Topik: Subsidi listrik

  • Viral Sampah Tercecer Berhari-hari di Tangsel, Kementerian PU Respons Begini

    Viral Sampah Tercecer Berhari-hari di Tangsel, Kementerian PU Respons Begini

    JAKARTA – Masalah tumpukan sampah yang viral di Tangerang Selatan (Tangsel) mendapat sorotan dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU).

    Menteri PU Dody Hanggodo mengatakan, kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipeucang sudah tidak lagi mampu menampung beban sampah harian yang melonjak.

    Dia menjelaskan, volume sampah di Tangsel saat ini telah melampaui 1.000 ton per hari. Padahal, kapasitas TPA Cipeucang tersedia sudah dalam kondisi penuh sesak.

    “Tangsel itu, kan, juga tempat buang sampahnya sudah penuh,” ujar Dody dalam media briefing di kantornya, Kamis, 18 Desember.

    Menurut Dody, skema pengelolaan sampah eksisting seperti Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) yang dibangun Kementerian PU tidak lagi memadai.

    Dody bilang, fasilitas tersebut hanya dirancang untuk pengolahan skala kecil di bawah 500 ton, sehingga petugas pun kewalahan menghadapi “ledakan” sampah Tangsel.

    Sebagai solusi jangka panjang, Dody menilai, Tangsel memerlukan pengolahan sampah lebih terintegrasi, yakni melalui teknologi pengolahan sampah menjadi energi atau waste to energy (WtE).

    “Jadi, begitu besar (volume sampahnya) dibakar. Dan enggak bisa dibakar saja, kan. Supaya efektif, dibakar dan dijadikan (energi) listrik, sehingga efektif dan efisien,” katanya.

    Hanya saja, dia mengakui pengembangan WtE masih terkendala ‘tarik ulur’ soal besaran subsidi listrik yang diberikan pemerintah.

    Ia menyatakan, Presiden Prabowo Subianto sendiri sejatinya telah memperkuat landasan hukum melalui Perpres Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Menjadi Energi Terbarukan.

    Hanya saja, lanjut dia, aspek pelaksanaan di lapangan saja yang belum terealisasi sepenuhnya.

    Sementara itu, Direktur Jenderal (Dirjen) Cipta Karya Kementerian PU Dewi Chomistriana membeberkan, angka antara produksi dan kapasitas tampung TPA Cipeucang.

    “Kapasitas tampung TPA Cipeucang hanya maksimal 400 ton per hari, padahal produksinya minimal 800 ton sampai di atas 1.000 ton,” ungkap dia.

    Dewi menuturkan, penutupan sementara TPA Cipeucang saat ini dilakukan karena Pemkot Tangsel tengah menyiapkan pembangunan landfill baru serta penataan terasering untuk mencegah longsor sampah.

    Guna mengatasi masalah ini secara sistemik, kata Dewi, Pemkot Tangsel kini telah diusulkan masuk ke dalam program waste to energy (WtE) tahap III.

    “Saat ini sudah masuk ke dalam WtE tahap III. Masih dalam tahap evaluasi, termasuk untuk menentukan titik lokasi proyeknya,” pungkas dia.

  • Bahlil Ungkap Subsidi dan Kompensasi Listrik Capai Rp 210 Triliun

    Bahlil Ungkap Subsidi dan Kompensasi Listrik Capai Rp 210 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan realisasi subsidi dan kompensasi listrik bagi masyarakat pada 2025 mencapai sekitar Rp 210 triliun. Angka tersebut mencerminkan komitmen pemerintah menjaga daya beli masyarakat sekaligus stabilitas sektor energi.

    Hal itu disampaikan Bahlil saat memaparkan laporan sektor energi kepada Presiden Prabowo Subianto dalam sidang kabinet paripurna di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (15/12/2025).

    “Dari total subsidi listrik, antara subsidi dan kompensasi untuk 37 golongan, sebanyak 24 golongan menerima subsidi dan 13 golongan menerima kompensasi. Totalnya kurang lebih sekitar Rp 210 triliun untuk subsidi dan kompensasi listrik pada 2025,” ujarnya.

    Bahlil menjelaskan, angka tersebut sudah termasuk alokasi sekitar Rp 12 triliun untuk pembayaran diskon tarif listrik yang menjadi bagian dari paket stimulus ekonomi pada periode Maret, April, dan Mei 2025.

    Bahlil menegaskan, realisasi anggaran subsidi dan kompensasi listrik tersebut masih sejalan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang telah ditetapkan dalam nota keuangan pada 17 Agustus 2025. “Ini masih on the track. Belum ada perubahan atau penambahan anggaran, masih sesuai dengan batasan APBN,” tegasnya.

    Selain melaporkan subsidi listrik, Bahlil juga menyampaikan perkembangan pemulihan pasokan listrik di wilayah terdampak bencana, yakni Sumatera Barat (Sumbar), Sumatera Utara (Sumut), dan Aceh.

    Ia menyebutkan, pemulihan kelistrikan di Sumbar dan Sumbar telah menunjukkan kemajuan signifikan. Sementara itu, di Aceh, pasokan listrik baru mencapai rata-rata 60 megawatt (MW) dari total kebutuhan sekitar 110 MW. Sebagian pasokan listrik di wilayah tersebut masih mengandalkan generator set (genset).

    Pemulihan kelistrikan di Aceh, lanjut Bahlil, masih bergantung pada penyelesaian jaringan gardu induk yang progresnya telah mencapai sekitar 80-90%. Pemerintah menargetkan seluruh pekerjaan tersebut rampung dalam beberapa hari ke depan. 

    “Kalau ini jadi, maka aliran listrik dari Arun dan Bireuen bisa masuk secara normal, dan transmisi jalur Sumatera sudah bisa connect,” jelas Bahlil.

    Meski demikian, normalisasi transmisi belum otomatis membuat seluruh desa langsung teraliri listrik. Bahlil mengungkapkan, masih ada sejumlah desa dengan kerusakan infrastruktur berat, seperti akses jalan yang terputus serta jaringan tegangan rendah dengan tiang listrik yang roboh.

    Selain itu, sebagian wilayah Aceh juga masih tergenang banjir. Menurutnya, pemaksaan aliran listrik dalam kondisi tersebut justru berisiko membahayakan masyarakat. “Kalau ini kita paksakan untuk dialiri listrik, itu akan berdampak pada kecelakaan di masyarakat,” pungkas Bahlil.

  • BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan terkait alasan tertundanya pengenaan pajak karbon meski ketentuan tentang pajak tersebut telah tertuang dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias HPP yang disahkan 2021. 

    Usut punya usut, BPK menyimpulkan bahwa Badan Kebijakan Fiskal yang kini berubah menjadi Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum menyusun Peta Jalan Pajak Karbon. Kemenkeu juga seolah ‘angkat tangan’ dalam proses penyusunan peta jalan tersebut dengan mengungkapkan 4 alasannya kepada BPK.

    Adapun kesimpulan itu diperoleh BPK setelah mengkaji UU HPP yang mengamanatkan kepada pemerintah untuk membuat dua pengaturan pajak karbon dalam bentuk PMK. Dua aturan yang seharusnya terbit itu antara lain, tata cara pengenaan pajak karbon serta terkait tarif dan dasar pengenaan pajak karbon.

    Namun, sesuai amanat UU HPP tersebut, penyusunan dua PMK tersebut harus dilaksanakan berdasarkan Peta Jalan Pajak Karbon. Persoalannya, hingga saat itu peta jalan pajak karbon belum ada bentuk alias wujudnya.

    DJSEF yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan Peta Jalan Pajak Karbon dan Rancangan PMK (RPMK) tentang tarif dan dasar pengenaan pajak karbon masih mengalami kendala, kendati saat ini umur UU HPP telah mencapai 4 tahun. 

    “Berdasarkan hasil wawancara BKF (DJSEF) masih mematangkan dan menyempurnakan kerangka konseptual Peta Jalan Pajak Karbon serta naskah akademis pendukung. Naskah akademis tersebut menjelaskan isu-isu utama yang sedang diformulasikan, justifikasi regulasi yang diusulkan, dan dampak yang diharapkan dari regulasi yang diusulkan,” tulis dokumen audit yang dikutip Bisnis, Senin (15/12/2025).

    BPK menyebutkan bahwa DJSEF dan DJP sudah menyiapkan hasil draf PMK. Namun draf itu masih perlu ditinjau ulang sesuai peta jalan pajak karbon, “Selain itu, BKF belum dapat menetapkan target waktu terkait penyelesaian penyusunan Peta Jalan Pajak Karbon.”

    Adapun dalam konfirmasi ke Kemenkeu, BPK juga memperoleh jawaban bahwa tujuan utama penerapan pajak karbon bukanlah untuk penerimaan negara, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

    Oleh karena itu, RPMK tersebut akan diselesaikan setelah BKF memastikan terlebih dahulu kesiapan dari seluruh pelaku ekonomi, menjamin tercapainya prinsip polluters pay principle, serta memastikan untuk mendukung tercapainya NDC (nationally determined contribution).

    4 Kendala Kemenkeu

    BPK menyebutkan bahwa Kemenkeu telah mengungkapkan kepada auditornya mengenai kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan kebijakan terkait pungutan pajak karbon.

    Pertama, situasi perekonomian masih belum pulih yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Perekonomian nasional menghadapi risiko global antara lain karena peningkatan harga komoditas energi dan pangan global dan konflik geopolitik di beberapa kawasan  ekonomi yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik.

    Kedua, penerapan pajak karbon di Indonesia berpotensi meningkatkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Independent Power Producer (IPP) yang pada akhirnya ditanggung oleh belanja APBN melalui skema subsidi dan kompensasi listrik.

    Untuk itu, Pemerintah perlu merevisi terlebih dahulu PMK Nomor 178 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PMK Nomor 174 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan  Pertanggungjawaban Subsidi Listrik yang saat ini sedang diproses oleh Direktorat  Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan.

    Ketiga, sesuai amanat UU HPP, Peta Jalan Pajak Karbon salah satunya harus memuat strategi penurunan emisi karbon untuk masing-masing sektor sesuai dengan target NDC dan  NZE. Namun demikian, di dalam dokumen E-NDC terakhir belum terdapat strategi carbon pricing sebagai salah satu strategi untuk mencapai NDC tersebut.

    Keempat, penerapan pajak karbon harus mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk sinkronisasi dengan kebijakan lain, pengembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor dan institusi, serta kondisi ekonomi terkini.

  • BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    BPK Soroti Tertundanya Pungutan Pajak Karbon, Kemenkeu Angkat Tangan?

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap temuan terkait alasan tertundanya pengenaan pajak karbon meski ketentuan tentang pajak tersebut telah tertuang dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan alias HPP yang disahkan 2021. 

    Usut punya usut, BPK menyimpulkan bahwa Badan Kebijakan Fiskal yang kini berubah menjadi Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum menyusun Peta Jalan Pajak Karbon. Kemenkeu juga seolah ‘angkat tangan’ dalam proses penyusunan peta jalan tersebut dengan mengungkapkan 4 alasannya kepada BPK.

    Adapun kesimpulan itu diperoleh BPK setelah mengkaji UU HPP yang mengamanatkan kepada pemerintah untuk membuat dua pengaturan pajak karbon dalam bentuk PMK. Dua aturan yang seharusnya terbit itu antara lain, tata cara pengenaan pajak karbon serta terkait tarif dan dasar pengenaan pajak karbon.

    Namun, sesuai amanat UU HPP tersebut, penyusunan dua PMK tersebut harus dilaksanakan berdasarkan Peta Jalan Pajak Karbon. Persoalannya, hingga saat itu peta jalan pajak karbon belum ada bentuk alias wujudnya.

    DJSEF yang bertanggung jawab untuk menyusun rancangan Peta Jalan Pajak Karbon dan Rancangan PMK (RPMK) tentang tarif dan dasar pengenaan pajak karbon masih mengalami kendala, kendati saat ini umur UU HPP telah mencapai 4 tahun. 

    “Berdasarkan hasil wawancara BKF (DJSEF) masih mematangkan dan menyempurnakan kerangka konseptual Peta Jalan Pajak Karbon serta naskah akademis pendukung. Naskah akademis tersebut menjelaskan isu-isu utama yang sedang diformulasikan, justifikasi regulasi yang diusulkan, dan dampak yang diharapkan dari regulasi yang diusulkan,” tulis dokumen audit yang dikutip Bisnis, Senin (15/12/2025).

    BPK menyebutkan bahwa DJSEF dan DJP sudah menyiapkan hasil draf PMK. Namun draf itu masih perlu ditinjau ulang sesuai peta jalan pajak karbon, “Selain itu, BKF belum dapat menetapkan target waktu terkait penyelesaian penyusunan Peta Jalan Pajak Karbon.”

    Adapun dalam konfirmasi ke Kemenkeu, BPK juga memperoleh jawaban bahwa tujuan utama penerapan pajak karbon bukanlah untuk penerimaan negara, melainkan sebagai instrumen pengendalian iklim dalam mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan sesuai prinsip pencemar membayar (polluter pays principle).

    Oleh karena itu, RPMK tersebut akan diselesaikan setelah BKF memastikan terlebih dahulu kesiapan dari seluruh pelaku ekonomi, menjamin tercapainya prinsip polluters pay principle, serta memastikan untuk mendukung tercapainya NDC (nationally determined contribution).

    4 Kendala Kemenkeu

    BPK menyebutkan bahwa Kemenkeu telah mengungkapkan kepada auditornya mengenai kendala yang dihadapi dalam proses penyusunan kebijakan terkait pungutan pajak karbon.

    Pertama, situasi perekonomian masih belum pulih yang disebabkan oleh pandemi Covid-19. Perekonomian nasional menghadapi risiko global antara lain karena peningkatan harga komoditas energi dan pangan global dan konflik geopolitik di beberapa kawasan  ekonomi yang menyebabkan peningkatan inflasi domestik.

    Kedua, penerapan pajak karbon di Indonesia berpotensi meningkatkan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Independent Power Producer (IPP) yang pada akhirnya ditanggung oleh belanja APBN melalui skema subsidi dan kompensasi listrik.

    Untuk itu, Pemerintah perlu merevisi terlebih dahulu PMK Nomor 178 Tahun 2021 tentang Perubahan atas PMK Nomor 174 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyediaan, Penghitungan, Pembayaran, dan  Pertanggungjawaban Subsidi Listrik yang saat ini sedang diproses oleh Direktorat  Jenderal Anggaran (DJA) Kementerian Keuangan.

    Ketiga, sesuai amanat UU HPP, Peta Jalan Pajak Karbon salah satunya harus memuat strategi penurunan emisi karbon untuk masing-masing sektor sesuai dengan target NDC dan  NZE. Namun demikian, di dalam dokumen E-NDC terakhir belum terdapat strategi carbon pricing sebagai salah satu strategi untuk mencapai NDC tersebut.

    Keempat, penerapan pajak karbon harus mempertimbangkan seluruh aspek terkait, termasuk sinkronisasi dengan kebijakan lain, pengembangan pasar karbon, pencapaian target NDC, kesiapan sektor dan institusi, serta kondisi ekonomi terkini.

  • Malaysia Tolak Usulan Bank Dunia Naikkan Harga BBM, RON 95 Tetap Rp 8.000

    Malaysia Tolak Usulan Bank Dunia Naikkan Harga BBM, RON 95 Tetap Rp 8.000

    Jakarta

    Pemerintah Malaysia menegaskan tetap berkomitmen pada skema subsidi tepat sasaran untuk bensin RON95 melalui program BUDI MADANI RON 95 (BUDI95), dan menolak usulan Bank Dunia yang ingin menaikkan harga ke tingkat pasar.

    Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anwar Ibrahim menyatakan, subsidi tepat sasaran untuk RON95 adalah langkah yang bijak karena mampu menekan belanja negara tanpa membebani masyarakat. Bank Dunia mengusulkan semua jenis BBM menjadi RM 2,65 per liter atau Rp 10.732 (kurs Rp 4.050).

    “Usulan Bank Dunia adalah menaikkan harga semua jenis bensin menjadi RM 2,65 per liter, lalu memberikan subsidi hanya untuk kelompok tertentu. Karena itu, saya dan para anggota kabinet menolak usulan tersebut dan memutuskan menurunkan harga RON95 menjadi RM 1,99 per liter (Rp 8.059) untuk warga Malaysia dan RM 2,60 per liter (Rp 10.530) untuk warga asing,” ujar Anwar Ibrahim, dilansir dari Bernama, Sabtu (6/12/2025).

    “Ini menunjukkan bahwa pendekatan pemerintah sudah tepat, dan langkah-langkah yang kami ambil memberi manfaat bagi rakyat. Alhamdulillah, subsidi RON95 berbasis ketepatan sasaran di seluruh Malaysia mendapat respons yang sangat baik,” sambung Anwar.

    Anwar yang juga merangkap sebagai Menteri Keuangan menambahkan bahwa penerapan subsidi yang lebih terarah memastikan mayoritas warga tetap menerima bantuan, sekaligus menekan kebocoran subsidi kepada non warga dan penggunaan untuk kegiatan bisnis.

    Ketika pemerintah menghentikan subsidi ayam dan telur serta membiarkan harganya mengikuti pasar, pemerintah memastikan harga tetap stabil, pasokan cukup, dan masyarakat tidak terdampak.

    Anwar juga mengatakan bahwa pemerintahannya menargetkan efisiensi subsidi dan penghematan sekitar RM 15,5 miliar per tahun melalui pelepasan harga ayam dan telur ke mekanisme pasar, serta penyempurnaan subsidi listrik, diesel, dan RON95.

    Sementara itu, ia menyebut bahwa dalam Anggaran 2026, pemerintahannya memilih untuk tidak memperkenalkan pajak baru, melainkan memperbaiki tata kelola, menargetkan subsidi dengan lebih tepat, dan memperkuat kepatuhan pajak.

    “Biasanya, ketika ada tambahan belanja negara, pemerintah akan memberlakukan pajak baru. Namun dalam kondisi ini, Malaysia bisa meningkatkan alokasi anggaran dengan signifikan tanpa pajak baru. Ini dimungkinkan berkat subsidi yang lebih terarah serta berbagai langkah penghematan dan pencegahan kebocoran,” tutur Anwar.

    “Jika pemerintah pusat bisa melakukan hal ini, saya mengajak pemerintah negara bagian untuk melakukan hal yang sama dan berhati-hati agar kebijakan baru dan pajak tambahan tidak membebani rakyat,” tutupnya.

    (ily/hns)

  • Malaysia Tolak Tawaran Bank Dunia, Harga Bensin RON 95 Tetap Rp 8.000!

    Malaysia Tolak Tawaran Bank Dunia, Harga Bensin RON 95 Tetap Rp 8.000!

    Jakarta

    Pemerintah Malaysia menolak usulan Bank Dunia untuk membuat harga bensinnya mengikuti harga pasar. Harga bensin RON 95 di Malaysia tetap di angka Rp 8.000-an per liter.

    Diberitakan Kantor Berita Malaysia, Bernama, Perdana Menteri Datuk Seri Anwar Ibrahim mengatakan, pemerintah Malaysia tetap berkomitmen pada program subsidi Budi Madani RON 95 (Budi95). Bensin RON 95 tetap dijual seharga 1,99 ringgit per liter atau setara Rp 8.020.

    “Usulan (Bank Dunia) adalah menaikkan harga menjadi RM 2,65 (Rp 10.680) per liter untuk semua jenis bensin, dan kemudian memberikan subsidi untuk kategori tertentu. Oleh karena itu, saya dan rekan-rekan anggota kabinet menolak usulan tersebut dan menurunkan harga RON 95 menjadi RM 1,99 (Rp 8.020) per liter untuk warga negara Malaysia dan RM 2,60 per liter untuk warga negara asing,” kata Anwar Ibrahim.

    Menurutnya, program subsidi Budi 95 it telah berhasil mengurangi pengeluaran pemerintah tanpa membebani rakyat.

    “Ini menunjukkan bahwa pendekatan kami (pemerintah) bijaksana dan kami mengambil tindakan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat. Alhamdulillah, subsidi RON 95 yang ditargetkan di seluruh Malaysia telah mendapat respons yang sangat baik dan positif,” kata Anwar.

    “Ketika pemerintah mengakhiri subsidi untuk ayam dan telur dan mempertahankan harganya, pemerintah memastikan harga tetap stabil, pasokan mencukupi, dan masyarakat tidak terdampak. Pemerintah Madani bertujuan untuk menargetkan subsidi dan mencapai penghematan sekitar RM 15,5 miliar per tahun melalui kebijakan mengambangkan harga ayam dan telur (mengikuti harga pasar), serta penargetan subsidi listrik, solar, dan RON 95,” kata Anwar.

    Menurut Anwar Ibrahim, subsidi yang tertarget ini juga memastikan bahwa mayoritas masyarakat menerima bantuan sekaligus memerangi kebocoran subsidi ke non-warga negara dan penggunaan bisnis.

    Program subsidi di Malaysia membuat harga bensin RON 95 jauh lebih murah dibanding bensin di Indonesia. Bahkan, bensin dengan RON 95 di Malaysia yang dijual Rp 8.000-an per liter jauh lebih murah dibanding Pertalite dengan RON 90 di Indonesia yang harganya Rp 10.000 per liter.

    Sejak September hingga 30 November 22025, 13,9 juta dari 16,55 juta penduduk Malaysia yang memenuhi syarat (84%) telah membeli 2,59 miliar liter bensin RON 95 dengan harga subsidi RM 1,99 per liter.

    (rgr/din)

  • Bocoran Rencana Jepang Luncurkan Paket Stimulus Rp 2.265 Triliun,

    Bocoran Rencana Jepang Luncurkan Paket Stimulus Rp 2.265 Triliun,

    Jakarta

    Pemerintah Jepang akan meluncurkan paket stimulus senilai 21,3 triliun yen atau setara US$ 135,5 miliar (Rp 2.265 triliun, kurs Rp 16.772/US$).

    Kebijakan ini sebagai upaya mendongkrak perekonomian Jepang yang tumbuh melambat serta mendorong konsumsi masyarakat. Selain itu, Stimulus ini bertujuan menekan harga yang naik, memperkuat fondasi ekonomi, serta meningkatkan kapasitas pertahanan dan diplomasi.

    Melansir dari CNBC International Jumat (21/11/2025), yang mengutip laporan NHK, paket stimulus ini menjadi yang terbesar sejak pandemi COVID-19.

    Bantuan ini langsung menyasar ke masyarakat, meliputi peningkatan dana hibah kepada pemerintah daerah, subsidi listrik dan gas mulai Januari 2026 sebesar 7 ribu yen per keluarga selama tiga bulan, serta penghapusan pajak bensin.

    Pemerintah Jepang juga berencana untuk membentuk dana khusus selama 10 tahun untuk meningkatkan industri galangan kapal, sekaligus meningkatkan anggaran pertahanan hingga 2% dari produk domestik bruto (PDB) pada tahun fiskal 2027. Pemerintah juga akan menyusun rancangan anggaran tambahan untuk membiayai berbagai program baru tersebut.

    Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi mengatakan sebagian besar dananya berasal dari penerimaan negara dan sisanya dari penerbitan obligasi yang diperkirakan lebih kecil dibanding 42,1 triliun yen dari tahun lalu.

    Ekonomi Jepang menyusut 0,4% pada kuartal-III 2025 dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Secara tahunan, perekonomian Jepang mengalami kontraksi 1,8%.

    (rea/hns)

  • Ini Tarif Listrik November 2025 dari Pemerintah

    Ini Tarif Listrik November 2025 dari Pemerintah

    Bisnis.com, JAKARTA – Tarif listrik baru ditetapkan oleh https://www.bisnis.com/topic/2604/pemerintah RI untuk setiap golongan dan per kWh pelanggan PT PLN yang berlaku mulai kuartal (triwulan) keempat tahun ini, mulai dari Oktober hingga Desember 2025.

    Melansir situs resmi Kementerian ESDM, pemerintah memutuskan bahwa tarif listrik untuk kuartal IV/2025 dinyatakan tetap sama seperti kuartal III/2025. Itu berarti, tarif listrik tidak mengalami kenaikan maupun penurunan hingga akhir tahun 2025.

    Tarif listrik yang diatur pemerintah akan diatur kembali setiap tiga bulan untuk menyesuaikan dengan kondisi realisasi parameter ekonomi level makro. Terdapat empat indikator ekonomi makro yang mempengaruhi tarif listrik, yaitu: kurs Rupiah dengan Dollar Amerika, harga minyak mentah (Indonesia Crude Price), harga batubara acuan, dan inflasi. 

    Kenaikan tarif listrik dicatat oleh Bisnis.com terakhir kali pada kuartal III/2022 untuk pelanggan rumah tangga non-subsidi dengan daya listrik 3.500 VA ke atas (golongan R2 dan R3), dan pemerintah (golongan P1, P2, dan P3). 

    Saat itu, pemerintah menaikkan tarif listrik di tengah pandemi Covid-19 karena besaran empat indikator ekonomi makro meningkat. Di tahun 2022, kenaikan listrik berpengaruh bagi 2,09 juta rumah tangga, dan 373 ribu pelanggan pemerintahan. 

    Tarif listrik yang digunakan pada akhir tahun ini mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 7/2024, tentang tenaga listrik yang disediakan PT PLN. Tarif listrik yang tetap berlaku untuk pelanggan listrik bersubsidi maupun non-subsidi. Pelanggan yang memakai listrik subsidi akan tetap mendapatkan subsidi seperti sebelumnya.

    Melansir Kementerian ESDM, pemerintah mengucurkan anggaran sebesar Rp90,22 triliun untuk subsidi listrik di tahun 2025, naik dari tahun 2024 yang sebesar Rp73,24 triliun. Hal tersebut dimaksudkan pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan akses listrik yang menjangkau secara adil.

    Berikut daftar tarif listrik PLN per kWh untuk November-Desember 2025:

    1. Golongan R-1/TR, batas daya 900 VA: Rp1.352 per kWh 

    2. Golongan R-1/TR, batas daya 1.300 VA: Rp1.444,70 

    3. Golongan R-1/TR, batas daya 2.200 VA: Rp1.444,70 

    4. Golongan R-2/TR, batas daya 3.500-5.500 VA: Rp1.699,53 

    5. Golongan R-3/ TR, batas daya 6.600 VA atau lebih: Rp1.699,53 

    6. Golongan B-2/TR, batas daya 6.600 VA–200 kVA: Rp1.444,70 

    7. Golongan B-3/TM, B-3/TT, batas daya lebih dari 200 kVA: Rp1.114,74 

    8. Golongan I-3/TM, batas daya lebih dari 200 kVA hingga kurang dari 30.000kVA: Rp1.114,74 

    9. Golongan I-4/TT, batas daya 30.000 kVA atau lebih: Rp996,74 

    10. Golongan P-1/ TR, batas daya 6.600 VA–200 kVA: Rp1.699,53 

    11. Golongan P-2/TM, batas daya lebih dari 200 kVA: Rp1.522,88 

    12. Golongan P-3/ TR: Rp1.699,53 

    13. Golongan L/TR, L/TM, L/TT: Rp1.644,52

    (Stefanus Bintang)

  • China Makin Ganas, Tak Sudi Pakai Produk Amerika

    China Makin Ganas, Tak Sudi Pakai Produk Amerika

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping sudah bertemu langsung di Busan, Korea Selatan, beberapa saat lalu. Kedua kelapa negara telah membuat kesepakatan terkait logam tanah jarang (LTJ) dan tarif impor.

    Kendati demikian, bukan berarti ketegangan geopolitik antara dua negara ekonomi terbesar dunia telah selesai. Trump menegaskan tak akan membuka akses chip tercanggih Nvidia ke China.

    Di saat bersamaan, China juga meminta perusahaan-perusahaan lokal untuk berhenti menggunakan chip asing dan beralih ke chip lokal. Bahkan, pemerintah memberikan subsidi listrik sebesar 50% untuk perusahaan yang menggunakan chip lokal untuk menjalankan data center.

    Lebih lanjut, pemerintah China juga mengeluarkan panduan bagi proyek-proyek data center baru yang menerima pendanaan negara. Mereka hanya boleh menggunakan chip AI buatan domestik, menurut dua sumber yang dilaporkan oleh Reuters.

    Dalam beberapa minggu terakhir, otoritas regulasi China telah memerintahkan data center yang tingkat penyelesaiannya kurang dari 30% untuk membuang semua chip asing yang terpasang, atau membatalkan rencana untuk membelinya, dikutip dari Reuters, Jumat (7/11/2025).

    Sementara itu, proyek yang berada pada tahap lebih maju akan diputuskan berdasarkan kasus per kasus, kata sumber Reuters yang familiar dengan masalah ini.

    Langkah ini menandai upaya paling agresif dari China untuk menyetop penggunaan teknologi asing, termasuk dari AS, pada infrastruktur kritis di negaranya.

    Akses China ke chip AI buatan AS, termasuk dari Nvidia, merupakan poin kunci dari gesekan antara Beijing dan Washington. AS dan China bersaing keras dalam memenangkn perlombaan untuk mendominasi AI.

    Langkah terbaru China akan mempersulit Nvidia untuk masuk ke pasar penting tersebut. Hal ini membuka peluang besar bagi pemain lokal seperti Huawei untuk menggarap pasar dalam negeri.

    (fab/fab)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Tarif Listrik yang Berlaku 1 November 2025

    Tarif Listrik yang Berlaku 1 November 2025

    Jakarta

    Tarif listrik per kWh November 2025 untuk 13 pelanggan non-subsidi PT PLN (Persero) tidak mengalami perubahan dibandingkan bulan sebelumnya. Dengan demikian, tarif listrik yang berlaku bulan ini sama seperti tarif listrik PLN pada bulan sebelumnya.

    Perlu diketahui, Kementerian ESDM baru melakukan penyesuaian tarif listrik setiap tiga bulan. Hal ini sesuai dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 28 Tahun 2016 jo Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2023 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT PLN (Persero).

    Berdasarkan aturan tersebut, perubahan tarif listrik ini baru dilakukan setiap triwulan sehingga tarif listrik ini berlaku sepanjang periode Oktober-Desember 2025. Adapun biasanya perubahan tarif listrik baru akan terjadi jika ada perubahan terhadap realisasi parameter ekonomi makro (kurs, Indonesian Crude Price/ICP, dan inflasi) serta Harga Batubara Acuan (HBA).

    Selain itu, tarif listrik untuk 24 golongan pelanggan bersubsidi juga tidak berubah dan tetap mendapat subsidi listrik. Golongan ini mencakup pelanggan sosial, rumah tangga miskin, industri kecil, serta pelanggan yang menggunakan listrik untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

    Daftar Tarif Listrik November 2025

    1.⁠ ⁠Golongan R-1/TR daya 900 VA, seharga Rp 1.352,00 per kWh.

    2.⁠ ⁠Golongan R-1/TR daya 1.300 VA, seharga Rp 1.444,70 per kWh.

    3.⁠ ⁠Golongan R-1/TR daya 2.200 VA, seharga Rp 1.444,70 per kWh.

    4.⁠ ⁠Golongan R-2/TR daya 3.500-5.500 VA, seharga Rp 1.699,53 per kWh.

    5.⁠ ⁠Golongan R-3/TR daya 6.600 VA ke atas, seharga Rp 1.699,53 per kWh.

    6.⁠ ⁠Golongan B-2/TR daya 6.600 VA-200 kVA, seharga Rp Rp 1.444,70 per kWh.

    7.⁠ ⁠Golongan B-3/TM daya di atas 200 kVA, seharga Rp 1.114,74 per kWh.

    8.⁠ ⁠Golongan I-3/TM daya di atas 200 kVA, seharga Rp 1.114,74 per kWh.

    9.⁠ ⁠Golongan I-4/TT daya 30.000 kVA ke atas, seharga Rp 996,74 per kWh.

    10.⁠ ⁠Golongan P-1/TR daya 6.600 VA – 200 kVA, seharga Rp 1.699,53 per kWh.

    11.⁠ ⁠Golongan P-2/TM daya di atas 200 kVA, seharga Rp 1.522,88 per kWh.

    12.⁠ ⁠Golongan P-3/TR untuk penerangan jalan umum, seharga Rp 1.699,53 per kWh.

    13.⁠ ⁠Golongan L/TR, TM, TT, seharga Rp 1.644,52 per kWh.

    (shc/fdl)