Topik: Subsidi listrik

  • Kementerian ESDM: Skema Baru BBM Subsidi Tunggu Arahan Prabowo – Page 3

    Kementerian ESDM: Skema Baru BBM Subsidi Tunggu Arahan Prabowo – Page 3

    Sebelumnya, skema penyaluran BBM subsidi seperti Pertalite bakal segera diubah dalam waktu dekat. Salah satunya dengan mengalihkan komponen biaya subsidi ke dalam bentuk bantuan langsung tunai (BLT), agar penyalurannya lebih tepat sasaran.

    Namun, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, sejauh ini pihaknya belum menerima koordinasi lanjutan terkait pengalihan skema subsidi BBM. Tiko, sapaan akrabnya, masih menunggu kebijakan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

    “Belum, belum, masih nunggu kebijakan pemerintah dulu. Lagi nunggu dari ESDM,” ujar Tiko saat dijumpai di Stasiun Kereta Cepat Whoosh Halim, Jakarta, dikutip Rabu (25/12/2024).

    Skema Blending

    Adapun secara rencana, penyaluran BBM subsidi nantinya akan menggunakan skema blending. Dengan tetap memberikan subsidi BBM secara langsung untuk produk kepada kelompok tertentu, sembari melakukan pengalihan subsidi ke BLT.

    Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan, Badan Pusat Statistic (BPS) tengah menyusun data calon penerima BLT pengganti subsidi BBM. Itu membutuhkan proses lantaran pemerintah tak ingin pendistribusian ke depan salah sasaran.

    Targetnya, seluruh data siapa saja kelompok yang berhak menenggak BBM subsidi dan penerima BLT akan diumumkan Desember 2024 ini. Termasuk untuk data penerima subsidi listrik.

    “Insya Allah bulan ini, semuanya (diumumkan). Tapi nanti kita laporkan dulu kepada bapak Presiden, apa arahan bapak Presiden, baru kami umumkan secara resmi,” ujar Bahlil di sela kegiatan Indonesia Mining Summit 2024 di Hotel Mulia, Jakarta pada Rabu, 4 Desember 2024.

    Kendati begitu, ia belum bisa memastikan alokasi subsidi ini akan lebih banyak dialihkan untuk komoditas langsung atau kepada BLT. “Nanti setelah diputuskan, kami umumkan,” imbuh Menteri ESDM.

  • Sri Mulyani Sebut Negara Sudah Kuncurkan Rp 456 T buat Subsidi Rakyat

    Sri Mulyani Sebut Negara Sudah Kuncurkan Rp 456 T buat Subsidi Rakyat

    Jakarta

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan APBN hadir dalam berbagai bentuk di semua ruang dan segmen masyarakat. Pada 2024, APBN hadir dalam bentuk perlindungan sosial, subsidi, hingga kompensasi.

    Menurut Sri Mulyani, lewat berbagai manfaat tersebut pemerintah berkomitmen memastikan kesejahteraan bagi masyarakat rentan dan menjaga perputaran roda ekonomi di tengah dinamika global.

    “Salah satu manfaat APBN di tahun 2024 hadir dalam bentuk perlindungan sosial, subsidi, dan kompensasi. Melalui manfaat ini, pemerintah berkomitmen untuk memastikan kesejahteraan bagi masyarakat rentan dan menjaga perputaran roda ekonomi di tengah dinamika global,” katanya di Instagram@smindrawati, Kamis (2/1/2025).

    Realisasi anggaran untuk sektor perlindungan sosial, subsidi, dan kompensasi sampai dengan 24 Desember 2024 mencapai Rp 456 triliun yang disalurkan melalui beberapa program. Berikut rinciannya:

    – Program Keluarga Harapan (PKH) untuk 10 juta keluarga dengan realisasi Rp 28 triliun
    – Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk 119,7 juta peserta senilai Rp 1,3 triliun
    – Bantuan Sembako sejumlah Rp 44,3 triliun untuk 18,7 juta keluarga
    – Subsidi LPG 3 kg senilai Rp 80,9 triliun sebesar 7,5 juta metrik ton (MT) yang diperuntukkan bagi masyarakat miskin dan UMKM
    – Subsidi listrik senilai Rp 75,8 triliun sebanyak 68,5 terawatt hour untuk lebih dari 42 juta rumah
    – Subsidi BBM mencapai Rp 21,8 triliun sebanyak 16,6 juta KL
    – Bantuan modal untuk UMKM dalam bentuk subsidi bunga KUR sebesar Rp 44,4 triliun untuk 3,9 juta debitur
    – Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa untuk 2,5 juta keluarga senilai Rp 9,1 triliun

    “APBN adalah wujud gotong royong kita untuk membangun Indonesia yang lebih sejahtera,” tutup bendahara negara tersebut.

    (ily/fdl)

  • PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, PKS: Langkah Bijak demi Kesejahteraan

    PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, PKS: Langkah Bijak demi Kesejahteraan

    Jakarta Beritasatu,.com – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai kebijakan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai  (PPN) 12 persen hanya akan diterapkan untuk barang-barang mewah tepat. Alasannya, memberikan rasa keadilan dan menjaga daya beli masyarakat menengah ke bawah yang saat ini sedang menghadapi tantangan ekonomi.

    Presiden PKS Ahmad Syaikhu mengatakan, keputusan tersebut juga menunjukkan keberpihakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto terhadap kepentingan rakyat kecil.

    “Langkah ini sangat bijak. Dengan membatasi kenaikan PPN hanya pada barang-barang mewah, pemerintah tidak hanya melindungi daya beli masyarakat tetapi juga menjaga stabilitas perekonomian dan memberikan rasa keadilan untuk masyarakat bawah,” ucapnya dalam keterangan resmi yang diterima pada Rabu (1/1/2025).

    Syaikhu menekankan pentingnya implementasi program-program insentif yang bertujuan untuk menopang daya beli masyarakat. PKS terus mendukung kebijakan yang berpihak pada rakyat, sekaligus mendorong pemerintah untuk mengimplementasikan kebijakan perpajakan yang adil dan berkeadilan sosial.

    Dengan demikian, menurut dia, kenaikan PPN 12 persen diharapkan dapat mendorong pemerataan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Program insentif seperti bantuan sosial, subsidi listrik, dan insentif pajak untuk pekerja dan UMKM harus terus dijalankan.

    “Ini adalah kunci untuk memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga,” tegas Syaikhu terkait kenaikan PPN 12 persen.

    Di sisi lain, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Cucun Ahmad Syamsurijal berpendapat penerapan tarif PPN 12 persen untuk barang mewah telah memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, terutama kalangan bawah-menengah dengan kalangan atas. Menurut dia, kebijakan ini juga memberikan ruang bagi pelaku industri untuk tetap tumbuh dan berkontribusi terhadap perekonomian.

    “Jadi kebijakan ini justru membangkitkan keadilan bagi masyarakat. Yang tidak adil itu kalau pemilik barang mewah, yang punya pesawat, rumah bagai istana, pajaknya sama dengan kalangan menengah ke bawah yang punya sepeda motor,” ungkapnya.

    Dalam situasi ekonomi global yang tidak menentu, kestabilan tarif pajak untuk barang kebutuhan sehari-hari dan jasa nonmewah akan membantu industri dalam negeri menjaga produktivitas dan daya saingnya, juga menghindari potensi efek domino terhadap harga barang lain yang dapat membebani masyarakat.

    Pemberlakuan kenaikan tarif PPN 12 persen hanya pada barang mewah, seperti jet pribadi, kapal pesiar, dan properti bernilai tinggi, menunjukkan adanya pendekatan yang berkeadilan dalam kebijakan pajak. Pajak atas barang-barang tersebut layak untuk ditingkatkan, mengingat konsumennya berasal dari kalangan yang memiliki kemampuan ekonomi tinggi.

  • PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah yang Berlaku Hari Ini Adalah Langkah Bijak

    PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah yang Berlaku Hari Ini Adalah Langkah Bijak

    Jakarta, Beritasatu.com – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu mengapresiasi langkah strategis Presiden Prabowo Subianto yang menetapkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen hanya berlaku untuk barang dan jasa yang tergolong mewah. 

    Menurut Syaikhu, langkah Prabowo tersebut bijak dan tepat karena memberikan rasa keadilan dan menjaga daya beli masyarakat menengah bawah yang saat ini sedang menghadapi tantangan ekonomi.

    “Langkah ini sangat bijak. Dengan membatasi kenaikan PPN hanya pada barang-barang mewah, pemerintah tidak hanya melindungi daya beli masyarakat, tetapi menjaga stabilitas perekonomian dan memberikan rasa keadilan,” ujar Syaikhu kepada wartawan, Rabu (1/1/2025).

    Syaikhu menilai, keputusan kenaikan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan rakyat kecil. Dia menekankan pentingnya implementasi program-program insentif yang bertujuan menopang daya beli masyarakat.

    “Program insentif, seperti bantuan sosial, subsidi listrik, dan insentif pajak untuk pekerja dan UMKM harus terus dijalankan. Ini adalah kunci untuk memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga,” tandas Syaikhu.

    Lebih lanjut, Syaikhu mengatakan, PKS akan terus mendukung kebijakan pemerintah yang berpihak pada rakyat sekaligus mendorong pemerintah mengimplementasikan kebijakan perpajakan yang adil dan berkeadilan sosial.

    Diketahui, kebijakan PPN 12 persen mulai berlaku hari ini, Rabu, 1 Januari 2025. Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menyatakan, kenaikan tarif PPN dari 11 persen ke 12 persen hanya berlaku bagi barang dan jasa mewah. Prabowo turut menegaskan, PPN ini berpihak pada masyarakat kecil dengan tetap menerapkan PPN 0 persen bagi kebutuhan pokok masyarakat.

    Prabowo mengatakan, pemerintah juga sudah menyiapkan stimulus Rp 265 triliun sepanjang 2025, termasuk program bantuan pangan untuk 16 juta penerima. Bagi kelompok ini, mendapatkan beras 10 kilogram pada Januari-Febuari 2024, diskon tarif listrik sebesar 50% dengan daya maksimal 2.200 VA, stimulus jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) untuk pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Selain itu, insentif PPH Pasal 21 yaitu pajak penghasilan karyawan dengan gaji sampai Rp 10 juta ditanggung pemerintah.

  • PKS Membela Kenaikan PPN 12 Persen untuk Barang Mewah: Demi Lindungi Daya Beli Masyarakat  – Halaman all

    PKS Membela Kenaikan PPN 12 Persen untuk Barang Mewah: Demi Lindungi Daya Beli Masyarakat  – Halaman all

     

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ahmad Syaikhu mendukung keputusan Presiden Prabowo Subianto memberlakukan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen khusus untuk jasa dan barang mewah. 

    Syaikhu menilai kebijakan ini sangat tepat untuk memberikan rasa keadilan dan menjaga daya beli masyarakat menengah ke bawah yang saat ini jatuh.

    Menurut Ahmad Syaikhu, keputusan ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kepentingan rakyat kecil. 

    “Langkah ini sangat bijak. Dengan membatasi kenaikan PPN hanya pada barang-barang mewah, pemerintah tidak hanya melindungi daya beli masyarakat tetapi juga menjaga stabilitas perekonomian dan memberikan rasa keadilan untuk masyarakat bawah,” kata Syaikhu dalam keterangannya Rabu (1/1/2025).

    Dia menekankan pentingnya implementasi program-program insentif yang bertujuan untuk menopang daya beli masyarakat. 

    “Program insentif seperti bantuan sosial, subsidi listrik, dan insentif pajak untuk pekerja dan UMKM harus terus dijalankan. Ini adalah kunci untuk memastikan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga,” ujarnya.

    Syaikhu bilang, PKS akan terus mendukung kebijakan yang berpihak pada rakyat, sekaligus mendorong pemerintah menerapkan kebijakan perpajakan yang adil dan berkeadilan sosial demi mendorong pemerataan ekonomi.

    Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya usai menghadiri rapat pimpinan, akhir tutup tahun kas negara di kantor Kementerian Keuangan, Selasa (31/12/2024) mengatakan bahwa kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen hanya untuk barang mewah.

    “Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya dan telah berkoordinasi dengan DPR RI, hari ini pemerintah memutusken bahwa kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah.”

    “Saya ulangi ya supaya jelas, kenaikan tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen hanya dikenakan terhadap barang dan jasa mewah,” kata Prabowo.

    Barang mewah yang dimaksud kata Prabowo, yakni barang dan jasa tertentu yang selama sudah terkena pajak PPN Barang Mewah (PPN Bm).

    “Yang dikonsumsi oleh golongan masyarakat berada, masyarakat mampu,” katanya.

    Presiden mencontohkan barang mewah yang terkena kenaikan PPN menjadi 12 persen diantaranya yakni pesawat jet pribadi, kapal pesiar, yacht, dan lainnya.

    “Kemudian rumah yang sangat mewah, yang nilainya di atas golongan menengah,” katanya.

    Prabowo mengatakan masih ada kesalahpahaman di masyarakat soal kenaikan PPN menjadi 12 persen.

    “Sehingga saya setelah berkoordinasi dan diskusi dengan Menteri Keuangan dan jajaran beberapa kementerian lain. Saya rasa perlu bahwa untuk menyampaikan sendiri masalah PPN 12 persen ini,” katanya.

    Menurut Prabowo, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan amanah atau perintah UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

    Kenaikan tarif dilakukan secara bertahap, pertama dari 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022 . Kemudian dari 11 persen menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025.

    “Besok. Kenaikan secara bertahap ini dimaksud agar tidak memberi dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, terhadap inflasi, dan terhadap pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya.

     

  • Kenaikan PPN 12 Persen Tak Signifikan bagi Penerimaan Negara dan Jadikan Dunia Usaha Kolaps, Benarkah? – Page 3

    Kenaikan PPN 12 Persen Tak Signifikan bagi Penerimaan Negara dan Jadikan Dunia Usaha Kolaps, Benarkah? – Page 3

    Terlepas segala dampak positif yang tercipta dari kenaikan PPN 12 persen, Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ariyo Irhamna membeberkan, terdapat beberapa cara yang dilakukan untuk meningkatkan penerimaan negara selain “membebani” masyarakat secara luas.

    “Pemerintah perlu memperluas basis pajak terlebih dahulu yang dapat dilakukan dengan mengintegrasikan sektor informal ke dalam sistem perpajakan, terutama dari sektor UMKM,” ujar Ariyo.

    “Saat ini, banyak UMKM yang belum terdata secara baik, meskipun sudah ada upaya digitalisasi dan pemerintah seharusnya bisa memanfaatkan data ini untuk memperluas basis pajak tanpa harus menaikkan tarif pajak (PPN),” jelasnya.

    Ariyo juga meminta pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan pengawasan pajak. Menurutnya, pendekatan terhadap penghindaran pajak dan praktik lainnya, terutama oleh perusahaan multinasional, harus diperketat. 

    “Perjanjian pajak internasional yang ada juga perlu dimanfaatkan dengan baik untuk menghindari kebocoran basis pajak,” ucanya.

    Ariyo pun mengungkapkan, restrukturisasi subsidi berupa penghematan dari efisiensi subsidi seperti subsidi listrik dan BBM, bisa dialihkan untuk menutup sebagian defisit tanpa mengurangi layanan kepada masyarakat. 

    “Subsidi yang lebih terarah, misalnya BLT, BBM melalui mekanisme voucher, dapat menjadi solusi agar bantuan lebih tepat sasaran dan tidak disalahgunakan,” ungkapnya.

    Selain itu, Ariyo mengusulkan agar pemerintah memperluas pajak barang mewah (PPnBM).

    “Barang-barang mewah seperti rumah dengan luas tertentu atau properti di lokasi premium bisa dikenakan PPnBM yang lebih tinggi,” ujarnya.

    “Namun, perlu diingat bahwa kenaikan tarif PPN yang baru ini dan PPnBM ini berbeda, sehingga pemerintah harus memastikan sosialisasi kebijakan tersebut dilakukan dengan jelas agar masyarakat memahami perbedaannya,” imbuh Ariyo.

     

    (*)

  • Bongkar pasang skema subsidi energi demi ketepatan distribusi

    Bongkar pasang skema subsidi energi demi ketepatan distribusi

    Jakarta (ANTARA) – Komoditas energi mencaplok lebih dari separuh anggaran subsidi yang dialokasikan oleh Pemerintah pada 2025. Berdasarkan rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2025, sebesar Rp203,41 triliun dialokasikan oleh Pemerintah untuk menyubsidi komoditas energi.

    Adapun total anggaran Program Pengelolaan Subsidi dalam APBN TA 2025 mencapai Rp307,93 triliun. Dengan demikian, komoditas energi memperoleh 66 persen dari anggaran subsidi secara keseluruhan.

    Rincian dari subsidi energi tersebut, yakni Rp26,66 triliun untuk jenis bahan bakar tertentu (JBT), yang terdiri atas minyak tanah dan minyak solar untuk konsumen tertentu. Sasaran konsumen pengguna BBM tertentu itu adalah rumah tangga, usaha mikro, usaha pertanian, usaha perikanan, transportasi, dan pelayanan umum.

    Selanjutnya, alokasi subsidi LPG tabung 3 kg mencapai Rp87 triliun, berikut dengan subsidi listrik yang mencapai Rp89,746 triliun.

    Anggaran subsidi tersebut belum termasuk kompensasi energi senilai Rp190,89 triliun untuk 2025. Kompensasi energi merupakan dana yang dibayarkan oleh Pemerintah kepada badan usaha, dalam hal ini Pertamina dan PLN, atas kekurangan penerimaan badan usaha sebagai akibat dari kebijakan penetapan harga oleh Pemerintah.

    Contohnya, ketika Pemerintah menahan harga BBM saat minyak dunia mengalami gejolak akibat konflik di Timur Tengah. Kekurangan penerimaan Pertamina akan dibayarkan oleh Pemerintah melalui dana kompensasi energi.

    Besarnya anggaran yang dikucurkan oleh Pemerintah untuk sektor energi menunjukkan bahwa energi memegang peranan yang krusial dalam kehidupan masyarakat. Melalui skema subsidi energi, Pemerintah berupaya untuk menjaga daya beli masyarakat dan mengurangi biaya produksi dan konsumsi.

    Kini, Pemerintah terus memutar otak untuk menekan subsidi energi tanpa memengaruhi pergerakan ekonomi yang bergulir di masyarakat, sebab ketidaktepatan dalam penyaluran subsidi energi menjadi salah satu penyebab kebocoran anggaran.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa sekitar 20–30 persen subsidi energi selama ini kemungkinan dinikmati oleh kelompok yang tidak termasuk kategori masyarakat miskin atau rentan.

    Oleh karena itu, sepanjang 2024, Pemerintah menerapkan berbagai kebijakan demi memastikan penyaluran subsidi energi yang tepat sasaran.

    Wajib daftar untuk beli LPG 3 kg

    Mulai 1 Januari 2024, pembelian LPG tabung 3 kg hanya dapat dilakukan oleh pengguna yang telah terdata. Kebijakan ini bertujuan agar besaran subsidi tersebut benar-benar dinikmati oleh masyarakat yang berhak, sesuai kewajaran konsumsi.

    PT Pertamina Patra Niaga mencatat hingga akhir November 2024, jumlah pendaftar LPG bersubsidi 3 kg telah mencapai sebanyak 57 juta nomor induk kependudukan (NIK).

    LPG 3 kg diperuntukkan bagi empat sektor pengguna utama, yaitu rumah tangga, usaha kecil, petani sasaran, dan nelayan.

    Dari seluruh sektor tersebut, rumah tangga mendominasi penggunaan LPG 3 kg dengan kontribusi sebesar 85 persen, sementara 15 persen sisanya oleh digunakan usaha mikro dan lainnya.

    Bahlil Lahadalia selaku Ketua Tim Penggodok Kebijakan Subsidi Energi menyampaikan skema pemberian subsidi LPG 3 kg diusulkan untuk tetap dilanjutkan tanpa perlu melakukan koreksi apa pun, sebab terkait dengan UMKM, ibu rumah tangga, serta konsumsi rumah tangga.

    Lanjutan program QR Code Pertalite

    Pertamina Patra Niaga terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat, khususnya pengguna Pertalite, untuk mendaftarkan kendaraan dan mendapatkan QR Code demi subsidi yang tepat sasaran.

    Jumlah pendaftar kode quick response (QR) bahan bakar minyak penugasan jenis Pertalite per 1 Oktober 2024 menembus 5.515.878 unit kendaraan.

    Kode QR yang digunakan tersebut digunakan oleh Pertamina Patra Niaga untuk mencatat transaksi BBM penugasan secara lebih baik dan transparan, mengingat adanya anggaran kompensasi yang diberikan pemerintah untuk produk Pertalite.

    Oleh karena itu, Pertamina sebagai operator memiliki kewajiban untuk mencatat konsumen dan volume transaksi BBM subsidi yang dimandatkan oleh regulator atau BPH Migas.

    Penerapan pembelian Pertalite menggunakan QR Code tidak menjadi satu-satunya solusi yang diandalkan oleh Pemerintah untuk memastikan penyaluran subsidi energi tepat sasaran. Skema baru penyaluran subsidi energi menjadi fokus pemerintah, utamanya Kementerian ESDM yang kini dipimpin oleh Bahlil.

    Editor: Achmad Zaenal M
    Copyright © ANTARA 2024

  • Terapkan Kebijakan PPN 12% Mulai 2025, Pemerintah Siapkan Strategi Kurangi Beban Masyarakat

    Terapkan Kebijakan PPN 12% Mulai 2025, Pemerintah Siapkan Strategi Kurangi Beban Masyarakat

    Jakarta: Pemerintah menetapkan kebijakan baru terkait pajak pertambahan nilai (PPN), mulai 1 Januari 2025 naik dari 11 persen menjadi 12 persen. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan kenaikan PPN mulai 2025 sudah dirancang dengan matang oleh pemerintah.
     
    Menurutnya, kebijakan ini merupakan bagian dari rancangan pemerintah untuk mengatur APBN tahun depan yang juga didasari dengan berkeadilan.
     
    “Tahun 2025, kita merencanakan belanja negara yang jumlahnya Rp3.600 triliun lebih. Belanja negara Rp3.621 triliun lebih. Ini adalah belanja yang akan disalurkan melalui belanja kementerian, melalui transfer ke daerah, belanja untuk subsidi, belanja untuk kompensasi energi, belanja untuk subsidi listrik, dan berbagai macam yang lainnya,” ujar Suahasil dalam tayangan program Primetime News Metro TV, Jumat, 20 Desember 2024.
     
    “Untuk itu, kita mengumpulkan pendapatan negara. Ketika kita mengumpulkan pendapatan negara, kita mendesain pendapatan negara yang dikumpulkan. Salah satu perspektifnya adalah harus berkeadilan,” lanjutnya.
     
    Menurut Suahasil, berkeadilan yang dimaksud yakni kelompok masyarakat yang lebih mampu membayar lebih banyak, sementara kelompok masyarakat yang kurang mampu membayar lebih sedikit atau bahkan diberikan bantuan. Oleh karena itu, pemerintah juga memberikan bantuan perlindungan sosial, bantuan sosial yang merupakan bagian dari belanja negara.
     
    “Ketika kita mendesain APBN 2025, kita menjalankan seluruh undang-undang yang ada. Undang-undang mengenai harmonisasi peraturan perpajakan, yaitu UU Tahun 2021 itu sebagai bagian ketika kita mendiskusikan undang-undang itu dalam proses penetapannya bersama Dewan Perwakilan Rakyat ditetapkan bahwa tanggal 1 Januari 2025, kita akan memulai pengenaan tarif pajak pertambahan nilai sebesar 12 persen,” tutur Suahasil.
     

    Suahasil meyakini kebijakan kenaikan PPN menjadi 12 persen pada tahun depan tidak berdampak besar, terutama dalam hal menurunkan daya beli masyarakat. Optimisme tersebut muncul setelah melihat sejumlah indikator, salah satunya pertumbuhan ekonomi di Indonesia yang tetap tumbuh 5 persen.
     
    “Bisa enggak ini kita konfirmasi? Kami melihat konfirmasinya salah satunya adalah dari pembayaran gaji. Kalau kita bekerja di perusahaan, kita bekerja di dunia usaha, kita itu biasanya dipotong pajak penghasilan. Pasal 20 PPh pasal 21 itu adalah potongan gaji kalau ada peningkatan, kalau ada pembayaran gaji,” jelasnya.
     
    “Nah kita melihat di bulan November ini ya artinya sepanjang tahun 2024 sampai dengan bulan November, ternyata potongan PPH 21 itu 20 persen lebih tinggi dibandingkan Januari sampai dengan November 2023, dibandingkan setahun yang lalu. Ini merupakan indikasi bahwa perekonomian, dunia usaha itu tetap bekerja, tetap berjalan dan tetap membayar gaji,” tambahnya.
     
    Berdasarkan hal tersebut, Suahasil menilai transaksi masyarakat itu juga terus meningkat. Di sisi lain, inflasi di Indonesia cukup terkendali. Di mana pada akhir November 2024, inflasinya berada di angka 1,55 persen.
     
    “Ini adalah indikasi bahwa kondisi ekonomi kita cukup resilien dan kita melihat bahwa pelaksanaan dari APBN itu sudah mampu memberikan bantalan-bantalan kepada masyarakat kalau tahun ini kita menjalankan perlindungan sosial, kita menjalankan program bantuan sosial, kita terus menggelontorkan untuk subsidi kompensasi BBM ,subsidi untuk listrik. Itu dalam rangka menjaga harga supaya daya beli masyarakat itu tetap bisa berlanjut ke depan,” jelasnya.
     
    Tentunya, pemerintah juga menyiapkan sejumlah strategi agar kebijakan kenaikan PPH ini juga tidak memberatkan masyarakat. Salah satunya dengan memberikan stimulus yang berasal dari APBN.
     
    Stimulus tersebut di antaranya, bantuan pangan hingga diskon biaya listrik hingga 50 persen dan bantuan beras 10 kilogram per bulan yang akan diberikan kepada 16 juta penerima bantuan pangan pada Januari hingga Februari 2025.
     
    Kemudian, PPN ditanggung pemerintah sebesar 1 persen dari kebijakan PPN 12 persen untuk kebutuhan pokok seperti Minyak Kita, tepung terigu, dan gula industri sehingga PPN tetap sebesar 11 persen. Selain itu, pemerintah akan memberikan diskon biaya listrik sebesar 50 persen pada Januari hingga Februari 2025 bagi pelanggan listrik dengan daya 2200 volt ampere ke bawah.
     
    Stimulus pemerintah ini nantinya paling banyak akan dinikmati masyarakat kelas menengah. Pertama pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2 miliar.
     
    Selain itu, ada juga PPN yang ditanggung pemerintah untuk otomotif, khususnya kendaraan bermotor listrik atau hybrid. Insentif di sektor Ketenagakerjaan akan diberikan dalam bentuk insentif PPh pasal 21 yang ditanggung pemerintah untuk pekerja di sektor padat karya dengan gaji sampai dengan Rp10 juta per bulan.
     
    “Ini adalah desain kebijakan yang kita gelontorkan supaya bisa menjadi suatu paket menjalankan Undang Undang Perpajakan, namun juga dengan tetap menjaga kondisi masyarakat, ekonomi masyarakat kita,” jelas Suahasil.
     
    Lebih lanjut, Suahasil juga menjelaskan tentunya stimulus ini akan diterapkan dengan kebijakan berbeda-beda. Misalnya, diskon listrik dan bantuan pangan akan diberlakukan selama dua bulan. Kemudian insentif UMKM akan diberikan sepanjang tahun 2025.
     
    “UMKM itu saat ini mendapatkan yang namanya fasilitas untuk membayar pajak penghasilannya secara final. Pajak finalnya ini tarifnya adalah 0,5 persen dari omzetnya,” katanya.

    Untuk UMKM yang sudah menggunakan fasilitas ini selama 7 tahun, dapat terus mendapatkan insentif untuk tahun 2025. Bagi UMKM lain yang baru muncul dua atau tiga tahun yang lalu, mereka tetap bisa menggunakannya itu sampai untuk 7 tahun masa penggunaan fasilitas pajak UMKM final ini,” lanjutnya.
     

    Suahasil juga menjelaskan pemerintah sudah melakukan sejumlah kebijakan pajak yang tentunya mengurangi beban masyarakat. Misalnya, ada beberapa barang yang seharusnya terkena PPN, namun dibebaskan pajak oleh pemerintah. Salah satunya bahan kebutuhan pokok.
     
    “Bahan kebutuhan pokok itu tidak kena PPN kalau kita beli atau kita melakukan transaksi. Beras, jagung, kedelai, gula, susu dan yang lain-lain, barang hasil perikanan kelautan itu tidak terkena PPN. Saat ini sudah berlangsung, sudah di tidak terkena PPN,” ujar Suahasil.
     
    Kemudian, jasa angkutan umum, jasa freight forwarding, tarif khusus jasa pengiriman paket itu juga tidak terkena PPN. Saat ini sudah berlaku.
     
    “Jasa pendidikan, pelayanan kesehatan, penjualan buku pelajaran umum, kitab suci, buku pelajaran agama itu juga tidak terkena PPN,” tuturnya.
     
    Jasa keuangan dan jasa asuransi itu juga tidak terkena PPN. Lalu, pembayaran air bersih dan pembayaran listrik
     
    “Kecuali untuk rumah dengan daya yang 6.600 volt ampere ke atas, kalau di bawah 6600 tidak terkena PPN. Ini sudah tidak kena PPN sampai dengan saat ini,” paparnya.
     
    Jika dihitung, menurut Suahasil, barang-barang dan jasa tersebut diperkirakan menghasilkan sebesar Rp265 triliun jika dikenakan PPN pada tahun depan. Namun, pemerintah mengambil kebijakan agar barang-barang tersebut dibebaskan pajak.
     
    “Dengan dia dibebaskan berarti pemerintah tidak menerima, tidak mengumpulkan, tidak apa-apa, buat kita tidak apa-apa karena kita yakini bahwa uang Rp265 triliun itu juga ada di masyarakat dan akan menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi sebagai basisnya adalah konsumsi masyarakat maupun investasi masyarakat,” katanya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ROS)

  • Wakil Ketua Umum PKB Sarankan PDIP Ajukan Judicial Review jika Keberatan dengan PPN 12 Persen

    Wakil Ketua Umum PKB Sarankan PDIP Ajukan Judicial Review jika Keberatan dengan PPN 12 Persen

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Umum DPP PKB, Faisol Riza, menyarankan PDIP untuk mengajukan uji materi atau judicial review (JR) atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal ini terkait kebijakan tarif PPN sebesar 12 persen yang merupakan mandat UU HPP, yang sebelumnya telah disahkan oleh DPR periode lalu dan diteken oleh Presiden Joko Widodo pada Oktober 2021.

    “Kalau memang keberatan dengan pemberlakuan PPN 12 persen sesuai UU HPP, masyarakat sebaiknya menguji melalui judicial review ke Mahkamah Konstitusi. PDIP kan ikut menyetujui saat pengesahan. Silakan teman-teman PDIP berargumentasi kembali dalam sidang JR di MK kenapa dulu menyetujui, lalu sekarang menolak,” kata Faisol Riza kepada wartawan, Senin (23/12/2024).

    Faisol menekankan pemerintah perlu diberikan kesempatan untuk menjalankan undang-undang demi menjaga stabilitas kebijakan fiskal nasional, termasuk untuk keberlangsungan berbagai subsidi yang dinikmati rakyat.

    “Berilah kesempatan pemerintah untuk menjalankannya. Pajak yang dipungut juga akan kembali ke rakyat melalui belanja pemerintah, seperti bantuan sosial, subsidi listrik, elpiji, dan BBM. Masa PDIP sekarang lebih setuju pencabutan subsidi untuk rakyat?” tegas Faisol.

    Ia menjelaskan, pajak merupakan wujud nyata eksistensi sebuah negara. Pajak digunakan untuk kepentingan bersama, dan semakin maju sebuah negara, biasanya rasio pajaknya juga semakin besar.

    “Indonesia saat ini sudah menjadi anggota G20 dan G8, karena tergolong sebagai negara besar. Maka wajar jika pendapatan negara dituntut semakin besar dari sektor pajak,” ujarnya.

    Faisol mengajak semua pihak untuk mendukung pemerintahan Prabowo Subianto agar dapat menyukseskan program-program untuk kesejahteraan rakyat.

    “Kalau kita tidak menambah pajak, dari mana kita akan membiayai gaji guru, sertifikasi guru, pembangunan sekolah, 3 juta rumah untuk rakyat, makan bergizi gratis, dan lainnya? Pajak adalah sarana kita untuk membangun. Jika tarif PPN tidak dinaikkan, kita pasti sudah memangkas atau mencabut banyak subsidi,” jelas aktivis reformasi 1998 ini.

    Meski mendukung kebijakan PPN 12 persen, Faisol juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap pelaksanaan belanja pemerintah.

    “Saya kembali tegaskan, beri kesempatan kepada pemerintah menjalankan UU PPN 12 persen ini. Kita awasi pelaksanaannya agar tidak disalahgunakan atau terjadi kebocoran. Setelah itu, kita evaluasi bersama pelaksanaannya,” tutup Faisol.

  • Dulu Ikut Menyetujui saat Pengesahan

    Dulu Ikut Menyetujui saat Pengesahan

    loading…

    Wakil Ketua Umum DPP PKB Faisol Riza meminta masyarakat untuk melakukan judicial review terkait dengan PPN12%. Foto/SINDOnews

    JAKARTA – Kenaikan PPN 12% menuai pro kontra di masyarakat. Sikap pemerintah yang tetap memberlakukan PPN 12% ditentang sejumlah pihak, termasuk tokoh-tokoh dari PDI Perjuangan (PDIP).

    Padahal pemberlakukan PPN 12% merupakan mandat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UUHPP) yang sudah disahkan oleh DPR periode lalu dan diteken pemberlakuannya oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Oktober 2021.

    “Kalau memang keberatan dengan pemberlakuan PPN 12% sesuai dengan UU HPP, masyarakat sebaiknya menguji melalui Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi. PDIP kan ikut menyetujui saat pengesahan, silakan teman-teman PDIP berargumentasi kembali dalam sidang JR di MK kenapa dulu menyetujui lalu sekarang menolak,” kata Wakil Ketua Umum DPP PKB Faisol Riza, Senin (23/12/2024).

    Riza menyarankan agar pemerintah sebaiknya diberi kesempatan untuk menjalankan undang-undang demi menjaga kebijakan fiskal nasional dan keberlangsungan berbagai jenis subsidi untuk rakyat.

    “Berilah kesempatan pemerintah untuk menjalankannya. Toh, kalau pajak kembalinya juga tetap kepada rakyat melalui belanja pemerintah seperti bansos atau subsidi listrik, elpiji dan BBM. Masa PDIP sekarang lebih setuju pencabutan subsidi untuk rakyat?” jelas Riza.

    Riza menjelaskan, pajak adalah bentuk nyata eksistensi sebuah negara dan bangsa. Aturan dibuat untuk digunakan bagi kepentingan bersama. Semakin maju negara, biasanya rasio pajak akan semakin besar. Negara yang besar membutuhkan pajak besar untuk membiayai pembangunan.

    “Indonesia saat ini sudah menjadi anggota G20 dan G8, karena tergolong sebagai negara besar. Maka wajar jika pendapatan negara dituntut semakin besar dari sektor pajak,” ujarnya.

    Karena itu, Riza kembali mengajak semua pihak untuk memberi kesempatan kepada pemerintahan Prabowo guna menyukseskan program-program untuk kesejahteraan rakyat.

    “Kalau kita tidak menambah pajak dari mana kita akan membiayai gaji guru, sertifikasi guru, pembangunan gedung sekolah, 3 juta rumah untuk rakyat, makan bergizi gratis, dan lainnya. Pajak adalah sarana kita untuk membangun. Kalau tidak nambah PPN, kita pasti sudah memangkas subsidi bahkan bisa mencabut banyak jenis subsidi,” ujar aktivis 98 ini.

    Meski demikian, Riza juga menyampaikan perlunya pengawasan terhadap pelaksanaan belanja pemerintah. “Sekali lagi, berikan kesempatan kepada pemerintah menjalankan UU menyangkut PPN 12%. Kita awasi pelaksanaannya agar tidak disalahgunakan atau terjadi kebocoran. Setelah itu kita evaluasi bersama pelaksanaannya,” tambah Riza.

    (cip)