Topik: Subsidi listrik

  • Catat! Aturan Terbaru Tarif Listrik PLN Terbaru per November 2025

    Catat! Aturan Terbaru Tarif Listrik PLN Terbaru per November 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk tidak mengubah tarif listrik bagi pelanggan PT PLN (Persero) untuk Triwulan IV (Oktober-Desember) 2025.

    Plt. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Tri Winarno, menjelaskan bahwa penetapan Tarif Tenaga Listrik (Tariff Adjustment) yang disediakan PT PLN (Persero) diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2024. Dalam beleid tersebut, penyesuaian tarif listrik dilakukan setiap 3 (tiga) bulan dengan mengacu pada realisasi parameter ekonomi makro, yaitu kurs, Indonesian Crude Price (ICP), inflasi, serta Harga Batubara Acuan (HBA).

    “Dengan menggunakan realisasi ekonomi makro untuk Tariff Adjustment Triwulan IV Tahun 2025 dimana secara akumulasi pengaruh perubahan ekonomi makro tersebut seharusnya menyebabkan kenaikan tarif listrik. Namun untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah memutuskan tarif listrik tetap atau tidak naik,” ujar Tri beberapa waktu yang lalu.

    Selain pelanggan nonsubsidi, tarif listrik bagi pelanggan bersubsidi juga tidak mengalami perubahan. Pemerintah tetap memberikan subsidi listrik kepada pelanggan sosial, rumah tangga miskin, industri kecil, serta pelanggan dengan pemanfaatan listrik untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    “Pemerintah berkomitmen menghadirkan listrik yang andal, terjangkau, dan berkeadilan. Dengan mempertahankan tarif listrik hingga akhir tahun ini, kami ingin memberikan kepastian dan menjaga stabilitas bagi masyarakat serta dunia usaha,” ungkap Tri.

    Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa keterjangkauan tarif listrik sepanjang tahun 2025 merupakan salah satu wujud nyata dari Pemerintah melalui PLN dalam menjaga daya beli masyarakat Indonesia. Ia juga menegaskan komitmen perseroan untuk terus memberikan pelayanan listrik yang andal kepada seluruh pelanggan.

    “Keterjangkauan tarif listrik sepanjang tahun 2025 merupakan bagian dari upaya Pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat sekaligus mendorong perekonomian nasional. PLN siap mendukung penuh dengan terus menjaga keandalan pasokan listrik serta meningkatkan mutu pelayanan bagi seluruh pelanggan,” ujar Darmawan.

    Darmawan menambahkan, selain terus menjaga keandalan pasokan listrik, PLN juga terus melakukan langkah-langkah efisiensi biaya operasional dan meningkatkan akses kelistrikan bagi masyarakat.

    Berikut daftar tarif listrik untuk 13 pelanggan non subsidi selama Triwulan IV-2025 atau Oktober-Desember 2025:

    1. Golongan R-1/TR daya 900 VA, Rp 1.352 per kWh.

    2. Golongan R-1/ TR daya 1.300 VA, Rp 1.444,70 per kWh.

    3. Golongan R-1/ TR daya 2.200 VA, Rp 1.444,70 per kWh.

    4. Golongan R-2/ TR daya 3.500-5.500 VA, Rp 1.699,53 per kWh.

    5. Golongan R-3/ TR daya 6.600 VA ke atas, Rp 1.699,53 per kWh.

    6. Golongan B-2/ TR daya 6.600 VA-200 kVA, Rp 1.444,70 per kWh.

    7. Golongan B-3/ Tegangan Menengah (TM) daya di atas 200 kVA, Rp 1.114,74 per kWh.

    8. Golongan I-3/ TM daya di atas 200 kVA, Rp 1.114,74 per kWh.

    9. Golongan I-4/ Tegangan Tinggi (TT) daya 30.000 kVA ke atas, Rp 996,74 per kWh.

    10. Golongan P-1/ TR daya 6.600 VA-200 kVA, Rp 1.699,53 per kWh.

    11. Golongan P-2/ TM daya di atas 200 kVA, Rp 1.522,88 per kWh.

    12. Golongan P-3/ TR untuk penerangan jalan umum, Rp 1.699,53 per kWh.

    13. Golongan L/ TR, TM, TT, Rp 1.644,52 per kWh.

    (fsd/fsd)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Usai Dilantik, PM Baru Jepang Langsung Siapkan Subsidi Listrik buat Warga

    Usai Dilantik, PM Baru Jepang Langsung Siapkan Subsidi Listrik buat Warga

    Jakarta

    Jepang baru mengukir sejarah baru! Selasa (21/10/2025) kemarin, Negeri Matahari Terbit tersebut resmi memilih Sanae Takaichi sebagai perdana menteri perempuan pertama dalam sejarah pemerintahan.

    Setelah resmi terpilih sebagai perdana menteri, Sanae Takaichi langsung menyusun paket kebijakan ekonomi baru untuk meringankan beban inflasi rumah tangga dan perusahaan. Meski belum merinci paket ekonomi yang dimaksud, Takaichi memastikan pemerintah akan menyusun anggaran tambahan untuk mendukung implementasi kebijakan tersebut.

    Dilansir dari Bloomberg, Selasa (22/10/2025), paket tersebut diperkirakan mencakup subsidi tarif listrik dan gas selama musim dingin, serta bantuan ke pemerintah daerah untuk menekan harga di wilayah masing-masing. Pemerintah juga akan mendorong usaha kecil dan menengah (UKM) agar bisa menaikkan upah dan meningkatkan investasi modal.

    Sementara, bantuan tunai langsung tidak termasuk dalam rencana kebijakan baru ini. Opsi tersebut sempat diusulkan dalam kampanye pemilu nasional Juli lalu, tetapi gagal mendapatkan dukungan dari publik.

    Takaichi fokus pada masalah kenaikan biaya hidup sebagai prioritas utama kebijakan ekonominya, sejalan dengan meningkatnya kekhawatiran publik terhadap inflasi. Ia diperkirakan akan memilih langkah-langkah terarah dibandingkan program stimulus besar-besaran seperti periode sebelumnya.

    Jika melihat catatan kerjanya, Takaichi dikenal mendukung kebijakan moneter dan fiskal agresif, namun dalam beberapa bulan terakhir ia menyatakan akan menempuh kebijakan ekspansif yang tetap bertanggung jawab. Meskipun begitu, Ia juga menghadapi tantangan untuk menyeimbangkan dukungan terhadap ekonomi dengan pengendalian utang publik Jepang, yang telah menyebabkan kenaikan imbal hasil obligasi jangka panjang.

    Berdasarkan data Bank of Japan (BoJ), inflasi konsumen Jepang telah bertahan di level 2% atau lebih selama lebih dari 3 tahun berturut-turut. Di sisi lain, BoJ juga terus menaikkan suku bunga secara bertahap, yang berdampak pada meningkatnya biaya pinjaman pemerintah.

    Dalam konferensi pers, Takaichi menyampaikan harapannya agar kenaikan harga ke depan didorong oleh peningkatan permintaan dan upah, bukan kenaikan biaya produksi.

    Selain fokus pada inflasi, ada dua hal lain dari paket kebijakan ini, yaitu penguatan keamanan ekonomi dan pertahanan nasional. Dalam hal ini, pemerintah akan berinvestasi di sektor-sektor strategis seperti kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI), semikonduktor, serta rantai pasok barang yang penting.

    Paket ini juga diharapkan mencakup langkah-langkah untuk menanggapi kebijakan tarif Amerika Serikat. Sebagai bagian dari kesepakatan investasi bersama Washington, Jepang juga berkomitmen untuk menanamkan investasi senilai US$ 550 miliar di sektor-sektor utama Amerika Serikat sebagai imbalan atas pengurangan tarif perdagangan.

    Lihat juga Video: PM Jepang Shigeru Ishiba Mundur dari Jabatan

    (fdl/fdl)

  • Tarif Listrik Terbaru PLN per kWh, Berlaku Oktober-Desember 2025

    Tarif Listrik Terbaru PLN per kWh, Berlaku Oktober-Desember 2025

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memutuskan untuk tidak mengubah tarif listrik bagi pelanggan PT PLN (Persero) untuk Triwulan IV (Oktober-Desember) 2025.

    Plt. Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Tri Winarno, menjelaskan bahwa penetapan Tarif Tenaga Listrik (Tariff Adjustment) yang disediakan PT PLN (Persero) diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2024. Dalam beleid tersebut, penyesuaian tarif listrik dilakukan setiap 3 (tiga) bulan dengan mengacu pada realisasi parameter ekonomi makro, yaitu kurs, Indonesian Crude Price (ICP), inflasi, serta Harga Batubara Acuan (HBA).

    “Dengan menggunakan realisasi ekonomi makro untuk Tariff Adjustment Triwulan IV Tahun 2025 dimana secara akumulasi pengaruh perubahan ekonomi makro tersebut seharusnya menyebabkan kenaikan tarif listrik. Namun untuk menjaga daya beli masyarakat, pemerintah memutuskan tarif listrik tetap atau tidak naik,” ujar Tri beberapa waktu yang lalu.

    Selain pelanggan nonsubsidi, tarif listrik bagi pelanggan bersubsidi juga tidak mengalami perubahan. Pemerintah tetap memberikan subsidi listrik kepada pelanggan sosial, rumah tangga miskin, industri kecil, serta pelanggan dengan pemanfaatan listrik untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    “Pemerintah berkomitmen menghadirkan listrik yang andal, terjangkau, dan berkeadilan. Dengan mempertahankan tarif listrik hingga akhir tahun ini, kami ingin memberikan kepastian dan menjaga stabilitas bagi masyarakat serta dunia usaha,” ungkap Tri.

    Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menjelaskan bahwa keterjangkauan tarif listrik sepanjang tahun 2025 merupakan salah satu wujud nyata dari Pemerintah melalui PLN dalam menjaga daya beli masyarakat Indonesia. Ia juga menegaskan komitmen perseroan untuk terus memberikan pelayanan listrik yang andal kepada seluruh pelanggan.

    “Keterjangkauan tarif listrik sepanjang tahun 2025 merupakan bagian dari upaya Pemerintah dalam menjaga daya beli masyarakat sekaligus mendorong perekonomian nasional. PLN siap mendukung penuh dengan terus menjaga keandalan pasokan listrik serta meningkatkan mutu pelayanan bagi seluruh pelanggan,” ujar Darmawan.

    Darmawan menambahkan, selain terus menjaga keandalan pasokan listrik, PLN juga terus melakukan langkah-langkah efisiensi biaya operasional dan meningkatkan akses kelistrikan bagi masyarakat.

    Berikut daftar tarif listrik untuk 13 pelanggan non subsidi selama Triwulan IV-2025 atau Oktober-Desember 2025:

    1. Golongan R-1/TR daya 900 VA, Rp 1.352 per kWh.

    2. Golongan R-1/ TR daya 1.300 VA, Rp 1.444,70 per kWh.

    3. Golongan R-1/ TR daya 2.200 VA, Rp 1.444,70 per kWh.

    4. Golongan R-2/ TR daya 3.500-5.500 VA, Rp 1.699,53 per kWh.

    5. Golongan R-3/ TR daya 6.600 VA ke atas, Rp 1.699,53 per kWh.

    6. Golongan B-2/ TR daya 6.600 VA-200 kVA, Rp 1.444,70 per kWh.

    7. Golongan B-3/ Tegangan Menengah (TM) daya di atas 200 kVA, Rp 1.114,74 per kWh.

    8. Golongan I-3/ TM daya di atas 200 kVA, Rp 1.114,74 per kWh.

    9. Golongan I-4/ Tegangan Tinggi (TT) daya 30.000 kVA ke atas, Rp 996,74 per kWh.

    10. Golongan P-1/ TR daya 6.600 VA-200 kVA, Rp 1.699,53 per kWh.

    11. Golongan P-2/ TM daya di atas 200 kVA, Rp 1.522,88 per kWh.

    12. Golongan P-3/ TR untuk penerangan jalan umum, Rp 1.699,53 per kWh.

    13. Golongan L/ TR, TM, TT, Rp 1.644,52 per kWh.

    (pgr/pgr)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Sederet Catatan Ekonomi & Fiskal Jelang Setahun Prabowo-Gibran

    Sederet Catatan Ekonomi & Fiskal Jelang Setahun Prabowo-Gibran

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto memiliki sederet pekerjaan rumah untuk mewujudkan ambisi pertumbuhan ekonomi 8%. Prabowo masih mengalami kendala struktural hingga ketidakstabilan di sisi internal maupun eksternal menjelang 1 tahun pemerintahannya pada Senin (20/10/2025) besok.

    Sementara itu, effect yang diharapkan dari sejumlah kebijakan prioritas Prabowo seperti makan bergizi gratis, koperasi desa merah putih, hingga ketahanan pangan, belum berdampak secara signifikan terhadap kinerja perekonomian. Salah satu buktinya adalah tren pertumbuhan ekonomi Indonesia, selama dua kuartal terakhir yang masih stagnan di kisaran 4-5%.

    Di sisi lain, Prabowo juga harus berburu dengan waktu, karena tren deindustrialisasi yang ditunjukkan dengan mentoknya kontribusi manufaktur ke produk domestik bruto (PDB) di kisaran 18-19%, telah memunculkan fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) selama beberapa bulan terakhir. Kalau merujuk kepada data Kementerian Ketanagakerjaan alias Kemnaker, sebanyak 44.333 orang telah kehilangan pekerjaannya sampai dengan Agustus 2025.

    Persoalan semakin pelik karena investasi yang digadang-gadang akan mendorong pertumbuhan ekonomi, ternyata lamban menyerap tenaga kerja. Padahal, jumlah populasi siap kerja alias produktif setiap tahunnya mengalami peningkatan. Belum lagi ada fakta bahwa ada sekitar 1 juta sarjana yang  belum memperoleh pekerjaan alias menganggur. 

    Kendati demikian, data juga menunjukkan bahwa jumlah serapan tenaga kerja memang bertambah setiap tahunnya. Namun kalau merujuk rilis terbaru dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi kecepatan investasi untuk menyerap tenaga kerja justru menurun.

    Sebagai ilustrasi, dengan realisasi investasi sebesar Rp491,4 triliun dan penyerapan tenaga kerja sebesar 696.478 pada kuartal III/2025, dibutuhkan setidaknya investasi sebesar Rp705,7 juta untuk setiap 1 pekerja. 

    Padahal kalau mengacu kepada kuartal III/2024 lalu, untuk menghasilkan 1 pekerja investasi yang dibutuhkan hanya sebesar Rp663,6 juta. Angka ini dihitung berdasarkan total realisasi sebesar Rp431,48 triliun dibagi jumlah serapan tenaga kerja sebesar 650.172.

    Artinya, jumlah investasi yang dibutuhkan untuk menyerap 1 pekerja semakin mahal. Kalau kuartal III/2024 lalu hanya sebesar Rp663,6 juta. Pada periode yang sama tahun 2025 dibutuhkan investasi sebesar Rp705,7 juta atau lebih malah kira-kira sebesar Rp42,1 juta.

    Tren itu terkonfirmasi dengan kemampuan investasi asing dalam menyerap tenaga kerja yang juga semakin melambat. Tentu saja simpulan ini terjadi jika mengambil perbandingan dengan capaian kuartal III/2024. Pada periode itu tahun lalu, penyerapan tenaga kerja dari aktivitas penanaman modal asing alias PMA mencapai 269.800. Sedangkan kuartal III/2025 hanya di kisaran 246.400.

    Capaian itu menunjukkan bahwa ada penurunan kualitas investasi asing khususnya dalam penyerapan tenaga kerja. 

    Pengelolaan Fiskal 

    Sementara itu dari sisi pengelolaan fiskal, Prabowo juga memiliki setumpuk pekerjaan yang tidak kalah beratnya. Tren penurunan kinerja penerimaan pajak telah mengakibatkan kondisi anggaran yang hampir tidak seimbang. Efisiensi atau tepatnya refocusing anggaran memang telah dilakukan dengan penerapan Inpres No.1/2025.

    Namun demikian, kalau mengacu kepada data-data terakhir, realisasinya masih di bawah ekspektasi. Defisit memang masih terjaga. Setidaknya berada di bawah outlook APBN yang dipatok 2,78%. Akan tetapi, terjaganya defisit itu terjadi karena proses penyerapan anggaran yang masih rendah. Kalau merujuk data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), masih di kisaran 64,3%.

    Salah satu pemicu lambatnya penyerapan belanja negara itu adalah serapan belanja pemerintah pusat yang berada di angka 59,7% atau hanya Rp1.589,9 triliun dari Rp2.663,4 triliun. Padahal tahun sebelumnya, penyerapan belanja pemerintah pusat mampu menembus ke angka 73,6%.

    Tidak jelas alasan di balik lambatnya penyerapan tersebut. Namun kalau mengacu data Kemenkeu, ada sejumlah kementerian dan lembaga yang memiliki anggaran jumbo yang penyerapannya di bawah 50%. Badan Gizi Nasional alias BGN per tgl 30 September hanya di angka 16,9%, Kementerian Pekerjaan Umum alias PU di angka 48,2%, dan Kementerian Pertanian di kisaran 32,8%.

    Lambatnya penyerapan itu menarik dicermati karena dua dari ketiga lembaga yakni BGN dan Kementerian Pertanian bertanggung jawab terhadap dua program andalan Presiden Prabowo yakni Makan Bergizi Gratis alias MBG dan swasembada pangan.

    Sementara itu dari sisi pajak, sulit untuk mengelak bahwa shortfall pajak tahun ini akan melebar dari outlook APBN 2025 di angka Rp2.076,9 triliun. Sekadar catatan bahwa penerimaan pajak per September 2025 hanya sebesar Rp1.295,3 triliun atau masih di angka 62,4% atau kurang sebesar Rp781,6 triliun dari outlook APBN. Periode yang sama tahun lalu penerimaan pajak telah mencapai 70% dari target. 

    Artinya kalau mengacu kepada tahun lalu, dengan realisasi penerimaan pajak sebesar Rp1.932,4 triliun, pemerintah memenuhi sekitar 29,8% penerimaan dalam waktu 3 bulan. Persoalannya data 2025 menunjukkan dengan penerimaan 62,4% pemerintah harus mengejar penerimaan pajak sebesar 37,6% dari target agar shortfall tidak melebar atau minimal pas dengan outlook APBN. 

    Dengan catatan kinerja penerimaan pajak setidaknya sampai September 2025, pemerintah perlu mengejar ketertinggalan supaya shortfall tidak melebar. Hanya saja ada satu catatan, jangan sampai upaya pemerintah mengejar target penerimaan pajak itu mendistorsi aktivitas ekonomi yang indikasinya masih tertekan.

    Prabowo Klaim Banyak Capaian 

    Adapun, Presiden Prabowo Subianto menyatakan percaya diri dengan capaian pemerintah dalam satu tahun terakhir. Dia menekankan upayanya bersama kabinet merah putih dan bersama Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka telah menunjukkan sejumlah capaian.

    Hal ini dia sampaikan saat menghadiri Sidang Senat Terbuka, Pengukuhan Mahasiswa Baru, dan Wisuda Sarjana di Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI), Bandung, pada Sabtu (18/10/2025).

    “Besok, hari Senin, saya sudah satu tahun memimpin negara. Dan saya kira-kira saudara-saudara saya bisa katakan bahwa hari ini berdiri di seluruh hadapan rakyat Indonesia dengan percaya diri, karena kita telah buktikan kepada seluruh bangsa dan seluruh dunia bahwa kita dapat menghasilkan apa yang kita janjikan kepada rakyat,” ujar Prabowo.

    Pelantikan Presiden Prabowo Subianto./JIBI

    Sekadar informasi, Prabowo dilantik sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2024. Dia menyatakan sudah mengikuti pemilihan umum (Pemilu) sebanyak 5 kali dan mengalami 4 kali kekalahan.

    “Jadi sekarang kalau menghadapi penipuan dan upaya untuk merong-rong dan terus menghambat dan merusak bangsa. Saya cepat menangkap, saya cepat mencium, saya cepat mengambil kesimpulan,” kata Prabowo.

    Di sisi lain, pemerintah memang telah mengumumkan paket stimulus ekonomi keempat pada hari ulang tahun ke-74 Presiden Prabowo Subianto. Kali ini, stimulus yang digelontorkan pemerintah berbentuk BLT dan program magang. Paket stimulus keempat ini menjadi kelanjutan dari rangkaian kebijakan fiskal yang telah dijalankan sejak awal pemerintahan Prabowo pada Oktober 2024.

    Sejak menjabat, Prabowo telah meluncurkan tiga paket stimulus ekonomi dengan total nilai Rp79,2 triliun. Paket pertama diumumkan pada Desember 2024 senilai Rp38,6 triliun, diikuti paket kedua pada Juni 2025 sebesar Rp24,44 triliun, dan paket ketiga pada September 2025 senilai Rp16,23 triliun.

    Bentuk bantuan yang diberikan dalam ketiga stimulus sebelumnya meliputi subsidi listrik, keringanan pajak, bantuan tunai langsung (BLT), bantuan pangan, serta program padat karya sementara. Langkah ini dinilai efektif menopang konsumsi rumah tangga, yang masih menjadi kontributor utama pertumbuhan ekonomi nasional, disusul oleh investasi. 

    Saran Pengamat ke Prabowo 

    Sementara itu, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky menilai upaya pemerintah mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional dinilai masih jauh dari harapan. 

    Meski sempat mencatatkan pertumbuhan sebesar 5,12%, pencapaian itu dinilainya masih lemah dan belum ditopang oleh kebijakan yang mampu mempercepat laju ekonomi menuju target ambisius 8%. “Pencapaian target makro sangat lemah. Memang kemarin 5,12%, tapi belum terlihat ada program yang benar-benar mendukung pertumbuhan. Saat ini mempertahankan angka 5% saja sudah sulit,” ujarnya kepada Bisnis.com dikutip Sabtu (18/10/2025).

    Dia meminta pemerintah mengurangi misalokasi sumber daya fiskal yang menyebabkan belanja negara tidak efektif dalam mendorong produktivitas ekonomi. Riefky menekankan perlunya perbaikan kualitas institusi agar anggaran dapat digunakan secara lebih tepat sasaran dan berdampak langsung pada peningkatan kinerja ekonomi nasional.

    Teuku Riefky memperkirakan kinerja ekspor nasional masih sangat bergantung pada kondisi global yang tengah tidak menentu, sementara dua mesin pertumbuhan lainnya yakni konsumsi masih diwarnai pelemahan daya beli masyarakat. Lalu investasi asing yang masih menunjukkan kontraksi.

    “Perbaiki kualitas institusi, iklim investasi sehingga investasi masuk lapangan pekerjaan tercipta, daya beli meningkat, penerimaan negara akan masuk dengan sendirinya,” terangnya.

    Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah menggarisbawahi bahwa pemulihan ekonomi nasional selama satu tahun terakhir dinilai masih menghadapi tantangan besar dalam aspek penciptaan lapangan kerja.

    Meski konsumsi rumah tangga mulai menunjukkan perbaikan, indikator yang berkaitan dengan job creation justru melemah di hampir semua sektor. “Kalau lihat satu tahun ke belakang, kaitannya dengan konsumsi, ini yang belum dibahas. Sebetulnya ada satu catatan PR besar yang belum bisa diselesaikan dengan baik, yaitu penciptaan lapangan pekerjaan,” katanya.

    Dia menambahkan, semua indikator terkait penciptaan lapangan kerja menunjukkan pelemahan, mulai dari tingkat partisipasi tenaga kerja hingga persepsi masyarakat terhadap ketersediaan pekerjaan. Bahkan, indeks kepercayaan ekonomi konsumen pada aspek lapangan kerja menjadi yang paling pesimis dibandingkan indikator lainnya.

  • Manufaktur Tertekan Daya Beli Lemah, Insentif Pemerintah belum Efektif

    Manufaktur Tertekan Daya Beli Lemah, Insentif Pemerintah belum Efektif

    Bisnis.com, JAKARTA — Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI Arshintya Damayati menilai sejumlah insentif dan kebijakan fiskal yang diberikan pemerintah belum signifikan mendongkrak kinerja manufaktur dalam negeri.

    Terlebih, pertumbuhan industri manufaktur tercatat berada di angka 4,55% (year on year/yoy) pada kuartal I/2025. Angka tersebut positif, tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan kuartal sebelumnya yang sebesar 4,89%. 

    Sementara itu, kontribusi manufaktur terhadap PDB juga terus melemah atau stagnan di kisaran 18–19%. Capaian tersebut lebih rendah dibandingkan era 1980–1990 di mana manufaktur memberikan sumbangsih 32% terhadap PDB. 

    “Kalau kita mau mengembalikan kontribusi manufaktur, berarti kan kita harus memperbaiki juga permintaan domestik,” ujar Arshintya dalam bincang-bincang FactoryHub Bisnis Indonesia, dikutip Minggu (12/10/2025). 

    Performa sektor manufaktur ini sejalan dengan tertekannya daya beli masyarakat karena sejumlah faktor. Arshintya mengemukakan salah satu penyebabnya adalah konsumsi domestik yang melambat.

    Kedua, ekspektasi masyarakat yang memburuk, terlihat dari turunnya konsumsi barang tahan lama (durable goods). Ketiga, ekspor yang masih didominasi barang mentah meskipun hilirisasi meningkat di sektor logam dasar.

    Tak sampai di sana, dia menyebut investasi yang ada saat ini belum cukup mendorong permintaan jangka panjang. Sebagian besar investasi masuk ke sektor perdagangan, yang lebih bersifat konsumtif, bukan ke sektor produksi baru yang menciptakan productive demand atau permintaan yang produktif.

    Di satu sisi, pemerintah memang telah berupaya memperkuat daya beli, misalnya dengan subsidi listrik rumah tangga pada awal tahun. 

    “Tetapi kontribusi konsumsi listrik terhadap total pengeluaran hanya sekitar 2–3%, jadi dampaknya terhadap daya beli hampir tidak terasa,” jelasnya. 

    Arshintya juga menyoroti kebijakan hilirisasi yang dinilai baik karena mendorong pengolahan sumber daya di dalam negeri. Namun, industri berbasis smelter sangat padat modal, bukan padat karya. 

    Akibatnya, dampaknya terhadap penciptaan lapangan kerja cenderung terbatas dan manfaatnya sering kali hanya dinikmati oleh pendatang, bukan penduduk lokal.

    Pemerintah juga telah memperbaiki perizinan melalui PP 28 tentang perizinan berbasis risiko, dengan inovasi seperti service level agreement, fiktif positif, dan penyederhanaan OSS. 

    “Ini langkah maju, tetapi masalah utama industri bukan hanya administrasi, melainkan juga iklim usaha yang berbiaya tinggi,” imbuhnya, 

    Menurut Enterprise Survey 2023, 15,4% perusahaan di Indonesia masih menyebut kejahatan dan pencurian sebagai hambatan utama, dan 10,1% menganggap korupsi hambatan terbesar. 

    Bahkan, 60% perusahaan besar mengaku harus menyuap untuk memperoleh izin konstruksi. Selama biaya-biaya semacam ini masih tinggi, investor tetap akan ragu.

    Untuk energi, pemerintah sudah mencoba menurunkan harga gas industri menjadi US$6 per MMBtu bagi tujuh sektor prioritas, tetapi realisasinya belum efektif karena keterbatasan distribusi dan kontrak jangka panjang.

    Sebagai perbandingan, Malaysia menetapkan biaya gas industri di angka US$4–5 per MMBtu dan AS di kisaran US$3–4 per MMBtu. Hal ini membuat industri nasional masih kalah kompetitif.

    Adapun dari sisi fiskal, pemerintah sejatinya telah memberikan sejumlah insentif seperti tax holiday, tax allowance, dan super deduction tax untuk riset dan pengembangan (R&D). Namun, pemanfaatannya masih terbatas, terutama karena mekanisme pengajuannya membingungkan. Banyak riset berhenti di tahap prototipe dan belum sampai ke komersialisasi.

  • INDEF: Program diskon tarif listrik layak diulang dorong daya beli

    INDEF: Program diskon tarif listrik layak diulang dorong daya beli

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov menilai penerapan diskon tarif listrik sebesar 50 persen bisa dilaksanakan kembali agar mendongkrak konsumsi masyarakat.

    “Untuk itu, pemerintah perlu menimbang kebijakan tersebut agar dilaksanakan kembali seperti pada periode Januari-Februari 2025 lalu. Kebijakan pemerintah berupa diskon tarif listrik dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat ke seluruh Indonesia,” kata dia dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

    Menurut dia, dengan berkurangnya beban tagihan listrik, masyarakat dapat mengalokasikan pengeluaran mereka ke kebutuhan lain seperti bahan pokok dan layanan esensial yang pada akhirnya dapat meredam tekanan inflasi domestik.

    Selama dua bulan pelaksanaan, program pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tersebut, lanjutnya, diperkirakan mendorong tambahan konsumsi masyarakat.

    Subsidi tarif listrik meningkatkan pendapatan riil masyarakat dengan mengurangi beban biaya, yang kemudian dapat meningkatkan daya beli dan memicu kenaikan konsumsi, efek dari peningkatan marginal propensity to consume (MPC) di mana sebagian besar porsi pendapatan dibelanjakan untuk konsumsi.

    “Jadi, subsidi listrik menciptakan ruang bagi masyarakat untuk meningkatkan pengeluaran pada barang dan jasa lain,” ujarnya.

    Pada gilirannya, tambahan konsumsi masyarakat pasca pemberian diskon tarif listrik tersebut akhirnya berkontribusi terhadap peningkatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) serta pertumbuhan PDB.

    Abra menegaskan tidak bisa dipungkiri, diskon tarif listrik tersebut menjadi opsi kebijakan yang relevan dalam memberikan stimulus ekonomi yang langsung dirasakan masyarakat sekaligus menjaga stabilitas ekonomi nasional.

    “Konsumsi rumah tangga merupakan komponen terbesar dalam PDB Indonesia, yaitu sekitar 54,6 persen pada 2024. Dengan adanya penghematan biaya listrik, masyarakat akan mengalihkan pengeluaran ke sektor riil, sehingga menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di awal tahun,” katanya.

    Pewarta: Subagyo
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Ekonom Sarankan Pemerintah Kembali Terapkan Diskon Tarif Listrik

    Ekonom Sarankan Pemerintah Kembali Terapkan Diskon Tarif Listrik

    Jakarta

    Kebijakan diskon tarif listrik dinilai dapat menjadi instrumen efektif untuk menjaga daya beli masyarakat sekaligus memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional. Langkah ini, menurut pengamat, layak dipertimbangkan kembali oleh pemerintah di tengah upaya menjaga momentum konsumsi domestik.

    Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Talattov menilai kebijakan potongan tarif listrik sebesar 50% seperti yang diterapkan pada Januari-Februari 2025 lalu terbukti memberikan dampak positif bagi ekonomi.

    “Pemerintah perlu menimbang agar kebijakan tersebut bisa kembali dilaksanakan. Diskon tarif listrik dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat di seluruh Indonesia,” ujar Abra, Minggu (5/10/2025).

    Menurutnya, penurunan beban tagihan listrik membuat masyarakat memiliki ruang lebih untuk mengalokasikan pengeluaran ke kebutuhan lain seperti bahan pokok dan layanan esensial. “Pada akhirnya hal ini bisa membantu meredam tekanan inflasi domestik,” tambahnya.

    Abra menjelaskan, selama program berlangsung, subsidi tarif listrik diperkirakan mendorong tambahan konsumsi masyarakat. Kebijakan ini secara tidak langsung meningkatkan pendapatan riil dengan mengurangi beban biaya rumah tangga, yang kemudian memicu kenaikan daya beli.

    Abra menambahkan, selama dua bulan pelaksanaan, program Pemerintah melalui Kementerian ESDM ini diperkirakan mendorong tambahan konsumsi masyarakat. Subsidi tarif listrik meningkatkan pendapatan riil masyarakat dengan mengurangi beban biaya, yang kemudian dapat meningkatkan daya beli dan memicu kenaikan konsumsi, efek dari peningkatan marginal propensity to consume (MPC) di mana sebagian besar porsi pendapatan dibelanjakan untuk konsumsi. Jadi, subsidi listrik menciptakan ruang bagi masyarakat untuk meningkatkan pengeluaran pada barang dan jasa lain

    “Subsidi listrik menciptakan ruang bagi masyarakat untuk meningkatkan pengeluaran pada barang dan jasa lain. Efeknya terlihat melalui peningkatan marginal propensity to consume atau kecenderungan masyarakat membelanjakan pendapatan tambahan untuk konsumsi,” jelasnya.

    Secara makro, tambahan konsumsi rumah tangga akibat penghematan biaya listrik tersebut akan berdampak pada peningkatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Konsumsi rumah tangga sendiri menjadi komponen terbesar dalam PDB Indonesia, mencapai sekitar 54,6% pada 2024.

    “Dengan adanya penghematan biaya listrik, masyarakat akan mengalihkan pengeluaran ke sektor riil, sehingga menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di awal tahun,” pungkas Abra.

    (rrd/rir)

  • Prabowo Berencana Kurangi Subsidi Listrik Tanpa Kerek Tarif, Begini Skemanya

    Prabowo Berencana Kurangi Subsidi Listrik Tanpa Kerek Tarif, Begini Skemanya

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tengah mencari cara untuk menekan subsidi listrik tanpa membebani masyarakat dengan kenaikan tarif.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menuturkan, rencana itu didiskusikan ketika rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto di Hambalang, Bogor, Jawa Barat pada Kamis (18/9/2025).

    Dia menyebut, salah satu cara yang dipertimbangkan adalah dengan mendorong penggunaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).

    “Waktu di Hambalang kemarin, ada diskusi tentang program pengurangan subsidi listrik utamanya, dengan waktu itu dibicarakan tentang penggunaan PLTS surya ya,” jelasnya kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Namun, menurutnya, skema tersebut masih memiliki tantangan karena biaya pembangunan PLTS masih tinggi. Untuk itu, pemerintah akan mencari teknologi baru supaya biaya produksi listrik bisa lebih murah. 

    Pemerintah menargetkan pembangunan PLTS itu bisa membuat anggaran untuk subsidi listrik menyusut, bahkan tidak diperlukan lagi. Purbaya mengatakan, pemerintah mencari teknologi PLTS yang bisa mendorong efisiensi subsidi energi listrik yang besar.

    “Saya sudah lihat presentasinya, sudah ada desain PLTS yang cukup baik, yang termasuk pembuatan baterai di sini dan pembuatan solar panel di sini sendiri yang saya lihat sih cuma menjanjikan. Tapi saya melihat hitungannya belum terlalu mantap, belum selesai lah. Masih harus dikerjakan lagi,” ujarnya.

    Selain itu, pemerintah tidak menutup kemungkinan untuk memakai sumber-sumber energi terbarukan lainnya yang lebih murah.

    Pria yang pernah menjadi Deputi Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi itu memastikan upaya pengurangan subsidi itu bukan berarti akan menaikkan tarif listrik di masyarakat. Nantinya, hitung-hitungan pengurangan subsidi energi akan dilakukan oleh Kementerian ESDM.

    Tugas Kementerian Keuangan (Kemenkeu), kata Purbaya, adalah dengan menyiapkan pembiayaan serta investasi. Dia menyebut, akan menghitung terlebih dahulu berapa pembiayaan dan investasi yang dibutuhkan.

    “Kita akan hitung itu. Kalau investasi besar tapi betul-betul menghasilkan, nanti begitu jadi, listrik yang lebih murah, yang bisa mengurangi subsidi dalam beberapa puluh tahun ke depan, itu saya enggak akan ragu untuk membiayainya,” terangnya.

    Adapun, anggaran subsidi listrik terus meningkat tiap tahunnya. Pada 2026, anggaran subsidi listrik dipatok senilai Rp104,6 triliun atau naik 17,5% bila dibandingkan dengan outlook tahun anggaran 2025 yang sebesar Rp89 triliun.

    Subsidi listrik tersebut mengambil porsi 49,7% dari total anggaran subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang mencapai Rp210,1 triliun.

    Berdasarkan Buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2026, kenaikan anggaran subsidi listrik terutama dipengaruhi oleh peningkatan biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik serta peningkatan volume listrik bersubsidi.

    Kenaikan BPP listrik disebabkan, antara lain perubahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, peningkatan pemakaian bahan bakar biomassa untuk cofiring PLTU, dan kenaikan bauran energi BBM dalam rangka meningkatkan keandalan pasokan listrik khususnya di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). (Dany Saputra)

  • Menkeu Ungkap Subsidi Listrik Akan Dikurangi, Tarif Listrik Naik?

    Menkeu Ungkap Subsidi Listrik Akan Dikurangi, Tarif Listrik Naik?

    Jakarta

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa membeberkan pemerintah berupaya mengurangi subsidi listrik untuk masyarakat. Purbaya mengatakan rencana ini dibicarakan dalam rapat bersama Presiden Prabowo Subianto di Hambalang, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

    “Waktu di Hambalang kemarin, ada diskusi tentang program pengurangan subsidi listrik utamanya, dengan waktu itu dibicarakan tentang penggunaan PLTS surya ya,” kata Purbaya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (19/9/2025).

    Purbaya menyebut anggaran subsidi listrik masih cukup tinggi. Dengan begitu, pemerintah masih terus mengembangkan teknologi agar biaya penggunaan listrik bisa menjadi lebih murah.

    “Tapi kita lihat masih agak sedikit terlalu tinggi harganya. Nanti sedang dicarikan teknologi yang baru maupun effort-effort supaya harga produksinya itu mendekati harga yang murah sekarang, atau subsidi-nya mengecil atau betul-betul hilang gara-gara itu,” katanya.

    Purbaya menjelaskan teknologi yang dimaksud salah satunya ialah pemutakhiran PLTS dan sumber daya energi baru terbarukan.

    “Jadi sedang dicari teknologi PLTS yang bagus. Dan nggak tutup kemungkinan juga memakai sumber-sumber energi baru terbarukan yang lebih murah dibanding yang ada sekarang. Jadi sedang dicari yang ada di tangan PLTS Surya, tapi masih dihitung peningkatan efisiensinya,” katanya.

    Meski begitu, Purbaya memastikan pengurangan subsidi tak akan berdampak pada tarif listrik naik. Dia menegaskan orientasi pemerintah ialah menekan beban anggaran subsidinya.

    “Tujuannya kan itu. Kalau subsidi berkurang bukan dinaikin harganya, dicari sumber-sumber penghasil listrik yang costnya murah,” ujarnya.

    Diketahui Presiden Prabowo memanggil sejumlah menteri hingga Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ke kediamannya di Hambalang, Jawa Barat, Kamis (18/9) kemarin. Prabowo memimpin rapat terbatas membahas isu-isu strategis di bidang pertanian, energi dan infrastruktur.

    Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Wijaya menyampaikan rapat juga membahas isu sektor energi, salah satunya memperluas jangkauan listrik di kawasan pedesaan dengan tenaga sel surya. Presiden Prabowo disebut menginstruksikan Danantara agar membuat prototipe listrik di pedesaan dalam 3-5 bulan ke depan.

    (fca/azh)

  • Pemerintah-DPR sepakati asumsi dasar lifting migas-subsidi ESDM 2026

    Pemerintah-DPR sepakati asumsi dasar lifting migas-subsidi ESDM 2026

    Cost recovery-nya kita canangkan untuk 2026 sebesar 8,5 miliar dolar AS. Ini tidak jauh beda dengan cost recovery yang ada pada tahun 2024.

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) bersama Komisi XII DPR RI menyepakati asumsi dasar sektor ESDM dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun 2026, yaitu Indonesia Crude Price (ICP), lifting migas, volume BBM dan LPG bersubsidi, subsidi tetap minyak solar (GasOil48), serta subsidi listrik.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dalam rapat bersama dengan Komisi XII DPR RI, di Jakarta, Rabu, menyampaikan untuk harga ICP di tahun 2026 yakni 70 dolar Amerika Serikat (AS) per barel, serta lifting migas dalam RAPBN 2026 sebesar 1.594 ribu Barrel of Oil Equivalent per Day (BOEPD), dengan rincian gas bumi 984 BOEPD dan minyak 610 ribu Barrel of Oil Per Day (BOPD).

    “Cost recovery-nya kita canangkan untuk 2026 sebesar 8,5 miliar dolar AS. Ini tidak jauh beda dengan cost recovery yang ada pada tahun 2024,” kata Bahlil.

    Selanjutnya volume BBM dan LPG bersubsidi sebanyak 19,162 juta kiloliter, terdiri dari minyak tanah 526 ribu kiloliter, dan solar 18,63 juta kiloliter. Sementara subsidi LPG 3 kilogram dialokasikan dalam RAPBN 2026 sebanyak 8 juta metrik ton.

    Menurut Bahlil, pihaknya bakal mengelola distribusi BBM dan LPG bersubsidi secara hati-hati, agar penerima manfaat sesuai dengan kriteria.

    “Kita tahu bahwa LPG ini harus betul-betul tepat sasaran, dan karena itu pengelolaan subsidi ke depan akan penuh dengan hati-hati dan betul-betul kita lakukan secara bijak dan sekali lagi tepat sasaran kepada saudara-saudara kita yang berhak menerima,” ujarnya lagi.

    Lebih lanjut, Bahlil menyampaikan untuk subsidi listrik dialokasikan sebanyak Rp101,72 triliun, angka ini naik dari proyeksi subsidi di tahun 2025 sebesar Rp90,32 triliun.

    Wakil Ketua Komisi XII DPR RI Bambang Haryadi menyampaikan, pihaknya menyepakati asumsi dasar makro yang diajukan oleh Kementerian ESDM dalam RAPBN 2026.

    Pewarta: Ahmad Muzdaffar Fauzan
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.