Topik: SPT

  • Jelang implementasi coretax, pemadanan NIK-NPWP hampir rampung

    Jelang implementasi coretax, pemadanan NIK-NPWP hampir rampung

    Jadi, hanya tinggal 0,68 persen lagi atau kurang lebih 521 ribu yang belum dipadankan

    Bandung (ANTARA) – Menjelang implementasi Core Tax Administration System (CTAS) atau coretax, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melaporkan pemadanan Nomor Induk Kependudukan (NIK) dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sudah hampir rampung.

    Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengungkapkan pemadanan NIK-NPWP per 3 Desember 2024 telah mencapai 75.939.355 dari total 76.460.637 NIK, atau sebesar 99,32 persen.

    “Jadi, hanya tinggal 0,68 persen lagi atau kurang lebih 521 ribu yang belum dipadankan,” kata Dwi saat media briefing di Bandung, Jawa Barat, Rabu.

    Dia merinci, sebanyak 71,34 juta NIK-NPWP dipadankan oleh sistem dan 4,6 juta NIK-NPWP dipadankan secara mandiri oleh wajib pajak.

    Dia mengimbau wajib pajak untuk segera melakukan pemadanan NIK-NPWP, mengingat sistem coretax rencananya dikejar untuk mulai diimplementasikan pada awal 2025 mendatang.

    Coretax merupakan sistem inti administrasi perpajakan yang disiapkan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam administrasi perpajakan. Sistem ini akan mengotomasi layanan administrasi pajak dan memberikan analisis data berbasis risiko untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

    Sembari menunggu peluncuran coretax, Kementerian Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.

    PMK 81/2024 mencabut 42 peraturan perpajakan yang telah ada sebelumnya. Salah satu perubahan signifikan dari peraturan ini adalah perubahan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang kini diseragamkan. Meski seragam, tak semua jenis pajak memiliki tanggal jatuh tempo yang sama.

    Adapun penjelasan teknis mengenai coretax tercantum pada Pasal 464 hingga 467.

    Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban wajib pajak untuk masa pajak Januari 2025 serta Pajak Bumi dan Bangunan (PPB) tahun pajak 2025 dilakukan secara terpusat menggunakan NPWP.

    Sementara tata cara pembayaran pajak dalam mata uang dolar Amerika Serikat (AS) serta penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan imbalan bunga ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

    Untuk tata cara pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak serta Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

    Meski begitu, belum semua ketentuan diatur dalam PMK 81/2024. Sejumlah ketetapan akan diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal Pajak, salah satunya mengenai kriteria wajib pajak yang dibebaskan dari kewajiban melapor Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024

  • DJP: Lapor SPT Tahunan PPh 2024 belum gunakan coretax

    DJP: Lapor SPT Tahunan PPh 2024 belum gunakan coretax

    Untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi maupun badan baru menggunakan coretax pada SPT Tahunan tahun 2025 yang akan disampaikan pada tahun 2026

    Jakarta (ANTARA) – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyatakan pelaporan Surat Pemberitahunan (SPT) Tahunan untuk pajak penghasilan (PPh) tahun 2024 belum menggunakan sistem coretax.

    Artinya, pada masa pelaporan SPT Tahunan hingga 31 Maret 2025 untuk wajib pajak orang pribadi dan 30 April 2025 untuk wajib pajak badan, masih dilakukan melalui laman DJP Online.

    “Untuk SPT Tahunan PPh orang pribadi maupun badan baru menggunakan coretax pada SPT Tahunan tahun 2025 yang akan disampaikan pada tahun 2026,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti saat media briefing di Bandung, Jawa Barat, Rabu.

    Dwi menjelaskan sistem coretax rencananya baru akan mulai diimplementasikan pada Januari 2025, sehingga data transaksi pajak tahun 2024 belum terekam dalam sistem tersebut.

    Sementara transaksi pajak tahun depan, seiring dengan peluncuran coretax, akan terdata pada sistem coretax.

    Hingga sejauh ini, pengembangan coretax telah memasuki tahap akhir, yaitu pengujian penerimaan pengguna (User Acceptance Testing/UAT) dan pengujian operasional (Operational Acceptance Test/OAT).

    Sambil menunggu implementasi pada 1 Januari mendatang, DJP memberikan edukasi baik secara internal maupun eksternal.

    Edukasi internal diberikan kepada pegawai melalui sistem pelatihan. Sementara edukasi eksternal menyasar kelompok wajib pajak.

    “Yang lainnya masih terus dilakukan oleh unit-unit kantor vertikal kami di seluruh Indonesia. Mudah-mudahan nanti pada saat implementasi, wajib pajak sudah banyak memahami juga,” ujar Dwi.

    DJP pun telah menyediakan berbagai saluran untuk mendukung pembelajaran mandiri, seperti 59 video tutorial coretax di YouTube, materi salindia, serta simulator interaktif coretax berbasis internet.

    Penjelasan rinci terkait implementasi coretax tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81 Tahun 2024. Beleid itu dikeluarkan untuk memastikan penerapan coretax dapat berjalan baik sesuai dengan yang direncanakan.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Biqwanto Situmorang
    Copyright © ANTARA 2024

  • Mantan Menkeu, Wamenkeu hingga Dirjen Pajak Buka-bukaan Soal PPN 12%

    Mantan Menkeu, Wamenkeu hingga Dirjen Pajak Buka-bukaan Soal PPN 12%

    Jakarta, CNBC Indonesia – Rencana Pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada awal tahun depan, sesuai mandat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), masih menjadi sorotan berbagai kalangan masyarakat, mulai dari ekonom, pengusaha hingga pejabat dan mantan pejabat.

    Banyak dari kalangan ini yang sebenarnya menolak kenaikan PPN menjadi 12%, mengingat daya beli masyarakat yang lemah. Menteri Keuangan era Presiden Joko Widodo, Bambang Brodjonegoro pun ikut buka suara.

    Dia menegaskan penolakannya terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN, jika dilakukan demi mengkompensasi penurunan pajak penghasilan (PPh) badan.

    “Secara prinsip sebenarnya saya kurang setuju. Tapi karena sudah dilakukan, dan kebetulan itu dinyatakan dengan suatu tahapan,” ungkapnya dalam program Squawk Box CNBC Indonesia, dikutip Rabu (4/12/2024).

    Bambang mengungkapkan, saat menjadi menteri keuangan periode pertama Presiden Joko Widodo atau Jokowi, penolakan gencar dia lakukan karena didasari pada tidak adilnya paket kebijakan kompensasi pajak tersebut, karena PPN dikenakan untuk setiap transaksi masyarakat Indonesia, sedangkan PPh Badan hanya dipungut untuk perusahaan menengah dan besar.

    “Karena bagi saya, kalau kita menurunkan PPh badan, maka yang mendapatkan manfaat adalah, ya mohon maaf ya, pengusaha-pengusaha menengah besar,” ungkap ekonom senior yang sempat menjadi Menteri PPN/Kepala Bappenas periode 2016-2019 itu.

    “Sedangkan kalau kompensasinya, kenaikan PPN, itu akan mengena kepada seluruh masyarakat, seluruh penduduk Indonesia yang melakukan transaksi ekonomi. Tidak peduli apakah dia kelas yang paling atas atau kelas yang paling bawah,” tegasnya.

    ‘Butuh Uang’

    Mantan Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati mengungkapkan dugaannya mengapa pemerintah terkesan ngotot ingin menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% di tengah tekanan daya beli masyarakat.

    Anny menduga pemerintah butuh tambahan penerimaan untuk membiayai program-program pemerintah baru.

    “Kita memang tahu pemerintah sekarang butuh kenaikan penerimaan negara, ada program-program baru yang harus didanai,” kata Anny dalam program Tax Time di CNBC Indonesia, dikutip Rabu (4/12/2024).

    Selain membiayai program, Anny menduga pemerintah butuh banyak uang untuk kebutuhan lainnya, yakni membayar utang yang jatuh tempo dan bunga utang. Dia mengatakan seperti diketahui, pemerintah akan menghadapi utang jatuh tempo dan bunga utang yang menumpuk pada 2025 dan 2026.

    “Kita pada 2025 dan 2026 harus membayar utang dan bunga utang dalam jumlah besar, sementara APBN yang kita memiliki keterbatasan.. jadi itu urgensi kenapa PPN menjadi 12%,” kata dia.

    Meski mengetahui kebutuhan pemerintah, Anny menilai kenaikan PPN menjadi 12% dirasa kurang tepat dan akan sangat menekan daya beli masyarakat. Terlebih, kata dia, masyarakat juga akan menghadapi berbagai kenaikan iuran, seperti BPJS Kesehatan, iuran perumahan hingga rencana peralihan subsidi BBM.

    “Jadi isu-isu itu yang membuat kita bertanya-tanya tentang kemampuan daya beli, utamanya masyarakat kelas menengah kita,” kata dia.

    Politikus Gerindra yang merupakan mantan Menteri Keuangan periode Maret-Mei 1998 era Pemerintahan Soeharto, Fuad Bawazier menilai suara-suara penolakan kenaikan PPN itu wajar terjadi karena ekonomi masyarakat saat ini memang sedang tidak baik-baik saja, khususnya yang berkaitan dengan daya beli masyarakat. Tercermin dari kondisi deflasi 5 bulan berturut-turut sejak Mei-September 2024, sebelum akhirnya inflasi sedikit pada Oktober 2024 sebesar 0,08%.

    “Artinya banyak yang menilai ini adalah penurunan daya beli. Apalagi ke penduduk kelas menengah. Itu bisa dilihat dari macam-macam indikasi. Antara lain ada yang deposito di bank-bank itu depositnya kemungkinan menurun, sementara yang atas malah naik,” ujar Fuad.

    Fuad meyakini permasalahan itu tentu akan menjadi pertimbangan Prabowo untuk meninjau kembali rencana kenaikan PPN sesuai amanat UU HPP.

    Dia mengatakan, penundaan implementasi dari amanat UU ini pernah terjadi pada 1985 saat akan berlakunya UU PPN. Kala itu, pemerintah memutuskan untuk menunda penerapan tarif PPN sebesar 10% karena memang kondisi ekonomi masyarakat belum siap untuk menanggung beban pungutan terhadap setiap transaksi barang dan jasa.

    “Salah satunya saat itu PPN, yang mustinya berlaku Januari 1984 ditunda menjadi Januari 1985. Nah ini bisa saja. Misalnya apakah ditunda itu kan sebelumnya ada enggak ada pemerintahan baru ataupun tidak memang sudah harus berlaku tahun 2025, ada undang-undang,” ucap Fuad.

    Prabowo Bisa Rilis Perppu

    Sementara itu, penolakan keras datang dari Mantan Dirjen Pajak di era Presiden SBY, Hadi Poernomo. Dia mendesak pemerintah membatalkan kenaikan tarif PPN 12%, bukan sekedar mengundur penerapannya.

    Sebagai alternatif, Hadi mengusulkan sistem perpajakan berbasis sistem monitoring self-assessment untuk menjaga penerimaan negara sekaligus menurunkan tarif PPN kembali ke 10%.

    Dia pun menegaskan kebijakan perpajakan harus melindungi daya beli rakyat kecil dan mendorong pemerataan ekonomi.

    Hadi menilai pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) agar ketetapan tarif PPN 12 persen yang ada dalam UU HPP bisa dibatalkan.

    “Penerbitan Perppu dapat dilakukan untuk mencegah kenaikan tarif PPN. Karena ini kan sudah diatur undang-undang di UU HPP,” imbuh Hadi dalam rilisnya, dikutip Rabu (3/12/2024).

    Ia juga menambahkan, mengacu pada UU HPP, tarif PPN 12 persen ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Artinya masih ada waktu satu bulan untuk membatalkan aturan tersebut.

    “Waktu yang singkat ini masih bisa dilakukan pemerintah dengan menerbitkan perppu, karena hanya membutuhkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Hadi.

    Hadi mengungkapkan mengandalkan PPN sebagai sumber utama hanya akan membebani masyarakat kecil yang mayoritas pendapatannya untuk konsumsi.

    Hadi mengusulkan sistem monitoring self-assessment, di mana seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan Wajib Pajak wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan. Dengan demikian, pajak bukan hanya sebagai sumber utama pendapatan negara, tetapi juga alat yang sangat strategis untuk memberantas korupsi dan melunasi semua utang negara.

    Menurutnya, korupsi dan penghindaran pajak memiliki karakteristik yang sama, yaitu timbul karena adanya kesempatan. Prinsip self-assessment yang mengandalkan kejujuran Wajib Pajak, berpotensi menimbulkan pelaporan pajak dengan tidak benar dan jelas. Dalam sistem self-assessment, Wajib Pajak diberikan hak untuk menghitung sendiri pajaknya, membayar pajak yang terutang, dan melaporkannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan kepada otoritas pajak.

    Selain itu, penting juga untuk mengembangkan dan memperkuat alat monitoring yang memungkinkan otoritas pajak dapat memverifikasi pelaporan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sehingga prinsip self-assessment dapat dijalankan dengan lebih efektif dan akuntabel.

    “Kalau sistem ini diterapkan, keadilan perpajakan akan terwujud. Petugas pajak tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Ini adalah kunci untuk menciptakan keadilan pajak,” kata Hadi.

    Dengan sistem monitoring self-assessment, transparansi yang dihasilkan memungkinkan perluasan basis pajak yang lebih akurat. Hal ini membuka peluang untuk menurunkan tarif pajak tanpa mengurangi penerimaan negara, karena basis pajak yang lebih luas tetap mampu mendukung peningkatan rasio pajak secara signifikan.

    Dengan demikian, jika semua pembenahan telah dilakukan, tarif PPN bisa diturunkan kembali menjadi 10 persen, sehingga daya beli masyarakat meningkat tanpa mengurangi penerimaan negara.

    (haa/haa)

  • Legislator: Pemprov DKI harus dialog sebelum tetapkan UMP 2025

    Legislator: Pemprov DKI harus dialog sebelum tetapkan UMP 2025

    Selasa, 3 Desember 2024 12:19 WIB

    Arsip foto – Sejumlah pekerja menjahit kaos pesanan salah satu pasangan calon peserta Pilkada 2024 di Jakarta, Kamis (7/11/2024). ANTARA FOTO/Idlan Dziqri Mahmudi/wpa/Spt.

    kenaikan UMN 2025 hingga 6,5 persen merupakan langkah positif sebab dapat menyejahterakan pekerja dan menjaga keberlanjutan dunia usaha

    Pewarta: Lifia Mawaddah Putri
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2024

  • Eks Dirjen Pajak Minta PPN 12% Dibatalkan, Usul Balik ke 10%

    Eks Dirjen Pajak Minta PPN 12% Dibatalkan, Usul Balik ke 10%

    Jakarta

    Mantan Dirjen Pajak, Hadi Poernomo mendesak pemerintah tidak hanya menunda tapi membatalkan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. Ia mengusulkan agar PPN bisa kembali ke 10%.

    Dia menyebut, kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025, yang diatur dalam UU HPP Pasal 7 ayat (1), menuai kritik. Menurut Hadi, pemerintah dapat menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) agar tarif PPN 12% yang ada dalam UU HPP bisa dibatalkan.

    “Penerbitan Perppu dapat dilakukan untuk mencegah kenaikan tarif PPN. Karena ini kan sudah diatur undang-undang di UU HPP,” imbuh Hadi yang juga merupakan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2009-2014, dalam keterangan tertulis, Senin (2/12/2024).

    la juga menambahkan, mengacu pada UU HPP, PPN 12% ini akan berlaku mulai 1 Januari 2025. Artinya, masih ada waktu satu bulan untuk membatalkan aturan tersebut.

    “Waktu yang singkat ini masih bisa dilakukan pemerintah dengan menerbitkan perppu, karena hanya membutuhkan persetujuan dari Presiden Prabowo Subianto,” ungkap Hadi.

    Korupsi dan penghindaran pajak memiliki karakteristik yang sama, yaitu timbul karena adanya kesempatan. Prinsip self-assessment yang mengandalkan kejujuran wajib pajak (WP), berpotensi menimbulkan pelaporan pajak dengan tidak benar dan jelas.

    Dalam sistem self-assessment, WP diberikan hak untuk menghitung sendiri pajaknya, membayar pajak yang terutang, dan melaporkannya melalui Surat Pemberitahuan (SPT) yang disampaikan kepada otoritas pajak.

    Hadi mengusulkan sistem monitoring self-assessment, di mana seluruh transaksi keuangan dan non-keuangan WP wajib dilaporkan secara lengkap dan transparan. Dengan begitu, pajak bukan hanya sebagai sumber utama pendapatan negara, tetapi juga alat yang sangat strategis untuk memberantas korupsi dan melunasi semua utang negara.

    Untuk diketahui, sistem monitoring self-assessment dirancang untuk menghimpun data dari berbagai sumber yang akan disatukan dengan konsep berbasis link and match, sehingga negara mampu menguji SPT WP serta memungkinkan pemetaan penerimaan negara secara komprehensif, termasuk pendapatan yang bersifat legal maupun ilegal.

    Sistem ini dapat memastikan setiap laporan pajak mencerminkan kondisi ekonomi sebenarnya, meminimalkan kebocoran penerimaan pajak, meningkatkan kepercayaan publik, dan optimalisasi penerimaan negara tanpa menaikkan tarif. “Dengan pengawasan ini, tarif PPN dapat kembali menjadi 10 persen tanpa mengurangi penerimaan negara,” tegasnya.

    Berlanjut ke halaman berikutnya.

    PPN Bebani Masyarakat

    Hadi mengatakan, berdasarkan data BPS, sebagian besar tenaga kerja Indonesia lebih dari 50 juta orang berpendidikan rendah, dengan daya beli terbatas. Kenaikan tarif PPN akan menambah beban mereka, mengurangi daya beli, dan memperparah ketimpangan sosial-ekonomi.

    Berdasarkan data RAPBN 2025, ketergantungan terhadap PPN, yang mencapai 43,2% dari total penerimaan pajak, juga menjadi perhatian. Ia menegaskan kebijakan perpajakan harus melindungi daya beli rakyat kecil dan mendorong pemerataan ekonomi.

    “Mengandalkan PPN sebagai sumber utama hanya akan membebani masyarakat kecil yang mayoritas pendapatannya untuk konsumsi,” ujar Hadi.

    Hadi juga menyoroti inkonsistensi regulasi sebagai hambatan utama pengawasan pajak yang efektif. Hal ini menyebabkan munculnya aturan yang tidak sesuai dengan kaidah hukum atau pembatasan nilai yang tidak relevan.

    Dia mengusulkan agar fokus utama dalam perbaikan sistem perpajakan adalah pada penyelarasan peraturan-peraturan yang ada agar lebih konsisten dan terintegrasi.

    Selain itu, penting juga untuk mengembangkan dan memperkuat alat monitoring yang memungkinkan otoritas pajak dapat memverifikasi pelaporan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sehingga prinsip self-assessment dapat dijalankan dengan lebih efektif dan akuntabel.

    “Kalau sistem ini diterapkan, keadilan perpajakan akan terwujud. Petugas pajak tidak dapat bertindak sewenang-wenang. Ini adalah kunci untuk menciptakan keadilan pajak,” kata Hadi.

    Dengan sistem monitoring self-assessment, transparansi yang dihasilkan memungkinkan perluasan basis pajak yang lebih akurat. Hal ini membuka peluang untuk menurunkan tarif pajak tanpa mengurangi penerimaan negara, karena basis pajak yang lebih luas tetap mampu mendukung peningkatan rasio pajak secara signifikan.

    Dengan demikian, jika semua pembenahan telah dilakukan, tarif PPN bisa diturunkan kembali menjadi 10 persen, sehingga daya beli masyarakat meningkat tanpa mengurangi penerimaan negara. Tarif PPN yang lebih rendah juga akan membuka ruang ekonomi untuk meningkatkan konsumsi masyarakat

    “Bukan menaikkan tarif yang jadi solusi. Yang penting adalah SPT Wajib Pajak mampu diuji. meningkatkan kepatuhan, dan memastikan sistem pengawasan yang mampu menciptakan keadilan, transparansi, dan efisiensi,” pungkasnya.

  • Proyeksi tantangan dan harapan ekonomi Indonesia 2025

    Proyeksi tantangan dan harapan ekonomi Indonesia 2025

    Suasana bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Kontainer Bitung, Kota Bitung, Sulawesi Utara, Selasa (19/11/2024). ANTARA FOTO/Yegar Sahaduta Mangiri/YU/Spt.

    Proyeksi tantangan dan harapan ekonomi Indonesia 2025
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Minggu, 01 Desember 2024 – 18:55 WIB

    Elshinta.com – Tahun 2025 menjadi fase krusial bagi Indonesia untuk menavigasi tantangan dan peluang ekonomi di tengah dinamika global yang semakin kompleks.

    Di pedesaan, petani menghadapi tekanan besar akibat perubahan iklim. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sulawesi Selatan bahkan telah memprediksi indeks La Nina terjadi hingga 2025 mendatang.

    Kepala BMKG Sulsel, Ayi Sudrajat, sempat menyebut kondisi tersebut akan mengakibatkan terjadinya peningkatan curah hujan yang lebih tinggi dari biasanya.

    Kondisi ini mungkin saja berpotensi menyebabkan banjir yang merusak lahan pertanian dan mengancam produksi pangan nasional, khususnya padi.

    Produksi padi, yang berkontribusi 30 persen terhadap kebutuhan pangan domestik, bisa saja menurun signifikan jika dampak perubahan iklim ini tidak segera diantisipasi.

    Ketergantungan Indonesia pada impor pangan, juga bisa menjadi ancaman besar lainnya bagi kemandirian pangan.

    Berdasarkan data BPS, Indonesia tercatat telah mengimpor beras sebanyak 3,48 juta ton hingga Oktober 2024.

    Negara-negara yang menjadi sumber impor beras Indonesia adalah Thailand, Vietnam, Myanmar, Pakistan, dan Kamboja. Proyeksi impor beras Indonesia pada tahun 2024 mencapai 5,17 juta ton, yang berpotensi menjadi rekor impor beras terbesar. Itu belum termasuk komoditas pangan impor lainnya seperti gandum, jagung, dan gula.

    Di sisi lain, di wilayah perkotaan seperti Yogyakarta, transformasi digital membuka peluang besar bagi pengusaha muda, tetapi tantangan infrastruktur teknologi tetap menjadi penghalang.

    Sebuah survei terbaru yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mengungkap bahwa di tahun 2024, sebanyak 82,6 persen penduduk daerah tertinggal di Indonesia telah terhubung internet.

    Padahal, studi Google dan Temasek mencatat bahwa UMKM yang terhubung dengan platform digital dapat meningkatkan pendapatan hingga 26 persen.

    Potensi ekonomi digital Indonesia, yang diproyeksikan mencapai 146 miliar dolar AS pada 2025, terancam tidak optimal jika kesenjangan akses internet tidak segera diatasi.

    Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara menjadi salah satu proyek strategis terbesar dalam sejarah Indonesia.

    Dengan target investasi Rp466 triliun, di mana 80 persen diharapkan berasal dari sektor swasta, proyek ini diharapkan mampu memacu pemerataan pembangunan.

    Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mencatat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) defisit Rp309,2 triliun per Oktober 2024 menimbulkan kekhawatiran tentang prioritas alokasi sumber daya.

    Proyek ini perlu dikelola dengan transparansi tinggi untuk menjawab kekhawatiran publik.

    Banyak studi menunjukkan bahwa proyek infrastruktur yang direncanakan dan dikelola dengan baik dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan signifikan, menjadikan proyek IKN sebagai peluang yang baik jika diterapkan secara efektif.

    Di sektor energi, Indonesia masih bergantung pada batu bara sebagai sumber utama pendapatan ekspor, yang mencapai 45 miliar dolar AS pada 2022.

    Namun, ketergantungan ini bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai emisi nol bersih pada 2060.

    Saat ini, hanya 12 persen energi Indonesia berasal dari sumber terbarukan, jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2022, bauran energi terbarukan Indonesia mencapai 12,30 persen,

    Sebagai perbandingan, beberapa negara tetangga memiliki proporsi energi terbarukan yang lebih tinggi. Misalnya, Vietnam memiliki kapasitas pembangkit listrik berbasis energi terbarukan sebesar 45.327 MW, menjadikannya yang terbesar di ASEAN.

    Sementara potensi energi terbarukan Indonesia, yang mencapai 442 GW menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), perlu segera dimanfaatkan melalui investasi dalam teknologi energi bersih dan reformasi subsidi energi fosil.

    Dengan strategi yang tepat, sumber seperti tenaga surya, angin, dan bioenergi dapat memenuhi kebutuhan domestik sekaligus menopang transisi menuju keberlanjutan.

    Di tengah kemajuan teknologi, tantangan ketenagakerjaan masih menjadi perhatian.

    Tingkat pengangguran terbuka menurun menjadi 5,86 persen pada Agustus 2023, tetapi ketidaksesuaian antara keterampilan tenaga kerja dan kebutuhan industri tetap menjadi tantangan signifikan.

    Laporan dari Lembaga Demografi Universitas Indonesia menunjukkan bahwa pada 2015, ketidaksesuaian vertikal (perbedaan antara tingkat pendidikan dan pekerjaan) mencapai 53,33 persen, sementara ketidaksesuaian horizontal (perbedaan antara bidang studi dan pekerjaan) mencapai 60,52 persen.

    Kondisi ini mencerminkan fenomena “pengangguran struktural” yang menghambat daya saing tenaga kerja Indonesia.

    Untuk menghadapi tantangan ini, reformasi sistem pendidikan menjadi kunci, dengan penekanan pada kurikulum berbasis keterampilan dan program pelatihan ulang bagi pekerja yang terdampak otomatisasi.

    Solusi strategis
    Di tengah berbagai tantangan tersebut, solusi strategis menjadi kebutuhan mendesak. Ketahanan pangan dapat diperkuat melalui teknologi pertanian modern seperti irigasi pintar dan pemantauan berbasis drone.

    Diversifikasi pangan lokal, seperti pemanfaatan sagu, sorgum, dan singkong, juga dapat mengurangi ketergantungan pada impor.

    Di sektor digital, pemerintah dan swasta perlu bersinergi dalam investasi infrastruktur teknologi, terutama untuk wilayah pedesaan yang masih minim akses internet.

    Pelatihan digital bagi UMKM juga perlu ditingkatkan untuk membuka peluang lebih luas bagi usaha kecil.

    Dalam pengelolaan proyek strategis seperti IKN, pendekatan public-private partnership (PPP) dapat menjadi solusi untuk mengurangi beban fiskal pemerintah sekaligus memastikan keberlanjutan proyek.

    Di sektor energi, percepatan transisi ke sumber terbarukan memerlukan insentif pajak untuk proyek energi hijau dan reformasi subsidi energi fosil.

    Langkah ini perlu dilakukan dengan investasi besar pada teknologi bersih seperti panel surya dan tenaga angin.

    Reformasi pendidikan juga menjadi prioritas untuk menjawab kebutuhan tenaga kerja di era digital. Kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri serta program reskilling dan upskilling menjadi langkah penting untuk memastikan tenaga kerja Indonesia tetap kompetitif.

    Tahun 2025 menjadi momentum penting bagi Indonesia untuk menata ulang strategi ekonominya.

    Dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks, kebijakan yang adaptif, inklusif, dan berorientasi masa depan menjadi kunci.

    Perjalanan ekonomi Indonesia bukan hanya tentang mengejar angka pertumbuhan, tetapi juga tentang menciptakan pembangunan yang dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

    Dengan komitmen yang kuat dan langkah strategis yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk tampil sebagai ekonomi yang tangguh, berkelanjutan, dan inklusif.

    Tantangan hari ini adalah pijakan untuk masa depan yang lebih cerah, di mana setiap rakyat Indonesia dapat merasakan manfaat dari perkembangan ekonomi yang dikelola dengan bijak.

    Sumber : Antara

  • Usulan OECD Turunkan PTKP, Pengamat: Lebih Baik Kejar Pajak Orang Kaya

    Usulan OECD Turunkan PTKP, Pengamat: Lebih Baik Kejar Pajak Orang Kaya

    Bisnis.com, JAKARTA — Organisation for Economic Co-operation and Development atau OECD memberikan rekomendasi kepada pemerintah Indonesia untuk menurunkan ambang batas pendapatan tidak kena pajak alias PTKP, demi mengerek penerimaan negara.

    Saat ini, pemerintah menetapkan PTKP senilai Rp54 juta per tahun atau dengan pendapatan Rp4,5 juta per bulan. Sementara pajak dengan tarif 5% mulai berlaku bagi individu yang menerima upah Rp60 juta per tahun.

    OECD menilai bahwa ambang batas tersebut sangat tinggi atau sekitar 65% dari produk domestik bruto (PDB) per kapita. Selain itu, golongan pajak dengan tarif 25% dimulai pada pendapatan di atas Rp250 juta atau 300% dari PDB per kapita.

    Menurut EOCD, kebijakan tersebut ‘melindungi’ kelas menengah yang tengah tumbuh sehingga terbebas dari pajak penghasilan (PPh).

    Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute Prianto Budi Saptono melihat memang ada opsi penurunan PTKP untuk Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) maupun UMKM—yang juga diusulkan OECD. Namun, pada kenyataannya, pemerintah memilih untuk menambah tarif PPh orang pribadi di 35% untuk lapisan penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar. 

    “Keputusan pemerintah lebih rasional karena [memajaki orang kaya] dapat meningkatkan penerimaan pajak lebih signifikan dari penurunan PTKP,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (28/11/2024).

    Prianto berpandangan penurunan PTKP akan menambah PPh di tarif 5%. Selain itu, biaya administrasi di kantor pajak juga akan meningkat karena akan lebih banyak WPOP dan UMKM melaporkan SPT PPh tahunan, tetapi pajak yang disetor relatif kecil ketimbang dari individu berpenghasilan di atas Rp5 miliar.

    Meskipun pada dasarnya segala usulan kebijakan yang terlontar dari organisasi internasional tersebut sangat mungkin untuk pemerintah terapkan, tetapi Prianto menekankan bahwa pemerintah harus mengumpulkan segala perspektif terkait dengan kebijakan yang sudah diusulkan oleh OECD sebelum mengambil keputusan.

    Di mana pemerintah harus mendengarkan perspektif masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya yang terkait dengan kebijakan pajak tersebut.

    Untuk diketahui, sebelum adanya Undang-Undang (UU) Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), individu dengan penghasilan lebih dari Rp300 juta per tahun dikenakan tarif PPh tertinggi, yakni 30%.

    Kini, pemerintah menambahkan kategori penghasilan kena tarif 30% untuk penghasilan Rp500 juta hingga Rp5 miliar. Sementara individu dengan penghasilan lebih dari Rp5 miliar, dikenakan tarif PPh 35%.

    Dengan kata lain, Prianto melihat keputusan pemerintah lebih baik dengan mengejar pajak dari orang kaya ketimbang memburu pajak dari lapisan masyarakat kelas menengah dengan menurunkan PTKP.

    “Iya keputusan pemerintah dengan tarif 35% lebih tepat [ketimbang rekomendasi OECD]. Lebih mengejar pajak orang kaya,” ujarnya. 

  • BMKG prediksi seluruh Jakarta diguyur hujan pada Kamis sore

    BMKG prediksi seluruh Jakarta diguyur hujan pada Kamis sore

    Ilustrasi – Warga mengenakan payung saat hujan di Jalan Raya Petir – Tunjung, Kabupaten Serang, Banten, Senin (25/11/2024). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/gp/Spt.

    BMKG prediksi seluruh Jakarta diguyur hujan pada Kamis sore
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Kamis, 28 November 2024 – 06:03 WIB

    Elshinta.com – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi seluruh wilayah Jakarta akan diguyur hujan pada Kamis pagi dan sore harinya.

    Berdasarkan unggahan akun resmi BMKG, infobmkg di Instagram, seluruh wilayah Jakarta diprediksi mengalami hujan, hujan ringan terjadi di Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Kepulauan Seribu.

    Sementara hujan sedang terjadi di Jakarta Pusat, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan pada Kamis sore.

    Hujan berlanjut hingga malam hari di Jakarta Timur, sementara itu untuk wilayah lain seperti Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu berawan tebal.

    Sementara itu pada Kamis pagi hujan ringan diprediksi terjadi di seluruh wilayah Jakarta mulai dari Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Utara dan Kepulauan Seribu

    Suhu rata-rata di Jakarta diperkirakan 24 derajat Celcius hingga 31 derajat Celcius. Sementara it untuk kecepatan angin dimulai dari 1 kilometer per jam hingga 11 kilometer per jam.

    Sumber : Antara

  • Dharma Berterima Kasih 10% Warga Jakarta Memilihnya, Ini Reaksi Netizen

    Dharma Berterima Kasih 10% Warga Jakarta Memilihnya, Ini Reaksi Netizen

    Jakarta

    Paslon nomor urut dua, Dharma Pongrekun, berterima kasih kepada warga Jakarta yang sudah memilihnya di Pilkada 2024. Dia menyebut ini bukan kekalahan namun kemenangan bagi warga.

    “Terima kasih 10%+ warga Jakarta yang telah memilih saya dan @kun_wardana pasangan cagub 02. Bagi kami ini bukan kekalahan tapi sebuah kemenangan warga Jakarta yang ingin menjaga dan memberikan rasa aman bagi keluarganya. Tetap kawal hingga hasil resmi real count KPU terbit✌️,” tulis Dharma, dikutip detikINET dari X.com (sebelumnya Twitter), Senin (27/11/2024).

    Warganet langsung merespons pernyataan Dharma di medsos. Banyak yang mengatakan perolehan suara sebesar 10% merupakan hasil yang luar biasa. Mereka berharap Dharma bisa kembali mencalonkan diri pada 2029.

    Saat ini postingannya di X.com sudah mendapatkan tanggapan dari 423 orang, di-retweet 1.000 kali, memperoleh 7 ribu like, dan disimpan 124 netizen.

    [Gambas:Twitter]

    “2029 nanti maju lagi ya Pak, kami tunggu gebrakan berikutnya entah itu nyagub atau nyapres. Sehat & sukses selalu Pak. GBU! 😇,” tulis @Fujiiyaaama.

    Selain mengutarakan harapannya, tidak sedikit dari netizen yang memberikan reaksi nyeleneh. Berikut beberapa komentar mereka:

    “Jangan berkecil hati, masih ada Pilkada 2090,” ujar @el_av***

    “10% warga jakarta menolak tunduk pada elit global,” sambung @goatm***

    “Bapak bercanda aja hasilnya 10 persen, apalagi serius!,” ucap @cin***

    “10% hanyalah angka pak, setidaknya bapak sudah membuat elite global dan pengikut iluminati ketar-ketir,” imbuh @arzul***

    “Rispek, Abangku! 🫡,” tulis @arjun***

    “Pak….bisa tolong jabarkan kasus P Diddy ga Pak? Saya masih roaming…,” tutur @frien***

    “langsung aja pak bikin aliansi penjaga bumi,” kata @Dwi***

    “10% yg menentukan siapa yg harus pulang dan bertahan. Bravo!!!,” tutur @Vian***

    “independen/tanpa partai, tdk di endorse tokoh politik terkenal, dana jauh di bawah kompetitor, di issue kan buruk sana-sini, berkompetisi di ibukota. Tp msh dpt 10%..
    Itu sdh luar biasa Pak.. Dlm sejarah.. Emang sudah ada yg spt ini..? **Jadikan awal yg baik, Ndan *👌,” tegas @Clac**

    Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, hasil quick count dari sejumlah lembaga survei independen mengungkapkan kalau Dharma-Kun Wardana meraih 10% suara. Berikut hasil perhitungan cepat beberapa lembaga survei independen, berdasarkan 100% data suara yang masuk.

    Hasil quick count Pilkada Jakarta 2024 versi SMRC per 27 November 2024 pukul 18.32 WIB:

    ⁠Ridwan Kamil (RK)-Suswono: 38,8%Dharma Pongrekun-Kun Wardana: 10,17%Pramono Anung-Rano Karno: Pramono-Rano 51,03%

    Hasil quick count Charta Politika di Pilkada Jakarta 2024 per 27 November 2024 pukul 18.48 WIB:

    Ridwan Kamil-Suswono 39,25%Dharma Pongrekun-Kun Wardhana 10,6%Pramono Anung-Rano Karno 50,15%

    Hasil quick count Pilkada Jakarta 2024 versi PPI:

    Ridwan Kamil-Suswono 39,13%Dharma Pongrekun-Kun Wardana 10,67%Pramono Anung-Rano Karno 50,2%

    Hasil quick count Pilkada Jakarta 2024 versi Indikator, per 27 November 2024 pukul 20.10 WIB:

    ⁠Ridwan Kamil (RK)-Suswono: 39,53%Dharma Pongrekun-Kun Wardana: 10,61%⁠Pramono Anung-Rano Karno: Pramono-Rano 49,87%

    (hps/afr)

  • Debat ketiga menjadi pamungkas, menutup rangkaian debat dalam proses Pilkada 2024

    Debat ketiga menjadi pamungkas, menutup rangkaian debat dalam proses Pilkada 2024

    Rabu, 20 November 2024 22:47 WIB

    Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten nomor urut 1 Airin Rachmi Diany (kiri) dan Ade Sumardi (kedua kiri) menyampaikan kalimat penutup disaksikan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Banten nomor urut 2 Andra Soni (kedua kanan) dan Achmad Dimyati Natakusumah (kanan) saat mengikuti debat ketiga calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Provinsi Banten di Jakarta, Rabu (20/11/2024). Debat tersebut bertemakan Sinergi Pembangunan Daerah dan Pusat Dalam Rangka Memperkokoh Negara Kesatuan Indonesia. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/Spt.

    Calon Gubernur Jawa Tengah nomor urut 2 Ahmad Luthfi (kanan) mengambil nomor pertanyaan disaksikan pasangan calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur Jawa Tengah nomor urut 1 Andika Perkasa (kiri) dan Hendrar Prihadi (kedua kiri) saat mengikuti debat publik ketiga Pilgub Jateng 2024 di Gedung Muladi Dome, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (20/11/2024). Debat publik ketiga tersebut berfokus pada tema Membangun Solusi Budaya, Pendidikan, Kesehatan, dan Perlindungan untuk Masyarakat yang Sejahtera dan Toleran. ANTARA FOTO/Makna Zaezar/Spt.

    Pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali nomor urut 1 Made Muliawan Arya (tengah) dan Putu Agus Suradnyana (kedua kiri) bergurau dengan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Bali nomor urut 2 Wayan Koster (kedua kanan) dan I Nyoman Giri Prasta (kanan) disaksikan Ketua KPU Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan (kiri) usai debat terbuka ketiga Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bali tahun 2024 di Bali Nusa Dua Convention Center, Badung, Bali, Rabu (20/11/2024). Debat tersebut mengambil tema Ngardi Bali Shanti lan Jagadhita atau menjadikan Bali damai dan sejahtera yang terdiri dari lima subtema, pertama membahas isu ketenagakerjaan, kedua tentang anak, perempuan, dan kaum marjinal, ketiga tentang smart agriculture, keempat tentang digitalisasi pelayanan publik dan kelima tentang pendidikan, kesehatan fisik dan mental. ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo/Spt.