Topik: tekanan darah tinggi

  • Hampir 1,5 Juta Orang Meninggal Akibat Penyakit Ginjal, Jangan Abaikan Gejala Ini

    Hampir 1,5 Juta Orang Meninggal Akibat Penyakit Ginjal, Jangan Abaikan Gejala Ini

    Jakarta

    Penyakit Ginjal Kronis (PGK) diam-diam meningkat menjadi krisis kesehatan yang perlu diwaspadai. Pasalnya, pada tahun 2023, PGK telah merenggut hampir 1,5 juta nyawa, dan memengaruhi 800 juta orang dengan penurunan fungsi ginjal.

    Dikutip dari Times of India, laporan dari Global Burden of Disease (GBD) 2023, menemukan hampir 788 juta orang dewasa (berusia 20 tahun ke atas) kini hidup dengan PGK.

    Angka ini meningkat tajam, lebih dari dua kali lipat pada jumlah tahun 1990. Wilayah-wilayah seperti Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia Selatan memiliki prevalensi yang tertinggi. Dilaporkan hampir 16 persen orang dewasa di wilayah ini mengidap PGK.

    PGK tidak hanya tentang ginjal. Gangguan fungsi ginjal juga berkontribusi dengan risiko kesehatan lainnya, sekitar 11,5 persen dari seluruh kematian akibat masalah kardiovaskular atau jantung.

    Mengapa Meningkat?

    Beban PGK telah meningkat secara stabil selama tiga dekade karena populasi menua dan penyakit metabolik seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan obesitas semakin umum.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan otoritas lainnya telah menekankan peningkatan ini dapat dihindari jika sistem kesehatan memprioritaskan skrining, pencegahan, dan akses ke perawatan yang efektif.

    Apa Saja Gejala Awal Penyakit Ginjal?

    Penyakit ginjal seringkali tidak terasa pada awalnya, tetapi gejala-gejala ini bisa menjadi tanda bahaya yang penting, terutama jika pasien juga mengidap diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, obesitas, atau riwayat keluarga dengan masalah ginjal.

    Berikut tanda-tanda yang perlu diwaspadai:

    1. Perubahan Frekuensi Buang Air Kecil

    Sering buang air kecil, terutama di malam hari adalah tanda bahaya pertama yang harus diwaspadai. Selain itu, urine yang berbusa atau berbuih (proteinuria) atau darah dalam urine juga merupakan tanda-tanda yang perlu diperhatikan. Ini menandakan ginjal mungkin mengalami kebocoran protein atau darah.

    2. Pembengkakan (Edema)

    Bengkak di pergelangan kaki, kaki, tangan, atau sekitar mata tidak selalu disebabkan oleh gaya hidup yang sibuk atau stres. Namun, hal itu juga dapat terjadi akibat retensi cairan yang mengarah pada kerusakan ginjal.

    3. Mudah Lelah

    Racun yang biasanya dibersihkan oleh ginjal dapat menumpuk dan menyebabkan kelelahan dan kesulitan berkonsentrasi. Hal ini membuat pasien kadang merasakan lelah atau lemah yang tidak biasa.

    4. Kulit Gatal, Kering, atau Mual Terus Menerus

    Jika pasien sering mengeluh dengan tanda-tanda di atas, kemungkinan ginjal sedang dalam masalah. Ini adalah beberapa tanda umum bahwa produk limbah terakumulasi dalam tubuh alih-alih disaring keluar.

    5. Sesak Napas dan Kehilangan Nafsu Makan

    Disfungsi ginjal lanjut dapat memengaruhi pernapasan dan pencernaan. Efeknya, seseorang mungkin akan sering mengalami sesak napas atau bahkan kehilangan nafsu untuk menyantap makanan.

    Halaman 2 dari 3

    (dpy/suc)

  • Tes Darah Ini Bisa Prediksi Risiko Kerusakan Otak 25 Tahun sebelum Diagnosis

    Tes Darah Ini Bisa Prediksi Risiko Kerusakan Otak 25 Tahun sebelum Diagnosis

    Jakarta

    Demensia merupakan penyakit yang memengaruhi ingatan, bahasa, serta keterampilan dalam memecahkan masalah. Sebuah tes darah baru bisa mengetahui risiko penyakit ini beberapa tahun sebelum gejalanya muncul. Demensia disebabkan oleh kerusakan atau hilangnya sel-sel saraf dan koneksinya di otak, yang mengganggu fungsi kognitif seperti daya ingat, berpikir, dan berkomunikasi.

    Deteksi dini menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas hidup, memperluas pilihan pengobatan, dan memungkinkan perencanaan hidup yang lebih baik. Dikutip dari laman NY Post, sebuah studi baru di Europian Heart Journal melaporkan bahwa tes troponin jantung bisa mengetahui apakah seseorang memiliki risiko yang lebih besar terkena demensia, bahkan 25 tahun sebelum diagnosis.

    Temuan tersebut menghubungkan kadar troponin jantung yang lebih tinggi (protein yang dilepas dari otot jantung yang rusak) di usia paruh baya dengan peningkatan risiko penurunan kognitif yang lebih cepat dan penyusutan otak yang lebih besar di kemudian hari.

    Tes darah diberikan kepada hampir 6.000 warga Inggris paruh baya yang mengalami kerusakan otot jantung ringan. Para peneliti menguji fungsi kognitif mereka secara rutin selama dua dekade.

    Peserta yang memiliki kadar troponin jantung tinggi, yaitu 5,2 nanogram per liter memiliki skor fungsi kognitif yang lebih rendah pada usia 80 tahun dan skor yang lebih rendah lagi 10 tahun kemudian, di usia 90 tahun.

    Mereka yang memiliki protein darah lebih banyak juga memiliki materi abu-abu yang rendah, jaringan otak yang penting untuk memproses informasi, pembelajaran, dan memori. Peserta yang memiliki kadar yang lebih tinggi juga memiliki risiko 18 persen lebih besar mengalami penyusutan otak seiring bertambahnya usia.

    Bagi mereka yang akhirnya mengalami demensia, kadar protein darah secara konsisten lebih tinggi, bahkan sudah terlihat sejak tujuh tahun sebelum kondisi tersebut terdeteksi.

    Meski biasanya demensia bisa terdiagnosis pada usia 60-an, sebenarnya gejala seperti gangguan memori, perhatian, atau kemampuan berkomunikasi bisa mulai terlihat sejak usia 40-an. Beberapa faktor bahkan bisa membantu memprediksi tingginya risiko penyakit ini, seperti usia, riwayat keluarga, riwayat stroke, tekanan darah tinggi, dan berbagai faktor lainnya.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/kna)

  • Waspadai 7 Makanan yang Berisiko Mengganggu Kesehatan Mata

    Waspadai 7 Makanan yang Berisiko Mengganggu Kesehatan Mata

    JAKARTA – Kesehatan mata ternyata sangat dipengaruhi oleh apa yang kita makan dan minum. Tidak hanya gangguan penglihatan ringan, beberapa pola makan bisa meningkatkan risiko penyakit mata serius seperti degenerasi makula, retinopati diabetik, dan katarak.

    Menurut tinjauan medis yang dilakukan oleh Poonam Sachdev pada 29 Agustus 2024 yang ditulis oleh Alyson Powell Key di situs WebMD, berikut 7 makanan yang sebaiknya dibatasi demi menjaga kesehatan mata.

    1. Roti dan Pasta

    Karbohidrat sederhana seperti yang terdapat pada roti putih dan pasta, dikaitkan dengan peningkatan risiko degenerasi makula terkait usia (AMD), salah satu penyebab utama hilangnya penglihatan pada orang dewasa. Tubuh mencerna karbohidrat jenis ini dengan cepat sehingga gula darah melonjak. Tipsnya adalah mengganti roti putih dan pasta dengan versi gandum utuh untuk menjaga kesehatan mata.

    2. Daging Olahan

    Hot dog, bacon, dan daging olahan lainnya mengandung banyak natrium (garam). Konsumsi garam berlebih dapat menyebabkan tekanan darah tinggi (hipertensi). Pada mata, konsumsi garam berlebih bisa menimbulkan beberapa masalah serius. Retinopati hipertensi dapat terjadi yaitu kerusakan pembuluh darah yang menyebabkan penglihatan kabur atau bahkan hilang.

    Selain itu, koroidopati bisa muncul, yaitu penumpukan cairan di bawah retina, serta neuropati yaitu tersumbatnya aliran darah yang merusak saraf dan menurunkan kemampuan penglihatan. Untuk mencegah hal ini, batasi asupan natrium hingga 2.300 mg per hari.

    3. Gorengan

    Makanan yang digoreng dalam minyak trans meningkatkan kadar kolesterol jahat (LDL) dan bisa memicu penyakit jantung, stroke, dan diabetes tipe 2. Selain itu, gorengan menghasilkan radikal bebas yang merusak sel, termasuk sel mata. Sebaiknya konsumsi banyak buah dan sayur yang kaya vitamin C, seperti jeruk, tomat, dan paprika merah, untuk melawan radikal bebas.

    4. Minyak Goreng

    Penelitian menunjukkan konsumsi berlebihan asam linoleat, sejenis lemak tak jenuh, terkait dengan risiko AMD. Minyak yang mengandung asam linoleat tinggi meliputi safflower, bunga matahari, jagung, kedelai, dan wijen. Gunakan minyak dengan kurang dari 4 gram lemak jenuh per sendok makan, dan hindari minyak dengan trans fat atau minyak terhidrogenasi.

    5. Margarin

    Margarin terbuat dari minyak nabati sehingga mengandung lemak baik. Namun beberapa margarin memiliki trans fat yang meningkatkan kolesterol dan risiko penyakit jantung serta masalah mata. Tipsnya adalah menggunakan margarin jenis oles atau cair dan pilih merek dengan label 0 gram trans fat.

    6. Makanan Siap Saji

    Makanan kemasan, seperti sup, saus tomat, atau makanan kaleng, sering mengandung natrium tinggi, hingga 75% dari batas harian. Maka dari itu, pilih versi rendah natrium atau tanpa tambahan garam dan beri bumbu alami sendiri untuk rasa.

    7. Ikan dan Seafood

    Konsumsi ikan dan seafood dalam jumlah yang tak berlebihan umumnya aman. Namun kadar merkuri tinggi bisa berbahaya, termasuk merusak mata. Wanita hamil, menyusui, atau berencana hamil serta anak-anak disarankan mengonsumsi 8–12 ons ikan/seafood per minggu.

  • Efek Keseringan Main HP Ternyata Kompleks, Nggak Cuma Bikin Brain Rot

    Efek Keseringan Main HP Ternyata Kompleks, Nggak Cuma Bikin Brain Rot

    Jakarta

    Waktu yang lama di depan layar seperti laptop dan handphone ternyata bisa memengaruhi kesehatan fisik. Hal ini dibuktikan dalam penelitian.

    Sebuah penelitian mengindentifikasi, waktu screen time yang berlebihan dan kecanduan media sosial menjadi faktor risiko dari brain rot. Dikutip dari laman Today, Brain rot mengacu pada penurunan kemampuan kognitif atau intelektual akibat terlalu sering menerus menyerap konten yang bersifat dangkal, tidak menantang, atau berlebihan.

    Dikutip dari laman New York Post, penelitian lainnya menunjukkan bahwa cahaya biru dari layar bisa membantu fokus dan rentang perhatian di siang hari, namun mengganggu tidur. Cahaya tersebut bisa berpengaruh pada ritme sirkandian, siklus alami tubuh selama 24 jam yang mengontrol kapan seseorang merasa terjaga dan mengantuk, produksi hormon seperti melatonin dan kortisol, serta beberapa fungsi tubuh lainnya.

    Namun, ternyata gangguan ini juga bisa menyebabkan sejumlah masalah kesehatan yang lebih dari sekedar ketegangan mata. Kurang tidur karena cahaya layar di malam hari bisa dikaitkan dengan meningkatnya risiko diabetes tipe 2, sebab ritme sirkandian mengatur bagaimana tubuh merespons insulin dan memproduksi glukosa.

    Sebuah penelitian menemukan, mereka yang lebih banyak terpapar cahaya tersebut berisiko 50 persen lebih besar terkena diabetes. Tak hanya itu, paparan cahaya biru di malam hari juga terbukti meningkatkan kemungkinan penambahan berat badan dan obesitas, faktor risiko lain dari diabetes.

    Ritme alami tubuh juga mengatur perubahan tekanan darah dan detak jantung sepanjang hari. Saat ‘jam biologis’ terganggu, hal tersebut bisa memicu berbagai masalah kardiovaskular, seperti tekanan darah tinggi, detak jantung meningkat, gagal jantung, hingga risiko penyakit jantung yang lebih besar. Sebaliknya, mengurangi waktu menatap layar, terutama menjelang tidur bisa membantu menurunkan risiko kanker.

    Sebuah studi yang mengamati efek panjang gelombang cahaya biru menemukan, orang-orang yang tidur dengan layar menyala memiliki risiko 1,5 kali lebih tinggi terkena kanker payudara dan risiko dua kali lipat lebih tinggi terkena kanker prostat. Meningkatnya risiko kanker payudara, khususunya disbabkan oleh kurangnya melatonin.

    Cahaya biru dari layar bisa menghambat produksi melatonin, yang diyakini memiliki sifar antikanker. Saat kadar melatonin menurun, risiko terjadinya kanker payudara dan pertumbuhan tumor bisa meningkat.

    Dibandingkan dengan jenis cahaya lainnya, cahaya biru bisa menjadi yang paling berpotensi merusak kesehatan. Para peneliti dari Universitas Harvard menemukan, paparan cahaya selama 6,5 jam bisa menggeser ritme sirkadian hingga dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan paparan cahaya hijau.

    (elk/kna)

  • Buruh Tani di Pasuruan Ditemukan Meninggal Mengambang di Sawah Saat Mencari Lumut

    Buruh Tani di Pasuruan Ditemukan Meninggal Mengambang di Sawah Saat Mencari Lumut

    Pasuruan (beritajatim.com) – Petugas Polsek Rejoso menindaklanjuti laporan penemuan jenazah seorang buruh tani yang mengambang di area persawahan Desa Patuguran, Kecamatan Rejoso, Kabupaten Pasuruan, pada Selasa (19/11/2025) malam. Laporan itu diterima setelah warga melihat tubuh seorang pria tengkurap di sawah milik Solehudin, lalu segera menghubungi pihak kepolisian.

    Korban diketahui bernama Slamet Abdul Mazid (50), warga Desa Sambirejo, yang sebelumnya dilaporkan tidak pulang sejak pukul 17.30 WIB. Keluarga mulai khawatir karena korban dikenal selalu pulang tepat waktu setelah bekerja di sawah atau mencari lumut untuk kebutuhan ternak. Informasi mengenai hilangnya korban diteruskan kepada warga lain hingga akhirnya dilakukan upaya pencarian bersama.

    Dua saksi, M. Taufik dan Bambang, menyebut kabar tentang korban tidak kunjung pulang sudah mereka dengar sejak pagi. “Kami langsung mengajak warga mencari, tapi awalnya tidak ketemu,” ujar salah satu saksi. Pencarian kemudian diarahkan ke lokasi yang biasa didatangi korban untuk mencari lumut.

    Motor milik Slamet ditemukan terlebih dahulu di tepi area persawahan Dusun Dadapan, sebelum warga menemukan tubuhnya mengambang di genangan sawah. Petugas Polsek Rejoso yang tiba di lokasi melakukan pemeriksaan awal dan memastikan kondisi korban sudah meninggal dunia.

    Kapolsek Rejoso, Iptu Agung Prasetyo, mengatakan bahwa pihaknya langsung berkoordinasi dengan tenaga medis dari Puskesmas Rejoso untuk menangani proses evakuasi. “Kami memastikan korban dievakuasi secara prosedural,” ujarnya. Jenazah kemudian dibawa ke RSUD Soedarsono Kota Pasuruan guna dilakukan visum luar guna mengetahui kondisi tubuh korban secara detail.

    Pihak keluarga menyampaikan kepada petugas bahwa Slamet memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Keluarga menerima kejadian tersebut sebagai musibah dan menyatakan tidak akan menuntut pihak mana pun. Informasi ini turut dicatat penyidik sebagai bagian dari data pendukung penyelidikan awal.

    Di lokasi kejadian, petugas juga menemukan ember berisi lumut serta jaring yang diduga digunakan korban sesaat sebelum meninggal. Barang-barang tersebut dijadikan data pendukung dalam penyelidikan kepolisian. [ada/beq]

  • Studi Temukan Makin Banyak Orang Kena Penyakit Gagal Ginjal, Ini Biang Keroknya

    Studi Temukan Makin Banyak Orang Kena Penyakit Gagal Ginjal, Ini Biang Keroknya

    Jakarta

    Sebuah studi global terbaru menunjukkan peningkatan signifikan pada kasus penyakit ginjal kronis (PGK) atau gagal ginjal, kondisi ketika ginjal secara bertahap kehilangan kemampuan untuk menyaring limbah dan cairan berlebih dari darah.

    Untuk pertama kalinya, PGK kini menjadi 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia, menduduki peringkat kesembilan.

    Data yang dipimpin oleh peneliti dari NYU Langone Health, University of Glasgow, dan IHME University of Washington ini mengungkapkan:

    Kasus PGK global melonjak dari 378 juta orang pada tahun 1990 menjadi 788 juta orang pada tahun 2023, seiring dengan pertumbuhan dan penuaan populasi dunia.

    “Pekerjaan kami menunjukkan bahwa Penyakit Ginjal Kronis adalah penyakit yang umum, mematikan, dan semakin memburuk sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama,” kata Dr Josef Coresh, salah satu penulis senior studi dari NYU Langone.

    Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronis

    Laporan baru yang diterbitkan di jurnal The Lancet ini adalah perkiraan paling komprehensif mengenai PGK dalam hampir satu dekade. Selain membunuh secara langsung, penelitian ini menemukan PGK memiliki dampak ganda:

    Risiko Penyakit Jantung: Gangguan fungsi ginjal adalah faktor risiko utama penyakit jantung, berkontribusi pada sekitar 12 persen kematian kardiovaskular global.

    Kualitas Hidup: Pada tahun 2023, PGK adalah penyebab ke-12 terbesar dari penurunan kualitas hidup akibat disabilitas.

    Tiga faktor risiko terbesar untuk gagal ginjal adalah: gula darah tinggi (Diabetes), tekanan darah tinggi (Hipertensi), dan indeks massa tubuh tinggi (Obesitas).

    Sebagian besar pasien PGK dalam studi ini berada pada tahap awal penyakit. Ini adalah kabar penting, karena pengobatan cepat dengan obat-obatan dan perubahan gaya hidup dapat mencegah kebutuhan akan intervensi dramatis dan mahal seperti dialisis dan transplantasi ginjal.

    Namun, Dr. Morgan Grams, salah satu penulis utama, menekankan bahwa penyakit gagal ginjal saat ini kurang terdiagnosis dan kurang terobati.

    “Laporan kami menggarisbawahi perlunya lebih banyak tes urine untuk mendeteksinya lebih awal dan perlunya memastikan pasien mampu membayar dan mengakses terapi setelah mereka didiagnosis,” ujar Dr. Grams.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Setengah Juta Warga di Singapura Kena Penyakit Ginjal “
    [Gambas:Video 20detik]
    (kna/kna)

  • Alasan Trump Perketat Aturan Visa Bagi Pemohon yang Obesitas hingga Diabetes

    Alasan Trump Perketat Aturan Visa Bagi Pemohon yang Obesitas hingga Diabetes

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Marco Rubio, memberi tahu perwakilan diplomatik AS di luar negeri bahwa Amerika Serikat akan mempertimbangkan obesitas, diabetes, kanker, dan berbagai kondisi kesehatan lainnya sebagai dasar untuk menolak pemberian visa. Kebijakan ini dilaporkan pada Kamis, di tengah upaya pemerintahan Presiden Donald Trump untuk mengurangi imigrasi.

    Mengutip sebuah memo Departemen Luar Negeri tertanggal 6 November, The Washington Post melaporkan Rubio menginstruksikan konsulat dan kedutaan AS mengenai arahan tersebut, sebuah langkah yang diperkirakan akan memperketat proses penyaringan pemohon visa, termasuk warga Korea Selatan yang ingin bermigrasi ke AS.

    Arahan ini diterbitkan berdasarkan aturan public charge, yaitu ketentuan imigrasi AS yang memungkinkan penolakan visa atau kartu hijau apabila seorang pemohon dipandang berpotensi menjadi pihak yang bergantung pada bantuan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

    “Petugas harus mempertimbangkan kondisi kesehatan pemohon,” demikian isi memo tersebut, menurut laporan surat kabar itu.

    “Sejumlah kondisi medis, termasuk namun tidak terbatas pada penyakit kardiovaskular, penyakit pernapasan, kanker, diabetes, penyakit metabolik, penyakit neurologis, dan gangguan kesehatan mental, dapat memerlukan biaya perawatan hingga ratusan ribu dolar,” tulisnya.

    Arahan itu juga menyarankan petugas visa untuk mempertimbangkan obesitas dalam proses penilaian, dengan alasan bahwa kondisi tersebut dapat menyebabkan sleep apnea, tekanan darah tinggi, dan depresi klinis.

    Panduan tersebut turut meminta petugas menilai pemohon dari aspek lain, seperti apakah mereka sudah melewati usia pensiun, jumlah tanggungan yang dimiliki, termasuk anak-anak atau orang tua lanjut usia, serta faktor lainnya.

    Saat diminta mengonfirmasi keberadaan memo itu, juru bicara utama Departemen Luar Negeri, Tommy Pigott, mengatakan bukan rahasia lagi bahwa pemerintahan Trump mengutamakan kepentingan rakyat Amerika.

    “Ini termasuk menegakkan kebijakan yang memastikan sistem imigrasi kita tidak menjadi beban bagi pembayar pajak,” ujarnya dalam tanggapan kepada Yonhap News Agency.

    Dalam kerangka kebijakan “America First”, pemerintahan Trump memang telah memperketat aturan imigrasi, memperkuat keamanan perbatasan, dan berupaya mencegah pemborosan dana publik.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Benarkah Wanita Lebih Rentan Kena Diabetes?

    Benarkah Wanita Lebih Rentan Kena Diabetes?

    Jakarta

    Diabetes diidap oleh jutaan perempuan di dunia. Deteksi dini dan manajemen yang konsisten sangatlah penting untuk perempuan dalam mengelola diabetes.

    Menurut Spesialis Endokrin di rumah sakit Nanavati Max Super Speciality di Mumbai, dr Girish Parmar, perempuan menghadapi tantangan unik, seperti perubahan hormon, risiko terkait kehamilan, kaitan dengan PCOS, dan risiko masalah jantung yang tinggi jika gula darah tidak terkontrol. Bagaimana diabetes memengaruhi perempuan?

    Wanita Lebih Rentan Terkena Diabetes Tipe 2?

    Dikutip dari laman Times of India, diabetes memengaruhi perempuan dengan cara yang berbeda dibandingkan laki-laki. Meski perempuan tidak lebih mungkin terkena diabetes dibandingkan laki-laki, dampaknya lebih parah.

    Diabetes akan meniadakan perlindungan alami terhadap penyakit jantung pada perempuan pramenopause, sehingga mereka bisa berisiko lebih tinggi terkena serangan jantung, stroke, penyakit mata, dan masalah ginjal.

    Pada kenyataannya, di banyak wilayah, perempuan mendapat perawatan yang kurang intensif, memiliki akses yang lebih sedikit ke perawatan tepat waktu atau memiliki tanggung jawab keluarga sehingga menunda pengobatan.

    Kehamilan juga merupakan faktor risiko utama. Diabetes gestasional tidak hanya berisiko besar bagi ibu dan bayi, tapi juga menimbulkan risiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2 bagi ibu d kemudian hari.

    Diabetes yang Tidak Boleh Diabaikan Wanita

    Sebab perempuan menghadapi komplikasi yag lebih parah, maka skrining secara proaktif harus dilakukan, terutama selama dan setelah kehamilan. Gula darah tinggi selama kehamilan berkorelasi dengan tekanan darah tinggi, preeklamsia, bayi besar atau kecik, serta masakah yang berkaita dengan bayi baru lahir.

    Secara umum, banyak perempuan yang cenderung menunda mengenali gejala dan mendapatkan perawatan. Perempuan perlu menyadari bahwa kesulitan menjalani pemeriksaan kesehatan rutin kaena kesibukan di rumah dan pekerjaan sudah merupakan tanda bahaya. Risiko komplikasi pada jantung dan mata juga lebih tinggi pada perempuan, sehingga pemeriksaan dini dan pemantauan berkala sangat penting dilakukan meski merasa baik-baik saja.

    Bagaimana Wanita Pengidap Diabetes Menjaga Kehamilan dengan Aman?

    Berikut cara pengidap diabetes menjaga kehamilan dengan aman baik sebelum, saat, dan setelah melahirkan,

    Sebelum Kehamilan

    Jika mengidap diabetes, rencanakan kehamilan terlebih dahulu. Masuki masa kehamilan dengan kontrol gula darah dan diet yang ketat dan rutinitas yang berorientasi pada aktivitas.

    Selama Kehamilan

    Pemeriksaan gula darah secara teratur dan pengobatan yang tepat waktu mengurangi risiko tekanan darah tinggi, persalinan yang sulit, atau masalah gula darah. Gula darah ibu berdampak langsung pada komplikasi anak. Oleh karena itu, kontrol yang lebih baik berarti hasil yang lebih aman.

    Setelah Melahirkan

    Jangan abaikan perawatan setelah kehamilan. Perempuan dengan diabetes gestasional berisiko lebih tinggi terkena diabetes tipe 2 di kemudian hari. Perubahan gaya hidup, seperti pola makan, aktivitas, dan menghindari kebiasaan sedentary bisa menunda atau mencegah diabetes.

    Bagaimana Wanita Pekerja Bisa Mengelola Diabetes di Tengah Jadwal yang Padat?

    Aktivitas fisik singkat dan teratur lebih mudah disisipkan ke dalam hari kerja dibandingkan dengan rencana olahraga besar yang sering gagal dijalankan. Konsistensi bisa membantu mencegah perkembangan diabetes pada perempuan yang berisiko terkena penyakit ini.

    Pilih makanan siap saji yang seimbang dan rencanakan menu makan sebelumnya. Strategi diet yang kecil dan berkelanjutan lebih baik dibandingkan rencana malam ketat yang gagal karena tekanan.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/suc)

  • Pria di China Tewas usai Operasi Turunkan BB demi Tampil Sehat di Depan Calon Mertua

    Pria di China Tewas usai Operasi Turunkan BB demi Tampil Sehat di Depan Calon Mertua

    Jakarta

    Seorang pria di China dengan berat lebih dari 130 kg meninggal dunia setelah menjalani operasi penurunan berat badan bypass lambung. Dia melakukan tindakan ini demi untuk memberikan kesan kepada orang tua pacarnya.

    Dikutip dari laman South China Morning Post, pria yang bernama Li Jiang tersebut berusia 36 tahun. Dia sudah lama berjuang menurunkan berat badannya dan kesuitan dalam mengendalikan kebiasaan makannnya.

    Menurut kakak laki-lakinya, Li baru-baru ini menjalin hubungan dengan pacarnya dan semuanya berjalan baik. Pasangan tersebut telah bersiap untuk bertemu orang tua satu sama lain.

    Dalam upaya untuk memberikan kesan yang baik, Li memutuskan untuk menjalani operasi bypass lambung. Dia berharap bisa tampil dengan kondisi tubuh yang lebih sehat di depan keluarga pacarnya.

    “Semuanya berjalan lancar, jadi, dia ingin menurunkan berat badan sebelum bertemu orang tua (pacarnya). Dia melakukannya karena sedang mempersiapkan pernikahan,” kata saudara laki-lakinya.

    Pada tanggal 30 September lalu, Li dirawat di rumah sakit Ninth People di Zhengzhiu untuk menjalani prosedur operasi by pass lambung.

    Operasi berhasil diselesaikan pada tanggal 2 Oktober dan dipindahkan ke ICU untuk perawatan pasca operasi. Dia kemudian dipindahkan lagi ke bangsal umum pada hari berikunya.

    Kendati demikian, pada 4 Oktober kondisinya tiba-tiba memburuk. Sekitar pukul 06.40, ia ditemukan berhenti bernapas dan segera dibawa kembali ke ICU untuk mendapatkan perawatan darurat. Namun upaya tersebut tidak berhasil menyelamatkan nyawanya. Pasien akhirnya meninggal pada 5 Oktober akibat gagal pernapasan.

    Berdasarkan catatan medis, Li telah melaporkan kenaikan berat badan secara progresif serta mendengkur saat tidur selama setahun terakhir. Dia juga sempat dirawat di rumah sakit karena didiagnosis mengidap sindrom metabolik. Tak hanya itu, Li memiliki tekanan darah tinggi dan hati berlemak.

    Keluarga Li mempertanyakan apakah rumah sakit sudah menilai kondisi fisiknya dengan benar sebelum operasi. Mereka juga khawatir tentang bagaimana penanganan komplikasi pasca operasi Li dan ketepatan waktu perawatan darurat yang diberikan.

    Pihak rumah saki mengatakan setelah peninjauan menyeluruh, mereka mengonfirmasi bahwa pasien sudah memenuhi indikasi klinis yang jelas untuk tindakan operasi. Saat kondisi pasien memburuk, tim medis juga langsung merespons.

    Pada tanggal 10 Oktober, kedua belah pihak mempercayakan Komisi Kesehatan setempat untuk melakukan otopsi dan menentukan penyebab kematian.

    “Laporan otopsi akhir akan menjadi dasar paling kuat untuk menentukan penyebab kematian,” kata pihak rumah sakit, seraya menambahkan bahwa pihaknya akan bertanggung jawab penuh sesuai dengan hasil otopsi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Halaman 2 dari 2

    (elk/suc)

  • Aturan Baru Trump soal Visa, Orang Obesitas Dilarang Masuk AS

    Aturan Baru Trump soal Visa, Orang Obesitas Dilarang Masuk AS

    Jakarta

    Pemerintahan Presiden Donald Trump mengintruksikan petugas visa untuk mempertimbangkan obesitas, beserta kondisi kesehatan kronis lainnya seperti jantung, kanker, dan diabetes sebagai proses penilaian. Kondisi-kondisi tersebut bisa dijadikan alasan penolakan visa untuk warga asing yang masuk ke Amerika Serikat.

    Dikutip dari laman The Washington Post, menteri luar negeri AS, Marco Rubio menyampaikan kepada konsulat dan kedutaan besar AS di seluruh dunia tentang perubahan kebijakan penerimaan visa. Langkah itu memperluas pemeriksaan medis yang sebelumnya hanya berfokus pada penyakit menular serta memberi alasan baru bagi petugas visa untuk menolak pemohon. Hal ini sebagai bagian dari upaya terbaru pemerintahan Donald Trump yang membatasi arus imigrasi.

    “Anda harus mempertimbangkan kesehatan pelamar,” demikian isi kabel Departemen Luar Negeri.

    “Kondisi medis tertentu-termasuk, namun tidak terbatas pada, penyakit kardiovaskular, penyakit pernapasan, kanker, diabetes, penyakit metabolik, penyakit neurologis, dan kondisi kesehatan mental-dapat memerlukan biaya perawatan senilai ratusan ribu dolar.”

    Konsulat kemudian disarankan untuk mempertimbangkan obesitas dalam menentukan pemberian visa. Disebutkan bahwa obesitas bisa menyebabkan sleep apnea, tekanan darah tinggi, dan depresi klinis.

    “Pedoman ini memberikan keleluasaan kepada petugas konsuler untuk menolak visa imigran maupun nonimigran berdasakan kondisi kesehatan umum yang selama ini tidak pernah dianggap sebagai alasan diskualifikasi,” kata pengacara imigrasi di Reston, Virginia.

    Sementara itu, juru bicara Gedung Putih, Anna Kelly mengatakan selama 100 tahun, kebijakan Departemen Luar Negeri mencakup kewenangan untuk menolak pemohon visa yang akan menimbulkan beban keuangan bagi pembayar pajak, seperti individu yang mencari perawatan kesehatan yang didanai publik AS. Hal ini juga semakin menguras sumber daya perawatan kesehatan dari warga negara Amerika.

    “Pemerintahan presiden Trump akhirnya sepenuhnya menegakkan kebijakan ini, dan mengutamakan rakyat Amerika.” katanya.

    Panduan Departemen Luar Negeri juga mengarahkan petugas visa untuk mempertimbangkan pelamar yang tidak memenuhi syaat untuk beberapa alasan baru. Mulai dari apakah mereka sudah melewati usia pensiun, berapa banyak tanggungan, seperti anak-anak atau orang lanju usia, hingga apakah ada tanggungan yang memiliki kebutuhan khusus atau disabilitas.

    Menurut WHO, sekitar 16 persen orang dewasa di seluruh dunia tergolong obesitas pada tahun 2022. Sementara, sebanyak 14 persen mengidap diabetes.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Wamenkes: Anak Gemuk Belum Berarti Sehat”
    [Gambas:Video 20detik]
    (elk/suc)