Topik: tersangka korupsi

  • Modus dan Peran Para Tersangka Korupsi Proyek Jalan di Sumut – Page 3

    Modus dan Peran Para Tersangka Korupsi Proyek Jalan di Sumut – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan serta preservasi jalan di wilayah Sumatera Utara (Sumut).

    Kelima tersangka tersebut diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis malam (26/6/2025) atas dugaan tindak pidana korupsi dalam upaya memuluskan proyek dengan total senilai Rp231,8 miliar.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyebut bahwa terdapat dua tersangka dari proyek yang dijalankan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Sumatera Utara (Sumut).

    “Satu, TOP selaku Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumut. Dua, RES selaku Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provinsi Sumut merangkap pejabat pembuat komitmen (PPK),” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (28/6/2025) seperti dilansir Antara.

    Lalu, satu tersangka berinisial HEL dari proyek yang dilaksanakan Satuan Kerja (Satker) Pembangunan Jalan Nasional (PJN) Wilayah 1 Sumut.

    Kemudian, dua tersangka dari pihak swasta yang berinisial KIR selaku Direktur Utama PT DNG dan RAY selaku Direktur PT RN. “RAY ini adalah anak dari KIR,” kata Asep.

    Asep menerangkan modus dan peran para tersangka dalam melancarkan aksinya. Tersangka TOP selaku Kadis PUPR Sumut memerintahkan tersangka RES untuk menunjuk KIR selaku Dirut PT DGN sebagai rekanan tanpa melalui mekanisme dan ketentuan pada proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan proyek pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot, dengan total nilai proyek sebesar Rp157,8 miliar.

    “Di sini sudah terlihat perbuatan bahwa ada kecurangan. Seharusnya ini melalui proses lelang yang benar-benar transparan,” kata Asep.

    Selain itu, tersangka KIR bersama RES bersama-sama mengatur proses e-catalog agar PT DGN dapat memenangkan proyek pembangunan Jalan Spiongot Batas Labusel.

    “Atas pengaturan proses e-catalog di Dinas PUPR Pemprov Sumut tersebut terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES yang dilakukan melalui transfer rekening,” jelasnya.

    Sementara itu, pada Satker PJN Wilayah 1 Sumut, tersangka HEL selaku PPK Satker PJN Wilayah 1 Sumut merupakan penyelenggara negara yang bertanggung jawab, antara lain menandatangani dan mengendalikan pelaksanaan kontrak pengadaan serta mengambil keputusan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja.

    Adapun PT DGN yang dipimpin oleh tersangka KIR dan PT RN yang dipimpin oleh RAY telah mendapatkan beberapa pekerjaan preservasi dan rehabilitasi jalan di wilayah Sumut sejak tahun 2023 hingga saat ini.

    “Bahwa HEL karena jabatannya selaku Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut telah menerima sejumlah uang dari KIR dan RAY sebesar Rp120 juta dalam kurun waktu Maret 2024–Juni 2025,” kata Asep.

    Penerimaan uang itu, lanjut dia, karena HEL telah melakukan pengaturan proses e-catalog sehingga PT DGN dan PT RN terpilih sebagai pelaksana.

    Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap enam orang dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar di wilayah Mandailing Natal, Medan, Sumatera Utara.

  • 5 Pejabat PUPR Sumut Jadi Tersangka Korupsi Jalan, Menteri PU: Saya Terpukul – Page 3

    5 Pejabat PUPR Sumut Jadi Tersangka Korupsi Jalan, Menteri PU: Saya Terpukul – Page 3

    Kelima tersangka tersebut diamankan dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis malam (26/6/2025) atas dugaan tindak pidana korupsi dalam upaya memuluskan proyek dengan total senilai Rp231,8 miliar.

    Asep menerangkan, pada Dinas PUPR Provinsi Sumut, tersangka TOP selaku Kadis PUPR Sumut memerintahkan tersangka RES untuk menunjuk KIR selaku Dirut PT DGN sebagai rekanan tanpa melalui mekanisme dan ketentuan pada proyek pembangunan Jalan Sipiongot Batas Labusel dan proyek pembangunan Jalan Hutaimbaru-Sipiongot, dengan total nilai proyek sebesar Rp157,8 miliar.

    “Di sini sudah terlihat perbuatan bahwa ada kecurangan. Seharusnya ini melalui proses lelang yang benar-benar transparan,” kata Asep.

    Selain itu, tersangka KIR bersama RES bersama-sama mengatur proses e-catalog agar PT DGN dapat memenangkan proyek pembangunan Jalan Spiongot Batas Labusel.

    “Atas pengaturan proses e-catalog di Dinas PUPR Pemprov Sumut tersebut, terdapat pemberian uang dari KIR dan RAY untuk RES yang dilakukan melalui transfer rekening,” jelasnya.

    Sementara itu, pada Satker PJN Wilayah 1 Sumut, tersangka HEL selaku PPK Satker PJN Wilayah 1 Sumut merupakan penyelenggara negara yang bertanggung jawab, antara lain menandatangani dan mengendalikan pelaksanaan kontrak pengadaan serta mengambil keputusan yang dapat mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja.

    Adapun PT DGN yang dipimpin oleh tersangka KIR dan PT RN yang dipimpin oleh RAY telah mendapatkan beberapa pekerjaan preservasi dan rehabilitasi jalan di wilayah Sumut sejak tahun 2023 hingga saat ini.

    “Bahwa HEL karena jabatannya selaku Satker PJN Wilayah I Provinsi Sumut telah menerima sejumlah uang dari KIR dan RAY sebesar Rp120 juta dalam kurun waktu Maret 2024–Juni 2025,” kata Asep.

    Penerimaan uang itu, lanjut dia, karena HEL telah melakukan pengaturan proses e-catalog sehingga PT DGN dan PT RN terpilih sebagai pelaksana.

     

  • KPK Sita Aset Tersangka Korupsi Hibah Jatim, Termasuk 3 Bidang Tanah Untuk Tambang Pasir – Page 3

    KPK Sita Aset Tersangka Korupsi Hibah Jatim, Termasuk 3 Bidang Tanah Untuk Tambang Pasir – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita tiga bidang tanah milik tersangka kasus korupsi dana hibah kelompok masyarakat (Pokmas) dari APBD Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022. Tanah tersebut berlokasi di kawasan Tuban dan rencananya akan dijadikan area penambangan pasir.

    “Dilakukan pemasangan tanda penyitaan pada 3 lokasi tanah di Tuban yang rencananya akan dijadikan area penambangan pasir oleh salah satu Tersangka,” ujar Plt Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, dalam keterangannya, Jumat (27/6/2025).

    Selain tiga bidang tanah di Tuban, penyidik KPK juga menyita sebuah rumah milik tersangka di Surabaya. Rumah tersebut ditaksir bernilai sekitar Rp1,3 miliar.

    KPK telah memeriksa lima saksi, salah satunya anggota DPR RI Anwar Sadad, untuk mendalami mekanisme dan alokasi dana hibah.

    “Saksi hadir dan didalami terkait dengan alokasi dana hibah dan mekanisme penganggarannya,” ujar Budi mengenai pemeriksaan Anwar di kantor BPKP Jawa Timur pada Kamis, (26/6/2025).

    Selain Anwar, penyidik juga memeriksa anggota DPRD Jatim Mathur Husyairi, dua pihak swasta, serta seorang pengurus Kacong Mahhud Institute.

    KPK telah menetapkan 21 orang tersangka dalam perkara ini. Rinciannya, 4 penerima dan 17 pemberi, termasuk di antaranya penyelenggara negara dan staf pemerintahan.

  • KPK Sita Tanah hingga Apartemen Milik Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim – Page 3

    KPK Sita Tanah hingga Apartemen Milik Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim – Page 3

    KPK telah menetapkan 21 orang tersangka kasus korupsi dana hibah pokmas Jatim. Empat di antaranya penerima dan 17 lainnya pemberi. Lalu ada juga pihak penyelenggara negara hingga staf.

    Juru Bicara (Jubir) KPK Tessa Mahardika Sugiarto menjelaskan penyidik melakukan pencarian bukti seperti menggeledah sejumlah lokasi. Upaya ini dilaksanakan sejak 8 Juli lalu dan menyasar sejumlah tempat.

    Rinciannya, beberapa rumah di Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Tulungagung, Gresik, serta di Pulau Madura seperti Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, dan Kabupaten Sumenep yang sudah didatangi penyidik.

    Dari penggeledahan ini penyidik menemukan uang sekitar Rp380 juta, dokumen terkait pengurusan dana hibah, kuitansi serta catatan penerimaan uang bernilai miliaran rupiah, bukti setoran uang ke bank, bukti penggunaan uang untuk pembelian rumah, salinan sertifikat rumah dan dokumen lain serta barang elektronik berupa handphone dan media penyimpanan lainnya.

    “Diduga memiliki keterkaitan dengan perkara yang sedang disidik dan akan terus didalami oleh penyidik,” kata Tessa.

     

     

     

    Reporter: Rahmat Baihaqi

    Sumber: Merdeka.com

  • 2 Pejabat Negara Jadi Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim, Begini Nasib Khofifah

    2 Pejabat Negara Jadi Tersangka Korupsi Dana Hibah Jatim, Begini Nasib Khofifah

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan dua pejabat negara telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di lingkungan Pemprov Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022.

    Total ada 21 tersangka dalam kasus ini. Empat di antaranya dijerat sebagai penerima suap—tiga merupakan penyelenggara negara dan satu staf mereka. Sementara 17 lainnya ditetapkan sebagai pemberi suap, terdiri dari 15 pihak swasta dan dua pejabat negara lainnya.

    “Secepatnya KPK akan mengumumkan pihak-pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, dan konstruksi perkaranya secara utuh,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.

    Budi juga mengungkapkan bahwa dana hibah yang diduga diselewengkan itu disalurkan ke setidaknya delapan kabupaten di Jawa Timur.

    “Setidaknya sejauh ini ada sekitar delapan kabupaten untuk pengucuran dana hibah kelompok masyarakat tersebut,” ucapnya.

    Di tengah pengusutan kasus ini, nama Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa turut menjadi sorotan.

    KPK menyatakan akan memanggil Khofifah pekan depan, antara tanggal 23 hingga 29 Juni 2025, untuk dimintai keterangan sebagai saksi.

    “Presisinya nanti akan kami sampaikan tanggalnya berapa,” ujar Budi.

    Pemanggilan Khofifah ini dilakukan setelah sebelumnya Ketua DPRD Jatim Kusnadi menyatakan bahwa sang gubernur semestinya mengetahui proses pengelolaan dana hibah, karena berada dalam lingkup kewenangan eksekutif.

    Meski belum ditetapkan sebagai tersangka, pemeriksaan Khofifah akan menjadi bagian penting dalam membongkar konstruksi aliran dana hibah yang diduga disalahgunakan dan merugikan keuangan daerah. ***

  • Perintangan Tak Masuk Akal, Jika Proses Hukum Sudah Inkrah

    Perintangan Tak Masuk Akal, Jika Proses Hukum Sudah Inkrah

    GELORA.CO  – Ahli Hukum Pidana dari Universitas Wahid Hasyim (Unwahas) Semarang, Mahrus Ali menyebut tak masuk akal terjadinya perintangan pada suatu perkara yang telah berkekuatan hukum tetap atau Inkrah. 

    Adapun hal itu disampaikan Ali saat dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan kasus dugaan suap pengurusan pergantian antara waktu (PAW) DPR periode 2019-2024 dan perintangan penyidikan Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di PN Tipikor Jakarta, Jumat (20/6/2025) malam.

    Mulanya kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Ronny Talapessy menanyakan mengenai perintangan di tahap penyidikan dengan mencontohkan beberapa kasus.

    “Kemudian putusan Mahkamah Agung nomor 3315 Pidsus 2018 Frederich Yinadi, terpidana terbukti menghalangi penyidikan terhadap tersangka korupsi Setyo Navanto, ini artinya dalam proses tingkat penyidikan,” kata Ronny di persidangan.

    Menjawab hal itu, Ali menyebut dalam Pasal 21 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, mengatur upaya perintangan di tingkat penyidikan. Sehingga, tak masuk akal bila terjadi di tahap penyelidikan. 

    “Jadi itu yang saya katakan bahwa kalau ada orang dikenakan Pasal 21 (Undang-Undang Tipikor), sementara perkara pokoknya jalan bahkan sampai ada putusan yang incraht itu tidak make sense,” ujar Ali.

    Menurutnya, bila terjadi perintangan pada penanganan perkara, maka, proses hukumnya tidak akan berjalan hingga diputus oleh majelis hakim. 

    “Berarti apa? berarti tidak ada penyidikan yang tercegah, tidak ada penyidikan yang tergagalkan,” imbuhnya.

    Selain itu, ia juga menyebut dalam Undang-Undang tersebut telah jabarkan batasan secara gamblang dan tegas. Sehingga tak bisa ditafsirkan penerapan Pasal 21 Undang-Undang Tipikor jika terjadinya perintangan di tahap penyelidikan. 

    “Kemudian di dalam Undang-Undang dijelaskan secara jelas misalnya ini penyidikan ya itu tidak bisa ditafsirkan lain selain penyidikan bukan kemudian penyelidikan,” ungkapnya. 

    “Mencegahnya perbuatannya di penyelidikan, kenapa? untuk mencegah agar tidak terjadi penyidikan, enggak kaya gitu,” imbuhnya.

    Terlebih, dalam proses penyelidikan belum masuk tahap Pro Justicia. Di mana, aparat penegak hukum masih mencari ada tidaknya dugaan pelanggaran pidana.

    “Kenapa? karena di penyelidikan belum ada pro Justicia, alat bukti belum ada di situ,” tandasnya.

    Seperti diketahui Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-Perjuangan Hasto Kristiyanto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dalam pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI, Harun Masiku.

    Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat membacakan berkas dakwaan Hasto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat (14/3/2025).

    “Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai suatu perbuatan berlanjut memberi atau menjanjikan sesuatu,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.

    Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaan yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

    Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

    “Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme,” ucap Jaksa.

    Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

    Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

    Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

    Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

    Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

    “Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa,” ujar Jaksa.

    Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

    Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

    Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.

    “Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” sebutnya.

    Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.

    Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.

    Di mana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.

    Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Gubernur Jatim Khofifah Tersangka Korupsi Hibah? KPK Buka Peluang Pengusutan

    Gubernur Jatim Khofifah Tersangka Korupsi Hibah? KPK Buka Peluang Pengusutan

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka kemungkinan untuk memeriksa Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) di lingkungan Pemprov Jawa Timur tahun anggaran 2021–2022.

    Hal ini disampaikan menyusul pemeriksaan terhadap mantan Ketua DPRD Jatim 2019–2024, Kusnadi, yang hadir sebagai saksi pada Kamis, 19 Juni 2025.

    “Penyidik akan melihat jika memang ada kebutuhan untuk memanggil pihak-pihak tertentu untuk dimintai keterangannya. KPK tentu akan memanggil pihak-pihak tersebut,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, saat dikonfirmasi dari Jakarta, Jumat, 20 Juni 2025.

    Budi menegaskan, semua keterangan yang diberikan saksi akan didalami oleh penyidik, termasuk kemungkinan menyeret nama-nama lain yang disebut memiliki peran dalam proses pencairan dan pengelolaan dana hibah.

    Eks Ketua DPRD: Khofifah Pasti Tahu Soal Dana Hibah

    Dalam keterangannya kepada media usai pemeriksaan, Kusnadi menyinggung posisi Gubernur Khofifah yang saat itu menjabat dan terlibat dalam proses pengeluaran dana hibah.

    “Pasti tahu. Orang dia (Khofifah, red.) yang mengeluarkan (dana hibah, red.), masa dia enggak tahu,” ujar Kusnadi.

    Ia juga menegaskan bahwa proses pengajuan dana hibah selalu melalui komunikasi antara DPRD dan kepala daerah, namun pelaksanaan anggaran merupakan wewenang penuh eksekutif.

    “Bukan kewenangan DPRD mengeksekusi anggaran itu. Yang mengeksekusi anggaran itu ya kepala daerah,” katanya.

    KPK sendiri telah menetapkan 21 tersangka dalam pengembangan kasus ini sejak diumumkan pada 12 Juli 2024. Dari jumlah tersebut, empat orang diduga sebagai penerima suap, sementara 17 lainnya sebagai pemberi suap.

    Rinciannya, dari empat penerima suap, tiga adalah penyelenggara negara dan satu merupakan staf mereka. Sementara itu, 17 pemberi suap terdiri dari 15 orang dari pihak swasta dan dua orang penyelenggara negara.

    Dengan perkembangan terbaru ini, sorotan kini mengarah pada kemungkinan diperiksanya Gubernur Khofifah. KPK menegaskan masih menunggu hasil pendalaman penyidikan sebelum mengambil langkah lanjutan. ***

  • Ke mana Uang Triliunan yang Disita dalam Kasus Ekspor CPO Wilmar Group? Ini Penjelasan Kejagung

    Ke mana Uang Triliunan yang Disita dalam Kasus Ekspor CPO Wilmar Group? Ini Penjelasan Kejagung

    Ke mana Uang Triliunan yang Disita dalam Kasus Ekspor CPO Wilmar Group? Ini Penjelasan Kejagung

    GELORA.CO  – Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menyita uang tunai senilai Rp11.800.351.802.619 dari pengembangan kasus korupsi koorporasi bergerak bidang sawit Wilmar Group.
    Uang triliun rupiah tersebut, ditampilkan saat konferensi pers di Gedung Bundar Kejaksaan Agung RI, Jakarta Selatan, Selasa (17/6/2025).
    Tumpukan uang pecahan 100 ribuan pun terlihat di antara para pejabat Kejagung. 
    Uang tunai yang disita itu, merupakan pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya.
    Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, Sutikno, menerangkan tumpukan yang yang ditampilkan dalam konferensi pers hanya Rp2 triliun.
    Menurutnya, tidak seluruh uang bisa dibawa ke tempat konferensi pers.
    “Karena keterbatasan tempat dan alasan keamanan kami kira uang Rp2 triliun ini bisa mewakili uang yang disita,” jelasnya.
    Ketika ditanya awak media terkait mau dikemanakan uang sitaan Kejagung tersebut, Sutikno memberikan penjelasan. 
    Sutikno menerangkan, uang sitaan Kejagung itu, akan disesuaikan dengan perkara pidananya. 
    “Uang yang disita ini mau diapakan? apakah untuk pembangunan tata kelola sawit atau bagaimana? terkait uang penyitaan ini hubungannya dengan perkara tindak pidana.”
    “Maka uang ini nantinya akan dikemanakan? akan disesuaikan perkara pidana itu sendiri. Jadi tidak ada kaitannya dengan kegiatan Satgas Penanganan Kawasan Hutan (PKH),” katanya. 
    “Jadi ini murni penanganan perkara tindak pidana korupsi, yang nantinya ke mana uang larinya akan dilaksanakan sesuai putusan Mahkamah Agung setelah diputus,” imbuhnya. 
    Hal senada juga disampaikan Kepala Pusat penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar.
    “Artinya bahwa saya sampaikan tadi, perlu adanya tata kelola di industri kelapa sawit kita. Karena pengembalian kerugian keuangan negara ini menjadi salah satu contoh, bahwa ada sesuatu yang missing karena ada masalah, bahwa nanti terkait putusannya seperti apa, tentu nanti akan disampaikan jaksa selaku eksekutor,” ungkapnya. 
    Dalam kesempatan yang sama, Harli juga menyebut, uang sitaan Kejagung senilai Rp11,8 triliun kasus suap ekspor CPO itu, menjadi yang terbesar.
    “Penyitaan uang ini dalam sejarah yang paling nanti akan disampaikan secara substansi oleh Pak Direktur Penuntutan,” ungkapnya. 

    Uang yang disita ini, kata Harli, sebagai bentuk pengembalian kerugian keuangan negara yang dilakukan dalam tahap penuntutan.
    “Karena kasus ini belum berkekuatan hukum tetap maka uang ini kami sita,” jelasnya. 
    Delapan Tersangka Korupsi Vonis Lepas CPODiketahui, dalam perkara ini, Kejagung telah menetapkan delapan tersangka. Mereka diduga terlibat dalam rekayasa vonis bebas terhadap terdakwa kasus korupsi CPO di Pengadilan Tipikor.
    Para tersangka ini, terdiri dari unsur hakim, advokat, dan pejabat pengadilan.
    Empat hakim itu, bersama tiga orang lain, menjadi tersangka terkait vonis lepas pengurusan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) periode Januari-April 2022 dengan terdakwa tiga korporasi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat
    Berikut delapan tersangka kasus dugaan suap vonis lepas perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO, dengan terdakwa tiga korporasi:
    Muhammad Arif Nuryanta (MAN), Ketua Pengadilan Negeri Jakarta SelatanWahyu Gunawan, panitera muda PN Jakarta UtaraMarcella Santoso, advokatAriyanto Bakrie, advokatDjuyamto, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta PusatAli Muhtarom, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta PusatAgam Syarif Baharudin, hakim Pengadilan Tipikor Jakarta PusatMuhammad Syafei, Head of Social Security Legal PT Wilmar Group
    Sumber : Tribunnews 

    ‘;if(c’};urls.splice(0,urls.length);titles.splice(0,titles.length);document.getElementById(‘related-posts’).innerHTML=dw};
    //]]>

  • Polisi Tahan 3 Tersangka Korupsi Obat Puskesmas di Buru Selatan

    Polisi Tahan 3 Tersangka Korupsi Obat Puskesmas di Buru Selatan

    AMBON – Kepolisian Resor (Polres) Buru Selatan (Bursel) menahan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan obat untuk Puskesmas di Kabupaten Buru Selatan.

    Ketiganya adalah Harun Pattah selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Romi Kriska Putra, Direktur PT Maju Makmur Putra sebagai penyedia, dan Apt. Irmin, S.Farm yang bertindak sebagai pelaksana pekerjaan.

    “Ketiga tersangka diduga terlibat dalam praktik korupsi proyek pengadaan obat senilai Rp 4,57 miliar pada Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana Kabupaten Buru Selatan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun Anggaran 2022,” kata Kapolres Buru Selatan AKBP Andi P. Lorena, dilansir ANTARA, Kamis, 12 Juni.

    Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), negara dirugikan sebesar Rp 1.594.422.460 dalam proyek ini.

    Penyidik mengungkap sejumlah penyimpangan dalam pelaksanaan proyek, termasuk penggunaan metode penunjukan langsung yang tidak sesuai ketentuan, penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dengan data yang tidak dapat dipertanggungjawabkan (mark-up), serta pembayaran sebelum barang diterima.

    Tak hanya itu, sebagian volume barang ternyata tidak dibelanjakan sama sekali.

    “Pemeriksaan terhadap invoice pembelian barang menunjukkan adanya manipulasi data dan pembuatan invoice palsu untuk menyesuaikan harga dengan nilai kontrak,” jelasnya.

    Proyek ini didasarkan pada Surat Perjanjian Kerja Nomor 01/KONTRAK/PL.OBAT/PPK/DINKES,PP&KB-BS/VI/2022 tertanggal 3 Juni 2022 dengan nilai kontrak sebesar Rp4.576.380.300.

    Namun, dalam praktiknya, barang baru mulai dikirim pada Agustus 2022. Anehnya, pada 25 Agustus 2022 sudah dibuat Berita Acara Pemeriksaan dan Serah Terima Barang yang menyatakan seluruh barang telah diterima lengkap.

    Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk dokumen kontrak, invoice, kwitansi, SP2D, serta dokumen penganggaran lainnya. Sedikitnya 50 orang telah diperiksa sebagai saksi, mulai dari Kepala Dinas Kesehatan, pejabat pengadaan, panitia pemeriksa barang, hingga pihak vendor.

  • KPK Kembalikan Rp 5,4 Miliar dari Kasus Pemerasan TKA di Kemenaker

    KPK Kembalikan Rp 5,4 Miliar dari Kasus Pemerasan TKA di Kemenaker

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah mengembalikan uang negara sebesar Rp 5,4 miliar. Uang tersebut terkait kasus dugaan korupsi berupa pemerasan dan gratifikasi dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).

    Pengembalian uang ini dilakukan oleh para tersangka dan pihak terkait melalui rekening penampungan milik KPK. “Hingga saat ini, para pihak termasuk para tersangka telah mengembalikan uang ke negara sebesar Rp 5,4 miliar,” ujar Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo, Jumat (6/6/2025).

    Budi menyebut, penyidik KPK masih terus melacak aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain, mengingat praktik pemerasan ini telah berlangsung sejak 2012.

    KPK bahkan membuka kemungkinan penggunaan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) untuk memaksimalkan pengembalian aset negara. “Praktik ini sudah berlangsung sejak 2012, maka kami akan mengembangkan perkara ke TPPU agar lebih mudah melakukan asset recovery terhadap para oknum,” tegas Budi.

    KPK telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk kantor Kemenaker, rumah para tersangka, serta kantor agen pengurusan TKA yang terlibat.

    Dalam kasus ini, delapan tersangka utama ditetapkan oleh KPK. Mereka diduga melakukan pemerasan terhadap pemohon RPTKA, dan berhasil mengumpulkan uang senilai Rp 53,7 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp 8,94 miliar dibagikan ke 85 pegawai Direktorat PPTKA.

    KPK telah menetapkan delapan tersangka korupsi pemerasan TKA di Kemenaker:
    1. Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker 2020-2023 Suhartono (SUH) 
    2. Direktur PPTKA 2019-2024, Dirjen Binapenta 2024-2025 Haryanto (HAR)
    3. Direktur PPTKA 2017-2019 Wisnu Pramono (WP)
    4. Koordinator Uji Kelayakan 2020-2024, Direktur PPTKA 2024-2025 Devi Angraeni (DA)
    5. Mantan Kasubdit dan PPK PPTKA Gatot Widiartono (GW)
    6. Staf Direktorat PPTKA 2019-2024 Putri Citra Wahyoe (PCW)
    7. Staf Direktorat PPTKA 2019-2024 Jamal Shodiqin (JS)
    8. Staf Direktorat PPTKA 2019-2024 Alfa Eshad (AE)