Topik: tekanan darah tinggi

  • Pemeriksaan Leher Sederhana Bisa Deteksi Risiko Gagal Jantung, Benarkah?

    Pemeriksaan Leher Sederhana Bisa Deteksi Risiko Gagal Jantung, Benarkah?

    JAKARTA – Gagal jantung sering sulit dikenali karena gejalanya bisa ringan dan mudah disalahartikan sebagai tanda penuaan atau kelelahan biasa. Namun sebuah studi terbaru menunjukkan pemeriksaan leher sederhana dapat membantu mendeteksi tanda awal risiko gagal jantung pada pria.

    Pemeriksaan ini dikenal sebagai ultrasonografi karotis, yang mirip dengan ultrasonografi yang biasa dilakukan selama kehamilan. Peneliti menyarankan pemeriksaan ini bisa menjadi pertimbangan bagi dokter untuk pasien berusia di atas 60 tahun.

    “Ultrasonografi karotis adalah pemeriksaan yang aman, murah, dan tidak menyakitkan. Temuan kami menunjukkan pemeriksaan ini dapat memberikan tanda peringatan awal gagal jantung,” jelas Dr. Atinuke Akinmolayan, peneliti dari University College London (UCL) dan dokter umum, dikutip dari laman The Sun.

    “Seorang pasien yang hasilnya menunjukkan risiko lebih tinggi bisa berdiskusi dengan dokter mengenai perubahan gaya hidup yang dapat menurunkan risiko tersebut,” lanjutnya.

    Pemeriksaan ini memakan waktu sekitar 15–30 menit dengan alat genggam kecil yang digerakkan lembut di leher. Pemeriksaan memungkinkan dokter melihat kelenturan arteri karotis, pembuluh darah utama yang menyuplai darah ke otak, wajah, dan leher.

    Menurut British Heart Foundation (BHF), sekitar 920.000 orang di Inggris hidup dengan gagal jantung. Arteri besar dalam tubuh biasanya elastis, tetapi dapat mengeras karena penyakit atau penuaan. Kondisi ini dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, gagal jantung, serta meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke.

    Studi yang melibatkan 1.631 pria berusia 71–92 tahun menggunakan data dari British Regional Heart Study menunjukkan bahwa sepertiga pria dengan arteri paling kaku memiliki risiko 2,5 kali lebih tinggi untuk mengalami gagal jantung dibanding mereka dengan arteri paling lentur.

    Studi ini juga mengamati ketebalan arteri karotis, dan pria dengan arteri lebih tebal berisiko lebih tinggi mengalami serangan jantung. Setiap peningkatan ketebalan 0,16 milimeter meningkatkan risiko serangan jantung sekitar 29 persen.

    “Temuan ini menunjukkan pengerasan arteri berkaitan dengan peningkatan risiko gagal jantung, kemungkinan karena jantung harus bekerja lebih keras melawan resistensi yang disebabkan arteri yang kaku,” jelas Profesor Bryan Williams dari BHF.

    “Jika perubahan ini terdeteksi di arteri karotis, kita juga harus mempertimbangkan dampaknya terhadap jantung dan risiko gagal jantung, yang dapat dicegah dengan strategi pengobatan,” tambahnya.

    Dr. Akinmolayan menambahkan penelitian lebih lanjut diperlukan, terutama untuk melihat apakah metode ini juga efektif pada wanita, namun dokter umum bisa mempertimbangkan pemeriksaan ini untuk pasien di atas 60 tahun jika diperlukan.

    Studi lain dari UCL menunjukkan pemeriksaan singkat selama 10 menit juga dapat membantu jutaan orang dengan tekanan darah tinggi yang sulit diobati, khususnya yang disebabkan oleh kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon aldosteron berlebihan.

    Masalah ini diperkirakan memengaruhi sekitar seperempat penderita hipertensi. Pemeriksaan ini dapat mendeteksi aktivitas berlebih pada kelenjar adrenal yang mungkin terlewat oleh pemeriksaan konvensional.

    Faktor yang Meningkatkan Risiko Gagal Jantung

    1. Gaya Hidup

    – Merokok menjadi penyebab utama penyakit jantung.

    – Obesitas dengan berat badan berlebihan, terutama di sekitar perut meningkatkan risiko.

    – Diet tidak sehat disebabkan dari tinggi lemak jenuh, garam, dan gula. Hal ini dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kolesterol tinggi, dan kenaikan berat badan.

    – Kurangnya aktivitas fisik. Gaya hidup sedentari terkait dengan obesitas, hipertensi, dan kolesterol tinggi.

    – Alkohol berlebihan bisa meningkatkan tekanan darah dan berat badan.

    – Kolesterol tinggi dari lemak berlebih di darah bisa menyumbat arteri.

    – Stres kronis dapat meningkatkan tekanan darah dan memicu kebiasaan tidak sehat.

    – Risiko ini juga karena faktor genetik. Riwayat keluarga dengan penyakit jantung meningkatkan risiko.

    2. Kondisi Medis

    – Tekanan darah tinggi (hipertensi) memberikan beban tambahan pada jantung.

    – Penyakit arteri koroner. Penumpukan plak di arteri dapat menyebabkan serangan jantung.

    – Diabetes merusak pembuluh darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung.

    – Gangguan otot jantung (kardiomiopati) jadi masalah pada otot jantung.

    – Masalah katup jantung dapat membebani jantung.

    – Penyakit jantung bawaan, seperti cacat jantung sejak lahir.

    – Gangguan irama jantung (aritmia). Detak jantung tidak teratur, misalnya fibrilasi atrium.

    – Sleep apnea merupakan gangguan pernapasan saat tidur.

    – Penyakit ginjal kronis bisa memicu masalah jantung.

    – Anemia dan gangguan tiroid dapat meningkatkan risiko.

    – Riwayat serangan jantung merusak jaringan jantung dan mengganggu fungsi pemompaan darah.

    – Infeksi virus tertentu. Virus yang menyerang otot jantung bisa menyebabkan gagal jantung.

    Pemeriksaan ultrasonografi karotis yang sederhana, cepat, dan aman ini membuka peluang deteksi dini gagal jantung, sehingga pasien dapat melakukan langkah pencegahan lebih awal melalui perubahan gaya hidup atau pengobatan.

  • Ciri-ciri Nyeri Dada Gejala Khas Sakit Jantung, Jangan Sampai Keliru

    Ciri-ciri Nyeri Dada Gejala Khas Sakit Jantung, Jangan Sampai Keliru

    Jakarta

    Salah satu langkah pencegahan paling penting dari penyakit jantung adalah mengenali gejalanya. Dengan mengenali gejala, seseorang bisa langsung melakukan pemeriksaan dokter ketika gejala muncul, sehingga penyakit jantung bisa diminimalisir keparahannya.

    Gejala spesifik berkaitan dengan penyakit jantung adalah nyeri dada. Spesialis bedah toraks dan kardiovaskular BraveHeart – Brawijaya Hospital Saharjo, Dr dr Amin Tjubandi, SpBTKV, SubspJD(K) menjelaskan gejala tersebut juga dapat disertai sesak napas.

    “Kalau kita memang terindikasi ada penyakit jantung, itu keluhannya biasanya yang spesifik, itu nyeri dada, atau sesak napas. Jadi itu yang paling sering,” ungkap dr Amin dalam acara detikPagi, Selasa (2/12/2025).

    dr Amin menjelaskan ciri khas nyeri dada akibat penyakit jantung berkaitan erat dengan aktivitas. Ketika beraktivitas, rasa nyeri dadanya akan semakin menekan dan mereda ketika istirahat.

    Misalnya ketika berolahraga, jika tiba-tiba mengalami nyeri dada atau sesak di sebelah kiri, maka harus dicurigai mengarah ke penyakit jantung. Segera lakukan pemeriksaan untuk memastikan apakah nyeri dada tersebut memang berkaitan dengan penyakit jantung atau tidak.

    “Penyakit jantung itu kan kaitannya memang dengan nyeri dada ya. Apalagi nyeri dadanya berkaitan dengan aktivitas. Dalam artian kalau kita merasakan nyeri seperti tertekan atau berat di dada kiri, bisa juga panas,” jelas dr Amin.

    “Nyeri itu akan semakin hebat, kalau semakin beraktivitas. Tapi pada saat kita istirahat, dia akan berkurang. Jadi kalau ada pola seperti itu, ya kita harus aware bahwa ada kemungkinan korelasinya dengan jantung,” sambungnya.

    Ada beberapa faktor risiko penyakit jantung yang harus diwaspadai. Beberapa di antaranya seperti faktor genetik, masalah kolesterol tinggi, tekanan darah tinggi, diabetes, hingga kebiasaan merokok.

    Jika gejala-gejala itu muncul dibarengi faktor risiko yang ada, maka kecenderungan pada penyakit jantung akan semakin besar.

    “Kalau sudah punya faktor risiko seperti itu, apalagi ada keluhan, harus ke dokter, nanti dokter yang menentukan kemana arahnya. Kalau curiga jantung, ya mungkin harus direkam jantungnya dulu, kemudian bisa pemeriksaan treadmill kalau berlanjut, kalau curiganya besar, bisa kateterisasi jantung, nanti kelihatan ada penyempitan atau tidaknya,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Tes Sederhana di Leher Ini Bisa Bantu Deteksi Gagal Jantung

    Tes Sederhana di Leher Ini Bisa Bantu Deteksi Gagal Jantung

    Jakarta

    Gagal jantung memiliki gejala yang samar sehingga sulit dikenali. Kendati demikian, menurut studi baru, pemindaian leher sederhana bisa membantu mendeteksi tanda-tanda peringatan dini gagal jantung pada pria.

    Dikutip dari laman The Sun, seorang dokter umum dan rekan klinis akademis dari National Institute of Health and Care Research (NIHR) yang memimpin penelitian dari UCL, Dr Atinuke Akinmolayan mengungkap bahwa USG karotis yang mirip dengan USG kehamilan bisa memberi peringatan dini untuk penyakit gagal jantung.

    “USG karotis adalah pemeriksaan yang aman, murah, dan tidak menyakitkan. Temuan kami menunjukkan bahwa USG ini mungkin bisa memberikan anda peringatan dini untuk gagal jantung,” kata Dr Atinuke.

    Menurutnya, pasien yang mendapat hasil USG bahwa mereka mungkin berisiko lebih tinggi mengalami gagal jantung di masa mendatang bisa berdiskusi dengan dokter tentang perubahan gaya hidup yang harus dilakukan. Hal itu bisa menurunkan risiko gagal jantung.

    Pemindaian memakan waktu 15-30 menit dan dilakukan dengan menggunakan perangkat genggam kecil yang digerakkan perlahan di atas leher. Pemeriksaan ini memungkinkan dokter untuk mengecek fleksibilitas arteri karotis, pembuluh darah utama yang memasok darah ke otak, wajah, dan leher.

    Arteri besar dalam tubuh bersifat elastis, namun bisa menegang karena penyakit tertentu dan usia, yang menyebabkan tekanan darah tinggi, gagal jantung, serta meningkatnya risiko serangan jantung dan stroke.

    ===========BREAK=======

    Studi yang dipimpin oleh University College London (UCL) ini melibatkan 1.631 pria berusia 71-92 tahun. Seperempat dari peserta yang memiliki arteri paling tidak fleksibel, yang disertakan dalam analisis, memiliki kemungkinan 2,5 kali lebih besar mengalami gagal jantung dibandingkan dengan mereka yang memiliki arteri paling fleksibel.

    Penelitian juga mengamati ketebalan arteri karotis. Para peneliti menemukan, pria dengan pembuluh darah tebal lebih mungkin terkena serangan jantung. Penelitian menunjukkan setiap peningkatan ketebalan 0,16 mm, ada peningkatan risiko serangan jantung sekitar 29 persen.

    “Temuan penelitian Ini merupakan sinyal penting bahwa setiap kali kita mendeteksi perubahan tersebut pada arteri karotis, kita juga harus memikirkan potensi dampaknya terhadap jantung dan peningkatan risiko gagal jantung, yang mana kita memiliki strategi pengobatan untuk mencegahnya.”

    “Ini menarik dan menunjukkan bahwa pengerasan arteri dikaitkan dengan peningkatan risiko gagal jantung. Kemungkinan besar karena jantung harus bekerja lebih keras melawan resistensi yang disebabkan arteri yang lebih kaku ini,” tambahnya,

    Penelitian lebih lanjut diperlukan, terutama untuk melihat apakah pemeriksaan tersebut efektif untuk perempuan. Namun, hal ini bisa dipertimbangkan oleh dokter umum untuk ditawarkan kepada pasien di atas 60 tahun, jika memungkinkan atau dianggap perlu.

    (elk/kna)

  • 4 Kebiasaan di Malam Hari yang Diam-diam Merusak Ginjal

    4 Kebiasaan di Malam Hari yang Diam-diam Merusak Ginjal

    Jakarta

    Ginjal berperan penting dalam menyaring racun, menjaga keseimbangan cairan, hingga mengatur tekanan darah. Sayangnya, tanpa disadari, beberapa kebiasaan yang dilakukan pada malam hari bisa memberi beban ekstra pada organ ini.

    Jika terus dibiarkan, kebiasaan-kebiasaan tersebut berpotensi memicu penurunan fungsi ginjal dalam jangka panjang, sehingga menurunkan kualitas hidup seseorang.

    Dikutip dari Times of India, berikut kebiasaan-kebiasaan di malam hari yang diam-diam dapat merusak ginjal.

    1. Menahan Kencing Semalaman

    Banyak orang biasanya terbangun di tengah malam karena dorongan untuk buang air kecil. Alih-alih berjalan ke kamar mandi, ada dari mereka yang justru memilih lanjut tidur dan menahan pipis.

    Padahal, menahan urine yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan tekanan kandung kemih, hingga risiko infeksi saluran kemih. Seiring waktu berjalan, kondisi ini akan merusak ginjal.

    2. Tidur dalam Keadaan Haus

    Minum air di malam hari sendiri sebenarnya tidak berbahaya. Jadi, anggapan yang mengatakan bahwa minum air di malam hari tepat sebelum tidur akan merusak ginjal adalah sebuah mitos.

    Rasa haus yang muncul sebelum tidur, kemungkinan adalah tanda dehidrasi. Kondisi ini jika terus dilakukan dapat menyebabkan azotemia pra-ginjal, sejenis cedera ginjal akut yang pada akhirnya dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis (PGK).

    3. Makan Tinggi Protein

    Dikutip dari Midtown Nephrology, ahli nefrologi Frita McRae Fisher, MD mengatakan mengonsumsi makanan berprotein tinggi sebelum tidur dapat memberikan tekanan berlebih kepada ginjal.

    Risiko ini akan bertambah parah pada mereka yang sudah mengidap PGK, atau rentan mengalami masalah ginjal seperti mereka yang memiliki diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit ginjal polikistik.

    4. Makan Tinggi Natrium

    Sama seperti makanan tinggi protein, makanan tinggi natrium atau garam yang dikonsumsi sebelum tidur dapat menyebabkan penyakit ginjal.

    Menurut Frita, mengonsumsi natrium atau garam tinggi, tubuh akan menahan air di pembuluh darah yang menyebabkan tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi merupakan faktor risiko kedua terbesar untuk penyakit ginjal kronis.

    Halaman 2 dari 2

    (dpy/kna)

  • Urolog Beberkan 4 Minuman yang Tak Baik untuk Ginjal, Kerap Dikonsumsi Warga +62

    Urolog Beberkan 4 Minuman yang Tak Baik untuk Ginjal, Kerap Dikonsumsi Warga +62

    Jakarta

    Banyak orang menikmati soda bersoda, hingga minuman berenergi tanpa menyadari bahwa kebiasaan sehari-hari ini dapat perlahan memengaruhi kesehatan ginjal. Ginjal bekerja tanpa henti untuk menyaring racun, mengatur tekanan darah, menyeimbangkan mineral, dan menjaga hidrasi tubuh.

    Saat minuman tertentu memberi beban tambahan yang tidak diperlukan, dampaknya sering kali tidak terasa di awal. Namun, ‘stres’ yang menumpuk dapat memengaruhi fungsi ginjal jauh sebelum gejala muncul. Banyak orang yang memilih minuman manis untuk kepraktisan atau dorongan energi sering kali tidak menyadari bahwa kandungannya dapat menambah beban kerja ginjal.

    dr Tarek Pacha, urolog asal Michigan, membagikan empat jenis minuman yang menurutnya berpotensi merusak kesehatan ginjal.

    1. Soda

    Soda sangat sering diminum saat makan karena dianggap membantu pencernaan dan membuat makanan lebih mudah ditelan. Namun, soda berada di posisi teratas dalam daftar minuman ‘pengganggu’ kesehatan ginjal menurut dr Pacha.

    “Mereka mengandung banyak asam fosfat yang dapat memicu batu ginjal dan, dalam jangka panjang, merusak fungsi ginjal. Kandungan gulanya yang tinggi juga menyebabkan obesitas, hipertensi, dan diabetes, tiga faktor risiko utama kerusakan ginjal,” jelasnya, dikutip dari Hindu Times.

    Soda memang telah lama dikaitkan dengan kenaikan berat badan, lonjakan gula darah, dan tekanan darah tinggi, semuanya menjadi pemicu kerusakan ginjal.

    2. Kopi berlebihan

    Saat merasa lelah, banyak orang cenderung mencari kopi atau minuman energi untuk meningkatkan fokus dan tetap terjaga. Namun, kadar kafein yang tinggi pada minuman ini justru dapat membahayakan ginjal. dr Pacha menekankan bahwa dehidrasi adalah salah satu efek utama dari konsumsi kafein berlebih.

    Dehidrasi membuat ginjal bekerja lebih keras, dan dalam jangka panjang menambah beban yang dapat meningkatkan risiko kerusakan ginjal.

    Sebagai gantinya, dr Pacha menyarankan memilih kopi berkualitas baik dan bebas jamur, serta membatasinya 2-3 cangkir per hari.

    3. Sports drinks

    Setelah aktivitas fisik berat, sports drink sering dianggap sebagai solusi cepat untuk mengganti elektrolit. Namun, dr Pacha memperingatkan bahwa banyak minuman olahraga mengandung bahan yang tidak sehat. Salah satu kekhawatiran utamanya adalah pewarna makanan. Selain itu, minuman ini juga tinggi gula, terutama pemanis buatan, yang dapat memicu lonjakan gula darah dan memberikan tekanan tambahan pada ginjal.

    4. Smoothie

    Smoothie mungkin terasa mengejutkan sebagai bagian dari daftar minuman yang bisa mengganggu kesehatan ginjal. Meski sering dianggap sehat, tidak semua smoothie ramah bagi ginjal.

    Banyak smoothie mengandung sayuran berdaun seperti bayam dan kale. Meskipun bermanfaat, porsinya perlu diperhatikan karena dalam jumlah besar dapat mengandung banyak oksalat, zat yang dapat meningkatkan risiko batu ginjal.

    dr Pacha menyarankan untuk tetap mengutamakan hidrasi dengan cairan yang ‘bersih’ dan sederhana.

    Ditinjau oleh: Mhd. Aldrian, S.Gz, lulusan ilmu gizi Universitas Andalas, saat ini menjadi penulis lepas di detikcom.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Dialami Wanita Wonogiri, Neurolog Beberkan Alasan Stroke Bisa Terjadi di Usia Muda

    Dialami Wanita Wonogiri, Neurolog Beberkan Alasan Stroke Bisa Terjadi di Usia Muda

    Jakarta

    Stroke tidak hanya menyerang orang lanjut usia, tetapi juga dapat terjadi pada usia muda. Hal ini dialami oleh Delia, seorang wanita asal Wonogiri, Jawa Tengah, yang terkena stroke pada 29 Agustus 2025, saat usianya baru 20 tahun.

    Ia mengaku kondisi tersebut dipicu oleh banyaknya masalah yang membuatnya mengalami stres berat. “Awalnya emang lagi ada masalah yang menurutku ni bener-bener buat aku down gitu. Jadinya kepikiran berat,” ucapnya melalui akun TikTok-nya atas izin yang bersangkutan, Sabtu (22/11/2025).

    Gejala awal yang dirasakan Delia berupa pusing hebat disertai kesulitan berbicara. Tubuhnya masih dapat digerakkan, tetapi terasa sangat lemas.

    Delia sempat menunggu karena mengira gejalanya akan membaik dengan sendirinya. Namun hingga dua jam berlalu, kemampuan bicaranya tak juga pulih. Walhasil dirinya langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.

    “Pas di rumah sakit di Wonogiri deket rumah, itu cuma pembengkakan otak itu sudah di CT scan. Tapi dokter spesialisnya bilang kalau cuma pembengkakan otak kok nggak bisa ngomong, ini harus di MRI gitu kan mangkanya dirujuk ke rumah sakit yang ada di Solo,” katanya.

    Setelah dirujuk, Delia menjalani MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT scan (Computed Tomography), dan serangkaian pemeriksaan lainnya. Bahkan Ia ditempatkan di ruang High Care Unit (HCU) untuk pemantauan intensif karena gejalanya mengarah pada stroke.

    “Di rumah sakit solo. Transcranial Doppler (TCD) nya itu hasilnya penyumbatan di pembuluh darah dan kaku gitu pembuluh darahnya. Jadi kalo banyak pikiran pembuluh darahnya bakal mengkaku dan menyumbat lagi,” tuturnya lagi.

    Setelah lima hari di HCU dan menjalani terapi, kondisinya berangsur membaik. Kemampuan bicaranya perlahan kembali, meski masih terdengar pelo. Delia kemudian diperbolehkan pulang dengan terapi lanjutan dan obat pengencer darah yang harus diminum setiap hari.

    Meski kondisi berangsur membaik, ia mengaku sempat kembali ‘kolaps’. Menurutnya, hal itu terjadi karena ia kembali mengalami stres.

    “Kambuh itu. Hampir gak ada. Sumpah kayak aduh sampe matanya udah (madep) keatas. Nggak bisa ngomong lagi. Tangan udah dingin, kaki udah dingin. Ah udah gitu lah pokoknya. Itu juga karena aku ada pikiran lagi, berlebihan lagi. Kayak terlalu apa yang aku pikirin itu kayak terlalu over gitu loh,” sambungnya.

    Pemicu stroke di usia muda

    Direktur Medik dan Keperawatan RS PON, dr Reza Aditya Arpandy, SpS, menjelaskan penyebab stroke di usia muda kerap kali berbeda dengan usia lanjut. Beberapa pemicu yang cukup sering ditemukan antara lain kelainan pembuluh darah bawaan, seperti aneurisma (pelebaran pembuluh darah yang mudah pecah) dan AVM/arteriovenous malformation (hubungan abnormal antara arteri dan vena).

    Selain itu, lanjutnya, ada penyakit jantung tertentu yang bisa membuat bekuan darah naik ke otak, misalnya kelainan katup jantung, PFO/patent foramen ovale (lubang kecil yang tidak menutup sejak lahir), atau aritmia seperti atrial fibrillation.

    “Gangguan pembekuan darah juga bisa meningkatkan risiko, misalnya kondisi trombofilia, antiphospholipid syndrome, atau kelainan genetik yang membuat darah terlalu mudah menggumpal,” katanya saat dihubungi detikcom, Senin (24/11/2025).

    “Stroke pada usia muda juga bisa dipicu oleh cedera leher yang menyebabkan robekan pembuluh darah, serta penyakit seperti lupus, vaskulitis, atau infeksi tertentu. Pada sebagian kecil kasus, migrain berat juga berperan,” lanjutnya.

    Sementara dari sisi gaya hidup, dr Reza mengatakan faktor risiko seperti merokok, kurang tidur, obesitas, konsumsi minuman berenergi berlebihan, serta penggunaan pil kontrasepsi pada perempuan yang merokok atau memiliki migrain turut meningkatkan risiko. Terlebih banyak anak muda tidak menyadari bahwa mereka memiliki tekanan darah tinggi atau diabetes tanpa gejala.

    “Karena itu, stroke pada usia muda biasanya terjadi karena kombinasi faktor bawaan dan gaya hidup, bukan hanya karena stres,” lanjutnya.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)

  • Dialami Wanita Wonogiri, Neurolog Beberkan Alasan Stroke Bisa Terjadi di Usia Muda

    Dialami Wanita Wonogiri, Neurolog Beberkan Alasan Stroke Bisa Terjadi di Usia Muda

    Jakarta

    Stroke tidak hanya menyerang orang lanjut usia, tetapi juga dapat terjadi pada usia muda. Hal ini dialami oleh Delia, seorang wanita asal Wonogiri, Jawa Tengah, yang terkena stroke pada 29 Agustus 2025, saat usianya baru 20 tahun.

    Ia mengaku kondisi tersebut dipicu oleh banyaknya masalah yang membuatnya mengalami stres berat. “Awalnya emang lagi ada masalah yang menurutku ni bener-bener buat aku down gitu. Jadinya kepikiran berat,” ucapnya melalui akun TikTok-nya atas izin yang bersangkutan, Sabtu (22/11/2025).

    Gejala awal yang dirasakan Delia berupa pusing hebat disertai kesulitan berbicara. Tubuhnya masih dapat digerakkan, tetapi terasa sangat lemas.

    Delia sempat menunggu karena mengira gejalanya akan membaik dengan sendirinya. Namun hingga dua jam berlalu, kemampuan bicaranya tak juga pulih. Walhasil dirinya langsung dibawa ke rumah sakit terdekat untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.

    “Pas di rumah sakit di Wonogiri deket rumah, itu cuma pembengkakan otak itu sudah di CT scan. Tapi dokter spesialisnya bilang kalau cuma pembengkakan otak kok nggak bisa ngomong, ini harus di MRI gitu kan mangkanya dirujuk ke rumah sakit yang ada di Solo,” katanya.

    Setelah dirujuk, Delia menjalani MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT scan (Computed Tomography), dan serangkaian pemeriksaan lainnya. Bahkan Ia ditempatkan di ruang High Care Unit (HCU) untuk pemantauan intensif karena gejalanya mengarah pada stroke.

    “Di rumah sakit solo. Transcranial Doppler (TCD) nya itu hasilnya penyumbatan di pembuluh darah dan kaku gitu pembuluh darahnya. Jadi kalo banyak pikiran pembuluh darahnya bakal mengkaku dan menyumbat lagi,” tuturnya lagi.

    Setelah lima hari di HCU dan menjalani terapi, kondisinya berangsur membaik. Kemampuan bicaranya perlahan kembali, meski masih terdengar pelo. Delia kemudian diperbolehkan pulang dengan terapi lanjutan dan obat pengencer darah yang harus diminum setiap hari.

    Meski kondisi berangsur membaik, ia mengaku sempat kembali ‘kolaps’. Menurutnya, hal itu terjadi karena ia kembali mengalami stres.

    “Kambuh itu. Hampir gak ada. Sumpah kayak aduh sampe matanya udah (madep) keatas. Nggak bisa ngomong lagi. Tangan udah dingin, kaki udah dingin. Ah udah gitu lah pokoknya. Itu juga karena aku ada pikiran lagi, berlebihan lagi. Kayak terlalu apa yang aku pikirin itu kayak terlalu over gitu loh,” sambungnya.

    Pemicu stroke di usia muda

    Direktur Medik dan Keperawatan RS PON, dr Reza Aditya Arpandy, SpS, menjelaskan penyebab stroke di usia muda kerap kali berbeda dengan usia lanjut. Beberapa pemicu yang cukup sering ditemukan antara lain kelainan pembuluh darah bawaan, seperti aneurisma (pelebaran pembuluh darah yang mudah pecah) dan AVM/arteriovenous malformation (hubungan abnormal antara arteri dan vena).

    Selain itu, lanjutnya, ada penyakit jantung tertentu yang bisa membuat bekuan darah naik ke otak, misalnya kelainan katup jantung, PFO/patent foramen ovale (lubang kecil yang tidak menutup sejak lahir), atau aritmia seperti atrial fibrillation.

    “Gangguan pembekuan darah juga bisa meningkatkan risiko, misalnya kondisi trombofilia, antiphospholipid syndrome, atau kelainan genetik yang membuat darah terlalu mudah menggumpal,” katanya saat dihubungi detikcom, Senin (24/11/2025).

    “Stroke pada usia muda juga bisa dipicu oleh cedera leher yang menyebabkan robekan pembuluh darah, serta penyakit seperti lupus, vaskulitis, atau infeksi tertentu. Pada sebagian kecil kasus, migrain berat juga berperan,” lanjutnya.

    Sementara dari sisi gaya hidup, dr Reza mengatakan faktor risiko seperti merokok, kurang tidur, obesitas, konsumsi minuman berenergi berlebihan, serta penggunaan pil kontrasepsi pada perempuan yang merokok atau memiliki migrain turut meningkatkan risiko. Terlebih banyak anak muda tidak menyadari bahwa mereka memiliki tekanan darah tinggi atau diabetes tanpa gejala.

    “Karena itu, stroke pada usia muda biasanya terjadi karena kombinasi faktor bawaan dan gaya hidup, bukan hanya karena stres,” lanjutnya.

    Halaman 2 dari 3

    (suc/suc)

  • Viral Wanita Wonogiri Kena Stroke di Usia 20, Inikah Pemicunya?

    Viral Wanita Wonogiri Kena Stroke di Usia 20, Inikah Pemicunya?

    Jakarta

    Seorang wanita bernama Delia membagikan kisahnya mengalami stroke di usia 20 tahun. Peristiwa itu terjadi pada 29 Agustus 2025, saat wanita yang berasal dari Wonogiri, Jawa Tengah itu sedang beraktivitas seperti biasa. Mendadak, Delia merasakan pusing hebat disertai kesulitan berbicara. Tubuhnya masih bisa digerakkan, tetapi terasa sangat lemas.

    Ia sempat menunggu karena mengira gejalanya akan membaik dengan sendirinya. Namun hingga dua jam berlalu, kemampuan bicaranya tak juga pulih. Keluarga yang panik akhirnya membawa Delia ke dokter saraf terdekat di Wonogiri untuk mendapatkan pemeriksaan segera.

    “Pas di rumah sakit di Wonogiri deket rumah, itu cuma pembengkakan otak itu sudah di CT scan. Tapi dokter spesialisnya bilang kalau cuma pembengkakan otak kok nggak bisa ngomong, ini harus di MRI gitu kan mangkanya dirujuk ke rumah sakit yang ada di Solo,” demikian katanya melalui akun TikTok-nya atas izin yang bersangkutan, Sabtu (22/11/2025).

    Delia kemudian dirujuk ke salah satu rumah sakit di Solo untuk menjalani pemeriksaan lanjutan. Di sana, ia menjalani MRI (Magnetic Resonance Imaging), CT scan (Computed Tomography), dan serangkaian pemeriksaan lainnya.

    Ia ditempatkan di ruang High Care Unit (HCU) untuk pemantauan intensif karena gejalanya mengarah pada stroke, meski usianya masih sangat muda. Pemeriksaan lebih lanjut melalui Transcranial Doppler (TCD) menunjukkan adanya penyumbatan dan kekakuan pada pembuluh darah di otaknya.

    Terkait pemicunya, Delia mengaku belakangan sering dilanda banyak pikiran hingga mengalami stres berat. Ia juga mengaku tidak memiliki riwayat genetik terkait tekanan darah tinggi, kolesterol, asam urat, maupun gula darah tinggi.

    Lantas, benarkah stres bisa memicu stroke?

    Direktur Medik dan Keperawatan RS PON, dr Reza Aditya Arpandy, SpS, menjelaskan bahwa stres berat dan depresi dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami stroke, meski bukan menjadi penyebab utamanya.

    Saat seseorang mengalami stres, tubuh akan melepaskan hormon adrenalin dan kortisol. Kedua hormon ini dapat meningkatkan tekanan darah dan membuat detak jantung menjadi lebih cepat, sehingga memicu kondisi yang berpotensi berbahaya.

    “Kalau kondisi ini terjadi berulang atau cukup berat, maka risiko terjadinya kerusakan pada pembuluh darah dan lonjakan tekanan darah menjadi lebih tinggi, sehingga dapat memicu stroke, terutama bila orang tersebut sudah punya faktor risiko lain, seperti hipertensi, kolesterol tinggi, diabetes, merokok, obesitas, atau memang sudah ada kelainan pembuluh darah otak sebelumnya,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Senin (24/11/2025).

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Hati-hati, Kondisi Kaki Ini Bisa Jadi Tanda Awal Risiko Serangan Jantung

    Hati-hati, Kondisi Kaki Ini Bisa Jadi Tanda Awal Risiko Serangan Jantung

    Jakarta

    Perubahan yang terus-menerus pada kaki mungkin menandakan lebih dari sekadar ketegangan otot atau penuaan sendi. Penelitian menunjukkan bahwa gejala-gejala tertentu pada kaki dapat mengindikasikan penyakit arteri, yang sangat terkait dengan risiko serangan jantung.

    Sebuah studi peer-review yang dipublikasikan dalam Circulation mengamati lebih dari 14 ribu pasien dengan penyakit arteri perifer atau Peripheral Artery Disease (PAD). Mereka menemukan bahwa individu dengan penyempitan arteri kaki mengalami tingkat serangan jantung yang jauh lebih tinggi selama 30 bulan dibandingkan dengan mereka yang tidak mengalami PAD.

    Hal ini menunjukkan bahwa gejala pada kaki berfungsi sebagai tanda peringatan dini untuk masalah kardiovaskular, yang menyoroti pentingnya evaluasi tepat waktu.

    Mengapa Gejala pada Kaki Penting Bagi Kesehatan Jantung?

    Ketika arteri di kaki menyempit atau tersumbat, proses aterosklerotik yang sama sering memengaruhi arteri koroner yang memasok darah ke jantung. Gejala pada kaki dapat muncul pertama kali sebagai nyeri, rasa berat, kram, atau kelemahan pada betis atau paha saat berjalan, suatu kondisi yang disebut klaudikasio intermiten.

    Menurut National Institutes of Health (NIH), PAD seringkali kurang terdiagnosis tetapi memiliki risiko kardiovaskular yang sebanding dengan orang yang pernah mengalami serangan jantung.

    Nyeri kaki, mati rasa, atau luka yang lambat sembuh harus segera diperiksa lebih lanjut. Gejala-gejala ini merupakan indikator nyata dari masalah pembuluh darah yang lebih luas.

    Tanda-tanda Peringatan Umum pada Kaki yang Perlu Diwaspadai

    Pegal, kram, atau rasa berat di betis, paha, atau bokong saat berjalan, yang berkurang dengan istirahat.Kaki atau jari kaki terasa dingin, mati rasa, atau kebiruan dibandingkan dengan kaki lainnya.Luka atau borok yang lambat sembuh, kulit menipis atau berkilau, atau rambut rontok di kaki.Denyut nadi lemah atau tidak ada di kaki atau pergelangan kaki.Pembengkakan pada tungkai bawah atau pergelangan kaki, terutama dengan faktor risiko lain seperti merokok, diabetes, atau tekanan darah tinggi.

    Ilmu Pengetahuan yang Menghubungkan Nyeri Kaki dengan Risiko Serangan Jantung

    Dikutip dari Times of India, aliran darah yang berkurang ke kaki akibat penyempitan arteri mencerminkan penyakit arteri sistemik. Proses yang sama ini sering memengaruhi jantung, sehingga meningkatkan risiko serangan jantung.

    Studi menunjukkan bahwa orang dengan PAD dapat mengalami serangan jantung klasik dan serangan jantung tipe 2, yang disebabkan oleh ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Nyeri di Ulu Hati? Waspada Gejala Penyakit Jantung Koroner”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/naf)

  • Urolog Beberkan 4 Minuman yang Tak Baik untuk Ginjal, Kerap Dikonsumsi Warga +62

    Hampir 1,5 Juta Orang Meninggal Akibat Penyakit Ginjal, Jangan Abaikan Gejala Ini

    Jakarta

    Penyakit Ginjal Kronis (PGK) diam-diam meningkat menjadi krisis kesehatan yang perlu diwaspadai. Pasalnya, pada tahun 2023, PGK telah merenggut hampir 1,5 juta nyawa, dan memengaruhi 800 juta orang dengan penurunan fungsi ginjal.

    Dikutip dari Times of India, laporan dari Global Burden of Disease (GBD) 2023, menemukan hampir 788 juta orang dewasa (berusia 20 tahun ke atas) kini hidup dengan PGK.

    Angka ini meningkat tajam, lebih dari dua kali lipat pada jumlah tahun 1990. Wilayah-wilayah seperti Afrika Utara, Timur Tengah, dan Asia Selatan memiliki prevalensi yang tertinggi. Dilaporkan hampir 16 persen orang dewasa di wilayah ini mengidap PGK.

    PGK tidak hanya tentang ginjal. Gangguan fungsi ginjal juga berkontribusi dengan risiko kesehatan lainnya, sekitar 11,5 persen dari seluruh kematian akibat masalah kardiovaskular atau jantung.

    Mengapa Meningkat?

    Beban PGK telah meningkat secara stabil selama tiga dekade karena populasi menua dan penyakit metabolik seperti diabetes, tekanan darah tinggi, dan obesitas semakin umum.

    Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan otoritas lainnya telah menekankan peningkatan ini dapat dihindari jika sistem kesehatan memprioritaskan skrining, pencegahan, dan akses ke perawatan yang efektif.

    Apa Saja Gejala Awal Penyakit Ginjal?

    Penyakit ginjal seringkali tidak terasa pada awalnya, tetapi gejala-gejala ini bisa menjadi tanda bahaya yang penting, terutama jika pasien juga mengidap diabetes, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, obesitas, atau riwayat keluarga dengan masalah ginjal.

    Berikut tanda-tanda yang perlu diwaspadai:

    1. Perubahan Frekuensi Buang Air Kecil

    Sering buang air kecil, terutama di malam hari adalah tanda bahaya pertama yang harus diwaspadai. Selain itu, urine yang berbusa atau berbuih (proteinuria) atau darah dalam urine juga merupakan tanda-tanda yang perlu diperhatikan. Ini menandakan ginjal mungkin mengalami kebocoran protein atau darah.

    2. Pembengkakan (Edema)

    Bengkak di pergelangan kaki, kaki, tangan, atau sekitar mata tidak selalu disebabkan oleh gaya hidup yang sibuk atau stres. Namun, hal itu juga dapat terjadi akibat retensi cairan yang mengarah pada kerusakan ginjal.

    3. Mudah Lelah

    Racun yang biasanya dibersihkan oleh ginjal dapat menumpuk dan menyebabkan kelelahan dan kesulitan berkonsentrasi. Hal ini membuat pasien kadang merasakan lelah atau lemah yang tidak biasa.

    4. Kulit Gatal, Kering, atau Mual Terus Menerus

    Jika pasien sering mengeluh dengan tanda-tanda di atas, kemungkinan ginjal sedang dalam masalah. Ini adalah beberapa tanda umum bahwa produk limbah terakumulasi dalam tubuh alih-alih disaring keluar.

    5. Sesak Napas dan Kehilangan Nafsu Makan

    Disfungsi ginjal lanjut dapat memengaruhi pernapasan dan pencernaan. Efeknya, seseorang mungkin akan sering mengalami sesak napas atau bahkan kehilangan nafsu untuk menyantap makanan.

    Halaman 2 dari 3

    (dpy/suc)