Topik: Subsisdi BBM

  • Nilai spiritual pajak berbagi kesejahteraan

    Nilai spiritual pajak berbagi kesejahteraan

    Jakarta (ANTARA) – Di tengah diskusi publik yang sering kali memandang pajak sebagai beban, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencoba menghadirkan perspektif baru yang lebih menyentuh nurani dalam pengenaan pajak.

    Dalam sejumlah forum, antara lain di Sarasehan Nasional Ekonomi Syariah dan Konvensi Sains Teknologi dan Industri Indonesia (KSTI), Menteri Keuangan mengingatkan bahwa dalam setiap rezeki yang kita dapatkan, ada hak orang lain, dan pajak adalah salah satu cara menyalurkannya.

    Pesan ini bukan sekadar jargon fiskal. Ia membawa dimensi moral dan kemanusiaan ke dalam ranah perpajakan, menyandingkannya dengan konsep zakat, infak, atau wakaf. Dengan perspektif ini, pajak tidak lagi sekadar kewajiban legal, melainkan amanah sosial untuk berbagi.

    Pandangan ini relevan di tengah kondisi di mana penerimaan pajak masih menjadi tulang punggung Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pada semester I-2025, misalnya, realisasi penerimaan pajak mencapai lebih dari Rp1.300 triliun, atau sekitar 65 persen target tahunan.

    Hasil penerimaan negara yang diperoleh dari sektor perpajakan bukanlah angka di atas kertas semata, melainkan sumber utama yang menopang berbagai program strategis pemerintah, mulai dari bantuan sosial untuk keluarga miskin, subsidi energi, hingga pembangunan infrastruktur nasional.

    Beberapa contoh konkret yang bisa dilihat di lapangan, antara lain bantuan sosial untuk keluarga miskin dan rentan yang nilainya mencapai lebih dari Rp494 triliun untuk program perlindungan sosial pada tahun 2025. Alokasi dana tersebut ditujukan untuk membiayai Program Keluarga Harapan (PKH) yang menjangkau sekitar 10 juta keluarga penerima manfaat, Kartu Sembako yang memberikan bantuan pangan senilai Rp200 ribu per bulan untuk 18,7 juta keluarga, serta bantuan langsung tunai untuk daerah terdampak inflasi.

    Selanjutnya program subsidi energi juga disalurkan dari penerimaan pajak, dimana pemerintah menyalurkan subsidi energi sekitar Rp187 triliun di tahun 2025. Hal ini, termasuk subsidi listrik untuk 24 juta pelanggan golongan 450 VA dan 900 VA serta subsidi BBM untuk menahan gejolak harga di tengah ketidakpastian global.

    Sementara dalam konteks pembangunan infrastruktur nasional, penerimaan dari pajak juga digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur strategis senilai lebih dari Rp422 triliun, yang mencakup pembangunan jalan tol, jalur kereta api, bendungan, dan jaringan irigasi. Implementasi yang telah dilakukan nyata, misalnya pembangunan Tol Trans Sumatera yang memperlancar distribusi logistik lintas provinsi, serta pembangunan Bendungan Karian di Banten yang memperkuat pasokan air untuk jutaan warga.

    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Subsidi BBM Naik dari Tahun ke Tahun, Pakar: Biodiesel Perlu Digalakkan

    Subsidi BBM Naik dari Tahun ke Tahun, Pakar: Biodiesel Perlu Digalakkan

    Bisnis.com, JAKARTA — Volume penyaluran bahan bakar minyak (BBM) subsidi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 segera diumumkan.

    Hal itu tepatnya bakal disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dalam Rapat Paripurna dan Nota Keuangan pada Jumat (15/8/2025) besok. Dalam pidatonya, Prabowo akan menyampaikan gambaran anggaran untuk sejumlah program, termasuk kuota BBM subsidi. 

    Adapun, BBM subsidi itu mencakup bakar minyak khusus penugasan (JBKP) Pertalite, jenis bahan bakar tertentu (JBT) minyak solar, dan JBT minyak tanah.

    Di sisi lain, sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) telah menetapkan proyeksi BBM subsidi untuk 2026. Tercatat, untuk kuota JBT minyak solar, BPH Migas mengusulkan 18,531 juta-18,742 juta kl. Angka ini lebih rendah dari target penyaluran tahun ini yang sebanyak 18,8 juta kl.

    Sementara itu, minyak tanah diusulkan sebesar 517.000-535.000 kl untuk 2026. Angka ini lebih tinggi dibanding target 2025 yang sebanyak 525.000 kl.

    Sedangkan, usulan kuota Pertalite untuk 2026 adalah sebesar 31,229 juta-31,230 juta kl. Angka ini masih sama dengan target penyaluran 2025 yang sebanyak 31,2 juta kl.

    Praktisi Migas Hadi Ismoyo berpendapat kuota BBM subsidi itu idealnya bisa ditekan. Namun, sebagai gantinya, pemerintah perlu mendorong produksi biodiesel.

    “Seharusnya didesain [volume BBM subsidi] semakin turun dengan menggalakkan produksi biodiesel sehingga mengurangi ketergantungan impor,” ucap Hadi kepada Bisnis, Kamis (14/8/2025).

    Mantan Sekjen Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) itu juga mengingatkan agar pemerintah menggalakan program konversi BBM ke gas. Hal ini bisa dilakukan dengan membangun Infrastruktur gas yang terintegrasi. 

    Menurutnya, langkah itu diperlukan untuk mengurangi besaran subsidi secara perlahan. 

    “Khusus untuk kendaraan roda dua bisa dilaksanakan program konversi BBM ke motor listrik,” imbuh Hadi.

    Senada, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai volume BBM subsidi pada 2026 seharusnya bisa lebih rendah. Namun, hal ini harus dibarengi dengan mendorong subsidi pada transportasi publik.

    Dia pun mengingatkan jangan sampai jika volume BBM subsidi ditekan, tetapi dananya dipindahkan untuk program populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG).

    “Khawatir efisiensi subsidi BBM-nya buat MBG dan proyek yang tidak membantu penguatan daya beli kelompok menengah ke bawah,” kata Bhima.

  • Mengintip Kisi-kisi Subsidi Energi 2026 Jelang Nota Keuangan

    Mengintip Kisi-kisi Subsidi Energi 2026 Jelang Nota Keuangan

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto dijadwalkan akan menyampaikan pidato kenegaraan sekaligus Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dan Nota Keuangan pada Jumat (15/8/2025).

    RAPBN dan Nota Keuangan yang akan disampaikan memuat gambaran anggaran untuk sejumlah program, termasuk subsidi energi. Terkait subsidi energi, Prabowo sempat menyoroti penyalurannya yang belum tepat sasaran.

    Belakangan, sang Kepala Negara ingin memangkas subsidi energi, khususnya BBM, dan mengubah skema penyalurannya menjadi bentuk bantuan langsung tunai (BLT). Pemerintah ingin menghemat anggaran hingga Rp200 triliun dengan penyaluran subsidi energi yang tepat sasaran.

    Lalu, bagaimana proyeksi subsidi energi pada 2026 dan realisasinya dalam 5 tahun terakhir?

    Bila mengacu usulan yang disepakati Komisi VII DPR RI dan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, volume BBM bersubsidi untuk 2026 disepakati sebesar 19,05 juta-19,28 juta kiloliter. Volume tersebut terdiri atas minyak tanah sebesar 0,52 juta-0,54 juta kl dan minyak solar sebesar 18,53 juta-18,74 juta kl.

    Volume LPG 3 kg dipatok sebesar 8,31-8,76 juta MTon. Sementara itu, subsidi listrik tahun depan dipatok sebesar Rp97,37-104,97 triliun.

    Ekonom Senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Muhammad Ishak Razak memproyeksi besaran subsidi energi akan tumbuh di kisaran 8% hingga 10% pada tahun ini. 

    Dia menjelaskan, dengan asumsi harga minyak mentah yang relatif rendah di kisaran US$60 hingga US$80 per barel serta pertumbuhan konsumsi BBM yang juga tidak signifikan, pertumbuhan konsumsi listrik dan BBM tidak akan melonjak drastis. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang masih rendah.

    “Karena itu, diperkirakan pertumbuhan subsidi energi akan mencapai dua kali lipat pertumbuhan ekonomi nasional, yaitu di kisaran 8%-10%,” kata Ishak kepada Bisnis, Selasa (12/8/2025).

    Ishak menambahkan bahwa di tengah pelemahan daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi yang tahun depan diproyeksikan masih rendah, pemerintah perlu menjaga agar subsidi tetap dipertahankan. Hal ini diperlukan agar tidak menekan daya beli dan semakin menghambat pertumbuhan ekonomi.

    Adapun, realisasi subsidi energi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Berdasarkan catatan Bisnis, realisasi subsidi energi pada 2020 mencapai Rp108,84 triliun atau 113,84% melebihi pagu APBN Perpres 72/2020.

    Perinciannya, realisasi belanja subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg mencapai Rp47,73 triliun, atau 116,11% dari pagu APBN Perpres 72/2020. Sementara itu, realisasi belanja subsidi listrik mencapai Rp61,10 triliun atau 112,13% dari pagu APBN Perpres 72/2020. 
    Secara umum, persentase realisasi subsidi energi terhadap pagu APBN Perpres 72/2020 dapat dikatakan lebih tinggi dari target.

    Sementara itu, realisasi subsidi energi sepanjang 2021 mencapai Rp142 triliun. Angka ini melonjak 30,5% dibanding 2020. Adapun, subsidi energi 2021 diberikan dalam bentuk subsidi BBM yang mencapai 16 juta kiloliter dan subsidi LPG 3 kg mencapai 7,12 juta metrik ton.

    Lalu, subsidi listrik bagi rumah tangga berdaya 450 volt ampere (VA) dan 900 VA sesuai Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yakni sebanyak 32,5 juta pelanggan. Kemudian, diskon tarif listrik bagi rumah tangga daya 450 VA dan 900 VA sebanyak 30,8 juta pelanggan, serta diskon tarif listrik bagi pelaku bisnis dan industri daya 450 VA kepada 430.000 pelanggan.

    Pada 2022, realisasi subsidi energi naik menjadi Rp171,86 triliun. Realisasi belanja subsidi energi utamanya bersumber dari subsidi BBM dan subsidi LPG 3 kg yang mencapai Rp115,61 triliun atau 77,40% dari pagu. Sementara itu, realisasi subsidi listrik mencapai Rp56,24 triliun atau 94,43% dari pagu.

    Berikutnya, realisasi anggaran untuk subsidi energi pada 2023 mencapai Rp164,3 triliun, turun sebesar 4,4% secara tahunan. 

    Tercatat, subsidi BBM dan LPG tabung 3 kg sepanjang 2023 terealisasi sebesar Rp95,6 triliun atau turun 17,3%. Sementara itu, anggaran subsidi listrik terealisasi sebesar Rp68,7 triliun atau tumbuh 22,2%.

    Khusus untuk 2024, realisasi penyaluran subsidi energi hanya tercatat per 30 November yang mencapai Rp157,16 triliun. Perinciannya, subsidi BBM dan LPG 3 kg mencapai Rp92,98 triliun dan subsidi listrik Rp64,18 triliun. Sementara pagu anggaran subsidi energi pada 2024 mencapai Rp186,9 triliun.

    Adapun untuk 2025 ini, pemerintah mengalokasikan belanja subsidi energi senilai Rp203,41 triliun atau naik 7,56% dari pagu 2024. Per semester I/2025, total realisasi subsidi energi mencapai Rp66,89 triliun atau sekitar 32,9% dari pagu APBN 2025.

    Angka itu terdiri atas subsidi BBM dan LPG 3 kg mencapai 30,28 triliun dan subsidi listrik mencapai Rp26,61 triliun.

  • Subsidi BBM-LPG Bisa Bengkak Jadi Rp 400 T, ESDM Putar Otak

    Subsidi BBM-LPG Bisa Bengkak Jadi Rp 400 T, ESDM Putar Otak

    Jakarta

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mewaspadai adanya pembengkakan subsidi energi dan kompensasi yang diprediksi mencapai Rp 400 triliun pada 2026 mendatang. Hal ini bisa terjadi jika tidak ada pembenahan terhadap mekanisme pemberian subsidi agar lebih tepat sasaran.

    Plt Direktur Jenderal Migas Tri Winarno mengatakan subsidi energi tersebut meliputi subsidi Bahan Bakar Minyak, subsidi LPG 3 kg, dan subsidi listrik. Ia mengatakan selama ini pemberian subsidi masih kurang tepat sasaran.

    “Misalnya subsidi LPG misalnya katakanlah. Saya ini gunakan LPG 3 kg, berarti kan saya sebetulnya kan nggak berhak. Nah itu banyak sekali yang sebetulnya tidak berhak, tetapi dia menggunakan itu. Terus kemudian seperti Pertalite misalnya, Pertalite itu kan sebetulnya untuk ada subsidinya kan di sana, nah itu ada yang banyak yang tidak tepat sasaran,” katanya saat ditemui di Hutan Kota by Plataran, Jakarta, Kamis (31/7/2025).

    “Kalau misalnya kita nggak care terhadap itu, bisa mencapai sampai segitu (Rp 400 triliun). Bisa melebar sampai segitu,” tambahnya.

    Tri menambahkan bahwa saat ini Kementerian ESDM tengah mencari skema yang tepat agar subsidi energi yang di berikan lebih tepat sasaran.

    “Tapi mekanisme untuk bagaimana supaya tepat sasaran, nah ini lagi kita pikirkan,” katanya.

    Adapun untuk tahun 2025 ini total subsidi dan kompensasi yang dianggarkan dalam APBN 2025 adalah Rp 394,3 triliun. Angka ini membengkak dibandingkan realisasi subsidi dan kompensasi energi tahun 2024 yang realisasinya adalah Rp 386,9 triliun.

    Untuk kuotanya antara lain, listrik bersubsidi untuk 42,1 juta pelanggan untuk kelompok pelanggan 450 dan 900 volt ampere. Lalu BBM bersubsidi untuk 19,4 juta kiloliter (KL) dan LPG 3 kilogram untuk 8,2 juta metric ton LPG.

    (acd/acd)

  • Subsidi BBM-LPG Bisa Bengkak Jadi Rp 400 T, ESDM Putar Otak

    Subsidi BBM-LPG Bisa Bengkak Jadi Rp 400 T, ESDM Putar Otak

    Jakarta

    Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mewaspadai adanya pembengkakan subsidi energi dan kompensasi yang diprediksi mencapai Rp 400 triliun pada 2026 mendatang. Hal ini bisa terjadi jika tidak ada pembenahan terhadap mekanisme pemberian subsidi agar lebih tepat sasaran.

    Plt Direktur Jenderal Migas Tri Winarno mengatakan subsidi energi tersebut meliputi subsidi Bahan Bakar Minyak, subsidi LPG 3 kg, dan subsidi listrik. Ia mengatakan selama ini pemberian subsidi masih kurang tepat sasaran.

    “Misalnya subsidi LPG misalnya katakanlah. Saya ini gunakan LPG 3 kg, berarti kan saya sebetulnya kan nggak berhak. Nah itu banyak sekali yang sebetulnya tidak berhak, tetapi dia menggunakan itu. Terus kemudian seperti Pertalite misalnya, Pertalite itu kan sebetulnya untuk ada subsidinya kan di sana, nah itu ada yang banyak yang tidak tepat sasaran,” katanya saat ditemui di Hutan Kota by Plataran, Jakarta, Kamis (31/7/2025).

    “Kalau misalnya kita nggak care terhadap itu, bisa mencapai sampai segitu (Rp 400 triliun). Bisa melebar sampai segitu,” tambahnya.

    Tri menambahkan bahwa saat ini Kementerian ESDM tengah mencari skema yang tepat agar subsidi energi yang di berikan lebih tepat sasaran.

    “Tapi mekanisme untuk bagaimana supaya tepat sasaran, nah ini lagi kita pikirkan,” katanya.

    Adapun untuk tahun 2025 ini total subsidi dan kompensasi yang dianggarkan dalam APBN 2025 adalah Rp 394,3 triliun. Angka ini membengkak dibandingkan realisasi subsidi dan kompensasi energi tahun 2024 yang realisasinya adalah Rp 386,9 triliun.

    Untuk kuotanya antara lain, listrik bersubsidi untuk 42,1 juta pelanggan untuk kelompok pelanggan 450 dan 900 volt ampere. Lalu BBM bersubsidi untuk 19,4 juta kiloliter (KL) dan LPG 3 kilogram untuk 8,2 juta metric ton LPG.

    (acd/acd)

  • Angola Terjadi Demo Besar Protes Rencana Pengurangan Subsidi BBM

    Angola Terjadi Demo Besar Protes Rencana Pengurangan Subsidi BBM

    Jakarta

    Harga Diesel di Angola Naik 33%, Asosiasi Kendaraan Gelar Aksi Mogok

    Protes di ibu kota Angola terkait kenaikan harga solar berujung ricuh pada hari Senin. Aksi protes ini menyusul rencana pemerintah secara bertahap menghapus subsidi bahan bakar minyak (BBM).

    Sebagaimana dilansir dari Reuters, Selasa (29/7/2025), negara penghasil minyak di Afrika Selatan ini menaikkan harga solar hingga sekitar 33% pada bulan ini. Pemerintah Angola berupaya untuk mengekang subsidi yang mahal dan memperkuat keuangan publik.

    Atas kondisi tersebut, asosiasi taksi dan minibus menaikkan tarif hingga 50%. Asosiasi juga melakukan aksi mogok selama tiga hari mulai pada hari Senin (28/7) kemarin.

    Surat kabar Novo Jornal melaporkan, setidaknya tiga orang tewas dalam protes tersebut, termasuk seorang petugas polisi. Polisi menggunakan gas air mata dan granat asap, serta melepaskan tembakan ke udara untuk mencoba memulihkan ketenangan.

    Selain itu, dijelaskan dalam sebuah pernyataan, toko-toko di ibu kota Luanda telah dijarah saat aksi berlangsung. Polisi telah melakukan penangkapan tetapi tidak menyebutkan jumlahnya.

    Pada Oktober 2024 silam, Menteri Keuangan Angola mengatakan kepada Reuters bahwa subsidi bahan bakar mencapai sekitar 4% dari output ekonomi tahun lalu. Pemerintah berencana akan menghapus subsidi itu secara bertahap.

    Sebelumnya, kenaikan harga bensin pada tahun 2023 juga memicu protes yang mematikan.

    Tonton juga video “BEM SI Demo ‘Indonesia Cemas’ di Monas, Ditemui Wamensesneg” di sini:

    (shc/rrd)

  • BLT dan PBI JK Bisa Diterima Bersamaan? Cek Syaratnya

    BLT dan PBI JK Bisa Diterima Bersamaan? Cek Syaratnya

    Jakarta

    PBI JK (Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan) merupakan program bantuan pembayaran iuran BPJS Kesehatan oleh pemerintah untuk masyarakat yang tidak mampu membayar iuran BPJS secara mandiri.

    Bantuan ini bisa diterima bersama dengan bantuan sosial (bansos) lain seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai), selama sang penerima memenuhi kriteria untuk kedua program tersebut.

    Sebab kedua program ini memiliki fungsi dan tujuan berbeda. Di mana BLT biasanya diberikan kepada masyarakat kurang mampu yang terdampak kondisi ekonomi seperti akibat kenaikan harga kebutuhan pokok, sementara PBI JK adalah bantuan iuran BPJS Kesehatan yang memberikan jaminan perlindungan kesehatan.

    Bahkan tak jarang kedua bansos ini diterima secara bersamaan. Karena kedua bantuan ini diberikan kepada mereka yang terdaftar atau masuk dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).

    Syarat Menerima PBI JK

    Berdasarkan Peraturan Menteri Sosial Nomor 21 Tahun 2019, yang dimaksud dengan fakir miskin dalam kepesertaan PBI adalah individu yang tidak memiliki sumber mata pencaharian sama sekali atau sumber mata pencaharian yang dimilikinya tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi dirinya dan/atau keluarganya.

    Sedangkan yang dimaksud dengan orang yang tidak mampu membayar iuran adalah individu yang memiliki sumber pendapatan, seperti gaji atau upah, yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak, tetapi tidak mencukupi untuk membayar iuran bagi dirinya dan keluarganya.

    Secara sederhana, menurut laporan Antara berikut syarat-syarat menjadi peserta PBI JK BPJS Kesehatan

    1. Merupakan Warga Negara Indonesia (WNI).
    2. Memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang terdaftar di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri.
    3. Terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai fakir miskin, yaitu individu yang tidak memiliki sumber pendapatan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup dasar, termasuk membayar iuran BPJS Kesehatan.
    4. Berasal dari Keluarga dengan Kondisi Ekonomi Terbatas, penerima bantuan adalah keluarga yang memiliki keterbatasan ekonomi. Kategori ini ditentukan melalui survei dan verifikasi yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Sosial.
    5. Tidak Memiliki Asuransi Kesehatan Lain, peserta tidak boleh terdaftar dalam program asuransi kesehatan lain, baik yang disediakan oleh perusahaan maupun lembaga lain, karena program ini ditujukan untuk mereka yang sepenuhnya bergantung pada PBI JK sebagai jaminan kesehatan.

    Selain persyaratan di atas, ada beberapa ketentuan penting yang perlu diperhatikan agar kepesertaan PBI berlaku, yaitu:

    1. Kepesertaan PBI dimulai sejak peserta didaftarkan oleh Kementerian Kesehatan berdasarkan penetapan dari Menteri Sosial.
    2. Jika peserta PBI adalah seorang ibu yang memiliki anak, maka anak tersebut akan otomatis terdaftar sebagai penerima program ini.
    3. Peserta yang termasuk dalam kategori non-PBI dan belum membayar iuran dapat dipindahkan ke kepesertaan PBI jika memenuhi syarat.
    4. Peserta PBI yang tidak terdaftar di DTKS dapat diusulkan untuk dimasukkan dalam daftar tersebut.

    Syarat Menerima BLT

    Untuk memastikan bantuan tepat sasaran, pemerintah menetapkan beberapa kriteria bagi calon penerima BLT yakni:

    1. Warga Negara Indonesia (WNI): Calon penerima harus memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang sah dan masih berlaku.

    2. Terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS): Calon penerima harus tercatat dalam DTKS yang dikelola oleh Kementerian Sosial.

    3. Keluarga Miskin atau Rentan Miskin: Prioritas diberikan kepada keluarga yang termasuk dalam desil 1 (satu) dari pensasaran percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.

    4. Tidak Sedang Menerima Bantuan Sosial Lain: Calon penerima tidak boleh menerima bantuan dari program bansos lainnya.

    5. Bukan Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, atau Polri: Bantuan ini tidak diberikan kepada mereka yang berstatus sebagai ASN, anggota TNI, atau Polri.

    Cara Cek Terdaftar dalam DTKS yang Jadi Syarat PBI JK dan BLT

    1. Buka browser di smartphone, kemudian kunjungi laman cekbansos.kemensos.go.id.

    2. Masukkan data-data terkait dengan wilayah tempat tinggal individu yang ingin diperiksa. Data ini terdiri dari provinsi, kabupaten, kecamatan, serta desa/kelurahan.

    3. Masukkan nama penerima manfaat sesuai dengan ejaan di KTP.

    4. Masukkan kode captcha yang tertera. Klik tombol “Cari Data”.

    5. Tunggu hingga aplikasi menampilkan informasi terkait dengan penerima bantuan PKH.

    Sebagai catatan, sistem Cek Bansos Kemensos ini akan mencari nama penerima manfaat sesuai wilayah yang diisi. Karenanya pengisian sendiri harus sesuai dengan KTP dan lokasi penerima.

    Tonton juga video “Subsidi BBM-Listrik Tak Tepat Sasaran, Bahlil Bakal Kaji Jadi BLT” di sini:

    (igo/fdl)

  • Ketika Suara Rakyat Ditukar dengan Liter Dolar

    Ketika Suara Rakyat Ditukar dengan Liter Dolar

    OLEH: DENNY JA

    PADA awal Januari 2012, Presiden Goodluck Jonathan mengumumkan penghapusan subsidi bahan bakar bensin. Maka harga yang selama ini sangat murah, sekitar ?65, naik menjadi ?141 per liter. 

    Kenaikan harga ini memicu kemarahan publik. Terutama ibu-ibu dan keluarga miskin protes.  Mereka mengandalkan transportasi murah untuk kebutuhan dasar seperti pergi ke pasar atau ke puskesmas.

    Seorang ibu di Lagos, Antonia Arosanwo, menggambarkan efeknya dengan jelas:

    “Saya marah. Biaya perjalanan saya di bus melambung dua kali lipat sejak subsidi dihapus.”   

    Gerakan ini meluas menjadi protes nasional yang dikenal sebagai Occupy Nigeria (2?”14 Januari 2012). 

    Unjuk rasa besar dilakukan. Bus dihentikan, jalan diblokir. Dan puluhan orang tewas akibat bentrokan dengan aparat  .

    Hanya dalam dua minggu, pemerintah tersentak, mengembalikan harga bensin ke level sekitar ?97 per liter. 

    Ketika pencabutan subsidi menentukan nasib pemimpin, apakah ini jenis demokrasi yang sehat?

    Dalam sejarah negara-negara berkembang, subsidi energi adalah candu politik. Ia menenangkan protes, menekan inflasi, dan membeli loyalitas instan. 

    Di Mesir, revolusi Arab Spring dipicu bukan hanya oleh otoritarianisme, tapi juga pencabutan subsidi bahan pokok. 

    Di Venezuela, rezim Chávez bertahan bertahun-tahun di atas fondasi bensin gratis. Di Indonesia, lebih dari Rp500 triliun anggaran pernah dikucurkan hanya untuk menjaga harga BBM tetap “terasa murah”.

    Padahal, data membongkar ilusi itu. Menurut Bank Dunia, 70% subsidi BBM di Indonesia justru dinikmati oleh 30% kelompok terkaya. 

    Pemilik mobil SUV mendapat porsi lebih besar dibanding pengayuh becak atau nelayan. Subsidi ini bukan keadilan sosial.

    Melainkan ini hadiah politik untuk kelas menengah urban yang paling vokal di media sosial dan paling menentukan di TPS kota.

    Kita dimenangkan hari ini. Tapi esok hari, sekolah anak kita kekurangan guru. Puskesmas tak punya vaksin. Jalan desa tetap berlubang.

    Inilah ironi: energi memberi panas yang cepat, tapi meninggalkan arang yang panjang. Subsidi memang populis. Tapi ia seringkali memiskinkan.

    Jauh di balik kampanye dan baliho, ada sumber uang yang lebih berkuasa daripada rakyat: sumur minyak dan tambang batu bara. 

    Kita hidup di era ketika industri energi bukan sekadar penggerak ekonomi, tapi pendonor utama pesta demokrasi.

    Contoh paling vulgar adalah Brasil: skandal Petrobras menyeret presiden, anggota parlemen, hingga eksekutif top ke penjara. 

    Di Nigeria, “oil bunkering” ilegal melahirkan tentara bayaran yang lebih setia pada pengusaha energi daripada konstitusi.

    Dan Indonesia? Kita punya cerita sendiri: Petral, anak usaha Pertamina yang pernah menjadi ladang mafia impor minyak. 

    Ada juga permainan tender yang membiayai koalisi politik. Surat izin tambang berubah menjadi mata uang politik: siapa mendukung siapa, akan dapat konsesi dimana.

    Banyak suara rakyat ditukar satu kontrak blok migas. Itulah mata uang baru demokrasi.

    Negara yang hidup dari rente minyak kerap menjadi negara yang malas. Pajak tak lagi dikembangkan secara adil. 

    Regulasi tunduk pada pemain besar. Dan pembangunan institusi demokrasi tertunda, karena yang diperlukan bukan sistem meritokrasi, tapi jaringan loyalis yang bisa mengamankan blok eksplorasi.

    Kita bisa belajar dari sejarah: di era Orde Baru, Soeharto membagikan ladang minyak kepada kroni dan militer. Dari sinilah tumbuh kekuatan bisnis-politik yang kini masih bertahan, dengan wajah baru.

    Di Malaysia, Petronas pernah menjadi ATM partai penguasa UMNO. Transparansi hanya menjadi etalase.

    Di Meksiko, selama puluhan tahun, minyak adalah milik negara?”tapi negara hanya milik satu partai.

    Negara tidak lagi rasional. Ia menjadi korporasi raksasa dengan dewan direksi yang dipilih bukan oleh rakyat, tapi oleh pemilik modal.

    Kita tahu kekayaan alam Indonesia melimpah. Tapi siapa yang menikmatinya? Di Aceh, ladang gas Arun mengalir ke Jakarta, tapi desa sekitar tak punya listrik. Konflik bersenjata ikut lahir dari rasa ketidakadilan itu.

    Di Papua, tambang emas dan eksplorasi migas berjalan, tapi kampung-kampung adat hanya menerima debu dan penggusuran. 

    Di sana, suara rakyat tak pernah diukur dalam desibel, hanya dalam meter kubik minyak yang bisa ditambang.

    Inilah luka struktural yang tak kunjung sembuh. Ketika energi tak dibagi secara adil, maka demokrasi tak akan lahir secara utuh.

    Kita tak perlu pesimis. Dunia telah menunjukkan jalan lain. Norwegia, negeri penghasil minyak, justru menjadi salah satu negara paling demokratis. 

    Dana abadi mereka menyimpan ratusan miliar dolar, dikelola secara transparan, dan setiap warga bisa mengakses informasi keuangan negara secara daring.

    Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) jadi standar global. Negara yang mau jujur, akan dihormati pasar dan rakyat sekaligus.

    Bahkan di Afrika, negara seperti Botswana berhasil mengelola kekayaan tambang secara relatif adil?”bukan karena mereka kaya, tapi karena mereka berani.

    Maka pertanyaannya bukan: apakah bisa? Tapi: apakah kita cukup berani?

    Indonesia: Di Persimpangan Sumur dan Suara

    Indonesia kini bukan lagi negara pengekspor minyak. Kita sudah menjadi importir. Tapi mentalitas elite kita masih seperti pemilik sumur raksasa.

    Politik masih didanai oleh bisnis batu bara, kontrak migas, dan rente eksplorasi. Transisi energi dibicarakan, tapi tak sungguh dijalankan, karena para pemilik warisan lama belum rela melepaskan kendali.

    Apakah koperasi energi lokal bisa lahir? Apakah rakyat bisa terlibat dalam tata kelola sumber daya? Apakah kita bisa menciptakan demokrasi yang tak lagi tunduk pada harga bensin?

    Jalan tengah itu masih belum jelas. Tapi sejarah menanti mereka yang berani menulis bab baru.

    Demokrasi bukan hanya pemilu lima tahunan. Ia hidup dari kontrol rakyat atas sumber dayanya. Jika sumur dimiliki rakyat, suara pun tak bisa dibeli.

    Tapi jika energi hanya dikuasai oleh elite yang takut kehilangan kuasa, maka demokrasi kita bukan sedang tumbuh?”melainkan dalam koma yang panjang.

    Apa yang bisa Indonesia pelajari?

    Bahwa kedaulatan energi bukan tentang siapa yang menguasai ladang, tapi siapa yang berani membagi hasilnya secara adil. 

    Bahwa demokrasi bukan soal harga BBM, tapi siapa yang menentukan anggaran negara: suara, atau rente?

    Indonesia wajib membentuk badan independen pengawas energi dengan kewenangan memveto kontrak merugikan. 

    Juga ia mengalokasikan 30% pendapatan migas langsung ke dana desa terpencil.”

    Jika kita ingin demokrasi yang sehat, maka energi harus kembali ke tangan rakyat.

    “(Energi adalah darah negara. Tapi jika darah itu hanya mengalir ke jantung oligarkhi elite, maka demokrasi kita bukan sedang hidup -melainkan koma.”)

  • Demo Ojol Hari Ini Bawa 3 Tuntutan, Tiba-tiba Tolak Status Pegawai

    Demo Ojol Hari Ini Bawa 3 Tuntutan, Tiba-tiba Tolak Status Pegawai

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah pengemudi ojek online melakukan demo pada hari ini Kamis (17/7/2025). Mereka membawa tiga tuntutan untuk unjuk rasa hari ini.

    Demonstrasi dilakukan oleh Unit Reaksi Cepat (URC) di bundaran patung kuda, Jakarta. Jenderal Lapangan, Achsanul Solichin, mendengarkan pihaknya ingin menyampaikan pendapat dan suaranya pada permasalahan di dunia ojek online.

    “Setelah mendengar dan memahami permasalahan yang tengah terjadi di dunia ojek online saat ini kembali hati nurani para URC terpanggil untuk bersatu bergerak menyuarakan suara hati URC sebagai kontribusi positif terhadap permasalahan ojek online,” kata dia dalam keterangannya, dikutip Kamis (17/7/2025).

    Mereka merumuskan tiga tuntutan yang tertuang dalam Tritura URC. Salah satunya adalah menolak status ojol menjadi buruh atau pekerja.

    Selain itu menolak opini mengenai permintaan potongan driver hanya 10% dari penghasilan. Terakhir adalah meminta presiden Prabowo Subianto untuk mengeluarkan Perppu sebagai payung hukum ojek online dengan begitu bisa ada kesamaan antar semua Kementerian terkait.

    Dua permintaan terkait status driver dan potongan pada pengemudi sudah sering dibicarakan baik dari beberapa asosiasi ojol, pihak aplikator, dan pemerintah.

    Kini, potongan kepada pihak driver diberikan sebanyak 20%. Namun sejumlah pengemudi ada yang meminta menurunkan hingga 10%.

    Sementara itu bahasan terkait pengemudi dijadikan pegawai juga terus bergulir. Di Indonesia sendiri, hubungan antara perusahaan penyedia layanan dan pengemudi adalah mitra.

    Sebelumnya, Menteri UMKM Maman Abdurahaman buka suara soal polemik tersebut. Dia mengungkapkan rencananya memasukan driver ojol sebagai UMKM dibandingkan pekerja.

    Karena saat mereka dijadikan pekerja, hanya akan mengakomodasi 15-20% saja dari total yang sekarang. Karena profesi yang dijalankan sekarang sebagai pekerja paruh waktu dan banyak dari mereka tidak memiliki pendidikan yang memadai.

    Sementara menjadi UMKM, para driver akan mendapatkan insentif pemerintah dari subsidi BBM hingga gas LPG.

    “Satu-satu jalannya adalah di-treatment sebagai UMKM, bisa mendapatkan insentif yang diberikan pemerintah,” kata Maman ditemui bulan Juni lalu.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • KAI pakai 103,69 juta liter BBM subsidi layani PSO pada semester I

    KAI pakai 103,69 juta liter BBM subsidi layani PSO pada semester I

    Jakarta (ANTARA) – PT Kereta Api Indonesia (Persero) mencatat menggunakan 103.689.715 liter bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sepanjang semester I 2025 untuk melayani 8,8 juta pelanggan Public Service Obligation (PSO) dan angkutan barang.

    Vice President Public Relations KAI Anne Purba mengatakan angka itu setara dengan 49,42 persen dari total kuota yang diberikan pemerintah melalui BPH Migas pada tahun 2025 sebesar 209.809.000 liter.

    “Hampir 50 persen kuota BBM subsidi tahun ini telah digunakan untuk pelayanan angkutan selama semester I 2025, baik angkutan penumpang maupun barang,” kata Anne di Jakarta, Selasa.

    Dia menyampaikan bahwa BBM subsidi tersebut menjadi fondasi penting dalam penyelenggaraan layanan kereta api, terutama dalam memastikan keterjangkauan transportasi publik untuk seluruh lapisan masyarakat.

    Anne menambahkan, dari jumlah tersebut sebanyak 93,1 juta liter digunakan untuk kereta api penumpang, termasuk 8,8 juta pelanggan layanan PSO yang ditugaskan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.

    Ia menyebutkan jumlah tersebut terdiri dari 5,68 juta pelanggan KA Jarak Jauh PSO dan 3,14 juta pelanggan KA Lokal PSO.

    “Bagian dari total 27,46 juta pelanggan KA Jarak Jauh dan Lokal yang dilayani KAI Semester I 2025 naik 7 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024 pada angka 25,74 juta pelanggan,” katanya.

    Ia menjelaskan layanan PSO disediakan dengan tarif terjangkau, khususnya bagi pelajar, pekerja harian, pelaku UMKM, dan masyarakat berpenghasilan rendah di wilayah dengan keterbatasan akses transportasi. Subsidi BBM turut menjaga keterjangkauan tarif tersebut, sekaligus memperluas jangkauan layanan publik berbasis rel.

    Sementara itu, sisanya digunakan untuk mendukung operasional kereta barang seperti KA Petikemas (6.905.944 liter), KA Parcel (1.780.508 liter), KA Semen (1.541.186 liter), dan KA Klinker (350.881 liter). Layanan logistik ini berperan penting dalam menjaga kelancaran rantai pasok nasional.

    Dalam implementasinya, KAI memastikan subsidi BBM dikelola secara akuntabel dan transparan sesuai prinsip Good Corporate Governance (GCG), memastikan manfaatnya tepat sasaran dan tercatat secara sistematis.

    Lebih lanjut dia mengatakan selaras dengan komitmen keberlanjutan, sejak Februari 2025 KAI telah menggunakan Biosolar B40 secara penuh untuk seluruh lokomotif dan genset.

    BBM itu memiliki 40 persen kandungan bahan nabati dari kelapa sawit, menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dan lebih mudah diserap kembali oleh alam.

    “BBM subsidi ini juga ramah lingkungan karena menggunakan jenis Biosolar B40, sejalan dengan visi KAI untuk menggerakkan transportasi berkelanjutan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” kata Anne.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Bambang Sutopo Hadi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.