Topik: tersangka korupsi

  • Istri Legislator DPRD NTB Dicecar Pertanyaan Terkait Dua Tersangka Korupsi Dana ‘Siluman’

    Istri Legislator DPRD NTB Dicecar Pertanyaan Terkait Dua Tersangka Korupsi Dana ‘Siluman’

    Liputan6.com, Jakarta Nurhidayah, istri Indra Jaya Usman (IJU) legislator dari Partai Demokrat tersangka kasus korupsi dana siluman DPRD NTB, membantah keterlibatan sebagai pengepul aliran uang.

    Kuasa Hukum Nurhidayah, Abdul Majid mengatakan, pemeriksaan terhadap Nurhidayah bukan soal aliran uang yang dibagikan suaminya.

    “Kami dampingi beliau (Nurhidayah) ke penyidik kejaksaan hanya untuk mengkonformasi pertanyaan lanjutan yang sudah ditanyakan pada pemeriksaan beberapa waktu lalu, yaitu apakah mengenal dua tersangka lainnya, itu saja,” ujar Majid, Selasa (2/12).

    Saat ditanya, apakah Nurhidayah mengetahui soal pembagian uang yang dilakukan oleh suaminya. Majid, tegas membantah. Menurutnya, Nurhidayah tidak pernah mencampuri urusan suaminya meskipun mereka satu ranjang.

    “Intinya Bu Nurhidayah tidak tahu sama sekali soal aliran uang yang dibagi oleh suaminya. meskipun mereka satu rumah,” ujar Majid.

    Untuk itu, Majid meminta agar publik tidak terlalu membesar-besarkan soal dugaan keterlibatan Nurhidayah di kasus ‘Dana Siluman’ ini.

    “Ini adalah upaya klarifikasi dari kami agar tidak membias,” tutup Abdul Majid.

    Untuk diketahui, Kejaksaan Tinggi NTB telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi DPRD NTB. Mereka adalah Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim, dan dua anggota DPRD lainnya yakni, Indra Jaya Usman (IJU) dan Muhammad Nashib Ikroman alias Acip.

    Penyidik menahan ketiganya di dua Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) yang berbeda selama 20 hari. Indra Jaya Usman dan Hamdan Kasim di Lapas Kelas IIA Kuripan Lombok Barat. Sementara itu, Muhammad Nashib Ikroman di Rutan Lombok Tengah.

    Terhadap ketiganya, penyidik Kejati NTB menyangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

    Untuk diketahui, sejak awal bergulirnya penanganan kasus dugaan korupsi ini, Tim Pidsus Kejati NTB telah memeriksa sedikitnya 50 saksi. Mereka berasal dari kalangan anggota DPRD NTB dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD), dan pihak kontraktor yang diduga sebagai pengepul uang.

    Penyidik juga telah menyita barang bukti uang senilai Rp 2 miliar lebih dari 15 orang anggota DPRD NTB. Uang miliaran rupiah tersebut dibagikan oleh para tersangka kepada rekan-rekan anggota dewan lainnya dengan variasi 150-300 juta rupiah per anggota.

    Setelah penetapan tersangka, penyidik kini tengah memeriksa puluhan anggota DPRD NTB lainnya untuk dimintai keterangan.

  • Duduk Perkara ASN Kemenhub Jadi Tersangka Korupsi Proyek DJKA di Medan 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        2 Desember 2025

    Duduk Perkara ASN Kemenhub Jadi Tersangka Korupsi Proyek DJKA di Medan Nasional 2 Desember 2025

    Duduk Perkara ASN Kemenhub Jadi Tersangka Korupsi Proyek DJKA di Medan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengaturan pemenangan dan pemeliharaan proyek kereta api Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) di Medan pada Senin (1/12/2025).
    Mereka adalah Muhlis Hanggani Capah, selaku ASN pada Direktorat Keselamatan Perkeretaapian DJKA Kemenhub RI sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Balai Teknik Perkeretaapian
    Medan
    tahun 2021-Mei 2024, dan Eddy Kurniawan Winarto, selaku wiraswasta.
    “Berdasarkan kecukupan alat bukti,
    KPK
    menetapkan tersangka dan melakukan penahanan terhadap dua tersangka EKW (Eddy Kurniawan Winarto) selaku wiraswasta dan MHC (Muhlis Hanggani Capah) selaku ASN Direktorat Keselamatan Perkeretaapian DJKA Kemenhub RI sekaligus PPK di Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2021-Mei 2024,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin.
    Asep mengatakan, kasus bermula saat Muhlis bersama stafnya melakukan pengkondisian paket pekerjaan Pembangunan Emplasemen dan Bangunan Stasiun Medan Tahap II (JLKAMB) dengan modus “asistensi” di beberapa lokasi, baik sebelum maupun pada saat proses lelang.
    Kemudian, Muhlis selaku PPK dan perpanjangan tangan dari tersangka sekaligus Direktur Prasarana Harno Trimadi memberikan arahan kepada Ketua Kelompok Kerja (Pokja) berupa list/plotting penyedia jasa yang akan dimenangkan saat lelang sebagai atensi.
    Lalu, sebelum pelaksanaan lelang JLKAMB, KPK menemukan kegiatan dengan modus “asistensi” yang dihadiri oleh perwakilan penyedia jasa/rekanan yang akan dimenangkan untuk seluruh paket pekerjaan.
    “Termasuk dari pihak Kemenhub untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan dokumen prakualifikasi yang disiapkan oleh calon penyedia jasa,” ujarnya.
    Asep mengatakan, Direktur PT Istana Putra Agung, Dion Renato Sugiarto memerintahkan stafnya, yaitu Wisnu Argo Megantoro alias Wisnu, untuk mengikuti kegiatan pertemuan persiapan lelang paket pekerjaan antara satuan kerja pelaksana BTP Sumatera Bagian Utara yang dilaksanakan di salah satu hotel di Kota Bandung.
    “Pertemuan tersebut membahas tentang dokumen kualifikasi perusahaan yang akan dimasukkan dalam dokumen penawaran. Wisnu dan tim mengingat posisi perusahaan adalah member dalam KSO yang bertugas untuk menyusun metode pekerjaan,” ungkap Asep.
    Asep mengatakan, dalam proses penyusunan metode pekerjaan, PT Waskita Karya meminta Wisnu untuk tetap berkomunikasi dengan perwakilan yang sudah ditunjuk, yakni Afong.
    Berdasarkan rekap pengeluaran perusahaan yang dikendalikan Dion Renato Sugiarto untuk pihak eksternal, termasuk untuk Pokja dan BPK, terdapat pengeluaran untuk Muhlis sebesar Rp 1,1 miliar yang diberikan pada 2022 dan 2023.
    “Kemudian, untuk kepentingan Eddy sebesar Rp 11,23 miliar yang diberikan pada September-Oktober 2022 secara transfer ke rekening yang telah ditentukan Eddy,” ujarnya.
    Selanjutnya, Dion Renato Sugiarto dan rekanan lainnya memberikan fee kepada Muhlis, karena khawatir tidak akan menang lelang paket proyek pekerjaan tersebut.
    “Sementara alasan DRS (Dion Renato) maupun rekanan lainnya mau memberikan fee kepada EKW (Eddy) karena memiliki kewenangan terhadap proses lelang, pengendalian dan pengawasan kontrak pekerjaan, maupun pemeriksaan keuangan pekerjaan, serta dekat dengan pejabat di Kemenhub,” ucap dia.
    KPK selanjutnya melakukan penahanan terhadap kedua tersangka selama 1-20 Desember 2025 di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Timur.
    Akibat perbuatannya, kedua tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
    Dalam perkara ini, KPK menetapkan 16 tersangka pada 13 April 2023.
    Mereka yang menerima suap di antaranya, Direktur Prasarana Perkeretaapian, Harno Trimadi, dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Bernard Hasibuan.
    Kepala BTP Jawa Bagian Tengah, Putu Sumarjaya, PPK BTP Jawa Bagian Barat, Syntho Pirjani Hutabarat, PPK Balai Pengelola Kereta Api (BPKA) Sulawesi Selatan, Achmad Affandi, PPK Perawatan Prasarana Perkeretaapian, Fadilansyah, lalu, Budi Prasetyo selaku Ketua Pokja Pengadaan, Hardho selaku Sekretaris Pokja Pengadaan, Edi Purnomo selaku anggota Pokja Pengadaan, dan Risna Sutriyanto selaku Ketua Pokja proyek pembangunan Jalur Ganda KA antara Solo Balapan-Kadipiro.
    Mereka pemberi suap di antaranya, Dion Renato Sugiarto selaku Direktur PT IPA (Istana Putra Agung), Muchamad Hikmat selaku Direktur PT DF (Dwifarita Fajarkharisma), Yoseph Ibrahim selaku Direktur PT KA Manajemen Properti sd Februari 2023, Parjono selaku VP PT KA Manajemen Properti.
    Kemudian, Asta Danika selaku Direktur PT Bhakti Karya Utama, dan Zulfikar Fahmi selaku Direktur PT Putra Kharisma Sejahtera (PKS).
    KPK menduga para pelaku dalam perkara ini merekayasa proses administrasi hingga penentuan proyek pemenang tender.
    KPK lantas mengendus sejumlah penyelenggara negara di DJKA, Kemenhub, yang menerima suap dari pengusaha yang menjadi pelaksana proyek.
    “Yaitu sekitar 5 sampai dengan 10 persen dari nilai proyek,” kata Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • ASN Kemenhub Jadi Tersangka Korupsi Proyek Kereta Api Medan

    ASN Kemenhub Jadi Tersangka Korupsi Proyek Kereta Api Medan

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua tersangka terkait kasus dugaan korupsi Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) di wilayah Medan.

    Mereka adalah Eddy Kurniawan Winarto (EDW) selaku ASN pada Direktorat Keselamatan Perkeretaapian DJKA Kemenhub RI (PPK di Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2021-Mei 2024) dan Muhlis Hanggani Capah (MHC) selaku ASN pada Direktorat Keselamatan Perkeretaapian DJKA Kemenhub RI (PPK di Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2021-Mei 2024).

    “Para Tersangka ditahan untuk 20 hari pertama sejak tanggal 1 Desember 2025 sampai dengan 20 Desember 2025 di Cabang Rumah Tahanan Negara dari RumahTahanan Negara Kelas I Jakarta Timur,” kata Plt. Deputi Penindakan dan Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Senin (1/12/2025).

    Asep menjelaskan, Muhlis melakukan pengkondisian paket-paket kerja yaitu Pembangunan Emplasemen dan Bangunan Stasiun Medan Tahap II (JLKAMB). Pengkondisian berkoordinasi bersama Pokja dengan modus kegiatan “asistensi” di beberapa lokasi, baik sebelum atau pada saat proses lelang.

    Muhlis diketahui merupakan tangan kanan Harno Trimadi selaku Direktur Prasarana. Harno memberikan arahan kepada Ketua Kelompok Kerja (Pokja) berupa list/ploting penyedia jasa yang akan dimenangkan saat lelang.

    Terdapat kegiatan “asistensi” di salah satu hotel di Bandung pada akhir 2021 yang dihadiri oleh perwakilan penyedia jasa/ rekanan yang akan dimenangkan untuk seluruh paket JLKAMB, termasuk dari pihak Kemenhub. Kegiatan itu untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan dokumen prakualifikasi yang disiapkan oleh calon penyedia jasa.

    Sementara tersangka lain, Dion Renato Sugiarto (DRS) memerintahkan stafnya atas nama Wisnu Argo Megantoro (WAM) untuk mengikuti kegiatan pertemuan persiapan lelang paket pekerjaan antara Satuan Kerja (Satker) pelaksana BTP Sumatra Bagian Utara.

    Dalam pertemuan tersebut, dihadiri oleh pihak rekanan yakni PT Waskita Karya diwakili oleh Fariz sebagai pihak marketing; PT IPA, diwakili Wisnu, Hendri Hareza, dan Kevin; dan PT. Antaraksa tidak mengirim perwakilan. Dalam hal ini, PT Waskita Karya meminta Wisnu untuk tetap berkomunikasi, di mana proses komunikasi melalui Afong.

    Asep menyampaikan, dari hasil rekap pengeluaran perusahaan yang dikendalikan Dion Renato untuk pihak eksternal, termasuk untuk Pokja dan BPK terdapat pengeluaran sebesar Rp1,1 miliar untuk Muhlis yang diberikan pada tahun 2022 dan 2023 secara transfer maupun tunai.

    Kemudian Rp11,23 miliar Eddy diberikan pada September-Oktober 2022 secara transfer ke rekening, yang telah ditentukan oleh Eddy.

    Alasan Dion memberikan fee tersebut kepada Muhlis agar memenangkan proyek lelang. “Sementara alasan DRS maupun rekanan lainnya mau memberikan fee kepada EKW, karena memiliki kewenangan terhadap proses lelang, pengendalian dan pengawasan kontrak pekerjaan, maupun pemeriksaan keuangan pekerjaan, serta dekat dengan pejabat di Kementerian Perhubungan [Kemenhub],” tuturnya.

    Asep menyampaikan, lembaga antirasuah masih mengembangkan kasus ini termasuk membuka peluang pemanggilan pihak-pihak di Kementerian Perhubungan.

    Atas perbuatannya, para Tersangka disangkakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke -1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

  • KPK: Yang Dibutuhkan Paulus Tannos Bukan Praperadilan, tapi Hadir di Indonesia
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        30 November 2025

    KPK: Yang Dibutuhkan Paulus Tannos Bukan Praperadilan, tapi Hadir di Indonesia Nasional 30 November 2025

    KPK: Yang Dibutuhkan Paulus Tannos Bukan Praperadilan, tapi Hadir di Indonesia
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan, langkah yang seharusnya ditempuh tersangka korupsi proyek E-KTP, Paulus Tannos bukanlah mengajukan gugatan praperadilan, melainkan hadir di Indonesia untuk menjalani proses hukum.
    Juru Bicara
    KPK
    Budi Prasetyo mengatakan, lembaganya sepanjang pekan ini menghadapi serangkaian sidang praperadilan yang diajukan Tannos melalui kuasa hukumnya. Padahal, hingga kini ia masih berstatus buronan dan berada di luar negeri.
    “Sampai dengan saat ini,
    Paulus Tannos
    masih berstatus dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan berada di luar Indonesia,” ujar Budi dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/11/2025).
    Budi menegaskan bahwa hakim praperadilan seharusnya merujuk pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018, yang secara tegas menyatakan bahwa tersangka yang melarikan diri atau berstatus DPO tidak dapat mengajukan praperadilan.
    “Jika penasihat hukum atau keluarga tetap mengajukan, maka hakim wajib menyatakan permohonan tersebut tidak dapat diterima. Putusan tersebut juga tidak dapat ditempuh upaya hukum apa pun,” kata Budi.
    Ia menilai tidak adil bila seseorang yang menolak hadir, tidak kooperatif, bahkan melarikan diri, namun tetap ingin mempersoalkan keabsahan penetapan tersangka dan tindakan penyidikan melalui praperadilan.
    “KPK telah berulang kali memanggil Paulus Tannos dan menempuh seluruh prosedur sebelum menerbitkan status DPO,” ujar Budi.
    kpk.go.id Profil Paulus Tannos, buron e-KTP.
    Budi menekankan bahwa fokus KPK saat ini adalah membawa Tannos kembali ke Indonesia agar dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan pengadilan.
    “Yang diperlukan saat ini bukan praperadilan, tapi kehadiran tersangka agar proses hukumnya dapat berjalan efektif. KPK masih terus berkoordinasi dengan otoritas internasional untuk proses pemulangannya,” kata Budi.
    Paulus Tannos diketahui mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Jumat (31/10/2025). Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 143/Pid.Pra/PN JKT.SEL.
    Dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, perkara ini diklasifikasikan sebagai permohonan terkait “sah atau tidaknya penangkapan”.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Eks Pejabat Baznas Enrekang Jadi Tersangka Korupsi Dana Zakat Rp 16,6 Miliar, Begini Modusnya

    4 Eks Pejabat Baznas Enrekang Jadi Tersangka Korupsi Dana Zakat Rp 16,6 Miliar, Begini Modusnya

    Dalam proses penyaluran, dana operasional kembali dipotong dari total bantuan untuk penerima. Seharusnya, dana operasional digunakan dari sumber dana amil yang mengakibatkan kurangnya penyaluran hak mustahik.

    “Pengurus Baznas Enrekang lebih mengutamakan kebutuhan amil daripada menyalurkan bantuan itu sendiri yang mana hal tersebut sangat jauh dari prinsip-prinsip pengelolaan dana zakat, infak dan sedekah oleh Baznas,” ungkap A. Fajar.

    Berdasarkan laporan hasil pengawasan dengan tujuan tertentu atau audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh Inspektorat Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor: 700.04/3030/B.5/ITPROV tanggal 13 Oktober 2025 serta dihubungkan dengan Hasil Audit Syariah oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, diketahui bahwa dugaan perbuatan para tersangka menyebabkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp16.659.999.136.

    “Namun selama proses penyidikan, beberapa pihak melakukan pengembalian pada rekening penitipan negara melalui penyidik sebesar Rp1.115.000.000,” kata A. Fajar.

    Para tersangka ditahan selama 20 hari di Rutan Kelas IIb Enrekang terhitung sejak 27 November 2025. Sebelum penahanan dilakukan, para tersangka telah menjalani pemeriksaan kesehatan oleh tim dokter pemeriksa dan dinyatakan dalam kondisi sehat sehingga proses penahanan dapat berlangsung lancar dan aman.

    “Penyidik akan menyelesaikan seluruh proses penyidikan sehingga tidak menutup kemungkinan adanya penetapan tersangka tambahan dan segera melimpahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum untuk proses hukum lebih lanjut,” tegas A. Fajar.

    Dalam mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal Primair yakni Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidiair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    “Kejaksaan Negeri Enrekang berkomitmen untuk melaksanakan penegakan hukum secara profesional, transparan, dan berkeadilan serta memastikan seluruh proses penyidikan berjalan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku,” jelas A. Fajar.

    Dia mengimbau seluruh pihak yang memiliki keterkaitan dalam perkara ini agar tetap kooperatif dan tidak melakukan tindakan apa pun yang dapat menghambat proses hukum.

    “Kami meminta dukungan serta doa dari masyarakat luas agar proses penyidikan dapat berjalan dengan lancar dan profesional. Kepada rekan-rekan media juga kami harapkan pemberitaan yang berdasarkan informasi resmi bukan asumsi atau spekulasi yang dapat menyesatkan opini publik,” A. Fajar menandaskan.

  • Eks Kadisdik Langkat Jadi Tersangka Korupsi "Smartboard" Rp 20 Miliar
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        26 November 2025

    Eks Kadisdik Langkat Jadi Tersangka Korupsi "Smartboard" Rp 20 Miliar Medan 26 November 2025

    Eks Kadisdik Langkat Jadi Tersangka Korupsi “Smartboard” Rp 20 Miliar
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Eks Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Kabupaten Langkat, Saiful Abdi, dan Kepala Seksi Sarana dan Prasarana, Supriadi, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan
    smartboard
    senilai Rp 50 miliar pada tahun anggaran 2024.
    Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri
    Langkat
    , Ika Lius Nardo, mengatakan Saiful selaku Pejabat Pembuat Komitmen mengusulkan pengadaan
    smartboard
    sebanyak 312 unit, terdiri dari dua ratus unit untuk SD dan seratus dua belas unit untuk SMP dengan nilai anggaran Rp 49.916.000.000.
    “Dia (Saiful) sebelumnya telah menentukan perusahaan yang akan terpilih untuk kegiatan pengadaan
    smartboard
    tersebut yaitu PT GEE dan PT GHN,” kata Ika kepada Kompas.com melalui saluran telepon, Rabu (26/11/2025).
    Saiful kemudian mempercayakan pelaksanaan pengadaan tersebut kepada Supriadi. Supriadi mengunggah dokumen SIRUP dan menunjuk merek tertentu, yaitu Viewsonic.
    Selain itu, Supriadi juga mendaftarkan akun E-Katalog atas nama Saiful menggunakan nomor miliknya. Setelah itu, ia melakukan klik pada E-Katalog untuk memilih PT GEE dan PT GHN, dengan barang berupa Viewsonic Viewboard spesifikasi VS18472 ukuran 75 inch Paket 3 seharga Rp 158.000.000 per unit.
    “Proses pemesanannya terdapat beberapa kali negosiasi dengan pihak penyedia. Negosiasi hanya terjadi dalam satu hari. Negosiasi itu dilakukan agar seolah-olah tidak adanya persekongkolan,” ujar Ika.
    Smartboard
    kemudian dikirim ke sekolah SD dan SMP yang menjadi penerima bantuan. Namun, barang yang diterima tidak sesuai spesifikasi dan diduga ada mark up harga dibandingkan harga pasar.
    “Hal itu menimbulkan kerugian keuangan negara yang saat ini berdasarkan Laporan Perhitungan Kerugian Keuangan Negara, ditemukan kerugian sebesar ± Rp 20.000.000.000,” kata Ika.
    Ika menyebutkan Saiful tidak ditahan karena masih menjalani penahanan dalam perkara lain di Rutan Kelas I Medan. Sementara Supriadi ditahan di Rutan Kelas I Medan sampai 15 Desember 2025.
    “Saat ini penyidikan masih terus dikembangkan. Tak menutup kemungkinan ada tersangka lain,” ucap Ika.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dua Tersangka Korupsi "Smartboard" SMP di Tebingtinggi Ditahan
                
                    
                        
                            Medan
                        
                        26 November 2025

    Dua Tersangka Korupsi "Smartboard" SMP di Tebingtinggi Ditahan Medan 26 November 2025

    Dua Tersangka Korupsi “Smartboard” SMP di Tebingtinggi Ditahan
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com
    – Dua orang ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan korupsi proyek pengadaan papan tulis interaktif atau
    smartboard
    untuk seluruh Sekolah Menengah Pertama Negeri di Kota Tebingtinggi tahun 2024.
    Kedua tersangka ialah Bambang Giri Arianto, Direktur Utama PT BP selaku distributor barang, dan Budi Pranoto Seputra, Direktur Utama PT GEEP selaku penyedia barang.
    “Penetapan tersangka dilakukan setelah serangkaian pemeriksaan dan ekspose perkara dalam penyidikan. Selanjutnya yang bersangkutan ditahan,” kata Ketua Tim Penyidikan Kejaksaan Tinggi
    Sumatera Utara
    , Khairur Rahman, saat konferensi pers di kantor
    Kejati Sumut
    , Rabu (26/11/2025) malam.
    Khairur menjelaskan,
    korupsi
    terjadi ketika PT GEEP membeli
    smartboard
    dari PT BP seharga Rp 110.000.000 per unit. Jumlah yang dibeli sebanyak 93 unit sehingga total mencapai Rp 10.230.000.000.
    Namun, PT BP ternyata membeli barang tersebut dari PT Ghalva Technologies, principal pemegang lisensi ViewSonic, seharga Rp 27.027.028 per unit. Total pembelian 93 unit dengan nilai keseluruhan Rp 2.513.513.604.
    “Jadi dalam penyidikan ini ditemukan perbedaan harga yang cukup signifikan diduga karena kerja sama untuk melakukan
    mark up
    harga secara tidak sah dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain antara tersangka BPS dan BGA,” ujar Khairur.
    Atas perbuatannya, kedua tersangka diduga melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
    Untuk kepentingan penyidikan dan mencegah para tersangka menghilangkan barang bukti atau mengulangi perbuatan, keduanya ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan Kelas IA Tanjung Gusta Medan.
    Khairur menambahkan, penyidik masih mendalami dugaan keterlibatan pihak lain. “Tidak menutup kemungkinan apabila ditemukan alat bukti yang cukup maka akan dilakukan tindakan hukum sebagaimana mestinya,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        KPK Dalami Dugaan Korupsi Proyek 31 RSUD yang Masuk Program Kemenkes
                        Nasional

    7 KPK Dalami Dugaan Korupsi Proyek 31 RSUD yang Masuk Program Kemenkes Nasional

    KPK Dalami Dugaan Korupsi Proyek 31 RSUD yang Masuk Program Kemenkes
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami dugaan korupsi pada proyek pembangunan 31 RSUD yang masuk dalam program Quick Win Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi
    KPK
    Asep Guntur Rahayu mengatakan, langkah tersebut diambil KPK seiring dengan terkuaknya kasus suap dalam proyek pembangunan
    RSUD Kolaka Timur
    (Koltim) yang melibatkan eks Bupati Koltim
    Abdul Azis
    .
    “Kita juga mendalami untuk yang 31 rumah sakit yang lainnya, karena kami menduga juga tidak hanya di perkara yang Kolaka Timur ini, ada peristiwa pidana seperti ini,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (24/11/2025) malam.
    Asep juga mengatakan, KPK akan sejalan dengan apa yang dilakukan kedeputian pencegahan untuk mencegah terjadinya kasus
    korupsi
    yang mirip dengan RSUD Kolaka Timur.
    “Tetapi, tentunya sejalan dengan apa yang kami lakukan, bagian atau kedeputian lain, kedeputian pencegahan, itu juga sedang melakukan upaya-upaya pencegahan, seperti itu supaya proyek yang lainnya itu bisa berjalan dengan baik,” ujar dia.
    Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka korupsi proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, seusai operasi tangkap tangan pada awal Agustus 2025.
    “KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan lima orang sebagai tersangka,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, 9 Agustus 2025.
    Kelima tersangka itu adalah Bupati Kolaka Timur (Koltim) Abdul Azis; penanggung jawab dari Kementerian Kesehata untuk proyek RSUD Koltim, Andi Lukman Hakim; pejabat pembuat komitmen proyek RSUD Koltimi Ageng Darmanto; serta Deddy Karnady dan Arif Rahman selaku pihak swasta.
    Dalam perkara ini, Abdul, Andi Lukman, dan Ageng ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sedangkan Deddy dan Arif menjadi tersangka pemberi suap.
    Abdul Azis diduga menerima fee sebesar Rp 1,6 miliar terkait proyek RSUD Koltim tersebut.
    Abdul, Andi Lukman, dan Ageng diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sementara, Deddy dan Arif diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tersangka Korupsi PLTU Kalbar Hartanto Yohanes Lim Ajukan Praperadilan

    Tersangka Korupsi PLTU Kalbar Hartanto Yohanes Lim Ajukan Praperadilan

    Tersangka Korupsi PLTU Kalbar Hartanto Yohanes Lim Ajukan Praperadilan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur PT Praba Indopersada, Hartanto Yohanes Lim, mengajukan praperadilan usai ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Mempawah, Kalimantan Barat.
    Gugatan praperadilan
    ini tercatat di sistem Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor 152/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL.
    Pihak tergugat adalah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo cq Bareskrim Polri cq Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Polri (Kortas Tipikor).
    “Klasifikasi perkara, sah atau tidaknya penetapan tersangka. Pemohon
    Hartanto Yohanes Lim
    ,” dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Jaksel pada Minggu, (23/11/2025).
    Gugatan perdana untuk perkara ini akan diadakan pada Selasa (2/12/2025) pada pukul 09.00 WIB.
    Dalam kasus ini, penyidik Kortas Tipikor Polri telah menetapkan empat orang tersangka.
    Mereka adalah Presiden Direktur PT Bakrie Rachmat Nusantara (BRN), Halim Kalla; Direktur PT Praba Indopersada, Hartanto Yohanes Lim; Dirut PLN 2008-2009 Fahmi Mochtar; dan Direktur PT Bakti Reka Nusa, RR.
    Penyidikan ini merupakan kelanjutan dari penelusuran Polri atas dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek PLTU 1 Mempawah.
    Kasus ini diduga melibatkan kerja sama antara sejumlah perusahaan swasta dan pihak terkait di lingkungan BUMN sektor energi.
    Berdasarkan perhitungan saat ini,
    kerugian negara
    mencapai 64.410.523 dollar AS dan Rp 323.199.898.518, atau total Rp 1,3 triliun bila dikonversikan ke rupiah.
    Keempat tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Gali Peran Sesditjen Kemenkes Terkait Kasus Korupsi RSUD Kolaka Timur

    KPK Gali Peran Sesditjen Kemenkes Terkait Kasus Korupsi RSUD Kolaka Timur

    KPK Gali Peran Sesditjen Kemenkes Terkait Kasus Korupsi RSUD Kolaka Timur
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami peran Sekretaris Ditjen Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Andi Saguni terkait Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC).
    Materi tersebut didalami
    KPK
    saat memeriksa
    Andi Saguni
    sebagai saksi terkait kasus dugaan
    korupsi
    proyek pembangunan
    RSUD Kolaka Timur
    (Koltim), pada Jumat (21/11/2025).
    “Penyidik mendalami saksi AS (Andi Saguni) terkait perannya sebagai Sesditjen dalam Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) atau Quick Win Presiden ini,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Minggu (23/11/2025).
    Selain itu, Budi mengatakan, KPK juga memeriksa Thian Anggy Soepaat selaku staf gudang KSO PT PCP, PT RBM, dan PT PA.
    Dia mengatakan, penyidik mendalami pengetahuan Thian terkait penyerahan uang ke salah satu tersangka kasus korupsi tersebut.
    “Sedangkan saksi TAS (Thian Anggy Soepaat), didalami pengetahuannya terkait penyerahan uang dari pemberi kepada salah satu tersangka dalam perkara ini,” ujar dia.
    Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka korupsi proyek pembangunan RSUD Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara, salah satunya adalah Bupati Abdul Azis.
    “KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan lima orang sebagai tersangka,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
    Berikut adalah lima orang tersangka kasus ini:
    1. Abdul Azis (ABZ) selaku Bupati Kolaka Timur atau Kotim.
    2. Andi Lukman Hakim (ALH) selaku Person In Charge (PIC) atau penanggung jawab Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk Pembangunan RSUD.
    3. Ageng Dermanto (AGD) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek RSUD Koltim.
    4. Deddy Karnady (DK) selaku pihak swasta PT Pilar Cerdas Putra (PCP).
    5. Arif Rahman (AR) selaku pihak swasta Kerja Sama Operasi (KSO) PT PCP.
    Berdasarkan keterangan Asep Guntur Rahayu, Deddy Karnady dan Arif Rahman dari pihak swasta diduga memberi suap.
    “Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Asep.
    Adapun Abdul Azis dan Andi Lukman Hakim adalah pihak penerima suap.
    “Sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata Asep.
    Para tersangka ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) KPK Gedung Merah Putih.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.