Topik: Subsisdi BBM

  • Belanja Subsidi BBM dan Listrik 2025 Naik 7,56%, Tembus Rp203,41 Triliun

    Belanja Subsidi BBM dan Listrik 2025 Naik 7,56%, Tembus Rp203,41 Triliun

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berencana melakukan belanja subsidi energi, yakni untuk BBM, LPG, dan listrik pada 2025 senilai Rp203,41 triliun atau naik 7,56% dari pagu 2024.

    Anggaran belanja tersebut tercantum dalam Lampiran IV Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201/2024 tentang Rincian Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara Tahun Anggaran 2025 alias APBN 2025.

    Kenaikan sekitar Rp14,3 triliun tersebut utamanya terhadap subsidi listrik yang naik dari Rp75,83 triliun dalam pagu 2024 menjadi Rp89,75 triliun untuk tahun depan. Kemudian subsidi Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT) tercatat mencapai Rp26,66 triliun. Angka tersebut naik dari pagu 2024 yang senilai Rp25,82 triliun.

    Sementara subsidi Liquefied Petroleum Gas (LPG) 3 kilogram justru terpantau turun pada tahun depan, dari Rp87,45 triliun menjadi Rp87 triliun.

    Meski tercatat naik, belanja subsidi energi ini lebih rendah dari rancangan awal APBN 2025 yang senilai Rp204,5 triliun. Perubahan asumsi kurs rupiah dalam APBN menjadi alasan Sri Mulyani memangkas anggaran tersebut.

    Secara umum, belanja subsidi energi 2025 menjelaskan 66% dari total anggaran Program Pengelolaan Subsidi yang senilai Rp307,93 triliun.

    Catatan lainnya, besaran anggaran untuk belanja subsidi energi tersebut belum termasuk kompensasi energi senilai Rp190,89 triliun untuk 2025.

    Sejalan dengan kenaikan anggaran subsidi, sebelumnya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 62/2024 tentang APBN TA 2025 disebutkan bahwa pemerintah berencana untuk melakukan implementasi subsidi by dataalias menggunakan KTP. 

    Tertulis dalam beleid yang terbit pada 18 Oktober 2024 bahwa dalam rangka melaksanakan program pengelolaan subsidi jenis bahan bakar tertentu, listrik, LPG tabung 3 kg, pupuk, dan lain sebagainya) yang lebih tepat sasaran, pemerintah akan melaksanakan penguatan basis data dan pengawasan implementasinya mulai 2025.

    Meski demikian, pelaksanaan penyaluran subsidi dengan berbasis data pengguna akan dilakukan secara bertahap dengan kesiapan teknis, kondisi ekonomi, dan/atau daya beli masyarakat.

     

    Sementara pada tahun ini, Sri Mulyani merencanakan belanja subsidi energi senilai Rp189,1 triliun. Realisasinya hingga Oktober 2024 telah mencapai Rp139,59 triliun yang mencakup subsidi BBM Rp17,82 triliun, Subsidi LPG Tabung 3 Kg Rp64,99 triliun, dan Subsidi Listrik Rp56,79 triliun. 

     

    Realisasi pembayaran Subsidi Energi tersebut untuk penyaluran BBM bersubsidi 13,48 juta KL, LPG Tabung 3 Kg 6,13 juta MT, pelanggan listrik bersubsidi sejumlah 41,29 juta pelanggan, dan volume konsumsi listrik bersubsidi 52,94 TWh.

     

    Bukan hanya alokasi subsidi energi tahun depan yang akan bertambah, namun Bendahara Negara tersebut pun telah memproyeksikan bahwa belanja subsidi energi akan bengkak akibat pelemahan nilai tukar. 

     

    Pasalnya, estimasi belanja negara akan naik Rp87,1 triliun hingga akhir tahun. Meski demikian, Sri Mulyani tidak menyebutkan jumlah estimasi kenaikan subsidi dan kompensasi yang ditanggung APBN. 

  • Ojol Dapat Subsidi BBM, Bos Pertamina Buka Peluang Integrasikan Aplikasi

    Ojol Dapat Subsidi BBM, Bos Pertamina Buka Peluang Integrasikan Aplikasi

    Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Simon Aloysius Mantiri buka suara soal ojek online (ojol) yang bakal mendapat subsidi BBM dalam skema baru.

    Dia menjelaskan Pertamina bakal mengikuti arahan dari pemerintah terkait penyaluran subsidi BBM untuk ojol. Pasalnya, perusahaan minyak pelat merah itu berperan sebagai pelaksana, sedangkan terkait regulasi berada di tangan pemerintah.

    Simon pun membuka peluang untuk mengintegrasikan aplikasi perusahaan ojol dengan dengan Pertamina. Hal ini pun dilakukan agar penyaluran subsidi untuk ojol lebih terukur.

    “Untuk kelanjutan nantinya penerima misalnya ojol dan kita perlu kombinasikan aplikasi yang ada di sana [perusahaan ojol] dengan Pertamina,” kata Simon konferensi pers di Kementerian BUMN, Senin (9/12/2024).

    Dia pun mengatakan Pertamina siap pengerahan sumber daya manusia (SDM) di perusahaan untuk mengembangkan aplikasi yang dimaksud.

    “Kami akan lakukan dengan sumber daya yang dimiliki Pertamina baik itu Pertamina digital hub dan tim IT untuk terus berkoordinasi dan mencari program aplikasi terbaik,” ucapnya.

    Menurut Simon, aplikasi baru harus dirancang agar penyaluran subsidi tepat sasaran. Dengan begitu, penyaluran subsidi BBM itu tidak bocor.

    “Tentunya apabila ada suatu aplikasi baru, tentunya kita harus mencari cara supaya potensi-potensi penyalahgunaan atau potensi kebocoran dan lainnya bisa diantisipasi dengan baik,” kata Simon.

    Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia kini memberi sinyal bahwa ojek online atau ojol bakal tetap menerima subsidi BBM. Hal ini merespons gejolak di kalangan driver ojol yang menolak rencana pemerintah tak akan memberikan subsidi BBM kepada angkutan tersebut. 

    Bahlil menjelaskan skema penyaluran BBM subsidi baru yang bakal dilakukan secara kombinasi atau blending. Artinya, skema penyaluran BBM subsidi agar tepat sasaran akan berbentuk bantuan langsung tunai (BLT) dan subsidi langsung pada barang. 

    Adapun subsidi barang akan hanya diberikan untuk kendaraan berpelat kuning alias transportasi publik dan UMKM. Di sisi lain, ojol merupakan transportasi publik berpelat hitam.

    Bahlil mengatakan ojol akan masuk ke dalam kategori UMKM. Dengan begitu, mereka berpeluang tetap mendapat subsidi BBM langsung kepada barang. 

    “Terkait UMKM, semua UMKM kemungkinan besar akan disubsidikan secara bahan. Jadi kalau minyak, maka gak akan mengalihkan ke BLT. Nah ojol akan masuk dalam kategori UMKM,” ucap Bahlil usai menghadiri acara Indonesia Mining Summit di Jakarta, Rabu (4/12/2024).

    Dia mengatakan pihaknya bakal tetap memilih ojol mana yang tergolong dalam UMKM. Pasalnya, terdapat ojol yang memiliki bos atau dia hanya menyewa kendaraan dari seorang pengusaha. Sementara, pelaku usaha sejatinya tak boleh mengkonsumsi BBM subsidi.  

    “Nah bagi ojol sekarang terjadi dinamika kita lagi exercise gimana membedakan mana pelat hitam yang usaha ojol dan mana yang bukan,” kata Bahlil. 

  • Ojol Bisa Dapat BBM Subsidi? Ini Kata Bahlil & Menteri UMKM Maman

    Ojol Bisa Dapat BBM Subsidi? Ini Kata Bahlil & Menteri UMKM Maman

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah berencana untuk menerapkan skema blending atau pencampuran untuk penyaluran subsidi energi, baik subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan listrik.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan, skema blending ini yaitu dengan tetap memberikan sebagian subsidi pada komoditas atau BBM, dan juga ada pemberian subsidi berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) ke masyarakat yang berhak.

    Namun demikian, untuk pemberian subsidi kepada barang atau BBM, akan ada kriteria tertentu yang masih mengizinkan masyarakat untuk mengisi BBM bersubsidi. Artinya, akan ada golongan masyarakat yang selama ini menikmati BBM subsidi, namun ke depannya takkan bisa lagi menikmatinya. Hal ini guna membuat penyaluran BBM subsidi menjadi lebih tepat sasaran.

    Lantas, bagaimana dengan pengemudi ojek online (ojol)?

    Bahlil mengakui, pihaknya masih mengkaji skema yang tepat untuk pengemudi ojol. Dia menjelaskan, penerima subsidi BBM hanya untuk kendaraan berpelat kuning atau tergolong transportasi publik. Sedangkan ojol itu sendiri memiliki pelat hitam.

    Tapi dia pun sepakat bahwa pengemudi ojol itu sendiri termasuk dalam kategori Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Golongan UMKM itu menurutnya termasuk berhak menerima BBM subsidi.

    “Ojol itu akan masuk dalam kategori UMKM, cuman memang selama ini kan pelat motornya kan adalah hitam, jadi nanti subsidi akan kita kasih dalam exercise yang kami salah satu di antaranya adalah pelat kuning itu tetap akan mendapatkan subsidi,” jelasnya saat ditemui di sela acara Indonesia Mining Summit 2024, di Hotel Mulia, dikutip Senin (9/12/2024).

    Bahlil menyadari, saat ini terjadi dinamika terkait penerima BBM subsidi termasuk ojol. Dengan begitu, pihaknya sedang mengkaji dan membedakan mana pihak yang berhak menerima BBM bersubsidi.

    Sementara itu, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman memastikan ojol roda dua akan tetap mendapatkan BBM bersubsidi.

    Namun, terkait taksi online roda empat, Maman menegaskan hal itu bukan menjadi fokus kementeriannya, melainkan kewenangan dari Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian ESDM.

    “Jadi kita fokusnya kepada ojek online. Tapi kalau berdasarkan aturan kan untuk roda 4 yang berhak mendapatkan adalah pelat kuning. Namun, saya pikir itu ranahnya Kementerian Perhubungan dan ranahnya Kementerian ESDM. Jadi kalau kami sih fokus kepada teman-teman yang ojek online, yang roda 2,” kata Maman saat Konferensi Pers di Kantor Kementerian Koperasi (Kemenkop) Jakarta, dikutip Senin (9/12/2024).

    Menurutnya, prioritas utama pemerintah saat ini adalah memastikan pengemudi ojol roda dua tetap mendapatkan subsidi BBM karena perannya yang signifikan dalam menjaga kelancaran rantai pasok dan distribusi barang, yang bergantung pada jasa transportasi ini.

    “Hampir seluruh masyarakat Indonesia menggunakan jasa ojek online. Jangan sampai terganggu, karena pasti nanti akan terganggu rantai pasok, rantai suplai, distribusi barang-barang yang memang digunakan oleh para pengusaha-pengusaha sektor mikro,” tukas dia.

    Ia juga menekankan, ojek online roda dua memenuhi kriteria sebagai pelaku usaha mikro yang menjadi perhatian utama Kementerian UMKM.

    Sementara untuk nasib taksi online roda empat yang mayoritas berpelat hitam, masih menunggu kejelasan dari kementerian terkait. Aturan mengenai subsidi BBM untuk kendaraan roda empat yang berfungsi sebagai angkutan umum akan menjadi ranah Kementerian Perhubungan dan ESDM.

    (wia)

  • Bahlil Atur Strategi Agar Subsidi BBM Tepat Sasaran

    Bahlil Atur Strategi Agar Subsidi BBM Tepat Sasaran

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah masih terus menggodok skema baru penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM) menjadi kombinasi yakni bantuan langsung tunai (BLT) dan subsidi langsung pada barang. Tujuannya adalah subsidi diterima oleh orang yang tepat.

    Perubahan ini harus dilakukan karena skema penyaluran yang sebelumnya dinilai tidak tepat sasaran yakni banyak dinikmati oleh orang kaya.

    Oleh karenanya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memastikan bahwa kucuran dana anggaran subsidi BBM di era Pemerintahan Prabowo Subianto akan tepat sasaran yakni untuk rakyat kecil. Salah satunya adalah para pengemudi ojek online (ojol).

    Adapun subsidi barang hanya akan diberikan untuk kendaraan berpelat kuning alias transportasi publik dan UMKM. Di sisi lain, ojol merupakan transportasi publik berpelat hitam.

    Kendati, Bahlil mengatakan ojol akan masuk ke dalam kategori UMKM. Dengan begitu, mereka berpotensi tetap mendapat subsidi BBM langsung kepada barang.

    “Terkait UMKM, semua UMKM kemungkinan besar akan disubsidikan secara bahan. Jadi kalau minyak, maka gak akan mengalihkan ke BLT. Nah ojol akan masuk dalam kategori UMKM,” ucap Bahlil usai menghadiri acara Indonesia Mining Summit di Jakarta, Rabu (4/12/2024).

    Kendati, Bhalil mengatakan pihaknya bakal tetap memilih ojol mana yang tergolong dalam UMKM. Pasalnya, terdapat ojol yang memiliki bos atau dia hanya menyewa kendaraan dari seorang pengusaha.

    Sementara, pelaku usaha sejatinya tak boleh mengkonsumsi BBM subsidi. 

    “Nah bagi ojol sekarang terjadi dinamika kita lagi exercise gimana membedakan mana pelat hitam yang usaha ojol dan mana yang bukan,” kata Bahlil.

    Senada, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman menegaskan bahwa ojek online atau ojol berhak menerima subsidi BBM.

    Maman menyampaikan, dalam hasil rapat terakhir Satgas Pembahasan BBM Subsidi yang diketuai oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, masyarakat yang bergerak di sektor UMKM tidak terkena dampak realokasi BBM bersubsidi.

    Mengingat ojol masuk dalam kategori usaha mikro, Maman menegaskan bahwa pengemudi ojol tetap berhak mendapat alokasi BBM bersubsidi.

    “Saya tegaskan sekali lagi, mereka tetap berhak mendapatkan alokasi BBM bersubsidi di dalam aktivitas keseharian mereka,” kata Maman dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Koperasi, Jumat (6/12/2024).

    Sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, Maman menyebut bahwa pemerintah harus memerhatikan sektor ekonomi masyarakat paling bawah. Artinya, kebijakan yang diambil pemerintah harus sejalan dengan arahan Kepala Negara.

    Untuk itu, Maman menyebut bahwa pihaknya berkewajiban untuk mengamankan sektor transportasi umum mengingat saat ini ojek online sudah menjadi kebutuhan masyarakat.

    “Jangan sampai terganggu karena pasti nanti akan terganggu rantai masuk, rantai supply, distribusi barang-barang yang memang digunakan oleh para pengusaha-pengusaha sektor mikro,” tegasnya.

    Alasan Skema Kombinasi Dipilih

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan skema penyaluran BBM subsidi akan dilakukan secara kombinasi atau blending.

    Artinya, skema penyaluran BBM subsidi agar tepat sasaran akan berbentuk bantuan langsung tunai (BLT) dan subsidi langsung pada barang. Bahlil mengatakan pilihan subsidi ini sudah disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto dan akan diumumkan lebih detil oleh sang kepala negara.

    “Kenapa ini kita lakukan? Agar di samping memang kita menggairahkan daya beli masyarakat, kita juga ingin memastikan bahwa yang menerima ini betul-betul tepat sasaran,” kata Bahlil di kediamannya di Jakarta Selatan, Rabu (27/11/2024).

    Bahlil pun mengaku bakal segera bertemu Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk membicarakan hal ini. Dia ingin mendorong agar BLT untuk BBM subsidi bisa berjalan dulu.

    Dengan begitu, kata Bahlil, masyarakat kurang mampu ekonominya bisa terjaga. Sebab, harga BBM subsidi saat untuk masyarakat mampu kemungkinan naik.

    “Ini bagian dari strategi agar saudara-saudara kita begitu terjadi pergeseran subsidi, ini kan subsidi-nya tidak dicabut. Ini kan cuma bergeser saja. Angkanya, volumenya semua sama. Supaya apa? Ada keadilan,” ucapnya.

    Sementara itu untuk subsidi barang langsung, nantinya akan dikhususkan salah satunya untuk kendaraan berpelat kuning atau kendaraan umum. Dengan kata lain, kendaraan di luar itu tidak diperkenankan menerima BBM subsidi.

    “Salah satu diantaranya adalah yang berhak menerima subsidi adalah kendaraan yang berpelat kuning. Angkot, transportasi umum, supaya apa? Harganya [tarif] transportasinya enggak boleh naik. Harga angkutannya enggak boleh naik,” tutur Bahlil.

  • PPN 12 persen untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan

    PPN 12 persen untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan

    Ketua Komisi XI Misbakhun memberikan pernyataan pers usai pertemuan DPR RI dan Presiden RI membahas penerapan PPN 12 persen di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (5/12/2024). ANTARA/Livia Kristianti

    Banggar DPR: PPN 12 persen untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Minggu, 08 Desember 2024 – 21:59 WIB

    Elshinta.com – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menyatakan, kebijakan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen bertujuan untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    Dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, Said menjelaskan, negara membutuhkan penerimaan yang lebih tinggi untuk mendanai berbagai program yang dibutuhkan masyarakat.

    Untuk itu, Pemerintah dan DPR menyepakati kenaikan PPN menjadi 12 persen yang akan diimplementasikan pada 2025 melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada 2021.

    “Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” ujar Said.

    Meskipun ada penyesuaian tarif PPN, negara tetap memastikan bahwa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat tetap bebas dari PPN, di antaranya beras; gabah; jagung; sagu; kedelai; garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan atau dikemas atau tidak dikemas; dan sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

    “Selain barang-barang tersebut, semuanya dikenakan PPN menjadi 12 persen, termasuk pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), seperti kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas,” kata Said.

    Hal itu bertujuan agar masyarakat dalam kelompok ekonomi lebih tinggi bisa berkontribusi lebih banyak terhadap penerimaan negara, yang nantinya akan digunakan untuk berbagai program sosial guna meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi.

    Namun, Said mengamini kontribusi PPnBM terhadap penerimaan negara tidak terlalu signifikan, dengan rata-rata sebesar 1,3 persen sepanjang 2013-2022. Artinya, bila PPN 12 persen hanya diterapkan pada barang mewah yang termasuk objek PPnBM, kemungkinan kurang mampu mendongkrak target penerimaan pajak 2025.

    Sementara kebijakan tersebut berpotensi berdampak terhadap daya beli masyarakat.

    Maka dari itu, Banggar DPR meminta Pemerintah untuk menjalankan kebijakan mitigasi secara komprehensif.

    Ketua Banggar merekomendasikan delapan kebijakan yang dapat dipertimbangkan Pemerintah.

    Pertama, menambah anggaran perlindungan sosial sambil menambah jumlah penerima dan memastikan penyalurannya tepat sasaran.

    Kedua, subsidi bahan bakar minyak (BBM), listrik, dan LPG untuk rumah tangga miskin harus dipertahankan, termasuk kepada kelompok pengemudi ojek online (ojol).

    Ketiga, memperluas subsidi transportasi kepada moda yang digunakan masyarakat sehari-hari.

    Keempat, subsidi perumahan perlu dipastikan dimanfaatkan oleh kelompok menengah bawah.

    Kelima, mempertebal bantuan dan beasiswa pada perguruan tinggi.

    Keenam, melakukan operasi pasar rutin setidaknya dua bulan sekali untuk memastikan inflasi terkendali.

    Ketujuh, menaikkan porsi belanja pemerintah untuk produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

    Terakhir, memberikan program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat terdampak agar mereka bisa masuk ke sektor yang berdaya saing. Bahkan, lanjut Said, Pemerintah juga bisa menyinkronkan kebijakan ini dengan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR).

    Sumber : Antara

  • Ketua Banggar DPR: Pemberlakuan PPN 12 Persen Dukung Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan – Halaman all

    Ketua Banggar DPR: Pemberlakuan PPN 12 Persen Dukung Pertumbuhan Ekonomi Berkelanjutan – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengungkapkan bahwa realisasi penerimaan pajak Indonesia per 31 Oktober 2024 tercatat sebesar Rp 1.517,53 triliun, hanya mencapai 76,3 persen dari target penerimaan pajak 2024. 

    Dengan sisa waktu yang terbatas di akhir tahun ini, tampaknya target penerimaan pajak akan sulit tercapai sepenuhnya. 

    Hal ini memperlihatkan tantangan besar dalam menjaga keseimbangan anggaran negara, terutama dalam mendanai berbagai program yang dibutuhkan oleh masyarakat.

    Di sisi lain, negara membutuhkan penerimaan pajak untuk membiayai berbagai program yang manfaatnya dikembalikan ke rakyat. 

    Maka, kata Said, kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12?alah amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan merupakan keputusan bersama antara seluruh fraksi di DPR dan Pemerintah. 

    “Kebijakan ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil, efisien, dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan,” kata Said Abdullah, Minggu (8/12/2024).

    Said menambahkan, meskipun ada penyesuaian tarif PPN, negara tetap memastikan bahwa barang-barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat tetap bebas dari PPN.

    Antara lain: beras; gabah; jagung; sagu; kedelai; garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan, tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, danf atau dikemas atau tidak dikemas; dan sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah.

    Selain barang barang diatas, lanjut Said, semuanya dikenakan PPN menjadi 12%, termasuk Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPNBM), seperti kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas.

    “Hal ini bertujuan agar mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara, yang nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk berbagai program sosial yang meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi,” terangnya.

    Namun, Jika dalam kenaikan PPN hanya PPNBM saja yang dinaikkan, maka tidak akan mampu mendongkrak target penerimaan pajak tahun 2025 sesuai UU APBN 2025. sebab PPNBM rata – rata saja sejak 2013 – 2022 dari pos penerimaan tidak sampai 2%, hanya 1,3% (PPnBM dalam negeri + PPnBM Impor).

    “Perlu kami tekankan penerimaan pajak ini akan dikembalikan kepada masyarakat melalui berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat, dan memperkecil kesenjangan sosial-ekonomi. Ini adalah wujud nyata negara berperan dalam distribusi kekayaan, memastikan pajak yang dipungut lebih besar dari mereka yang memiliki kapasitas lebih tinggi,” kata dia.

    Kader PDI Perjuangan (PDIP) ini mengatakan, bahwa rencana penerimaan pajak tahun 2025, dengan skenario PPN menjadi 12% salah satunya untuk membiayai program – program prioritas diantaranya: Makan Bergizi gratis yang membutuhkan dana sekitar Rp 71 triliun, Pemeriksaan Kesehatan Gratis Rp 3,2 triliun, Pembangunan Rumah Sakit Lengkap Berkualitas di daerah Rp. 1,8 triliun Renovasi Sekolah Rp 20 triliun, dan Lumbung Pangan Nasional, Daerah dan Desa Rp 15 triliun, selain itu melanjukan program penghapusan kemiskinan ekstrem, dan penurunan prevalensi stunting.

    Banggar DPR memahami bahwa sejak 2018 hingga 2023, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia menurun sebesar 9 juta jiwa, dari 61 juta menjadi 52 juta jiwa. 

    Hal ini berdampak pada penurunan proporsi tabungan terhadap total pengeluaran, yang menunjukkan pelemahan daya beli di kalangan masyarakat terutama di menengah bawah.

    “Kami juga memahami kebijakan kenaikan PPN 12% akan mempengaruhi daya beli, terutama bagi kelas menengah dan masyarakat miskin. Untuk itu, Banggar DPR meminta pemerintah perlu menjalankan kebijakan mitigasi secara komprehensif,” ujar Said.

    “Hal ini untuk memastikan bahwa dampak dari kebijakan ini tidak terlalu membebani golongan masyarakat yang sudah mengalami penurunan daya beli,” sambung dia.

    Berikut adalah beberapa rekomendasi kebijakan yang perlu dipertimbangkan untuk membantu masyarakat, terutama kelas menengah dan miskin, mengatasi dampak dari kenaikan PPN:

    1. Perlu penambahan anggaran untuk perlindungan sosial ke rakyat; jumlah penerima manfaat perlinsos di pertebal bukan hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin/rentan miskin. Serta memastikan program tersebut disampaikan tepat waktu dan tepat sasaran.

    2. Subsidi bbm, gas lpg listrik untuk rumah tangga miskin dipertahankan, termasuk driver ojek online hendaknya tetap mendapatkan jatah pengisian bbm bersubsidi, bahkan bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah.

    3. Subsidi transportasi umum diperluas yang menjadi moda transportasi massal secara hari hari.

    4. Subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah.

    5. Bantuan untuk pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi dipertebal yang menjangkau lebih banyak menengah bawah.

    6. Melakukan operasi pasar secara rutin paling sedikit 2 bulan sekali dalam rangka memastikan agar inflasi terkendali dan harga komoditas pangan tetap terjangkau.

    7. Memastikan penggunaan barang dan jasa UMKM di lingkungan Pemerintah. Menaikkan belanja barang dan jasa pemerintah yang sebelumnya paling sedikit 40% menjadi 50% untuk menggunakan produk Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi dari hasil produksi dalam negeri.

    8. Memberikan program pelatihan dan pemberdayaan ekonomi untuk masyarakat kelas menengah. meluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak, guna membantu mereka beralih ke sektor-sektor yang lebih berkembang dan berdaya saing. Juga bisa disinkronisasi dengan penyaluran KUR.

  • Subsidi BBM Tak Tepat Sasaran, Satgas Usul Dialihkan untuk Subsidi Rumah

    Subsidi BBM Tak Tepat Sasaran, Satgas Usul Dialihkan untuk Subsidi Rumah

    Bisnis.com, JAKARTA – Satuan Tugas (Satgas) Perumahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto menilai anggaran subsidi energi LPG 3 kilogram (Kg) dan subsidi BBM Pertalite tak tepat sasaran lantaran sebagian besar dinikmati oleh masyarakat menengah atas.

    Untuk itu, Satgas Perumahan diketuai oleh Hashim S. Djojohadikusumo yang merupakan adik dari Presiden Prabowo Subianto mengusulkan agar alokasinya dialihkan untuk anggaran subsidi sektor properti.

    “Anggaran subsidi ini [subsidi energi dan BBM] lebih baik dialokasikan kepada program-program yang lebih mendesak, seperti subsidi perumahan,” jelas Tim Satgas Perumahan dalam Buku Putih, dikutip Minggu (8/12/2024).

    Lebih lanjut, nantinya peralihan subsidi tersebut bakal digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan MBR hingga mengentaskan angka ketimpangan pemilikan rumah atau backlog. 

    Adapun, dalam buku terkait penguatan sektor perumahan itu dituliskan bahwa hingga akhir 2024 ini sebanyak 9,9 juta keluarga masih belum memiliki hunian. Ditambah lagi, ada sebanyak 26,9 juta rumah tangga masih tinggal di rumah yang tak layak huni.

    Bila diperinci, backlog kepemilikan rumah paling tinggi terjadi di Pulau Jawa. Kemudian Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.

    Sebelumnya, hal senada juga sempat disampaikan oleh Anggota Satgas Perumahan sekaligus Ketua Umum DPP Realestate Indonesia (REI), Joko Suranto. Nantinya, alih fungsi anggaran subsidi BBM dan energi itu akan digunakan untuk subsidi angsuran perumahan bagi masyarakat.

    “Jadi subsidi LPG, bensin, dan gas itu kan saat ini kalau dihitung kurang tepat sasaran. Nah ini mau ditransformasikan menjadi kepada rakyat langsung untuk pembayar angsuran [rumah] pada saatnya,” jelasnya.

    Joko memberikan gambaran, saat ini subsidi energi hingga bahan bakar yang dikucurkan pemerintah sendiri per tahun mencapai Rpp250 triliun. Untuk itu, apabila alokasi tersebut benar terjadi maka efisiensi anggaran subsidi dinilai dapat lebih ditingkatkan.

    “Yang saya dengar seprti itu tapi kita tunggu. Karena begini, untuk subsidi itu per tahun Rp250 triliun ada LPG, Solar dan bensin [Pertalite] dan bayangkan kalau yang nerima orang yang punya mobil itu kan rata-rata kalau 1 mobil itu sekitar Rp600.000 hingga Rp800.000, nah yang dapat subsidi berarti kan orang yang mampu dong? nah itu yang akan ditransformasikan,” pungkasnya.

  • Antisipasi Dampak PPN 12 Persen, Banggar DPR Ingatkan Pentingnya Kebijakan Mitigasi Komprehensif

    Antisipasi Dampak PPN 12 Persen, Banggar DPR Ingatkan Pentingnya Kebijakan Mitigasi Komprehensif

    Jakarta, Beritasatu.com – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Said Abdullah meminta pemerintah menerapkan kebijakan mitigasi secara komprehensif guna mengantisipasi dampak penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12 persen secara selektif.

    Said menegaskan, pemberlakuan tarif baru pada Januari 2025 tidak boleh memberatkan masyarakat, terutama golongan menengah ke bawah.

    “Kami meminta pemerintah untuk menjalankan kebijakan mitigasi secara komprehensif. Hal ini untuk memastikan dampaknya tidak terlalu membebani masyarakat yang daya belinya sudah menurun,” kata Said Abdullah, Minggu (8/12/2024).

    Said mengusulkan sejumlah langkah mitigasi untuk membantu masyarakat menghadapi dampak kenaikan PPN. Pertama, perlu penambahan anggaran perlindungan sosial. Said menekankan pentingnya memperluas penerima manfaat perlindungan sosial, tidak hanya untuk rumah tangga miskin, tetapi juga kelompok rentan miskin. Program ini harus tepat waktu dan sasaran.

    Kedua, subsidi energi. Pemerintah diharapkan mempertahankan subsidi BBM, gas LPG, dan listrik untuk rumah tangga, serta memastikan driver ojek online tetap mendapatkan akses BBM bersubsidi.

    Ketiga, subsidi transportasi dan perumahan. Subsidi transportasi umum perlu diperluas untuk mendukung moda transportasi massal harian, sementara subsidi perumahan harus difokuskan pada kelas menengah bawah.

  • VIDEO Budiman Sudjatmiko Pastikan Data Tunggal Kemiskinan Tersedia Januari 2025 – Halaman all

    VIDEO Budiman Sudjatmiko Pastikan Data Tunggal Kemiskinan Tersedia Januari 2025 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan Budiman Sudjatmiko memimpin rapat koordinasi penyelarasan data terpadu pensasaran program kemiskinan di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (6/12/2024).

    Budiman Sudjatmiko mengatakan Satu Data Tunggal yang saat ini sedang diselaraskan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sehingga tahun 2025 mendatang sudah bisa digunakan.

    Rapat koordinasi ini bertujuan menyelaraskan data untuk data tunggal terpadu sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto.

    Data yang diselaraskan ini nantinya akan dikumpulkan dan diolah oleh Badan Pusat Statistik (BPS). 

    Data tunggal ini nantinya akan digunakan oleh berbagai kementerian/lembaga untuk menjalankan program – program kerja mereka, termasuk perihal pengentasan kemiskinan dari pusat, provinsi hingga kabupaten kota, serta pemberian bantuan sosial, maupun subsidi BBM bagi masyarakat.

    Pemerintah bakal mengintegrasikan seluruh data masyarakat pada data tunggal terpadu.

    Data terpadu tersebut bakal digunakan sebagai acuan pemberian bantuan sosial (bansos) dari Pemerintah.

    Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan, Budiman Sudjatmiko, mengungkapkan Data Terpadu tersebut pada akhir tahun 2024.

    “Targetnya dua minggu ini. Artinya sebelum ayam berkokok di tanggal 1 Januari 2025,” ujar Budiman di Kantor Kemenko PMK, Jumat (6/12/2024).

    Hal tersebut diungkapkan oleh Budiman usai memimpin Rapat Koordinasi Penyelarasan Data Terpadu di Kantor Kemenko PMK.

    Data tersebut, kata Budiman, berasal dari data-data yang dihimpun dari berbagai Kementerian dan lembaga.

    Langkah integrasi data ini dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih data bantuan kepada masyarakat.

    “Semuanya, semuanya data. Sehingga tidak ada lagi tumpang tindih. Tidak ada lagi mismatch. Ketidakcocokan. Tidak ada lagi satu program tertentu,” tuturnya.

    Sejauh ini, Budiman mengungkapkan ada 154 program pengentasan kemiskinan yang tersebar di 27 Kementerian dan lembaga.

    “Nah, ini harus didata semua ini. Kira-kira gitu Jangan sampai ada yang satu orang menerima banyak hal. Ada juga kasus-kasus yang seperti itu kan. Kita harus meminimalisir seperti itu,” jelasnya.

    Rapat ini dihadiri oleh perwakilan BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, BPS, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Tenaga Kerja.

     

     

  • Said Abdullah: Pemerintah Perlu Siapkan Mitigasi Komprehensif Dampak Kenaikan PPN 12 Persen

    Said Abdullah: Pemerintah Perlu Siapkan Mitigasi Komprehensif Dampak Kenaikan PPN 12 Persen

    Said Abdullah: Pemerintah Perlu Siapkan Mitigasi Komprehensif Dampak Kenaikan PPN 12 Persen
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Said Abdullah meminta pemerintah menyiapkan kebijakan
    mitigasi
    yang komprehensif terkait rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen.
    Permintaan itu disampaikan menyusul data realisasi
    penerimaan pajak
    per 31 Oktober 2024 yang baru mencapai Rp 1.517,53 triliun atau 76,3 persen dari target 2024. Kondisi ini menunjukkan adanya tantangan besar dalam menjaga keseimbangan anggaran negara, terutama untuk mendanai berbagai program yang dibutuhkan masyarakat.
    “Kami memahami kebijakan
    kenaikan PPN
    12 persen akan mempengaruhi daya beli, terutama bagi kelas menengah dan masyarakat miskin. Untuk itu, pemerintah perlu menjalankan kebijakan mitigasi secara komprehensif,” kata Said dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (8/12/2024).
    Said menjelaskan, kenaikan PPN menjadi 12 persen merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan merupakan keputusan bersama antara seluruh fraksi di DPR dan pemerintah.
    “Kebijakan tersebut bertujuan agar mereka yang memiliki kemampuan ekonomi lebih tinggi dapat berkontribusi lebih besar terhadap penerimaan negara, yang nantinya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk berbagai program sosial,” ujarnya.
    Meski ada penyesuaian
    tarif PPN
    , sejumlah barang kebutuhan pokok tetap dibebaskan dari PPN. Barang-barang tersebut meliputi beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, dan garam beryodium ataupun tidak beryodium.
    Selain itu, pembebasan PPN juga berlaku untuk daging segar yang telah melalui penyembelihan dan pengolahan dasar, telur yang tidak diolah termasuk yang dibersihkan dan diasinkan, susu perah yang didinginkan atau dipanaskan tanpa tambahan gula, buah-buahan segar yang telah melalui pencucian dan pengemasan, serta sayuran segar termasuk yang dicacah.
    Di sisi lain, barang mewah akan dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (
    PPnBM
    ) ditambah PPN 12 persen, termasuk kendaraan, rumah, dan barang konsumsi kelas atas.
    “Jika hanya PPnBM saja yang dinaikkan, tidak akan mampu mendongkrak target penerimaan pajak tahun 2025 sesuai UU APBN 2025. Sebab, PPnBM rata-rata sejak 2013-2022 dari pos penerimaan tidak sampai 2 persen, hanya 1,3 persen (PPnBM dalam negeri + PPnBM impor),” jelasnya.
    Said merinci, penerimaan pajak akan dialokasikan untuk program prioritas 2025, seperti Makan Bergizi gratis (Rp 71 triliun), Pemeriksaan Kesehatan Gratis (Rp 3,2 triliun), Pembangunan Rumah Sakit Lengkap Berkualitas di daerah (Rp 1,8 triliun), Renovasi Sekolah (Rp 20 triliun), serta Lumbung Pangan Nasional, Daerah dan Desa (Rp 15 triliun).
    “Semua dikembalikan kepada masyarakat melalui berbagai program yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dan memperkecil kesenjangan sosial ekonomi. Ini adalah wujud nyata negara berperan dalam distribusi kekayaan, memastikan pajak yang dipungut lebih besar dari mereka yang memiliki kapasitas lebih tinggi,” tambahnya.
    Banggar DPR
    mencatat, sejak 2018 hingga 2023, jumlah penduduk kelas menengah Indonesia menurun sebesar 9 juta jiwa, dari 61 juta menjadi 52 juta jiwa. Hal ini berdampak pada penurunan proporsi tabungan terhadap total pengeluaran.
    Untuk mengantisipasi dampak kenaikan PPN, Said mengusulkan delapan kebijakan mitigasi.
    Pertama
    , penambahan anggaran perlindungan sosial dengan memperluas jumlah penerima manfaat secara tepat waktu dan tepat sasaran, tidak hanya untuk rumah tangga miskin tetapi juga hampir miskin atau rentan miskin.
    Kedua
    , mempertahankan subsidi bahan bakar minyak (BBM), gas LPG, dan listrik untuk rumah tangga miskin, termasuk pengemudi ojek
    online
    , bahkan bila perlu menjangkau kelompok menengah bawah.
    Ketiga
    , memperluas subsidi transportasi umum untuk moda transportasi massal sehari-hari.
    Keempat
    , memberikan subsidi perumahan untuk kelas menengah bawah.
    Kelima
    , memperkuat bantuan pendidikan dan beasiswa perguruan tinggi yang menjangkau lebih banyak kalangan menengah bawah.
    Keenam
    , melakukan operasi pasar rutin minimal dua bulan sekali untuk mengendalikan inflasi.
    Ketujuh
    , meningkatkan penggunaan produk usaha mikro kecil dan menengah (
    UMKM
    ) dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dari minimal 40 persen menjadi 50 persen untuk produk usaha mikro, kecil dan koperasi dari hasil produksi dalam negeri.
    “Kebijakan kedelapan adalah meluncurkan program pelatihan keterampilan dan pemberdayaan ekonomi untuk kelas menengah yang terdampak. Program ini juga bisa disinkronisasi dengan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR),” tutur Said.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.