Topik: tekanan darah tinggi

  • Masalah Asam Urat Dipicu Faktor Keturunan? Bisa Jadi, Tapi…

    Masalah Asam Urat Dipicu Faktor Keturunan? Bisa Jadi, Tapi…

    Jakarta

    Masalah nyeri asam urat atau yang dalam istilah medis disebut gout merupakan kondisi yang ditandai dengan rasa nyeri atau bengkak di area sendi. Kondisi ini muncul akibat penumpukan asam urat berlebih dalam darah yang kemudian membentuk kristal di sendi.

    Kondisi ini biasanya dikaitkan dengan kebiasaan makan seperti konsumsi tinggi daging merah atau alkohol. Namun, sebenarnya apakah ada faktor keturunan yang bisa memicu masalah asam urat?

    Kondisi ini pertama kali diketahui pada abad ke-5 dan diberi nama unwalkable disease atau penyakit yang membuat tidak bisa berjalan. Baru pada abad ke-17, ilmuwan menduga masalah asam urat juga memiliki komponen genetik.

    Gen yang berkaitan dengan ini utamanya merupakan bagian dari renal-urate transport system. Sistem tersebut bertugas membuang asam urat, hasil pemecahan urine, dari aliran darah. Biasanya hanya sebagian kecil asam urat yang dibuang lewat urine, 90 persen sisanya justru diserap kembali. Sistem transportasi inilah yang menentukan seberapa besar penyerapan kembali tersebut.

    Mutasi gen yang diwariskan pada sistem transportasi ini bisa memengaruhi kemampuan tubuh dalam membuang kelebihan asam urat. Artinya, jika seseorang mewarisi gen ‘lambat’, tubuhnya tidak mampu menyaring asam urat seefisien orang yang memiliki gen ‘cepat’ atau normal.

    Secara khusus, gen ABCG2 dan SLC2A9 diketahui berhubungan dengan peningkatan risiko terkena asam urat.

    “Jika Anda memiliki orang tua dengan asam urat dan merasa mungkin Anda juga mengalaminya, tidak ada yang perlu disalahkan. Kemungkinan besar Anda mewarisi kondisi tersebut, sama seperti Anda mewarisi warna mata atau rambut. Kini ada banyak penelitian yang menunjukkan bahwa asam urat bukanlah kesalahan pribadi,” ucap pakar reumatologi Dr Panico dikutip dari Summit Rheumatology, Selasa (11/11/2025).

    Meski begitu, hasil positif pada gen ini bukan berarti seseorang pasti akan mengalami masalah asam urat. Gaya hidup dan faktor lingkungan tetap berpengaruh besar pada asam urat.

    Beberapa kebiasaan yang dapat meningkatkan risiko terkena nyeri asam urat meliputi kelebihan berat badan, konsumsi alkohol tinggi, pola makan tinggi purin, dan penggunaan obat tertentu. Bagaimanapun kondisi riwayat keluarga, risiko tetap bisa dikurangi melalui perubahan gaya hidup sehat

    “Kita bisa membahas pola makan dan kebiasaan hidup, karena mengontrol hal-hal tersebut akan berdampak baik untuk kesehatan secara menyeluruh,” sambung Dr Panico.

    Orang yang kelebihan berat badan, terutama dengan lemak di area perut, memiliki risiko lebih tinggi terkena asam urat. Lemak di perut dapat memicu pelepasan zat kimia pemicu peradangan, yang dapat memperburuk kondisi nyeri asam urat.

    Rasa nyeri saat serangan asam urat terjadi karena respon peradangan tubuh, sehingga peningkatan peradangan akibat lemak perut dapat memperburuk gejala.

    “Kegemukan adalah salah satu penyebab utama asam urat, yang berhubungan dengan banyak faktor. Dengan memperbaiki kualitas makanan, Anda bisa menurunkan asupan purin, zat dalam makanan yang menghasilkan asam urat terbanyak. Selain itu, menjaga berat badan sehat juga membantu menurunkan risiko tekanan darah tinggi dan diabetes, yang keduanya sangat berkaitan dengan asam urat,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Remaja 16 Tahun Ini Idap Penyakit Langka, Hidup Tanpa Kedua Ginjal

    Remaja 16 Tahun Ini Idap Penyakit Langka, Hidup Tanpa Kedua Ginjal

    Jakarta

    Seorang remaja laki-laki di Singapura mengidap penyakit langka, yang membuat kedua ginjalnya harus diangkat saat usianya baru 13 tahun. Penyakit itu muncul sejak ia masih kecil.

    Au Wan Rong yang kini berusia 16 tahun harus menjalani dialisis peritoneal setiap hari. Ini merupakan sebuah perawatan rumahan untuk kondisi gagal ginjal yang menggunakan lapisan perut sebagai filter alami untuk membuang limbah dan cairan dari darah.

    Prosedur tersebut dilakukan Wan Rong sendiri dengan keahlian yang luar biasa. Dialisis ini melibatkan pengeluaran cairan lama dari perutnya, mengisinya dengan larutan baru, lalu duduk dan menunggu sementara larutan baru tersebut mengumpulkan limbah dan kelebihan cairan.

    Proses ini memerlukan pendekatan steril yang ketat, termasuk mencuci tangan secara menyeluruh. Selain itu, membersihkan area sambungan dengan baik sebelum setiap pertukaran untuk mencegah terjadinya infeksi.

    “Dia adalah pasien termuda yang saya tangani yang melakukan ini sendiri dan melakukannya dengan bersih tanpa infeksi,” kata Associate Profesor Ng Kar Hui, konsultan senior di divisi nefrologi pediatrik, dialisis, dan transplantasi ginjal di Departemen Pediatri Khoo Teck Puat National University Children’s Medical Institute.

    Dikutip dari The Straits Times, kondisi gagal ginjal yang dialami Wan Rong disebabkan oleh mutasi TRPC6, yakni kondisi genetik yang sering dikaitkan dengan penyakit ginjal progresif. Protein TRPC6 merupakan bagian penting dari sel-sel di ginjal yang membantu menyaring limbah dari darah.

    Prof Ng mengatakan mutasi tersebut dapat menyebabkan efek peningkatan fungsi. Aktivitas berlebihan itu dapat menyebabkan unit penyaringan ginjal membocorkan protein, yang memicu terjadinya pembengkakan, kelelahan, dan gagal ginjal.

    Awal Mula Penyakit Muncul

    Tanda-tanda dari penyakit langka itu mulai terlihat saat Wang Rong berusia tujuh tahun. Orang tuanya memperhatikan urinenya terlihat berbusa dan wajahnya sangat bengkak.

    Melihat itu, orang tuanya membawa Wang Rong ke UGD Rumah Sakit Wanita dan Anak KK untuk menjalani pemeriksaan darurat. Wang Rong menjalani serangkaian pemeriksaan, sampai dokter mengatakan bahwa ia mengidap penyakit ginjal yang serius.

    Namun, saat itu penyebab pasti gagal ginjal Wang Rong masih belum diketahui. Para dokter mengira pasiennya itu mengalami penyakit ginjal biasa dan mengobatinya dengan steroid untuk mengurangi peradangan.

    Penyakit ginjal pada anak-anak dapat disebabkan oleh cacat dari lahir atau kelainan genetik, seperti penyakit polikistik, dan masalah saluran kemih seperti penyumbatan.

    Steroid yang diberikan dokter ternyata tidak mempan seiring perkembangan kondisi Wang Rong. Setahun kemudian, ia dipindahkan ke ke Rumah Sakit Universitas Nasional, yang memiliki satu-satunya layanan dialisis kronis khusus untuk anak-anak.

    “(Obat itu) menjadi toksik ketika tubuhnya tidak meresponsnya dan ginjalnya memburuk dengan cepat. Kami menjalankan program penelitian genetika, kemudian pada pasien yang tidak merespons pengobatan, dan menemukan bahwa antara 10 dan 15 persen pasien dengan kondisi ginjal adalah kasus genetik, dan itulah mengapa Wan Rong diuji,” jelas Prof Ng.

    Saat itulah diketahui Wang Rong memiliki mutasi TRPC6 yang langka. Mutasi TRPC6 itu baru ditemukan pada tahun 2005 dan prevalensi pastinya masih belum diketahui.

    Harus Bertahan Hidup Tanpa Ginjal

    Wang Rong mengatakan meski menjalani dialisis dan perawatan steroid untuk mengelola kondisinya, ia masih bosa bermain dengan temannya. Tetapi, saat ia berusia 13 tahun, kondisinya menjadi serius.

    “Kedua kaki saya terasa sakit luar biasa, dan saya dirawat di rumah sakit agar dokter dapat mencari tahu penyebabnya. Akhirnya, kedua ginjal saya diangkat karena penumpukan limbah dan infeksi,” ujarnya.

    Setelah kehilangan kedua ginjalnya, ia mengalami sakit kepala hebat dan dirawat di rumah sakit untuk waktu yang lama, bahkan tidak masuk sekolah. Sakit kepala itu disebabkan oleh tekanan darahnya yang fluktuatif, dan keduanya terkontrol dengan obat-obatan.

    Dengan pengangkatan kedua ginjalnya, pola makan Wan Rong harus sangat dibatasi untuk mengelola produk limbah dan cairan, dan ia harus benar-benar mematuhi rencana yang ramah ginjal untuk mengelola dialisisnya. Misalnya, seperti ia harus sangat membatasi asupan cairannya untuk mencegah kelebihan cairan yang parah, tekanan darah tinggi, dan gagal jantung.

    Wang Rong dan orang tuanya juga menunggu donor ginjal dari pasien yang sudah meninggal. Tetapi, selama delapan tahun terakhir mereka masih belum mendapatkannya.

    Halaman 2 dari 3

    (sao/suc)

  • Hampir 800 Juta Orang di Dunia Kena Penyakit Ginjal Kronis, Inikah Pemicunya?

    Hampir 800 Juta Orang di Dunia Kena Penyakit Ginjal Kronis, Inikah Pemicunya?

    Jakarta

    Penyakit ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) merupakan salah satu penyakit paling umum terjadi dan kini menempati peringkat teratas penyebab kematian dan kesakitan global, menurut laporan terbaru di jurnal The Lancet.

    Temuan ini berasal dari studi Global Burden of Disease (GBD) 2023, yang menelusuri tren CKD pada populasi usia 20 tahun ke atas di 204 negara dan wilayah selama periode 1990 hingga 2023. Penelitian dipimpin oleh tim dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), University of Washington, bekerja sama dengan New York University Grossman School of Medicine dan University of Glasgow.

    Studi tersebut menemukan jumlah kasus CKD telah meningkat dua kali lipat sejak tahun 1990 dan kini memengaruhi hampir 800 juta orang di seluruh dunia. Bahkan kini peringkat 9 penyebab kematian terbesar di dunia pada 2023, dengan hampir 1,5 juta kematian, serta peringkat 12 penyebab kecacatan.

    Adapun China dan India mencatat jumlah pengidap tertinggi,masing-masing sekitar 152 juta dan 138 juta orang. Namun penyakit ini juga tersebar luas di berbagai negara, termasuk Amerika Serikat, Indonesia, Jepang, Brasil, Rusia, Meksiko, Nigeria, Pakistan, Bangladesh, Iran, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Turki, yang masing-masing melaporkan lebih dari 10 juta orang dewasa hidup dengan CKD.

    “Penyakit ginjal kronis merupakan krisis kesehatan global yang terus berkembang, namun sebagian besar dampaknya dapat dicegah. Mengurangi angka kematian sangat penting untuk mencapai target WHO, yaitu mengurangi kematian dini akibat penyakit tidak menular hingga sepertiganya sebelum tahun 2030,” ujar Lauryn Stafford, salah satu penulis dan peneliti di IHME, dikutip dari News Medical Net, Senin (10/11/2025).

    Apa pemicunya?

    Studi tersebut juga menegaskan CKD merupakan kontributor besar terhadap penyakit kardiovaskular. Pada 2023, gangguan fungsi ginjal berperan dalam hampir 12 persen kematian kardiovaskular global, menempati peringkat 7 faktor risiko kematian jantung, ebih tinggi dibandingkan diabetes maupun obesitas.

    Peneliti mengidentifikasi 14 faktor risiko utama CKD. Di antaranya, diabetes, tekanan darah tinggi, dan obesitas menjadi penyebab terbesar hilangnya tahun hidup sehat. Pola makan rendah buah-sayur serta tingginya konsumsi natrium (garam) juga memberikan kontribusi signifikan.

    “Penyakit ginjal kronis merupakan faktor risiko utama bagi penyebab utama penurunan kesehatan lainnya sekaligus beban penyakit yang signifikan. Namun, penyakit ini masih kurang mendapat perhatian kebijakan dibandingkan penyakit tidak menular lainnya, meskipun dampaknya tumbuh paling cepat di wilayah-wilayah yang sudah menghadapi kesenjangan kesehatan terbesar,” ucap Dr Theo Vos, penulis senior dan Profesor Emeritus IHME.

    Tak hanya itu, meningkatnya angka obesitas dan diabetes, ditambah dengan penuaan populasi global, menjadi pendorong utama lonjakan kasus CKD. Pada 2023, prevalensi terseragam usia CKD mencapai sekitar 14 persen pada orang dewasa usia 20 tahun ke atas.

    Prevalensi tertinggi ditemukan di Afrika Utara dan Timur Tengah (18 persen), Asia Selatan (15,8 persen), Afrika Sub-Sahara (15,6 persen), serta Amerika Latin dan Karibia (15,4 persen). Negara dengan prevalensi tertinggi mencakup Iran, Haiti, Panama, Nigeria, Mauritius, Seychelles, Grenada, Meksiko, Libya, dan Kosta Rika.

    Sebagian besar pengidap CKD masih berada pada tahap awal (stadium 1-3). Kondisi ini menegaskan pentingnya skrining rutin dan strategi pencegahan, termasuk pengendalian gula darah dan tekanan darah dengan terapi yang mudah diakses.

    Pendekatan tersebut dapat menurunkan risiko kematian akibat komplikasi jantung serta menunda kebutuhan terapi pengganti ginjal seperti dialisis atau transplantasi.

    Namun, akses terhadap terapi pengganti ginjal masih sangat terbatas dan tidak merata di berbagai wilayah dunia. Karena itu, para ahli menekankan perlunya fokus pada pencegahan progresivitas penyakit dan pemerataan akses layanan kesehatan.

    Perluasan deteksi dini, ketersediaan perawatan terjangkau, pengendalian faktor risiko utama, serta investasi pada strategi yang memperlambat kerusakan ginjal akan menjadi langkah penting untuk mengurangi beban CKD terhadap pasien, keluarga, dan sistem kesehatan global.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/naf)

  • Hampir 800 Juta Orang di Dunia Idap Penyakit Ginjal, Negara Ini Penyumbang Terbanyak

    Hampir 800 Juta Orang di Dunia Idap Penyakit Ginjal, Negara Ini Penyumbang Terbanyak

    Jakarta

    Jumlah orang dewasa yang hidup dengan penyakit ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1990, dan kini mencapai hampir 800 juta jiwa di seluruh dunia, menurut riset terbaru yang diterbitkan di The Lancet.

    Temuan ini berasal dari studi Global Burden of Disease (GBD) 2023, yang menelusuri tren CKD pada populasi usia 20 tahun ke atas di 204 negara dan wilayah selama periode 1990 hingga 2023. Penelitian dipimpin oleh tim dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), University of Washington, bekerja sama dengan New York University Grossman School of Medicine dan University of Glasgow.

    Dengan menganalisis 2.230 sumber data, studi ini menjadi penilaian paling komprehensif sejauh ini mengenai beban penyakit ginjal kronis, baik yang berujung kematian maupun yang tidak fatal, di seluruh dunia.

    Negara Penyumbang Kasus Penyakit Ginjal Terbanyak

    Pada 2023, CKD menjadi penyebab kematian ke-9 terbesar secara global, dengan hampir 1,5 juta kematian, serta penyebab ke-12 terbesar kecacatan. Berbeda dengan sebagian besar penyebab kematian utama lain, angka kematian global terseragam usia akibat CKD justru meningkat, dari 24,9 per 100.000 jiwa pada 1990 menjadi 26,5 per 100.000 jiwa pada 2023.

    China dan India, dengan beberapa negara dengan populasi terbesar di dunia, mencatat jumlah pengidap CKD tertinggi, masing-masing 152 juta dan 138 juta jiwa. Namun, penyakit ini juga meluas di banyak negara, termasuk Amerika Serikat, Indonesia, Jepang, Brasil, Rusia, Meksiko, Nigeria, Pakistan, Bangladesh, Iran, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Turki, yang masing-masing melaporkan lebih dari 10 juta orang dewasa hidup dengan CKD.

    “Penyakit ginjal kronis merupakan krisis kesehatan global yang terus berkembang, namun sebagian besar dampaknya dapat dicegah. Mengurangi angka kematian sangat penting untuk mencapai target WHO, yaitu mengurangi kematian dini akibat penyakit tidak menular hingga sepertiganya sebelum tahun 2030,” ujar Lauryn Stafford, salah satu penulis dan peneliti di IHME, dikutip dari News Medical Net, Senin (10/11/2025).

    Penelitian ini juga menyoroti CKD sebagai kontributor besar terhadap penyakit kardiovaskular, sekaligus mengungkap berbagai faktor risikonya. Pada 2023, gangguan fungsi ginjal menyumbang hampir 12 persen kematian kardiovaskular global, menempati peringkat ketujuh di antara faktor risiko kematian jantung, bahkan di atas diabetes dan obesitas.

    Studi ini mengidentifikasi 14 faktor risiko terperinci untuk CKD, dengan diabetes, tekanan darah tinggi, dan obesitas sebagai faktor penyebab hilangnya tahun-tahun hidup sehat terbesar. Faktor-faktor pola makan, seperti rendahnya asupan buah dan sayur serta tingginya konsumsi natrium, juga memberikan kontribusi yang substansial.

    “Penyakit ginjal kronis merupakan faktor risiko utama bagi penyebab utama penurunan kesehatan lainnya sekaligus beban penyakit yang signifikan. Namun, penyakit ini masih kurang mendapat perhatian kebijakan dibandingkan penyakit tidak menular lainnya, meskipun dampaknya tumbuh paling cepat di wilayah-wilayah yang sudah menghadapi kesenjangan kesehatan terbesar,” ucap Dr Theo Vos, penulis senior dan Profesor Emeritus IHME.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/naf)

  • Bukan Mitos! Sering Begadang Berbahaya Bagi Jantung

    Bukan Mitos! Sering Begadang Berbahaya Bagi Jantung

    Jakarta

    Tidur sangat penting untuk menjaga keseimbangan tubuh dan jantung manusia. Hal itu membantu mengatur tekanan darah, metabolisme, dan fungsi kardiovaskular secara keseluruhan.

    Namun, dalam kehidupan modern, banyak orang tidur larut malam karena jam kerja yang panjang atau waktu yang dihabiskan untuk menggunakan perangkat digital. Para ilmuwan kini mempelajari bahwa waktu tidur mungkin sama pentingnya dengan seberapa banyak kita tidur.

    Meskipun kurang tidur atau sering begadang diketahui meningkatkan risiko masalah jantung, penelitian terbaru telah mulai mengeksplorasi apakah waktu tidur berperan besar.

    Sebuah studi baru yang dipublikasikan di Frontiers menemukan bahwa orang yang rutin tidur setelah tengah malam pada hari kerja berisiko lebih tinggi terkena serangan jantung. Penemuan ini menunjukkan bahwa waktu tidur dapat secara langsung mempengaruhi kesehatan jantung.

    Bagaimana Jam Biologis Tubuh Menjaga Ritme Jantung?

    Tubuh manusia mengikuti jam internal 24 jam yang dikenal sebagai ritme sirkadian. Jam ini membantu mengontrol kapan kita merasa terjaga atau mengantuk, dan mengatur fungsi-fungsi vital seperti tekanan darah, kadar hormon, dan detak jantung.

    Jantung dan pembuluh darah bekerja sesuai ritme alami ini, sehingga lebih aktif di siang hari dan beristirahat di malam hari. Saat orang begadang hingga lewat tengah malam, mereka mengganggu jadwal alami ini.

    Seiring waktu, gangguan ini dapat memberikan tekanan ekstra pada sistem kardiovaskular. Dalam studi Frontiers, para peneliti menemukan bahwa orang yang rutin tidur larut malam di hari kerja lebih mungkin mengalami serangan jantung.

    Menariknya, pola ini tidak muncul di akhir pekan, menunjukkan bahwa rutinitas di hari kerja yang dikombinasikan dengan waktu bangun pagi, dapat meningkatkan beban kerja jantung. Hasil ini menunjukkan bahwa waktu tidur dapat mempengaruhi kesehatan jantung terlepas dari durasi tidur, yang menyoroti pentingnya menyelaraskan tidur dengan ritme alami tubuh.

    Hasil Penelitian tentang Tidur dan Risiko Jantung

    Studi ini mengkaji informasi dari 4.576 orang dewasa yang berpartisipasi dalam Studi Kesehatan Tidur dan Jantung, yang melacak pola tidur dan hasil kardiovaskular. Peserta melaporkan waktu tidur dan waktu bangun mereka yang biasa, baik untuk hari kerja maupun akhir pekan.

    Waktu tidur mereka dikelompokkan menjadi empat rentang, yakni sebelum pukul 22.00, antara pukul 22.01 dan 23.00, antara pukul 23.01 dan tengah malam, dan setelah tengah malam. Para peneliti mengamati mereka selama lebih dari 10 tahun untuk melihat siapa yang mengalami infark miokard, istilah medis untuk serangan jantung.

    Hasilnya menunjukkan pola yang jelas. Mereka yang tidur setelah tengah malam pada hari kerja jauh lebih mungkin mengalami serangan jantung dibandingkan merkea yang tidur di antara pukul 22.01 dan 23.00.

    Bahkan, setelah memperhitungkan faktor risiko lain seperti merokok, berat badan, tekanan darah tinggi, diabetes, konsumsi alkohol, dan total durasi tidur, hubungan tersebut tetap kuat.

    Orang dengan waktu tidur larut pada hari kerja memiliki risiko serangan jantung sekitar 63 persen lebih tinggi. Menariknya, tidur sangat awal seperti sebelum pukul 22.00, juga membawa risiko yang lebih sedikit tinggi, membentuk pola berbentuk U di mana kedua ekstrem waktu tidur tampak kurang menguntungkan.

    Kenapa Begadang dapat Membahayakan Jantung?

    Ada beberapa alasan mengapa begadang dapat meningkatkan risiko jantung. Menunda tidur mengganggu produksi melatonin, hormon yang membantu mengontrol tekanan darah dan mendukung perbaikan pembuluh darah di malam hari.

    Kadar melatonin yang rendah dapat menyebabkan tekanan darah tinggi dan peradangan yang lebih parah di arteri. Begadang juga sering dikaitkan dengan tidur yang lebih pendek dan berkualitas buruk, sehingga mengurangi jumlah istirahat nyenyak yang dibutuhkan tubuh untuk pulih.

    Orang yang begadang juga dapat melakukan kebiasaan lain yang dapat membahayakan jantung, seperti makan larut malam, kurang aktif secara fisik, dan menghabiskan waktu berjam-jam di depan layar yang terang. Aktivitas ini dapat meningkatkan kadar gula darah dan kolesterol, mendorong penambahan berat badan, dan meningkatkan aktivitas hormon stres.

    Seiring waktu, perubahan tersebut dapat merusak pembuluh darah dan meningkatkan kemungkinan serangan jantung. Studi laboratorium telah menunjukkan bahwa waktu tidur yang tidak teratur meningkatkan kortisol, mengganggu kontrol glukosa, dan meningkatkan pembekuan darah.

    Semua itu merupakan faktor yang berkontribusi terhadap penyakit kardiovaskular.

    Halaman 2 dari 3

    (sao/kna)

  • Terungkap Lewat Studi! Golongan Darah Ini Paling Rentan Kena Penyakit Jantung

    Terungkap Lewat Studi! Golongan Darah Ini Paling Rentan Kena Penyakit Jantung

    Jakarta

    Sebuah studi menunjukkan bahwa golongan darah ternyata sangat berkaitan dengan risiko kesehatan, khususnya penyakit jantung dan pembekuan darah.

    Penelitian yang dipublikasikan di American Heart Association, Arteriosclerosis, Thrombosis, and Vascular Biology ini melibatkan lebih dari 400 ribu orang. Hasilnya menunjukkan adanya hubungan antara gen ABO (yang terdapat pada golongan darah A, B, atau AB) dengan risiko penyakit jantung.

    Risiko Pembekuan Darah Melonjak Drastis

    Temuan paling signifikan adalah terkait pembekuan darah berbahaya di pembuluh darah vena:

    Dibandingkan dengan orang bergolongan darah O, individu dengan golongan darah A atau B memiliki risiko 51 persen lebih tinggi untuk mengalami trombosis vena dalam atau Deep Vein Thrombosis (DVT), yakni terbentuknya gumpalan darah di pembuluh darah vena, terutama di kaki.

    Risiko mengalami emboli paru (gumpalan darah bergerak ke paru-paru) juga 47 persen lebih tinggi pada kelompok A dan B.

    Secara keseluruhan, risiko gabungan terkena serangan jantung dan gagal jantung pada golongan darah A atau B adalah 8 persen hingga 10 persen lebih tinggi dibandingkan golongan darah O.

    Meski demikian, penelitian ini juga mencatat bahwa orang dengan golongan darah A atau B justru memiliki risiko 3 persen lebih rendah untuk mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) dibandingkan golongan darah O.

    Cegah Penyakit dengan Gaya Hidup Sehat

    Penulis utama studi, Hilde Groot dari Groningen University, Belanda, menjelaskan bahwa penentuan golongan darah mudah dan berbiaya rendah. Informasi ini dapat digunakan oleh dokter umum dalam pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskular yang dipersonalisasi.

    Dr Mary Cushman, yang tidak terlibat dalam studi, menambahkan bahwa orang bergolongan darah A dan B perlu menyadari bahwa operasi, trauma, dan imobilisasi dapat meningkatkan risiko pembekuan darah mereka.

    “Saat ini, kami belum memahami alasan (di balik temuan ini),” kata Dr Cushman. “Tetapi, kami tahu bahwa orang yang bukan bergolongan darah O cenderung memiliki risiko kardiovaskular yang lebih tinggi, sehingga mempertahankan gaya hidup sehat adalah pendekatan terbaik.”

    Gaya hidup sehat yang dimaksud meliputi menjaga berat badan, pola makan sehat, dan berolahraga secara teratur. Ia juga mengingatkan agar pasien golongan non-O tidak perlu terlalu tertekan, melainkan menjadikannya sebagai motivasi untuk lebih berhati-hati dalam mencegah penyakit kardiovaskular.

    Halaman 2 dari 2

    (sao/up)

  • Tak Melulu Nyeri Dada, Dokter Ungkap Gejala Sakit Jantung yang Muncul di Jari

    Tak Melulu Nyeri Dada, Dokter Ungkap Gejala Sakit Jantung yang Muncul di Jari

    Jakarta

    Penyakit jantung adalah salah satu masalah kesehatan serius yang seringkali diabaikan. Jika gejala masalah jantung umumnya muncul di dada, rupanya ada gejala lain yang dapat muncul di kuku jari. Kok bisa?

    Spesialis bedah toraks dan kardiovaskular BraveHeart – Brawijaya Hospital Saharjo, Dr dr Amin Tjubandi, SpBTKV, SubspJD(K) menjelaskan penyakit jantung memiliki spektrum yang luas. Ia lantas mencontohkan penyakit jantung bawaan, gejalanya dapat bermanifestasi pada anggota tubuh lain, seperti ke kuku jari.

    “Jadi memang penyakit jantung itu, saya bilang spektrumnya luas. Dari kelainan bawaan, sampai penyakit acquired yang didapat,” ucap dr Amin ketika berbincang dengan detikcom.

    “Jadi kalau misalkan kelainan jantung bawaan itu, kadang-kadang bisa memberikan yang, seperti yang Anda bilang tadi, ada manifestnya di kuku. Kenapa itu bisa terjadi? Karena tubuhnya kekurangan oksigen,” sambungnya.

    Perubahan pada kuku yang menandakan adanya masalah jantung dapat dilihat dari bentuk dan perubahan warna. Kuku yang menandakan adanya masalah jantung biasanya lebih melengkung.

    Lalu, kuku orang dengan masalah jantung dapat berubah kebiruan akibat kurangnya oksigen.

    “Jadi di ujung kupu itu seperti ada melengkung, kemudian warnanya juga berubah. Menjadi lebih biru dari biasanya. Namanya cyanosis, kalau istilah dokternya cyanosis. Karena memang jaringan tubuh kekurangan oksigen. Jadi tubuh bereaksi,” tandasnya.

    Sebagai langkah kewaspadaan, berikut ini beberapa gejala umum masalah jantung yang sebaiknya segera dikonsultasikan ke dokter:

    Dada terasa nyeri atau tertekanSesak napas atau napas tidak nyamanNadi tidak beraturanKaki bengkakMudah lelah

    Pemeriksaan juga bisa dilakukan apabila memiliki beberapa faktor risiko penyakit jantung, misalnya riwayat keluarga dengan penyakit jantung atau adanya penyakit penyerta atau komorbid.

    Beberapa jenis masalah kesehatan yang berkaitan dengan penyakit jantung adalah diabetes dan tekanan darah tinggi. Pada diabetes, dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung koroner secara signifikan.

    Sedangkan, tekanan darah tinggi dapat membuat jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan jantung dan pembuluh darah.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Kebiasaan yang Sering Dilakukan Warga +62 Ini Bisa Picu Penyakit Asam Urat

    Kebiasaan yang Sering Dilakukan Warga +62 Ini Bisa Picu Penyakit Asam Urat

    Jakarta

    Gout atau penyakit asam urat adalah gangguan kesehatan yang menyebabkan peradangan dan nyeri pada sendi. Gejala ini muncul akibat penumpukan kristal urat pada persendian. Siapa pun bisa terkena gout.

    Namun, kondisi ini lebih sering dialami oleh pria dibandingkan wanita dan sering dikaitkan dengan obesitas, tekanan darah tinggi, kadar lemak darah tinggi (hiperlipidemia), serta diabetes.

    Gout termasuk dalam bentuk radang sendi (arthritis inflamasi) yang menyebabkan serangan nyeri hebat pada sendi. Gejalanya dapat berupa pembengkakan, kemerahan, dan pada beberapa kasus muncul benjolan kecil di bawah kulit akibat penumpukan kristal urat.

    Selain itu, kadar asam urat tinggi juga dapat menyebabkan terbentuknya batu ginjal.

    Penyebab utama gout adalah penumpukan asam urat (uric acid) di dalam tubuh. Kondisi ini terjadi ketika kadar asam urat berlebihan akibat beberapa faktor, termasuk gaya hidup yang tak sehat.

    Spesialis penyakit dalam dr Rudy Kurniawan, SpPD menjelaskan bahwa sejumlah kebiasaan dan gaya hidup tidak sehat bisa menjadi pemicu meningkatnya kadar asam urat, bahkan di usia muda.

    “Jadi gaya hidup modern dan pola makan berperan besar,”ucapnya saat dihubungi detikcom, Selasa (4/11/2025).

    Beberapa kebiasaan atau gaya hidup di antaranya:

    Minuman manis, kopi susu gula tinggi, bobaMakanan cepat saji, jeroan, kulit ayam, seafood berlebihanKurang minum air putihKurang olahragaBerat badan berlebihKebiasaan begadangstres

    “Anak muda sekarang banyak yang mengalami pola makan tinggi gula & purin, dan aktivitas fisiknya rendah,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Hasil CKG Ungkap 96 Persen Orang Indonesia Mager, Nggak Heran Obesitas Tinggi

    Hasil CKG Ungkap 96 Persen Orang Indonesia Mager, Nggak Heran Obesitas Tinggi

    Jakarta

    Program cek kesehatan gratis (CKG) yang digagas Kementerian Kesehatan RI sudah dikuti oleh 50,5 juta orang. Meski capaian tersebut memperlihatkan adanya antusiasme warga, data yang diperoleh cukup mengkhawatirkan.

    Dari 50,5 juta orang yang telah menjalani pemeriksaan kesehatan, 96 persen tercatat kurang aktivitas fisik alias malas gerak (mager). Di samping itu warga yang obesitas sentral sebanyak 32,9 persen, overweight dan obesitas 24,4 persen.

    “Data CKG juga memberi peringatan serius bahwa aktivitas fisik dan pola hidup sehat harus semakin menjadi prioritas bersama,” ujar Menkes Budi di Jakarta, Rabu (5/11/2025).

    Angka ini juga sejalan dengan temuan Kemenkes lewat Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang menemukan sekitar 37,4 persen penduduk Indonesia berusia 10 tahun ke atas kurang melakukan aktivitas fisik.

    Masih dari hasil survei yang sama, terdapat empat alasan utama masyarakat Indonesia tidak melakukan aktivitas fisik secara memadai. Sebanyak 48,7 persen menyatakan tidak ada waktu, 32,6 persen mengaku malas, 19,5 persen menyebut sudah lanjut usia, dan 9,8 persen merasa tidak memiliki rekan beraktivitas.

    Kaitan mager dan obesitas

    Kurangnya aktivitas fisik berkontribusi terhadap obesitas karena menyebabkan ketidakseimbangan, yang terjadi adalah tubuh menyimpan lebih banyak lemak daripada yang dibakar.

    Ketika seseorang tidak aktif, pengeluaran energinya menurun, dan jika asupan kalorinya melebihi pengeluaran rendah ini, kelebihan energi tersebut disimpan sebagai lemak.

    Hal ini menciptakan siklus yang berulang. Kelebihan berat badan dapat semakin mengurangi aktivitas fisik, sehingga lebih sulit menurunkan berat badan dan lebih mungkin menimbulkan masalah kesehatan.

    Kurang gerak bukan cuma memicu obesitas saja. Lebih jauh, tidak rutin olahraga bisa memicu penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung, memicu tekanan darah tinggi, diabetes tipe 2, bahkan kecemasan hingga depresi.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Wamenkes: Anak Gemuk Belum Berarti Sehat”
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/kna)

  • Kebiasaan yang Sering Dilakukan Ini Ternyata Bisa Bikin Ginjal Rusak

    Kebiasaan yang Sering Dilakukan Ini Ternyata Bisa Bikin Ginjal Rusak

    Jakarta

    Ginjal adalah organ vital yang berfungsi menyaring limbah, menjaga keseimbangan cairan, dan mengatur tekanan darah. Namun, kesehatannya sering diabaikan.

    Banyak kebiasaan sehari-hari yang tanpa disadari bisa merusak ginjal secara perlahan. Dikutip dari National Kidney Foundation, berikut sembilan kebiasaan umum yang dapat merusak ginjal dalam jangka panjang.

    1. Kebanyakan Duduk

    Kebanyakan duduk ternyata bisa berbahaya bagi kesehatan ginjal. Sebuah studi menunjukkan bahwa orang dengan penyakit ginjal lanjut yang beraktivitas atau olahraga teratur memiliki risiko kematian sekitar 50 persen lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak melakukannya.

    Maka dari itu, dianjurkan untuk mulai rutin berolahraga. Sebab, kebiasaan itu dapat membantu orang menjaga berat badan, tekanan darah, dan kadar kolesterol yang sehat.

    2. Sering Makan yang Manis-manis

    Gula berkontribusi terhadap obesitas, yang dapat meningkatkan risiko tekanan darah tinggi dan diabetes. Keduanya merupakan penyebab utama dari penyakit ginjal.

    Gula ini dapat ditemukan dalam makanan penutup, minuman, bahkan makanan yang mungkin dianggap tidak manis. Disarankan untuk mulai memperhatikan kandungan bahan-bahan yang dibeli untuk dikonsumsi.

    3. Terlalu Banyak Makan Daging

    Protein merupakan bagian penting dari pola makan, yang membantu membangun otot, menyembuhkan, melawan infeksi, dan tetap sehat. Jumlah protein yang dibutuhkan tergantung pada usia, jenis kelamin, dan kesehatan tubuh.

    Protein hewani, seperti daging, susu, dan telur mengandung semua unsur penting. Tetapi, beberapa di antaranya mungkin tinggi lemak yang tidak sehat.

    Ikan, unggas, dan produk susu rendah lemak memiliki lebih sedikit lemak ini, sehingga lebih baik untuk kesehatan jantung. Jika seseorang dengan penyakit ginjal, tubuh mungkin kesulitan untuk membuang semua sisa protein.

    4. Kebiasaan Begadang

    Istirahat malam yang cukup sangat penting untuk kesejahteraan tubuh secara keseluruhan, termasuk menjaga kesehatan ginjal. Fungsi ginjal diatur oleh siklus tidur-bangun yang membantu mengkoordinasikan beban kerja ginjal selama 24 jam.

    Jika terlalu sering kurang tidur, fungsi tersebut bisa saja terganggu. Dampaknya, dapat merusak kesehatan ginjal.

    5. Kurang Minum Air Putih

    Mengonsumsi air putih dapat membantu ginjal membuang limbah, mencegah batu ginjal, dan infeksi saluran kemih (ISK). Maka dari itu, tanpa air putih yang cukup seseorang berisiko mengalami kerusakan ginjal, terutama jika bekerja keras atau dalam cuaca panas.

    Mereka yang mengidap penyakit ginjal stadium lanjut mungkin perlu membatasi cairan. Jika perlu, konsultasikan kondisi tubuh kepada dokter agar diberikan aturan yang aman bagi tubuh.

    6. Sering Konsumsi Makanan Olahan

    Sebuah studi tahun 2022 menemukan orang yang banyak mengonsumsi makanan olahan memiliki risiko penyakit ginjal 24 persen lebih tinggi. Makanan-makanan ini banyak diolah dan mengandung zat aditif buatan, gula tambahan, karbohidrat olahan, lemak tidak sehat, dan natrium.

    Tetapi, makanan tersebut rendah serat, protein, dan nutrisi yang penting untuk tubuh. Cobalah makan lebih banyak makanan utuh seperti buah, sayur, dan biji-bijian.

    7. Asupan Garam Berlebihan

    Pola makan tinggi garam atau natrium dapat meningkatkan tekanan darah dan membahayakan ginjal. Disarankan untuk menggunakan bumbu dan rempah-rempah sebagai pengganti garam untuk makanan.

    Rasanya sebenarnya sama lezatnya. Secara perlahan, indra perasa akan beradaptasi dan mungkin lebih mudah mengurangi penggunaan garam pada makanan seiring waktu.

    8. Konsumsi Obat Pereda Nyeri Berlebihan

    Obat pereda nyeri yang dijual bebas, seperti NSAID (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) dan analgesik, memang dapat membantu meredakan nyeri. Namun, penggunaan berlebihan dapat membahayakan ginjal, terutama pada orang yang sudah memiliki gangguan ginjal. Disarankan untuk membatasi konsumsi NSAID secara rutin dan tidak melebihi dosis yang dianjurkan.

    9. Minum Alkohol Berlebihan

    Minum alkohol secara berlebihan dapat membahayakan ginjal. Minuman ini mengubah cara kerja ginjal.

    Selain menyaring darah, ginjal membantu menjaga jumlah air yang tepat dalam tubuh. Alkohol dapat mengganggu keseimbangan ini dengan menyebabkan dehidrasi.

    Minum terlalu banyak alkohol juga dapat meningkatkan tekanan darah, penyebab utama penyakit ginjal, dan membahayakan hati, sehingga ginjal bekerja lebih keras.

    Halaman 2 dari 4

    (sao/suc)