Topik: tersangka korupsi

  • Komentari Penetapan Tersangka Tom Lembong, Mantan Ketua KPK: Jika Ini Tidak Bisa Dijelaskan, maka Sinyalemen Kriminalisasi Menjadi Justified

    Komentari Penetapan Tersangka Tom Lembong, Mantan Ketua KPK: Jika Ini Tidak Bisa Dijelaskan, maka Sinyalemen Kriminalisasi Menjadi Justified

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Penetapan tersangka yang dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) terhadap mantan Mendag RI, Thomas Trikasih Lembong terus menyita perhatian sejumlah kalangan.

    Apalagi, Thomas Lembong bukan satu-satunya mantan Menteri Perdagangan yang melakukan impor gula saat menjabat. Sejumlah menteri yang menjabat setelahnya juga tercatat melakukan impor gula, bahkan dengan jumlah yang jauh lebih banyak dibanding yang dilakukan Thomas Lembong.

    Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Bambang Widjojanto bahkan turut angkat bicara, merespons langkah Kejaksaan agung (Kejagung) menetapkan mantan Mendag RI, Thomas Trikasih Lembong jadi tersangka korupsi.

    Bambang menyebut Kejagung harus segera memperjelas kasus penetapan tersangka Tom Lembong -sapaan Thomas Lembong guna menghindari kegaduhan di masyarakat. “Secepatnya itu (kasus) harus dijelaskan karena akan lebih baik,” kata mantan pimpinan KPK itu di Padang, Jumat (1/11/2024).

    Dia menyampaikan itu merespons penetapan tersangka Mendag RI periode 2015-2016 Tom Lembong, terkait perizinan impor gula yang disinyalir merugikan negara.

    Selain Tom, Kejagung juga menjerat Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) periode 2015-2016 berinisial CS.

    Menurut Bambang, kasus tersebut sudah menjadi perhatian publik sehingga Kejagung harus mempertegas dan menjelaskan alasan penetapan tersangka terhadap Tom Lembong.

    “Pejabat publik harus mampu menjelaskannya, dan bukan hanya sekadar legalitas tapi apa yang menjadi syarat dasar orang ini (Tom Lembong) dijadikan tersangka,” tutur dia.

  • Sorotan Media Asing soal Tom Lembong Tersangka Korupsi Gula Rp400 Miliar

    Sorotan Media Asing soal Tom Lembong Tersangka Korupsi Gula Rp400 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA – Bukan hanya di Indonesia, kabar Tom Lembong yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi gula Rp400 miliar juga sampai ke media asing.

    Media asal Singapura, The Straits Times, turut menyoroti kasus korupsi mantan Menteri Perdagangan RI tersebut.

    The Straits Times menulis berita dengan judul “Indonesia arrests former trade minister in sugar import graft case”.

    Dalam artikel tersebut, media tersebut mengulas korupsi yang dilakukan Tom Lembong hingga merugikan Indonesia sebanyak Rp400 Miliar.

    “Thomas Trikasih Lembong ditetapkan sebagai tersangka dan ditangkap pada akhir 29 Oktober oleh jaksa dari kantor Kejaksaan Agung, dengan tuduhan memberikan izin kepada perusahaan swasta pada saat Indonesia sedang surplus gula, kata kantor tersebut,” bunyi keterengan media tersebut.

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan hasil rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015 silam menyimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor dari luar negeri.

    Namun, Tom Lembong yang saat itu menjabat Mendag pada 2015-2016 atau periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada perusahaan swasta.

    “Akan tetapi pada tahun yang sama 2015 Menteri Perdagangan, yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” jelas Qohari pada konferensi pers, Selasa (29/10/2024).

    The Straits Time juga menyoroti tentang Tom Lembong yang turut menjadi manajer kampanye saat Anies Baswedan mencalonkan diri sebagai Presiden.

    “Lembong adalah manajer kampanye dalam pemilihan presiden bulan Februari untuk Tn. Anies Baswedan, yang maju melawan pemenangnya, Presiden Prabowo Subianto, yang secara luas dipandang sebagai penerus pilihan Tn. Widodo, yang dilantik pada tanggal 20 Oktober,” lanjut mereka.

  • Infografis Kronologi Mantan Mendag Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Impor Gula dan Rekam Jejaknya – Page 3

    Infografis Kronologi Mantan Mendag Tom Lembong Jadi Tersangka Kasus Impor Gula dan Rekam Jejaknya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong tersandung kasus hukum. Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan mantan Menteri Perdagangan (Mendag) tersebut sebagai tersangka kasus korupsi komoditas gula yang terjadi di Kementerian Perdagangan periode 2015-2023.

    Penetapan Tom Lembong tersangka berdasarkan temuan 2 alat bukti yang cukup. Dengan demikian, penyidik Kejagung menaikkan status Tom Lembong dari saksi menjadi tersangka.

    “Adapun kasus tersebut sebagai berikut, bahwa pada tahun 2015 berdasarkan rapat koordinasi antar-kementerian. Tepatnya telah dilaksanakan tanggal 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula, sehingga tidak perlu atau tidak membutuhkan impor gula,” ujar Direktur Penyidikan (Dirdik) Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Abdul Qohar di Jakarta, Selasa 29 Oktober 2024.

    Namun, menurut Qohar, pada tahun yang sama yakni 2015, Tom Lembong selaku Mendag memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP. Gula kristal mentah tersebut kemudian diolah menjadi gula kristal putih atau GKP.

    Dalam kasus impor gula, selain Tom Lembong, penyidik Kejagung juga menetapkan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Charles Sitorus, sebagai tersangka. Perbuatan keduanya diduga menyebabkan timbulnya kerugian negara sekitar Rp 400 miliar.

    Usai resmi ditetapkan sebagai tersangka korupsi impor gula, Tom Lembong langsung ditahan selama 20 hari ke depan. Tom Lembong kemudian dibawa ke mobil tahanan dengan mengenakan rompi tahanan merah muda dan tangan diborgol.

    “Kita serahkan semua pada Tuhan Yang Maha Kuasa,” ucap Tom Lembong di Kejagung, Jakarta, Selasa 29 Oktober 2024.

    Penetapan Tom Lembong sebagai tersangka menuai beragam tanggapan dari sejumlah kalangan. Kejagung pun merespons polemik yang muncul di tengah masyarakat.

    “Kami tidak mau berandai-andai, tidak mau berpolemik, kita fokus menyelesaikan perkara ini,” ucap Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar di Jakarta, Kamis 31 Oktober 2024.

    Bagaimana kronologi mantan Mendag Tom Lembong menjadi tersangka kasus impor gula? Bagaimana pula rekam jejaknya? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini:

  • 1
                    
                        Kasus Tom Lembong, Kejagung: Status Tersangka Korupsi Tak Harus Terima Uang
                        Nasional

    1 Kasus Tom Lembong, Kejagung: Status Tersangka Korupsi Tak Harus Terima Uang Nasional

    Kasus Tom Lembong, Kejagung: Status Tersangka Korupsi Tak Harus Terima Uang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus)
    Kejaksaan Agung
    , Abdul Qohar, menegaskan bahwa seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana
    korupsi
    tanpa harus terbukti menerima aliran dana.
    Pernyataan ini merespons perkembangan kasus dugaan korupsi kebijakan
    impor gula
    yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    .
    “Penetapan tersangka dalam tindak pidana korupsi ini, sesuai Pasal 2 dan Pasal 3, tidak mensyaratkan seseorang harus menerima uang,” kata Abdul Qohar di Kantor Kejagung, Jakarta, Kamis (31/10/2024).
    “Ketika perbuatan melawan hukum dilakukan atau kewenangan disalahgunakan untuk menguntungkan pihak lain atau korporasi, hal itu sudah memenuhi unsur pidana,” ujar dia menambahkan.
    Ia melanjutkan, penyidik juga terus mendalami dugaan aliran dana ke Tom Lembong.
    Namun, Qohar menekankan bahwa aliran dana bukan satu-satunya indikator penetapan tersangka.
    “Penyidikan ini masih baru, baru dua hari sejak Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka,” kata Qohar.
    “Prosesnya masih panjang, dan fokus kami adalah mengungkap seluruh aspek yang relevan sesuai unsur-unsur dalam pasal korupsi,” ujar dia.
    Ia mengatakan, penyidikan dugaan korupsi kasus impor gula ini sementara berfokus pada periode 2015-2016 ketika Tom Lembong menjabat sebagai Menteri Perdagangan.
    Namun, Qohar tidak menutup kemungkinan bahwa penyidik akan memeriksa keterlibatan pejabat lain dari periode selanjutnya.
    “Saat ini, fokus penyidikan ada pada periode 2015-2016. Seiring berjalannya waktu, pemeriksaan terhadap pejabat yang terkait dalam kebijakan impor gula di periode selanjutnya juga mungkin dilakukan. Sabar, kami akan terus mendalami,” kata Qohar.
    Seperti diketahui, Kejagung menetapkan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait impor gula, yakni Tom Lembong dan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI.
    Mereka disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
    Kejagung menilai, Tom Lembong bersalah karena membuka keran impor gula kristal putih ketika stok gula di dalam negeri mencukupi.
    Kejagung menyebutkan, izin impor itu diberikan kepada pihak swasta, yakni PT AP, sedangkan Keputusan Menteri Perdagangan Nomor 527 Tahun 2004 mengatur bahwa hanya BUMN yang boleh mengimpor gula kristal putih.
    Kejagung menduga, perbuatan Tom Lembong itu menyebabkan kerugian negara senilai Rp 400 miliar.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Seluruh Menteri yang Terlibat dalam Kebijakan Impor Gula Harus Diperiksa

    Seluruh Menteri yang Terlibat dalam Kebijakan Impor Gula Harus Diperiksa

    GELORA.CO – Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat mengatakan, penetapan tersangka korupsi gula yang menjerat mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong mengandung kejanggalan. Menurutnya, kebijakan impor gula bukan hanya keputusan satu menteri namun keputusan kolektif.

    “Menteri-menteri perdagangan lain sejak 2013, seperti Enggartiasto Lukita, Agus Suparmanto, dan Muhammad Lutfi kita juga tahu semuanya memberikan izin impor gula dengan alasan yang beragam, dari stabilisasi harga hingga menjaga pasokan dalam negeri tapi kenapa hanya Tom Lembong yang ditahan, ini jadi standar ganda,” kata Achmad kepada Media Indonesia pada Kamis, 31 Oktober 2024.

    Achmad menjelaskan, pola kebijakan impor gula harus dievaluasi secara total, tak hanya pada masa satu menteri namun juga semua menteri. Menurutnya, hal ini semakin aneh mengingat data tahun-tahun berikutnya menunjukkan pola kebijakan yang sama, meskipun pemerintah sering mengklaim swasembada gula atau surplus gula, seperti pada 2018, 2021, dan 2022.

    “Namun, izin impor terus diberikan dan bahkan mencapai angka tertinggi pada 2022. Kondisi ini mengundang spekulasi bahwa ada unsur tebang pilih dalam proses hukum terhadap Lembong,” imbuhnya.

    Lebih lanjut, Achmad menyampaikan bahwa izin impor telah diberlakukan oleh berbagai Menteri Perdagangan dalam periode tersebut. Secara logis kebijakan, maka seluruh pihak terkait termasuk menteri-menteri lain, harus diperiksa.

    “Kebijakan ini hanya membawa Lembong ke meja hijau, sementara menteri-menteri lain yang memprakarsai izin serupa tetap bebas dari tindakan hukum. Dengan hanya menahan Lembong, proses hukum tampak tidak konsisten,” ujarnya.

    Achmad menjelaskan bahwa pada 2022, impor gula mencapai angka tertinggi selama satu dekade. Hal ini menunjukkan bahwa pola impor dengan melibatkan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI), sebuah BUMN, telah aktif dalam impor gula sejak 2009, untuk mengatasi kekurangan stok gula nasional, tetap berlangsung meskipun kondisi pasokan dalam negeri kerap kali cukup.

    Sebagai BUMN, Achmad menurutkan bahwa PPI bertugas melaksanakan kebijakan dan distribusi gula yang diimpor sesuai izin dari kementerian, bukan untuk mengalihkan distribusi ke pihak swasta sehingga tuduhan bahwa PPI menjual gula yang seharusnya didistribusikan ke masyarakat tanpa koordinasi juga menimbulkan pertanyaan.

    “Jika PPI aktif dalam distribusi atau transaksi yang melanggar aturan, maka semestinya tanggung jawab operasional berada pada PPI, dan peran Lembong seharusnya terbatas pada pemberian izin,” jelasnya.

    Tuduhan ini, kata Achmad, juga menimbulkan asumsi bahwa keterlibatan PPI dalam impor gula mungkin lebih besar dari sekadar pelaksana kebijakan. Selain itu, dinamika internal PPI juga berpotensi mempengaruhi arah kasus ini.

     

    “Untuk menjaga kredibilitas lembaga penegak hukum, sangat penting memastikan bahwa setiap pihak yang memiliki tanggung jawab atau pengaruh dalam pelaksanaan impor gula diperiksa,” tegasnya.

    Selain itu, kasus ini semakin janggal lantaran juga muncul adanya keputusan serupa berulang kali terkait kebijakan imlor gula yang dilakukan oleh menteri perdagangan lainnya di era yang sama namun tanpa konsekuensi hukum. Pada 2018, pemerintah mengumumkan swasembada gula, namun tetap memberikan izin impor sebesar 4,6 juta ton. Pada 2021 dan 2022, surplus gula nasional kembali diklaim, tetapi angka impor mencapai rekor tertinggi lebih dari 6 juta ton.

    “Bahkan kebijakan impor beras menunjukkan pola serupa, pemerintah sering mengklaim swasembada, tetapi tetap mengimpor dengan alasan menjaga harga atau persediaan,” ungkap dia.

  • Terungkap Alasan Timah Libatkan Penambang Rakyat

    Terungkap Alasan Timah Libatkan Penambang Rakyat

    Jakarta

    Dalam sidang kasus korupsi pengelolaan tambang timah terungkap alasan PT Timah (Tbk) melibatkan penambang rakyat dan perusahaan smelter swasta.

    Mantan Direktur Operasional PT Timah Alwin Albar yang dihadirkan sebagai saksi mengungkap mengapa PT Timah melibatkan masyarakat dalam aktivitas pertambangan rakyat dan menggandeng smelter swasta untuk mengolah bijih timah. Padahal, pertambangan dilakukan di area yang masih masuk dalam wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah.

    Alwin menjelaskan, ada dua alasan mengapa ada sejumlah area tambang yang tak digarap sendiri oleh PT Timah meski area tersebut berada di wilayah IUP miliknya. Pertama adalah masalah kepemilikan lahan, kedua adalah masalah efisiensi.

    Dalam urusan lahan, Alwin menjelaskan, ada area-area yang secara status kepemilikan lahan berada di bawah kepemilikan masyarakat secara sah meski masuk dala wilayah IUP PT Timah. Agar pertambangan di area tersebut bisa dilakukan, PT Timah harus terlebih dahulu membebaskan lahan dari masyarakat agar memenuhi prinsip Clear and Clear (CnC).

    Alwin lantas ditanya, mengapa PT Timah tidak membebaskan saja lahan tersebut dari masyarakat?

    “Masalahnya, masyarakat mau jual (tanahnya) nggak? Kan mereka belum tentu mau jual,” tutur dia, dikutip di Jakarta, Jumat (31/10/2024).

    Tantangan tersebut dijawab PT Timah dengan melakukan kemitraan dengan masyarakat pemilik lahan untuk melakukan pertambangan.

    Dari sana, muncul lah kebijakan agar kerja sama dengan penambang rakyat dilakukan lewat badan hukum berbentuk CV dengan pola kemitraan. CV didirikan oleh masyarakat pemilik lahan yang berada di wilayah IUP PT Timah.

    Dengan pola kemitraan ini, masyarakat penambang rakyat dan pemilik lahan di bawah naungan badan hukum berbentuk CV, melakukan pertambangan yang hasilnya dibeli oleh smelter swasta yang sudah bekerja sama dengan PT Timah.

    Lewat pola ini, tercipta ekosistem yang lebih tertata agar timah yang ditambang oleh masyarakat di wilayah IUP PT Timah tidak diperdagangkan secara ilegal. Di sisi lain para pemilik lahan yang lokasinya berada di wilayah IUP PT Timah tetap mendapatkan hak ekonomi atas lahan yang mereka miliki.

    Selanjutnya, Alwin menceritakan alasan mengapa PT Timah kala itu menggandeng smelter swasta dalam memproses bijih timah yang diproduksi penambang rakyat.

    “Karena biaya pengolahannya lebih murah,” sebut dia.

    Pada sidang sebelumnya juga terungkap, biaya yang harus dibayarkan PT Timah ke smelter swasta total sebenarnya adalah US$ 4.000/Ton. Biaya itu termasuk peleburan, pengangkutan dan biaya lainnya.

    Sementara, untuk komponen biaya yang sama, total biaya yang harus dikeluarkan PT Timah untuk melakukan produksi adalah mencapai US$ 6.000/ton.

    Lihat Video: Tampang Eks Dirjen Kementerian ESDM Tersangka Korupsi PT Timah

    (rrd/rir)

  • Tanggapi Penetapan Tersangka Tom Lembong, Bahlil: Saya Sebagai Junior Prihatin

    Tanggapi Penetapan Tersangka Tom Lembong, Bahlil: Saya Sebagai Junior Prihatin

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengaku prihatin dengan kasus yang menjerat mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong. 

    Untuk diketahui, keduanya sama-sama merupakan mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) di bawah pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi). Tom Lembong, sapaannya, menjabat sebagai Kepala BKPM sebelum digantikan Bahlil pada 2019. 

    Meski demikian, Bahlil mengaku tidak mengetahui sama sekali perkara hukum yang kini menjerat Tom di Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    “Saya sendiri enggak tahu apa masalah, apa segala macam apalagi saya kan tidak pernah di [kementerian] perdagangan. Jadi mungkin kita serahkan kepada proses hukum yang baik aja lah,” katanya kepada wartawan saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/10/2024). 

    Ketua Umum Partai Golkar itu lalu menilai bahwa seluruh pihak perlu memercayai aparatur negara, saat ditanya apabila kasus Tom ditengarai merupakan intervensi dari penguasa. 

    Apalagi, saat Pilpres 2024, Tom yang merupakan Co-Captain Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (Amin) kerao melontarkan kritik ke kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, yang kini resmi memimpin pemerintahan lima tahun ke depan. 

    “Lihat proses aja. Saya sebagai junior juga turut prihatin, sebagai junior beliau karena kami sama-sama sebagai mantan kepala BKPM, jadi kami mendoakan yang terbaik,” ucap Bahlil. 

    Sebelumnya, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengaku sedih mendengar penetapan Tom Lembong tersangka korupsi izin persetujuan impor gula 2015-2016. 

    Mantan Mendag 2015-2016 itu merupakan figur penting dalam kampanye Cak Imin sebagai calon wakil presiden 2024, kendati kini dia memutuskan untuk bergabung ke pemerintahan Prabowo. 

    “Ya saya turut bersedih sebenarnya. Semoga Pak Tom sabar, mudah-mudahan kuat,” ujarnya kepada wartawan saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (30/10/2024). 

    Cak Imin hanya singkat merespons soal penetapan tersangka Tom Lembong oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Dia pun tidak mengomentari lebih lanjut apabila ada dugaan kriminalisasi dalam perkara hukum yang menjerat Tom Lembong.

    “Saya enggak tahu [soal dugaan kriminalisasi],” ujar Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu. 

    Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, Untuk diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Tom Lembong sebagai satu dari dua tersangka kasus dugaan korupsi izin persetujuan impor gula 2015-2016. Kasus itu diduga memicu kerugian keuangan negara sekitar Rp400 miliar. 

    Penyidik pada Jampidsus Kejagung menduga Tom memberikan penugasan kepada perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah yang kemudian menjadi gula kristal putih. 

    Kendati impor itu ditujukan untuk menstabilkan harga gula yang melambung tinggi karena kelangkaan saat itu, Tom diduga menyalahi sejumlah aturan. 

    “Padahal yang seharusnya melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri dalam rangka stabilitas harga adalah BUMN yang ditunjuk oleh menteri perdagangan. Itu pun seharusnya gula kristal putih, bukan gula kristal mentah,” jelas Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohari dalam konferensi pers, Selasa (29/10/2024).

  • Hilmi Firdausi Beri Nasihat untuk Pejabat Usai Penetapan Tersangka Tom Lembong: Jangan Tebang Pilih

    Hilmi Firdausi Beri Nasihat untuk Pejabat Usai Penetapan Tersangka Tom Lembong: Jangan Tebang Pilih

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Ustaz Hilmi Firdausi angkat suara terkait penetapan Tom Lembong sebagai tersangka korupsi. Ia menyoroti kasus tersebut.

    Menurutnya, apa yang terjadi pada Tom Lembong karena kebijakannya saat menjabat Menteri Perdagangan. Karenanya ia meminta hal sama dilakukan pada pejabat lain.

    “Jika seorang mantan menteri ditangkap karena kebijakannya, maka hal yang sama juga harus dilakukan kepada pejabat & mantan pejabat lain yang bersalah,” kata Hilmi dikutip dari unggahannya di X, Kamis (31/10/2024).

    “Tanpa melihat yang bersangkuatan dekat dengan kekuasaan atau menjadi lawan politik,” tambahnya.

    Hilmi meminta pihak berwenang tak tebang pilih dalam menegakkan hukum. Apalagi hanya untuk melindungi kesalahan penguasa.

    “Jangan tebang pilih apalagi melindungi sebuah kesalahan karena yang bersangkutan ada di lingkaran kekuasaan,” ucapnya.

    Menurutnya, hukum tidak bisa ditegakkan berdasarkan kemauan penguasa.

    “Hukum harus ditegakkan seadil-adilnya hingga tercipta rasa keadilan publik. Yang kemarin sangat geram karena ada makelar kasus di MA selama 10 tahun yang ditangkap dengan bukti sitaan hingga 1 T,” bebernya.

    Hilmi pun memberi nasihat bagi para pemangku kebijakan dan penegak hukum. Mengutip Surah Al Maidah ayat 8.

    “Untuk semua pejabat & penegak hukum di negeri ini, izinkan saya memberi nasihat dengan mengutip firman Allah SWT di QS Al Ma’idah ayat 8,” ucapnya.

    “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” kata Hilmi mengutip ayat di Al Quran.
    (Arya/Fajar)

  • Duduk Perkara Kerugian Negara Rp400 Miliar yang Disangkakan ke Tom Lembong

    Duduk Perkara Kerugian Negara Rp400 Miliar yang Disangkakan ke Tom Lembong

    Bisnis.com, JAKARTA – Kabar Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong yang ditetapkan sebagai tersangka telah mengejutkan publik.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) menduga mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) sebanyak 105.000 ton pada 2015.

    Hal tersebut menjadi penyebab pria yang akrab disapa Tom Lembong itu kini ditetapkan tersangka oleh tim penyidik di Jampidsus Kejagung, Selasa (29/10/2024).

    Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan hasil rapat koordinasi antarkementerian pada 12 Mei 2015 silam menyimpulkan Indonesia surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor dari luar negeri.

    Namun, Tom Lembong yang saat itu menjabat Mendag pada 2015-2016 atau periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada perusahaan swasta.

    “Akan tetapi pada tahun yang sama 2015 Menteri Perdagangan, yaitu Saudara TTL memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP yang kemudian gula kristal mentah tersebut diolah menjadi gula kristal putih,” jelas Qohari pada konferensi pers, Selasa (29/10/2024).

    Selanjutnya, pada 28 Desember 2015. kementerian-kementerian di bawah Kemenko Perekonomian menggelar rapat ihwal Indonesia yang disebut bakal mengalami kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton di 2016. Pemerintah pun menggelar rapat untuk membahas stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.

    Pada rentang waktu November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdangan Indonesia (Persero) atau PPI memerintahkan P, selaku Staf Senior Manajer Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan swasta yang bergerak di bidang gula.

    Padahal, timpal Qohari, impor yang boleh dilakukan untuk pemenuhan stok dan stabilasi harga seharusnya gula impor putih, dan hanya boleh dilakukan oleh BUMN.

    Tidak hanya itu, izin industri kedelapan perusahaan swasta yang mengelola gula kristal mentah menjadi gula kristal putih itu sebenarnya adalah produsen gula kristal rafinasi untuk industri makanan, minuman dan farmasi.

    Setelah impor dilakukan oleh kedelapan perusahaan, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut. Padahal, Kejagung menduga senyatanya gula itu dijual oleh perusahaan swasta ke pasaran atau masyarakat melalui distributor yang terafiliasi dengannya.

    Harga yang dipatok untuk gula itu yakni Rp16.000 per kg, atau lebih tinggi dari HET saat itu Rp13.000 per kg dan tidak dilakukan operasi pasar.

    Alhasil, PT PPI berhasil mendapatkan fee sebesar Rp105 per kg dari delapan perusahaan yang melakukan importasi dan pengolahan gula kristal mentah ke gula putih tersebut.

    “Bahwa kerugian negara akibat perbuatan importasi gula yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-perundangan yang berlaku, negara dirugikan sebesar kurang lebih Rp400 miliar,” pungkasnya.

    Peran Tom Lembong

    Kejagung mengungkap peran mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong dalam kasus dugaan korupsi izin persetujuan impor gula.

    Untuk diketahui, pria yang akrab disapa Tom Lembong itu merupakan satu dari dua orang yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung. Keduanya juga sudah ditahan per hari ini, Selasa (29/10/2024).

    Menurut Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohari, pihaknya menduga Tom berperan dalam memberikan penugasan kepada perusahaan swasta untuk mengimpor gula kristal mentah yang kemudian menjadi gula kristal putih.

    Kendati impor itu ditujukan untuk menstabilkan harga gula yang melambung tinggi karena kelangkaan saat itu, Tom diduga menyalahi sejumlah aturan.

    “Padahal yang seharusnya melakukan impor gula untuk kebutuhan dalam negeri dalam rangka stabilitas harga adalah BUMN yang ditunjuk oleh menteri perdagangan. Itu pun seharusnya gula kristal putih, bukan gula kristal mentah,” jelas Qohari dalam konferensi pers, Selasa (29/10/2024).

    Kejagung menyebut telah memeriksa eks Tom Lembong sebanyak tiga kali sebelum menetapkannya sebagai tersangka kasus importasi gula.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar mengatakan pemeriksaan Tom Lembong dalam kapasitasnya sebagai saksi dilakukan sejak 2023.

    “Terkait dengan pemeriksaan yang bersangkutan sejak kurun waktu 2023 sudah tiga kali diperiksa sebagai saksi, dan kemarin tentu beliau dipanggil, yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi,” ujarnya di Kejagung, Rabu (30/10/2024).

    Kemudian, kata Harli, pihaknya baru menetapkan status tersangka pada mantan Co-captain Tim Pemenangan Anies-Cak Imin di Pilpres dalam panggilan ketiganya atau Selasa (29/10/2024).

    “Setelah lakukan pemeriksaan sebagai saksi, penyidik melakukan expose perkara kemudian menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,” tambahnya.

    Harli juga menambahkan, penyidikan yang menyeret Tom Lembong ini dimulai pada Oktober 2023. Dalam kasus ini Tom ditengarai memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton pada 2015.

    Padahal, saat itu Indonesia sedang mengalami surplus gula, sehingga Indonesia tidak memerlukan impor gula di luar negeri.

    Akan tetapi, Tom yang saat itu menjabat Mendag pada 2015-2016 justru memberikan izin persetujuan impor gula kristal mentah kepada perusahaan swasta.

    Di lain sisi, Harli juga menekankan bahwa penetapan tersangka ini tidak memuat unsur politik dan murni dari hasil penyidikan dan temuan barang bukti.

    “Murni ini penegakan hukum bahwa terhadap penegakan hukum yang represif tentu harus dimaknai terhadap pemenuhan adanya bukti permulaan yang cukup,” pungkasan.

    Dukungan ke Tom Lembong

    Politikus Anies Baswedan menyinggung tentang negara kekuasaan saat merespons penetapan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong sebagai tersangka korupsi importasi gula.

    Anies semula menyebut tentang kedudukan Indonesia dalam UUD 1945. Dia ingin melihat apakah negara ini masih menerapkan prinsip negara hukum (rechtsstaat) atau negara berdasarkan kekuasaan (machtstaat).

    “Kami ingin negeri ini membuktikan bahwa yang tertulis di Penjelasan UUD 1945 masih valid,” ujar Anies dalam cuitan di akun X resminya, Rabu kemarin.

    Anies dan Tom Lembong memiliki hubungan dekat. Tom merupakan figur penting di tim kampanye Anies saat berkontestasi di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

    Tidak hanya itu, ketika keduanya meninggalkan kabinet pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), Tom diangkat Anies sebagai Komisaris Independen PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk. 

    Dalam pernyataannya yang dibagikan melalui platform X, Anies menyebut telah bersahabat dengan Tom selama hampir 20 tahun. Dia menyebut mantan Mendag Kabinet Kerja Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) itu sebagai pribadi yang berintegritas tinggi. 

    “Tom adalah orang yang lurus dan bukan tipe orang yang suka neko-neko. Karena itu selama karier-panjang di dunia usaha dan karier-singkat di pemerintahan ia disegani, baik lingkup domestik maupun internasional.”

    Anies sangat terkejut ketika mendengar kabar Tom Lembong menjadi tersangka. Kendati demikian, sebagai warga negara dia menghormati proses hukum yang sedang berlangsung.

    “Kami percaya aparat penegak hukum dan peradilan akan menjalankan proses secara transparan dan adil. Kami juga tetap akan memberikan dukungan moral dan dukungan lain yang dimungkinkan untuk Tom,” tutur Anies.

    Kemudian, Anies memberikan pesan kepada sahabatnya itu. Dia meminta agar Tom tidak berhenti mencintai Indonesia dan rakyatnya. Mantan Rektor Universitas Paramadina itu juga menegaskan masih percaya terhadap Tom. 

    “I still have my trust in Tom, dan doa serta dukungan kami tidak akan putus,” tuturnya. 

  • Terjadi di 2015, Kenapa Kasus Tom Lembong Baru Diungkap Sekarang?

    Terjadi di 2015, Kenapa Kasus Tom Lembong Baru Diungkap Sekarang?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong (TTL) atau Tom Lembong resmi ditetapkan sebagai tersangka korupsi kasus importasi gula. Kasus ini terjadi pada tahun 2015 dan ditelusuri sejak Oktober 2023.

    Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan penanganan perkara membutuhkan bukti-bukti dan analisa mendalam sehingga memerlukan waktu.

    “Karena ada pertanyaan kenapa harus sekarang? Nah memang saya sampaikan bahwa penyidikan ini sudah dilakukan sejak Oktober 2023, jadi persis 1 tahun ya, nah tetapi bahwa setiap penanganan perkara ada karakteristik yang dimiliki oleh perkara itu tidak bisa disamakan 1 perkara dengan perkara yang lain, ada tingkat kesulitannya yang dialami oleh penyidik,” kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, dikutip dari Detikcom, Kamis (31/10/2024).

    Harli mengatakan, dalam kurun setahun, penyidik Kejagung terus mendalami kasus tersebut. Menurutnya, bukti-bukti yang diperoleh penyidik juga dianalisis dan diintegrasikan. Harli juga menegaskan tidak ada politisasi hukum dalam kasus ini. Kasus ini murni penegakan hukum.

    “Bahwa terhadap penegakan hukum yang represif tentu harus dimaknai terhadap pemenuhan adanya bukti permulaan yang cukup, itu harus dilihat atau ditemukan dari setidaknya 2 alat bukti itu supaya clear,” ujarnya.

    Kronologi Lengkap

    Kasus ini bermula pada tahun 2015 berdasarkan Rapat Koordinasi (Rakor) antar Kementerian tanggal 12 Mei 2015 telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula. Akan tetapi, pada tahun 2015 Menteri Perdagangan Tersangka TTL memberikan izin Persetujuan Impor (Pl) gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP).

    Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, yang diperbolehkan impor GKP adalah BUMN. Tetapi berdasarkan Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Tersangka TTL dilakukan oleh PT AP dan Impor GKM tersebut tidak melalui Rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.

    Pada tanggal 28 Desember 2015, dilakukan Rakor Bidang Perekonomian yang dihadiri oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian. Salah satu pembahasannya adalah bahwa Indonesia pada tahun 2016 kekurangan GKP sebanyak 200.000 ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.

    Pada bulan November-Desember 2015, Tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak empat kali.

    Pertemuan guna membahas rencana kerja sama impor GKM menjadi GKP antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta, yang juga atas sepengetahuan dan Direktur Utama PT PPI saat itu.

    Pada bulan Januari 2016, Tersangka TTL menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI yang berisi penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula, melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300.000 ton.

    Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan swasta lainnya yaitu PT KTM, meskipun seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung, dan yang dapat melakukan impor tersebut hanya BUMN (PT PPI).

    Atas sepengetahuan dan persetujuan Tersangka TTL, Persetujuan Impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung. Selain itu, Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.

    Kedelapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi. Setelah kedelapan perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi yang sebesar Rp 13.000/kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.

    Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah GKM sebesar Rp105/kg.

    “Sesuai dengan Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 Tahun 2004, yang diperbolehkan impor gula kristal putih adalah BUMN. Tetapi berdasarkan persetujuan impor yang dikeluarkan tersangka TTL, impor tersebut dilakukan oleh PT AP. Dan impor gula tersebut tidak melalui rapat koordinasi atau rakor dengan instansi terkait, serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan riil gula di dalam negeri,” jelas Qohar.

    (haa/haa)