maka itu, kuasa hukum menyebut keputusan hakim hanya menilai aspek prosedural tanpa mempertimbangkan substansi perkara.

    Kemudian, Dodi juga menjelaskan bahwa praperadilan hanya menilai formil dan prosedural penetapan tersangka, bukan bagian dari pokok perkara.

    “Sebagai bagian dari proses hukum dan penghormatan atas hak asasi tersangka, seharusnya hakim juga mempertimbangkan berbagai aspek yang dinilai penting dalam penetapan tersangka korupsi,” ucapnya.

    Bahkan, dua ahli hukum pidana yang dihadirkan oleh jaksa maupun tim kuasa hukum memiliki beberapa argumen yang sama terkait materi kerugian negara.

    Pakar hukum pidana Suparji Ahmad dari Universitas Al Azhar Indonesia, sebagai saksi ahli yang dihadirkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), dalam sidang praperadilan tegas menyatakan kerugian keuangan negara dalam perkara korupsi harus bersifat nyata (actual loss), bukan sekadar potensi (potential loss).

    Pandangan ini sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan bahwa unsur kerugian negara harus benar-benar terjadi dan dapat dihitung secara pasti.

    Sementara itu, Ahli Hukum Pidana Dr Khairul Huda dari Universitas Muhammadiyah Jakarta menegaskan alat bukti yang paling relevan untuk menetapkan tersangka dengan Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) adalah adanya kerugian negara.

    Sebelumnya, hakim tunggal PN Jakarta Selatan (Jaksel), I Ketut Darpawan menolak permohonan praperadilan yang diajukan oleh mantan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim.

    Kejagung telah menetapkan mantan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek pada 2019-2022.

    Pewarta: Luthfia Miranda Putri
    Editor: Edy Sujatmiko
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Sangat Menyedihkan, Patahkan Hati Kami

    Sangat Menyedihkan, Patahkan Hati Kami

    GELORA.CO – Orang tua eks Mendikbudristek Nadiem Makarim merespons putusan hakim praperadilan yang menolak permohonan yang diajukan putranya terkait status tersangka korupsi pengadaan laptop berbasis Chromebook. Putusan tersebut dinilai mengecewakan karena dia yakin anaknya bersih dari korupsi.

    “Hasil peradilan ini, keputusan ini tentu saja sangat menyedihkan, mematahkan hati kami sebagai orangtua Nadiem ya. Kami tahu anak kami bersih menjalankan seluruh pekerjaannya, kariernya itu dengan prinsip moral dan kejujuran dan kebaikan yang teguh untuk nusa dan bangsa,” kata Ibu Nadiem, Atika Algadri kepada wartawan, Senin (13/10/2025). 

    Atika menambahkan, prinsip tersebut diemban anaknya sejak memimpin Gojek dahulu dan telah memberikan pekerjaan pada 4 juta masyarakat Indonesia. Begitu juga saat dia memimpin Kemendibudristek, Nadiem dianggap membuat program untuk memajukan pendidikan Indonesia.

    “Kita sedih dan enggak mengerti mengapa ini semua bisa terjadi, tapi yaudah sekarang kita hadapi perjuangan ke depan yang pasti masih panjang, tapi saya tahu, anak saya anak yang jujur dan dia akan berjuang mengungkapkan kejujurannya,” tuturnya.

    Maka itu, dia heran mengapa sampai anaknya dijebloskan ke penjara. Peristiwa yang dialami anaknya ini tak jauh berbeda dengan yang dialami Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan mantan Mendag Thomas Trikasih Lembong.

    “Saya harap penegak hukum menegakkan prinsip yang sama untuk menegakkan kepastian hukum, menegakkan kebenaran dan kejujuran untuk bangsa ini, bukan hanya untuk Nadiem, untuk penegakan hukum di negara ini. Nadiem hanya salah satu contohnya, sebab terlalu banyak orang yang diperlakukan seperti ini, ada Pak Hasto, Tom Lembong, banyak sekali,” ujar Atika.

    Sementara itu, Ayah Nadiem, Nono Anwar menambahkan, hasil praperadilan itu mengecewakan. Namun, dia meyakini anaknya bakal tetap kuat menahan cobaan ini.

    “Hasil praperadilan mengecewakan, kita berjuang terus. Untung sekali bahwa Nadiem berdiri kuat sekali sampai hari ini, dia bisa bertahan lama kuat sekali,” ucapnya