Topik: tersangka korupsi

  • Mahfud: Korupsi Peradilan Itu Jorok Sekali
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        20 April 2025

    Mahfud: Korupsi Peradilan Itu Jorok Sekali Nasional 20 April 2025

    Mahfud: Korupsi Peradilan Itu Jorok Sekali
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK),
    Mahfud MD
    menyorot maraknya kasus
    korupsi
    yang menyeret nama-nama
    hakim
    .
    Menurutnya, korupsi di peradilan saat ini sedang tumbuh dan dipandangnya sebagai sesuatu yang sangat jorok.
    Hal tersebut disampaikan Mahfud dalam dialog publik yang mengangkat tema “Enam Bulan Pemerintahan Prabowo”, digelar di Universitas Paramadina, Jakarta, pada Kamis (17/4/2025).
    “Sekarang juga yang tumbuh adalah
    korupsi peradilan
    itu jorok sekali ya. Karena sekarang kasus korupsi yang dibawa ke pengadilan itu menjadi korupsi baru,” ujar Mahfud dikutip dari kanal Youtubenya, Minggu (20/4/2025).
    Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) itu pun menyinggung empat hakim yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO) agar divonis lepas.
    “Jadi kasus ada korupsinya, tapi dibilang bukan korupsi ‘ini kasus perdata, ini bukan korupsi’, jadi dibebaskan itu tiga korporasi yang makan uang triliunan itu,” ujar Mahfud.
    Menurutnya, kasus korupsi di pengadilan akan menjadi sangat berbahaya dan seakan menjadi jaringan.
    “Gila ini sangat berbahaya, ini sangat jorok sekarang,” tegas Mahfud.
    Mahfud pun menyorot langkah
    Mahkamah Agung
    (
    MA
    ) dalam melihat kasus korupsi yang melibatkan pengadilan.
    Bahkan, MA seakan normatif saja dalam menanggapi kasus-kasus yang menyeret nama hakim.
    “Selalu saja ini terjadi dan biasanya Mahkamah Agung itu normatif saja jawabannya,” tegas Mahfud.
    “Bahkan yang kasus Ronald Tanur di Surabaya itu, kan sejak awal dikatakan ini korupsi, ini ada penyuapan, tapi oleh Mahkamah Agung dibilang sudah ada prosedurnya, hakim-hakim itu paham nasionalis semua, hakim-hakim pahlawan,” sambungnya.
    Sebanyak 29 hakim telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dalam kurun waktu 13 tahun, sejak 2011 hingga 2024.
    Data tersebut merupakan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (ICW), yang menemukan bahwa 29 hakim tersebut diduga menerima suap untuk mengatur hasil putusan.
    “Berdasarkan pemantauan ICW, sejak tahun 2011 hingga tahun 2024, terdapat 29 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mereka diduga menerima suap untuk “mengatur” hasil putusan. Nilai suap mencapai Rp 107.999.281.345,” lewat keterangan resmi ICW, Rabu (16/4/2025).
    ICW menilai, perlu adanya pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola internal di MA.
    “Penetapan tersangka suap menunjukkan bahaya mafia peradilan. Praktik jual-beli vonis untuk merekayasa putusan berada pada kondisi kronis,” tulis ICW.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Risma Siahaan Tersangka Korupsi Rp21,91 M Aset PT KAI: 3 Kali Mangkir, 2 Kali Pingsan saat Diamankan – Halaman all

    Risma Siahaan Tersangka Korupsi Rp21,91 M Aset PT KAI: 3 Kali Mangkir, 2 Kali Pingsan saat Diamankan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Inilah sosok Risma Siahaan, wanita paruh baya yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Negeri Medan.

    Risma Siahaan merupakan wanita berusia 64 tahun.

    Risma Siahaan ditangkap oleh Tim Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus), Kejari Medan pada 17 April 2025.

    Kejari Medan telah menetapkan Risma Siahaan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penguasaan aset milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) senilai Rp21,91 miliar.

    Aset yang dimaksud adalah lahan dan gedung di Jalan Sutomo Nomor 11, Kota Medan.

    Sebelumnya gedung tersebut merupakan rumah dinas PT KAI dan diduga dikuasai secara hukum oleh Risma Siahaan untuk kepentingan pribadi.

    Dikutip dari Instagram @kejari.medan, Risma Siahaan harus diamankan karena mangkir dari pemanggilan sebanyak tiga kali.

    “Sebelumnya, TIM Pidsus kejari Medan telah memanggil yang bersangkutan secara resmi lebih dari tiga kali untuk menghadiri panggilan, namun tersangka tidak kooperatif dan akhirnya dilakukan penangkapan,” tulis rilis tersebut.

    Karena tidak kooperatif, maka Kejari Medan mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Risma Siahaan alias RS.

    Setelah surat perintah keluar, diketahui Risma Siahaan berada di kediamannya di Jalan Sutomo, Kelurahan Perintis, Kecamatan Medan Timur.

    Meski sudah dibacakan surat penetapan tersangka dan surat perintah, RS tetap melakukan penolakan.

    Akhirnya ada tindakan tangkap paksa oleh tim gabungan.

    “Tersangka sempat menolak penyerahan surat dan melakukan perlawanan.”

    “Sehingga dilakukan upaya paksa dan dibawa ke Rutan Perempuan Kelas IIA Medan untuk dilakukan pemeriksaan dan penahanan,” lanjut rilis.

    Drama penangkapan Risman Siahaan tak berhenti di sana.

    Tersangka tiba-tiba tak sadarkan diri setibanya di Rutan.

    Namun saat tim medis dari RSUD Dr Pringadi Medan memeriksa, tidak ada kondisi medis serius.

    Kondisi Risman Siahaan dinyatakan sehat.

    Risman Siahaan disebut hanya berpura-pura tak sadarkan diri.

    Proses penahanan hendak dilakukan, namun saat Risman Siahaan diserahkan pada pihak Rutan, tersangka kembali berpura-pura tidak sadarkan diri.

    Pihak Rutan menolak menerima dengan alasan belum bisa dilakukan wawancara.

    Tersangka akhirnya dibawa ke RSU menggunakan ambulans milik Rutan Perempuan Kelas IIA Medan.

    Risman Siahaan mendapat tindakan medis serta menjalani perawatan inap pada pukul 19.30 WIB.

    Diketahui, penetapan tersangka tak hanya tentang tiga kali mangkir tanpa alasan sah.

    Tersangka juga terang-terangan menghambat jalannya penyidikan dengan menolak memberikan keterangan.

    Tersangka juga mengusir petugas pengukuran saat akan melaksanakan pengukuran aset milik PT. KAI yang sedang dikuasainya secara melawan hukum.

    Kejari Medan menegaskan bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum dan pemberantasan tindak pidana korupsi secara tegas dan profesional.

    Kejari Medan juga tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip hak asasi manusia (HAM), serta memberikan ruang yang memadai bagi tersangka untuk memperoleh pendampingan hukum.

    Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) RI, nilai kerugian keuangan negara akibat perbuatan tersangka senilai Rp 21.911.000.000 atau Rp21,91 miliar lebih.

    Tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Subs Pasal 3 Jo Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP.

    Tersangka juga dijerat dengan Pasal 15 Jo Pasal 18 ayat (1), Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke 1 KUHP. (*)

    (Tribunnews.com/ Siti N)

  • 4
                    
                        Sempat Berpura-pura Sakit, Tersangka Korupsi Aset PT KAI Senilai Rp 21 M Ditahan 
                        Regional

    4 Sempat Berpura-pura Sakit, Tersangka Korupsi Aset PT KAI Senilai Rp 21 M Ditahan Regional

    Sempat Berpura-pura Sakit, Tersangka Korupsi Aset PT KAI Senilai Rp 21 M Ditahan
    Tim Redaksi
    MEDAN, KOMPAS.com –

    Kejaksaan Negeri Medan
    menangkap
    Risma Siahaan
    (64) yang diduga terlibat dalam kasus penguasaan aset milik PT Kereta Api Indonesia (KAI) dengan total kerugian negara mencapai Rp 21,91 miliar.
    Penangkapan tersebut dilakukan setelah surat penetapan Risma sebagai tersangka terbit pada Kamis, 17 April 2025.
    Kepala Seksi Pidana Khusus Kejari Medan, Mochamad Ali Rizza, menjelaskan bahwa surat nomor TAP-03/L.2.10/Fd.2/04/2025 menjadi dasar penerbitan surat perintah penangkapan pada hari yang sama.
    Tim Kejari Medan, bersama petugas dari Polrestabes Medan dan pemerintah setempat, mendatangi kediaman Risma di Jalan Sutomo No 11, Kota Medan.
    “Tersangka sempat melakukan perlawanan sehingga dilakukan upaya paksa oleh tim gabungan,” ujar Ali melalui saluran telepon pada Sabtu (19/4/2025).  
    Setelah penangkapan, Risma dibawa ke Rutan Perempuan Kelas II A Medan untuk pemeriksaan dan penahanan.
    Dalam perjalanan, Risma terlihat berkomunikasi intens dengan penasehat hukumnya melalui telepon.
    “Sesampainya di rutan, dibawa ke ruang register, tersangka berpura-pura tidak sadarkan diri,” ungkap Ali.
    Menanggapi situasi tersebut, tim Kejari menghubungi dokter dari RSUD Pirngadi untuk memeriksa kesehatan Risma.
    “Hasilnya, tersangka dinyatakan dalam keadaan sehat dan tidak ditemukan hal yang jadi penghalang untuk dilakukan penahanan,” jelas Ali.
    Namun, Risma kembali berpura-pura pingsan saat akan dilakukan serah terima dengan Rutan Kelas II A, sehingga petugas rutan tidak dapat melakukan wawancara dan menyarankan agar Risma dibawa ke rumah sakit.
    Sekitar pukul 18.15 WIB, penyidik Kejari Medan membawa Risma ke Rumah Sakit Umum Bandung untuk menjalani rawat inap, sebelum akhirnya dibawa kembali ke Rutan Perempuan Kelas II A untuk ditahan.
    Ali menambahkan bahwa Risma sebelumnya telah tiga kali dipanggil sebagai saksi, namun tidak hadir tanpa alasan yang jelas.
    “Tersangka ini secara terang-terangan menghalangi penyidikan dengan tidak bersedia memberikan keterangan,” tegas Ali.
    Selain itu, Risma juga pernah mengusir petugas ukur yang sedang melakukan pengukuran aset milik PT KAI yang dikuasainya di Jalan Sutomo.
    “Aset PT KAI ini berupa gedung yang sebelumnya merupakan rumah dinas dan dijadikan tersangka untuk membuka usaha,” jelas Ali.
    Risma dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 15 jo Pasal 18 ayat (1) UU RI Nomor 20 Tahun 2001.
    Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara akibat perbuatan tersangka mencapai Rp 21.911.000.000.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kadis LH Tangsel Tersangka Korupsi, Wakil Ketua DPRD Ingatkan Wali Kota Ketat Seleksi Pejabat

    Kadis LH Tangsel Tersangka Korupsi, Wakil Ketua DPRD Ingatkan Wali Kota Ketat Seleksi Pejabat

    TRIBUNJAKARTA.COM – Wakil Ketua DPRD Tangerang Selatan (Tangsel), Maria Teresa Suhardja, angkat bicara soal kasus korupsi di tubuh Dinas Lingkungan Hidup (LH) Tangsel.

    Seperti diketahui, Kepala Dinas (Kadis) LH, Wahyunoto Lukman dan Kepala Bidang (Kabid) Kebersihan Dinas LH, TB Apriliadhi Kusumah Perbangsa, ditetapkan sebagai tersangka korupsi pengelolaan sampah oleh Kejaksaan Tinggi Banten. Hasil penyidikan menunjukkan, keduanya kongkalikong dengan Direktur PT Ella Pratama Perkasa (EPP), Sukron Yuliadi Mufti, yang juga tersangka, dalam menjalankan aksinya.

    Maria mengingatkan kepada Wali Kota Tangsel, Benyamin Davnie, agar lebih ketat dalam menyeleksi pejabat, terutama untuk level kadis.

    “Wali Kota dalam mengangkat pejabat di lingkaran dinas harus  lebih ketat lagi dalam profiling person untuk menduduki jabatan tertentu,” kata Maria saat dihubungi TribunJakarta, Kamis (17/4/2025).

    Pejabat pemerintah kota harus memiliki keahlian sesuai bidang kerjanya dan antikorupsi.

    “Selain kemampuan literasi teknokrasi, juga perilaku jujur dan bersih dari perilaku koruptif,” jelasnya.

    Politikus Gerindra itu juga meminta Wali Kota memagari para pejabatnya dari penyalahgunaan wewenang dengan menggandeng penegak hukum, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    “Wali Kota juga harus bisa bekerja sama dengan institusi penegak hukum seperti KPK, kejaksaan dan lain sebagainya untuk sering-sering melaksanakan pembinaan. Wali Kota juga harus menciptakan pemerintahan yang clean and clear menuju good government,” kata Maria.

    Maria pun menyoroti sektor pengelolaan sampah di Tangsel, yang proyeknya sedang dalam pusaran korupsi.

    Dalam sehari, produksi sampah di kota satelit Jakarta itu mencapai 1.000 ton lebih.

    Menurutnya, pemerintah kota harus lebih serius memikirkan permasalahan sampah yang sudah darurat.

    “Ini yang harus dipikirkan secara serius,  karena masalah sampah di Tangsel sudah masuk ke kategori darurat.”

    “Pemkot harus segera mencarikan solusi cepat,” tegas Maria.

    Anggota dewan termuda itu menyerahkan kasus korupsi yang melibatkan dua pejabat Dinas LH Tangsel berjalan sesuai hukum yang berlaku.

    “Yang jelas saya turut prihatin atas kasus yang menimpa Kadis LH yang sudah menjadi tersangka korupsi, terkait persoalan hukum yang menjerat beliau tentu saja itu menjadi ranah hukum dan penegakan hukum,  saya tidak bisa terlalu banyak komentar, ikuti saja alurnya sesuai hukum, jika tidak bersalah pasti bebas, kalau bersalah ya ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku,” kata Maria.

    “Namun ada sisi positif yang bisa diambil bahwa ini bisa menjadi sebuah pelajaran bagi kita bersama untuk selalu berhati-hati dalam menjaga amanah jabatan dan berjalan sesuai dengan koridor,” pungkasnya.

    Kasus Korupsi 2 Pejabat Dinas LH Tangsel

    Diberitakan sebelumnya, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Banten, Rangga Adekresna, menjelaskan peran Kadis LH Tangsel, Wahyunoto Lukman dan Kabid Kebersihan DInas LH Tangsel, TB Apriliadhi Kusumah Perbangsa, dalam kasus korupsi proyek pengelolaan sampah tahun 2024.

    Wahyunoto ditetapkan tersangka setelah pemeriksaan selama lima jam di Kantor Kejati Banten, Serang, sejak pukul 09.00 WIB, Selasa (15/4/2025).

    Rangga mengatakan, Wahyunoto langsung ditahan di Rutan Kelas II B Pandeglang selama 20 hari ke depan.

    Kasus korupsi yang melibatkan Wahyunoto ini terkait proyek pengelolaan sampah senilai Rp 75 miliar.

    Wahyunoto terlibat aktif dalam menentukan lokasi pembuangan dan pemrosesan sampah yang tak sesuai standar.

    “Pada saat pelaksanaan pekerjaan, tersangka WL bersama-sama dengan saudara Zeki Yamani, telah secara aktif berperan dalam menentukan titik lokasi buang sampah.”

    “Lokasi-lokasi itu tidak memenuhi kriteria tempat pemrosesan tempat akhir pembuangan sebagaimana ketentuan yang berlaku,” papar Rangga.

    Rangga menjelaskan, titik lokasi yang dijadikan tempat sampah ilegal tersebut tersebar di sejumlah wilayah, mulai dari Kabupaten Tangerang, Bogor dan Bekasi.

    “Itu lahan-lahan tersebut merupakan lahan-lahan orang per orangan, jadi bukan lahan tempat pemrosesan akhir,” jelasnya.

    Rangga menambahkan, dampak dari pembuangan sampah ke lokasi tidak semestinya telah merugikan warga sekitar, terutama terkait pencemaran lingkungan.

    “Yang jelas dampak yang dirasakan itu justru di Kabupaten Tangerang. Di tempat dilakukannya pembuangan sampah. Di mana itu warga di sekitar Desa Gintung, area Desa Gintung itu komplain. Karena di wilayahnya terjadi tempat pembuangan sampah ilegal,” ujarnya.

    Sebelumnya, Wahyunoto juga kongkalikong dengan Direktur PT EPP, Sukron Yuliadi Mufti.

    Wahyunoto bersekongkol dengan Sukron untuk mengurus Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) PT EPP agar memiliki KBLI pengelolaan sampah, bukan hanya KBLI pengangkutan.

    “Padahal, PT EPP tidak memiliki fasilitas, kapasitas, atau kompetensi sebagai perusahaan yang dapat melakukan pekerjaan pengelolaan sampah sesuai ketentuan yang berlaku.”

    “Agar dapat mengikuti proses pengadaan tersebut, tersangka SYM telah bersekongkol dengan WL,” ungkap Rangga, dikutip dari Kompas.com.

    Mengenai aliran dana yang masuk ke Wahyunoto, Rangga menyatakan bahwa penyidik masih mendalami hal tersebut.

    “Untuk sementara, tim masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap aliran dananya,” katanya.

    Sukron juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama dan saat ini ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIB Serang.

    Sementara itu, ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (16/4/2025).

    Rangga menjelaskan, Apriliadhi merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek pengelolaan sampah yang sedang diusut ini.

    “Tim penyidik kembali melakukan penahanan terhadap tersangka TAKP yang menjabat KPA dan merangkap PPK dalam perkara tindak pidana korupsi kegiatan pekerjaan jasa layanan pengangkutan dan pengelolaan sampah,” kata Rangga kepada wartawan di kantornya, Serang, Banten, Rabu (16/4/2025), dikutip dari Kompas.com.

    Menurut Rangga, sejak tahap awal pemilihan penyedia jasa, Apriliadhi dinilai telah menyalahi aturan.

    Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang disusun tersangka sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak disusun secara profesional dan tidak berdasarkan data yang bisa dipertanggungjawabkan.

    Selain itu, Apriliadhi tidak melakukan klarifikasi teknis maupun evaluasi fungsi dan kinerja produk pada katalog elektronik kepada PT EPP selaku penyedia.

    “Rancangan kontrak yang disahkan oleh tersangka dan dijadikan dokumen kontrak juga tidak disusun dengan benar. Tidak mengatur tujuan lokasi pengangkutan sampah dan tidak mengatur teknis pengelolaan sampah yang harus dilakukan PT EPP,” ujar Rangga.

    Pada tahap pelaksanaan, Apriliadhi disebut mengetahui bahwa PT EPP tidak menjalankan pekerjaan sebagaimana mestinya, namun tetap membiarkan kondisi tersebut.

    Tersangka juga tidak melakukan pengawasan maupun monitoring terhadap lokasi pembuangan sampah.

    “Faktanya, PT EPP tidak membuang sampah ke lokasi yang sesuai kriteria tempat pemrosesan akhir sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan,” katanya.

    Meski PT EPP tidak melengkapi persyaratan administrasi, TAKP tetap menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) dan melakukan pembayaran 100 persen.

    “Akibat perbuatannya, TAKP dikenakan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 KUHP,” tandas Rangga.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Moge yang Disita Masih dalam Penguasaan Ridwan Kamil, KPK: Bisa Kena Pasal 21 jika Rusak – Halaman all

    Moge yang Disita Masih dalam Penguasaan Ridwan Kamil, KPK: Bisa Kena Pasal 21 jika Rusak – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Motor Royal Enfield Classic 500 yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan kasus korupsi dana iklan bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat, hingga kini masih berada dalam penguasaan mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, kendaraan jenis moge tersebut belum dipindahkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan (Rupbasan) di Cawang, Jakarta Timur.

    “Posisi kendaraan yang dilakukan penyitaan masih dipinjampakaikan kepada yang bersangkutan [Ridwan Kamil]. Jadi belum ada pergeseran ke Rupbasan,” kata Tessa Mahardhika di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/4/2025).

    Ia menjelaskan, motor tersebut masih dipinjamkan kepada Ridwan Kamil dengan sejumlah syarat, yakni tidak boleh diubah bentuk, dipindahtangankan maupun diperjualbellikan

    Jika syarat ini dilanggar, maka pelanggarannya bisa dikenakan Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang mengatur tentang perintangan penyidikan. Sanksinya bisa berupa hukuman penjara 1 hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp200 juta.

    “Dan kalau itu dilakukan oleh siapapun yang telah diberikan izin itu ada sanksinya tentunya, dalam hal ini kaitannya adalah baik itu Pasal 21, bisa masuk menghalangi penyidikan maupun dari sisi nilainya bisa dimintakan untuk diganti, tentunya sesuai dengan nilai pada saat kendaraan itu disita,” tegas Tessa.

    KPK sendiri menduga bahwa motor tersebut diduga dibeli dengan hasil korupsi. Penyitaan kendaraan oleh KPK sering kali berkaitan dengan upaya pemulihan aset negara.

    “Penyitaan kendaraan bisa jadi karena kendaraan tersebut merupakan hasil tindak pidana atau bagian dari proses korupsi,” tambah Tessa.

    Selain itu, dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), motor tersebut tercatat milik Ridwan Kamil dengan harga Rp78 juta.

    Diberitakan, tim KPK melakukan penggeledahan rumah Ridwan Kamil di Ciumbuleuit, Bandung, Jawa Barat, pada 10 Maret 2025.

    Dari rumah itu, penyidik turut mengamankan sejumlah dokumen terkait dugaan korupsi dana iklan bank Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

    Lima Tersangka Korupsi Iklan Bank BUMD

    KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana iklan bank Pemprov Jabar 2021-2023 yang merugikan negara Rp222 miliar.

    Kelimanya yakni mantan Direktur Utama bank, Yuddy Renaldi (YR); Pimpinan Divisi Corporate Secretary bank, Widi Hartono (WH); Pengendali PT Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), Ikin Asikin Dulmanan (IAD); Pengendali PT BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), Suhendrik (SUH); dan Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), R. Sophan Jaya Kusuma (RSJK).

    KPK menduga ada perbuatan melawan hukum dalam pengadaan penempatan iklan ke sejumlah media massa yang mengakibatkan negara merugi hingga Rp222 miliar.

    Yuddy Renaldi cs disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

    Namun, kelima tersangka tersebut belum ditahan, meskipun sudah dicegah untuk bepergian ke luar negeri.

  • KPK Ungkap Motor Royal Enfield Ridwan Kamil Diduga Dibeli dari Hasil Korupsi  – Halaman all

    KPK Ungkap Motor Royal Enfield Ridwan Kamil Diduga Dibeli dari Hasil Korupsi  – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menungkap alasan motor Royal Enfield Classic 500 milik mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil alias RK, disita penyidik.

    Motor jenis cruiser seharga Rp78 juta itu disita penyidik KPK karena diduga bersumber dari hasil tindak pidana korupsi dana iklan bank BUMD. 

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan, penyitaan sebuah kendaraan dilakukan karena penyidik menilai kendaraan tersebut merupakan bagian dari proses korupsi yang disidik

    “KPK menyita sebuah kendaraan ya, kendaraan itu tentunya bisa jadi kendaraan tersebut menjadi bagian dari proses korupsi yang terjadi,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/4/2025).

    “Apakah itu dalam sarana sebagai sarana atau juga kendaraan tersebut merupakan kendaraan yang dibeli menggunakan hasil dari tindak pidana,” imbuhnya.

    Tessa menjelaskan lagi, bahwa kendaraan yang disita bisa juga merupakan bagian dari cara KPK ingin melakukan pemulihan aset (asset recovery).

    Untuk lebih jelasnya, lanjut Tessa, maksud penyidik menyita Royal Enfield Classic 500 milik Ridwan Kamil akan dibuka dalam persidangan.

    “Atau bisa juga penyitaan aset kendaraan tersebut, tidak terbatas hanya kendaraan maupun aset-aset lainnya, disita sebagai bagian dari upaya asset recovery yang nanti akan berujung kepada uang pengganti. Itu juga bisa,” katanya.

    Tessa menambahkan bahwa untuk saat ini motor gede (moge) tersebut belum dipindahkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan dan Rampasan (Rupbasan), Cawang, Jakarta Timur.

    Moge itu masih berada dalam penguasaan Ridwan Kamil dengan status pinjam pakai.

    “Posisi kendaraan yang dilakukan penyitaan masih dipinjampakaikan kepada yang bersangkutan. Jadi belum ada pergeseran ke Rupbasan,” ujar Tessa.

    Tessa belum memberi petunjuk kapan moge itu dipindahkan ke Rupbasan. Ia hanya mengatakan kalau moge yang masih dalam penguasaan Ridwan Kamil itu tidak boleh diubah bentuk atau dijual.

    Apabila hal tersebut terjadi, maka ada kaitannya dengan Pasal 21 terkait perintangan penyidikan.

    “Dalam hal ini kaitannya adalah baik itu Pasal 21 bisa masuk menghalangi penyidikan maupun dari sisi nilainya bisa dimintakan untuk diganti, tentunya sesuai dengan nilai pada saat kendaraan itu disita,” kata Tessa.

    Dalam laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) Ridwan Kamil, disebutkan Royal Enfield Classic 500 itu buatan tahun 2017.

    Moge itu memiliki harga Rp78 juta.

    Rumah Ridwan Kamil di kawasan Ciumbuleuit, Kota Bandung digeledah KPK pada Senin, 10 Maret 2025. Penggeledahan berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan korupsi dana iklan bank milik Pemerintah Provinsi Jawa Barat.

    Selain motor, tim penyidik KPK turut mengamankan sejumlah dokumen yang ditengarai berkaitan dengan perkara.

    Lima Tersangka Korupsi Iklan Bank BUMD

    GEDUNG KPK – Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Kuningan Persada Kav. 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Kamis (30/9/2021). Pihak KPK kini tengah menelaah laporan dugaan korupsi Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Febrie Adriansyah, yang dilaporkan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Anti Korupsi (KSST).  (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

    KPK telah menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana iklan bank BUMD 2021-2023 yang merugikan negara Rp222 miliar.

    Kelimanya yakni mantan Direktur Utama bank, Yuddy Renaldi (YR); Pimpinan Divisi Corporate Secretary bank, Widi Hartono (WH); Pengendali PT Antedja Muliatama (AM) dan Cakrawala Kreasi Mandiri (CKM), Ikin Asikin Dulmanan (IAD); Pengendali PT BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE), Suhendrik (SUH); dan Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB), R. Sophan Jaya Kusuma (RSJK).

    KPK menduga ada perbuatan melawan hukum dalam pengadaan penempatan iklan ke sejumlah media massa yang mengakibatkan negara merugi hingga Rp222 miliar.

    Yuddy Renaldi cs disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

    Kelima tersangka belum ditahan KPK. Tetapi komisi antikorupsi telah mencegah Yuddy Renaldi cs bepergian ke luar negeri.

  • "Naluri Dagang" Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        16 April 2025

    "Naluri Dagang" Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024 Nasional 16 April 2025

    “Naluri Dagang” Hakim Buat Mereka Disuap Rp 107 Miliar pada 2011-2024
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sebanyak 29
    hakim
    telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi dalam kurun waktu 13 tahun, sejak 2011 hingga 2024.
    Data tersebut merupakan hasil pemantauan Indonesia Corruption Watch (
    ICW
    ), yang menemukan bahwa 29 hakim tersebut diduga menerima suap untuk mengatur hasil putusan.
    “Berdasarkan pemantauan ICW, sejak tahun 2011 hingga tahun 2024, terdapat 29 hakim yang ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mereka diduga menerima suap untuk ‘mengatur’ hasil putusan. Nilai suap mencapai Rp 107.999.281.345,” lewat keterangan resmi ICW, Rabu (16/4/2025).
    Kini pada awal 2025, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan empat hakim sebagai tersangka dalam
    kasus suap
    penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO).
    Keempat hakim tersebut adalah Agam Syarif Baharuddin (ASB) dan Ali Muhtarom (AM) yang merupakan hakim Pengadilan Negeri Jakarta (PN) Pusat. Lalu hakim PN Jakarta Selatan, Djuyamto (DJU).
    Lalu ada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN) yang memberikan suap kepada Agam Syarif Baharuddin, Ali Muhtarom, dan Djuyamto.
    ICW menilai, perlu adanya pembenahan menyeluruh terhadap tata kelola internal di Mahkamah Agung (MA).
    “Penetapan tersangka suap menunjukkan bahaya mafia peradilan. Praktik jual-beli vonis untuk merekayasa putusan berada pada kondisi kronis,” tulis ICW.
    ICW juga mendesak MA untuk memandang mafia peradilan sebagai masalah laten yang harus segera diberantas.
    MA harus memetakan potensi korupsi di lembaga pengadilan dengan menggandeng Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan elemen masyarakat sipil.
    “Mekanisme pengawasan terhadap kinerja hakim dan syarat penerimaan hakim juga perlu diperketat. Ini dilakukan untuk menutup ruang potensi korupsi,” tulis ICW.
    Anggota
    Komisi III
    DRP Hinca Panjaitan mengatakan, empat hakim yang ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara ekspor CPO menandakan banyaknya hakim yang mempunyai naluri berdagang.
    Ia melihat, banyak hakim saat ini yang melihat keadilan dapat menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan.
    “Pada realitasnya banyak hakim yang berkompromi dengan naluri dagang. Akhirnya, keadilan jadi komoditas, seolah bisa dijual dan dibeli. Menurut saya, suap terjadi karena pelaku melihat manfaat ekonomi yang melebihi risiko,” ujar Hinca lewat keterangan tertulisnya, Selasa (15/4/2025).
    Hinca mengatakan, suap terhadap hakim dapat disebabkan dua hal, yakni kekosongan moralitas atau longgarnya pengawasan
    Di samping itu, ia juga menanggapi wacana dinaikkannya gaji hakim untuk mencegah terjadinya praktik suap.
    Menurutnya, praktik suap tetap dapat terjadi di lingkungan peradilan dengan caranya tersendiri.
    “Maka godaan suap akan tetap menemukan jalannya. Kita bisa menambah angka pendapatan setinggi langit, tetapi bila peluang lolos dari hukuman lebih menggoda, akhirnya transaksi hitam menjadi pilihan rasional,” ujar politikus Partai Demokrat itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kadis LH Tangsel Tersangka Korupsi Rp 75,9 Miliar, Wali Kota Segera Tunjuk Plt
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        16 April 2025

    Kadis LH Tangsel Tersangka Korupsi Rp 75,9 Miliar, Wali Kota Segera Tunjuk Plt Megapolitan 16 April 2025

    Kadis LH Tangsel Tersangka Korupsi Rp 75,9 Miliar, Wali Kota Segera Tunjuk Plt
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com –
    Wali Kota
    Tangerang Selatan

    Benyamin Davnie
    segera menunjuk pelaksana tugas (Plt) Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) menyusul penetapan WL sebagai tersangka dugaan
    korupsi pengelolaan sampah
    senilai Rp 75,9 miliar.
    Penunjukan ini dianggap penting agar program dan kegiatan di Dinas Lingkungan Hidup tetap berjalan, meskipun kepala dinas saat ini sedang menghadapi proses hukum.
    “Biar bagaimana pun, permasalahan sampah harus diselesaikan walaupun saat ini dinas terkait sedang menjalankan proses hukum,” ujar Benyamin, Rabu (16/4/2025).
    Meskipun belum ada pengganti yang ditentukan, Benyamin berharap para pegawai di Dinas LH dapat melanjutkan program-program yang telah direncanakan sebelumnya.
    “Berharap agar program dan kegiatan yang saat ini telah kami rencanakan dapat berjalan dengan baik,” imbuhnya.
    Terkait penetapan WL, Benyamin menyatakan keprihatinannya dan meminta agar rekan-rekannya di pemerintahan dapat menjalani proses hukum dengan sabar.
    “Saya turut prihatin dengan apa yang saat ini terjadi terhadap Pak WL, semoga Pak WL dapat menjalani proses hukum ini dengan sabar,” ungkapnya.
    Sebelumnya, WL telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan pengelolaan sampah dengan nilai proyek mencapai Rp 75,9 miliar pada 2024.
    Setelah status tersangka ditetapkan, WL langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pandeglang.
    “Penyidik Kejaksaan Tinggi Banten kembali melakukan penahanan terhadap tersangka WL, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan,” ungkap Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, Selasa (15/4/2025).
    Rangga menjelaskan, dalam proses penyidikan, ditemukan fakta bahwa WL berperan aktif dalam menentukan lokasi pembuangan sampah yang tidak memenuhi kriteria.
    Diduga telah terjadi persekongkolan antara pihak pemberi pekerjaan dan pihak penyedia barang dan jasa, yaitu PT EPP, sebelum proses pemilihan penyedia dilakukan.
    “Padahal, PT EPP tidak memiliki fasilitas, kapasitas, atau kompetensi sebagai perusahaan yang dapat melakukan pekerjaan pengelolaan sampah sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Rangga.
    Untuk mengikuti proses pengadaan, tersangka SYM diduga telah bersekongkol dengan WL untuk mengurus Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) PT EPP agar memiliki KBLI pengelolaan sampah, bukan hanya KBLI pengangkutan.
    Mengenai aliran dana yang masuk ke WL, Rangga menyatakan bahwa penyidik masih mendalami hal tersebut.
    “Untuk sementara, tim masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap aliran dananya,” tutupnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Profil Kekayaan Wahyunoto Lukman, Kadis LH Tangsel Tersangka Korupsi Pengelolaan Sampah Rp 75,9 M

    Profil Kekayaan Wahyunoto Lukman, Kadis LH Tangsel Tersangka Korupsi Pengelolaan Sampah Rp 75,9 M

    TRIBUNJAKARTA.COM – Seorang pejabat di Pemkot Tangerang Selatan (Tangsel) menjadi sorotan, karena diduga terlibat korupsi.

    Dia adalah Wahyunoto Lukman, Kepala Dinas (Kadis) Lingkungan Hidup (LH) Tangsel yang hari ini ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten, Selasa (15/4/2025).

    Wahyunoto menjabat Kadis LH sejak 31 Desember 2021, menggantikan pendahulunya, Toto Sudarto.

    Sebelumnya, pria bergelar Sarjana Ilmu Politik dan Magister Manajemen itu pernah menjabat sebagai Kepala Dinas Sosial Tangsel dan Sekretaris KPU Tangsel.

    Wahyunoto rutin melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

    Terakhir, ia lapor pada 13 Januari 2025 untuk periode 2024.

    Wahyunoto mengaku punya dua bidang tanah dan bangunan di Tangsel senilai Rp 761.000.000 dan Rp 3.115.000.000.

    Selain itu, ia juga memiliki tanah seluas 4.462 meter persegi di Bogor senilai Rp 410.000.000.

    Wahyunoto mencatatkan kepemilikan harta begerak lainnya senilai Rp 14.700.000 serta kas dan setara kas senilai Rp 41.395.384.

    Ia mengaku tidak memiliki kendaraan mobil maupun sepeda motor.

    Wahyunoto memiliki utang sebesar Rp 862.000.000.

    Jika ditotal, harta kekayaan Wahyunoto sebesar Rp 3.480.095.384.

    Kasus Korupsi

    Diberitakan sebelumnya, Wahyunoto ditetapkan menjadi tersangka kasus korupsi pengelolaan sampah oleh Kejati Banten.

    Status tersangka eks Kepala Dinas Sosial Tangsel itu ditetapkan setelah pemeriksaan selama lima jam di Kantor Kejati Banten, Serang, sejak pukul 09.00 WIB, Selasa (15/4/2025).

    Pantauan TribunBanten, Wahyunoto keluar dari ruangan penyidik menggunakan rompi tahanan berwarna merah muda, dengan kondisi tangan diborgol.

    Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna, mengatakan, Wahyunoto langsung ditahan di Rutan Kelas II B Pandeglang selama 20 hari ke depan.

    “Penyidik Kejaksaan Tinggi Banten kembali melakukan penahanan terhadap tersangka WL (Wahyunoto Lukman),” kata Rangga.

    Kasus korupsi yang melibatkan Wahyunoto ini terkait proyek pengelolaan sampah senilai Rp 75,9 miliar.

    Wahyunoto terlibat aktif dalam menentukan lokasi pembuangan dan pemrosesan sampah yang tak sesuai standar.

    “Pada saat pelaksanaan pekerjaan, tersangka WL bersama-sama dengan saudara Zeki Yamani, telah secara aktif berperan dalam menentukan titik lokasi buang sampah.”

    “Lokasi-lokasi itu tidak memenuhi kriteria tempat pemrosesan tempat akhir pembuangan sebagaimana ketentuan yang berlaku,” papar Rangga.

    Rangga menjelaskan, titik lokasi yang dijadikan tempat sampah ilegal tersebut tersebar di sejumlah wilayah, mulai dari Kabupaten Tangerang, Bogor dan Bekasi.

    “Itu lahan-lahan tersebut merupakan lahan-lahan orang per orangan, jadi bukan lahan tempat pemrosesan akhir,” jelasnya.

    Rangga menambahkan, dampak dari pembuangan sampah ke lokasi tidak semestinya telah merugikan warga sekitar, terutama terkait pencemaran lingkungan.

    “Yang jelas dampak yang dirasakan itu justru di Kabupaten Tangerang. Di tempat dilakukannya pembuangan sampah. Di mana itu warga di sekitar Desa Gintung, area Desa Gintung itu komplain. Karena di wilayahnya terjadi tempat pembuangan sampah ilegal,” ujarnya.

    Sebelumnya, Wahyunoto juga kongkalikong dengan Direktur PT Ella Pratama Perkasa (EPP), Sukron Yuliadi Mufti.

    Wahyunoto bersekongkol dengan Sukron untuk mengurus Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) PT EPP agar memiliki KBLI pengelolaan sampah, bukan hanya KBLI pengangkutan.

    “Padahal, PT EPP tidak memiliki fasilitas, kapasitas, atau kompetensi sebagai perusahaan yang dapat melakukan pekerjaan pengelolaan sampah sesuai ketentuan yang berlaku.”

    “Agar dapat mengikuti proses pengadaan tersebut, tersangka SYM telah bersekongkol dengan WL,” ungkap Rangga, dikutip dari Kompas.com.

    Mengenai aliran dana yang masuk ke Wahyunoto, Rangga menyatakan bahwa penyidik masih mendalami hal tersebut.

    “Untuk sementara, tim masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap aliran dananya,” katanya.

    Sebelumnya, Sukron juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama dan saat ini ditahan di Rumah Tahanan Kelas IIB Serang.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • La Nyalla Sebut Tak Ada yang Ditemukan Saat Rumah Digeledah, Ini Kata KPK

    La Nyalla Sebut Tak Ada yang Ditemukan Saat Rumah Digeledah, Ini Kata KPK

    Jakarta

    Anggota DPD RI La Nyalla Mattalitti merasa heran rumahnya digeledah dan menyebut tidak ada yang ditemukan oleh KPK. Jubir KPK Tessa Mahardhika mengatakan rangkaian penggeledahan masih berlangsung.

    “Kembali saya tidak bisa mengkonfirmasi pernyataan tersebut, karena memang dari penyidik masih belum memberikan lampu hijau dikarenakan rangkaian penggeledahan masih berlangsung,” kata Tessa di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025).

    Tessa mengatakan masih menunggu semua proses penggeledahan itu selesai. Barulah dia bisa menjawab apakah benar tidak ada barang yang disita saat penggeledahan.

    “Jadi kita tunggu saja kalau semua sudah selesai pertanyaan terkait pernyataan tersebut bisa kita tanggapi,” tuturnya.

    Tessa mengatakan ada lokasi lain selain rumah La Nyalla yang digeledah. Namun lokasi persisnya belum bisa diungkap.

    “Ada (geledah lokasi lain),” ucapnya.

    “Saya sudah baca berita acara penggeledahan yang dikirimkan via WA oleh penjaga rumah, jelas di situ ditulis ‘dari hasil penggeledahan tidak ditemukan uang/barang/dokumen yang diduga terkait perkara’. Jadi sudah selesai. Cuma yang jadi pertanyaan saya, kok bisa alamatnya rumah saya. Padahal saya tidak ada hubungan apapun dengan Kusnadi,” kata La Nyalla seperti dikutip detikJatim, Senin (14/4).

    Penggeledahan itu dilakukan penyidik KPK dalam rangka mencari bukti tambahan terhadap Kusnadi, mantan Ketua DPRD Jatim, tersangka korupsi dana hibah Pemprov Jatim. Lima orang penyidik KPK diterima oleh penjaga rumah M Eriyanto dan disaksikan 2 asisten rumah tangga.

    “Saya sendiri juga bukan penerima hibah atau pokmas. Karena itu, pada akhirnya di surat berita acara hasil penggeledahan ditulis dengan jelas, kalau tidak ditemukan barang/uang/dokumen yang terkait dengan penyidikan,” ucapnya.

    La Nyalla menunggu penjelasan dari KPK mengapa rumahnya yang tidak ada kaitannya dengan perkara Kusnadi dijadikan obyek penggeledahan. La Nyalla berharap KPK menyampaikan ke publik, bahwa tidak ditemukan apapun di rumahnya terkait obyek perkara dengan tersangka Kusnadi.

    (ial/idn)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini