Topik: SPT

  • Coretax Bermasalah, Penerimaan Negara Diklaim Belum Terganggu

    Coretax Bermasalah, Penerimaan Negara Diklaim Belum Terganggu

    Jakarta

    Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menyatakan gangguan Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax belum berdampak ke penerimaan negara

    Dampaknya baru akan terlihat setelah jatuh tempo pembayaran dan penyetoran beberapa jenis pajak pada tanggal 15 bulan berikutnya.

    “Ini kan dampaknya baru kelihatan nanti ya, karena yang Januari lapornya di bulan Februari kan. Nanti kita lihat ya, tanggal 15, akhir Februari nanti kami coba lihat ya kira-kira pergerakannya seperti apa,” kata Suryo kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Terlebih sistem lama perpajakan masih akan tetap digunakan sambil terus memperbaiki sistem Coretax. “Jadi kita menggunakan dua sistem yang jalan terus,” ucap Suryo.

    Contoh yang masih menggunakan sistem lama yakni pembuatan faktur pajak untuk pengusaha kena pajak (PKP) berskala besar menggunakan e-faktur. Kemudian penyampaian SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak 2024.

    “Jadi rolling out-nya Coretax tetap jalan dan dicobai sesuatu yang harus kembali ke sistem lama kami jalankan,” ucap Suryo.

    Suryo menyampaikan bahwa solusi penggunaan dua sistem ini diutamakan demi menjaga penerimaan negara.

    “Jadi sama-sama kita konsisten, implementasi Coretax jangan sampai mengganggu upaya penerimaan negara,” imbuhnya.

    (ada/hns)

  • Sistem Coretax Error, DPR Temukan 10 Masalah Fundamental dan Teknis – Halaman all

    Sistem Coretax Error, DPR Temukan 10 Masalah Fundamental dan Teknis – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengungkapkan  sistem Coretax di Ditjen Pajak yang kini error punya 10 masalah yang menyebabkan sistem perpajakan terbaru berbasis digital ini tidak berjalan dengan baik.

    Hal itu terungkap dari hasil rapat tertutup antara Komisi XI DPR RI dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan.

    Karena rapat tersebut bersifat tertutup, Misbakhun tidak dapat merinci secara detail masalah-masalah yang ada dalam Coretax.

    “Ada sepuluh item tadi disebutkan di dalam rapat itu. Saya tidak bisa menyebutkan karena rapat itu tertutup sifatnya,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Ia hanya menyebutkan bahwa masalah-masalah tersebut bersifat teknis dan fundamental.

    Misbakhun menekankan bahwa implementasi Coretax tidak boleh mengganggu penerimaan pajak negara.

    Ia menyerahkan kepada DJP untuk memutuskan sistem IT apa yang akan digunakan, asalkan penerimaan negara tetap terjaga.

    “Kalau memang Coretax belum bisa secara perfect, secara sempurna diimplementasikan, kita berikan tawaran untuk kembali menggunakan sistem yang lama,” ujar Misbakhun.

    Akhirnya, disepakati bahwa sistem perpajakan akan menjalankan Coretax dan sistem lama secara bersamaan.

    Penggunaan secara bersamaan itu menjadi bentuk antisipasi dalam memitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan.

    “Tadi disampaikan oleh Dirjen Pajak [Suryo Utomo] bahwa saat ini sedang berjalan sampai [pelaporan] tahun 2024 kan masih mengakomodasi sistem-sistem yang lama dan sistem yang baru full menggunakan Coretax,” kata Misbakhun.

    “Pak Suryo tadi memastikan kepada kita untuk e-faktur dan sebagainya itu kan masih menggunakan [sistem] yang lama. Di luar itu mereka sudah mulai mengimplementasikan coretax,” sambungnya.

    Selain itu, DJP juga diminta agar melaporkan perkembangan sistem Coretax secara berkala kepada Komisi XI.

    Misbakhun tak menjelaskan secara detail berkala itu per kapan, tetapi ia mengisyaratkan selama eskalasi isunya belum menurun, DJP masih akan dipanggil oleh Komisi XI DPR RI.

    “Kalau isunya menguat [masih akan dipanggil, red]. Berkala itu kan bahasa yang sangat multi, bisa kita maknai macam-macam,” tutur Misbakhun.

    “Apalagi sebentar lagi kan waktunya masyarakat untuk lapor SPT, PPh tahunan, baik untuk korporasi maupun untuk perorangan,” pungkasnya.  

    Sebagai informasi, Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem perpajakan lama yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu platform terpadu.

    Sehingga, proses bisnis inti administrasi perpajakan dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak dilakukan dalam satu wadah.

    Namun sayangnya, sistem ini menuai berbagai keluhan dari wajib pajak sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025.

    Mulai dari kendala sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.

    Suryo Utomo pernah menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya volume pengguna yang mengakses secara bersamaan.

    Ia menyebutkan. Coretax merupakan sistem yang baru dan banyak diakses oleh berbagai pihak untuk melakukan transaksi sekaligus.

    “Kendala utamanya karena memang volumenya tinggi, barang baru, kemudian diakses seluruh pihak, dan pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Suryo, akibat terlalu banyaknya akses yang masuk bersamaan, sistem Coretax menjadi terpengaruh dan memicu gangguan teknis.

  • Coretax Error Ganggu Penerimaan Negara? Dirjen Pajak: Nanti Kami Lihat – Halaman all

    Coretax Error Ganggu Penerimaan Negara? Dirjen Pajak: Nanti Kami Lihat – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menilai masih terlalu dini untuk menilai gangguan sistem perpajakan Coretax yang terjadi sejak awal 2025 ini akan berdampak pada penerimaan negara.

    Menurut dia, dampak tersebut baru bisa diketahui pada akhir Februari nanti.

    “Nanti kami lihat akhir bulan Februari. Kami coba lihat ya kira-kira pergerakannya seperti apa,” kata Suryo di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    Ia mengatakan telah melaporkan kepada Komisi XI DPR RI bahwa ada beberapa perubahan tanggal penyampaian dan penyetoran pajak.

    “Ada perubahan penyampaian SPT dan penyetoran untuk PPH 21 yang dulu tanggal 10 sekarang jadi tanggal 15. Kan gitu ya, pasti akan ada perubahan nih,” ujar Suryo.

    “Kami lapor juga kepada pimpinan Komisi XI tadi bahwa ada perubahan nih sebetulnya terkait dengan penyampaian SPT dan penyetoran PPH 21,” sambungnya.

    Suryo menegaskan bahwa yang terpenting adalah memastikan sistem Coretax tidak mengganggu upaya pengumpulan penerimaan negara.

    “Salah satu poin yang sampaikan Pak Ketua [Komisi XI DPR RI Misbakhun] tadi kan, yang penting kita menjaga penerimaan negara nih, jangan sampai kecelakaan,” ucap Suryo.

    Suryo juga menyatakan bahwa implementasi Coretax akan terus dipantau agar tidak menghambat pencapaian target penerimaan pajak negara

    “Jadi sama-sama kita konsultasikan implementasi coretax jangan sampai mengganggu upaya pengumpulan penerimaan negara,” pungkasnya.

    Pada rapat tertutup Senin ini antara Ditjen Pajak dan Komisi XI DPR RI, telah disepakati bahwa kedua sistem perpajakan, yakni Coretax dan sistem lama, dijalankan secara bersamaan.

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menjelaskan bahwa Ditjen Pajak diminta untuk tetap memanfaatkan sistem perpajakan lama sebagai langkah antisipasi.

    Menurut dia, hal itu sebagai bentuk antisipasi dalam memitigasi implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu kolektivitas penerimaan pajak.

    DPR juga meminta Ditjen Pajak untuk menjamin bahwa penggunaan sistem IT apa pun tidak akan berdampak pada upaya pencapaian target penerimaan pajak dalam APBN 2025.

    Selain itu, Ditjen Pajak diminta untuk menyusun roadmap implementasi Coretax yang berbasis pada risiko paling rendah, sekaligus mempermudah pelayanan bagi wajib pajak.

    “Pelayanan ini menjadi concern kita semua tadi, termasuk concern dari Direktorat Jenderal Pajak,” kata Misbakhun

    DPR juga meminta agar wajib pajak yang terdampak oleh penerapan sistem Coretax di tahun 2025 tidak dikenakan sanksi.

    Dalam rangka penyempurnaan sistem ini, Ditjen Pajak diwajibkan memperhatikan dan memperkuat aspek keamanan siber.

    Terakhir, DPR meminta Ditjen Pajak untuk melaporkan perkembangan sistem Coretax secara berkala kepada Komisi XI.

    Suryo Utomo menjelaskan bagaimana kedua sistem ini akan dijalankan secara bersamaan.

    Sistem lama akan digunakan hanya jika diperlukan, sedangkan Coretax tetap dijalankan selama sistem tersebut dapat berfungsi dengan baik.

    “Kalau misalnya dijumpai sesuatu yang harus kembali ke sistem lama, kami terapkan. Seperti kemarin kami menggunakan desktop faktur pajak untuk melakukan penerbitan faktur pajak pada waktu penerbitan faktur pajak di Coretax masih belum cukup,” ujar Suryo.

    Sebagai contoh lainnya, untuk pelaporan pajak tahun 2024, sistem lama masih akan digunakan.

    “Termasuk yang akan disampaikan di bulan Maret sama April, SPT, PPh OP, dan Badan itu kami masih mengelola dengan menggunakan sistem yang saat ini ada,” ucap Suryo.

    Namun, untuk SPT 2025 yang akan dilaporkan pada 2026, sistem Coretax akan diterapkan.

    “Untuk yang baru, SPT tahun 2025 yang akan disampaikan di tahun 2026, untuk SPT masa Januari Februari, terkait dengan PPN, pemotongan PPH 21 karyawan, kita menggunakan sistem yang sudah baru (coretax),” tutur Suryo.

    Sebagai informasi, Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem perpajakan lama yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu platform terpadu.

    Sehingga, proses bisnis inti administrasi perpajakan dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak dilakukan dalam satu wadah.

    Namun sayangnya, sistem ini menuai berbagai keluhan dari wajib pajak sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025.

    Mulai dari kendala sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.

    Suryo Utomo pernah menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya volume pengguna dan akses yang dilakukan secara bersamaan.

    Ia menyebutkan bahwa masalah ini timbul karena Coretax merupakan sistem yang baru dan banyak diakses oleh berbagai pihak untuk melakukan transaksi sekaligus.

    “Kendala utamanya karena memang volumenya tinggi, barang baru, kemudian diakses seluruh pihak, dan pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Suryo, akibat terlalu banyaknya akses yang dilakukan secara bersamaan, sistem Coretax menjadi terpengaruh. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa gangguan teknis.

     

  • Rapat Hampir 5 Jam, DPR dan Ditjen Pajak Sepakat Pakai Coretax dan Sistem Lama – Halaman all

    Rapat Hampir 5 Jam, DPR dan Ditjen Pajak Sepakat Pakai Coretax dan Sistem Lama – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi XI DPR RI dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sepakat menjalankan kedua sistem perpajakan, yakni Coretax dan sistem lama, secara bersamaan.

    Kesepakatan itu dicapai setelah kedua lembaga menggelar rapat selama hampir lima jam di gedung DPR RI hari ini, Senin, 10 Februari 2025.

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menjelaskan, DPR meminta Ditjen Pajak agar tetap memanfaatkan sistem perpajakan lama.

    Hal itu sebagai bentuk antisipasi dalam memitigasi hal-hal yang timbul dari penerapan Coretax yang masih terus disempurnakan agar tidak mengganggu penerimaan pajak.

    DPR juga meminta Ditjen Pajak menjamin bahwa penggunaan sistem IT apa pun tidak akan berdampak pada upaya pencapaian target penerimaan pajak dalam APBN 2025.

    DPR juga meminta Ditjen Pajak segera menyusun roadmap implementasi Coretax yang berbasis pada risiko paling rendah, sekaligus mempermudah pelayanan bagi wajib pajak.

    “Pelayanan ini menjadi concern kita semua tadi, termasuk concern dari Direktorat Jenderal Pajak,” kata Misbakhun dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    DPR juga meminta agar wajib pajak yang terdampak oleh penerapan sistem Coretax di tahun 2025 tidak dikenakan sanksi.

    Dalam rangka penyempurnaan sistem ini, Ditjen Pajak diwajibkan memperhatikan dan memperkuat aspek keamanan siber.

    Terakhir, DPR meminta Ditjen Pajak untuk melaporkan perkembangan sistem Coretax secara berkala kepada Komisi XI.

    Dalam kesempatan sama, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo menjelaskan bagaimana kedua sistem ini akan dijalankan secara bersamaan.

    Sistem lama akan digunakan hanya jika diperlukan, sedangkan Coretax tetap dijalankan selama sistem tersebut dapat berfungsi dengan baik.

    “Kalau misalnya dijumpai sesuatu yang harus kembali ke sistem lama, kami terapkan. Seperti kemarin kami menggunakan desktop faktur pajak untuk melakukan penerbitan faktur pajak pada waktu penerbitan faktur pajak di Coretax masih belum cukup,” ujar Suryo.

    Sebagai contoh lainnya, untuk pelaporan pajak tahun 2024, sistem lama masih akan digunakan.

    “Termasuk yang akan disampaikan di bulan Maret sama April, SPT, PPh OP, dan Badan itu kami masih mengelola dengan menggunakan sistem yang saat ini ada,” ucap Suryo.

    Namun, untuk SPT 2025 yang akan dilaporkan pada 2026, sistem Coretax akan diterapkan.

    “Untuk yang baru, SPT tahun 2025 yang akan disampaikan di tahun 2026, untuk SPT masa Januari Februari, terkait dengan PPN, pemotongan PPH 21 karyawan, kita menggunakan sistem yang sudah baru (coretax),” tutur Suryo.

    Sebagai informasi, Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem perpajakan lama yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu platform terpadu.

    Sehingga, proses bisnis inti administrasi perpajakan dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak dilakukan dalam satu wadah.

    Namun sayangnya, sistem ini menuai berbagai keluhan dari wajib pajak sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025.

    Mulai dari kendala sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.

    Suryo Utomo pernah menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya volume pengguna dan akses yang dilakukan secara bersamaan.

    Ia menyebutkan bahwa masalah ini timbul karena Coretax merupakan sistem yang baru dan banyak diakses oleh berbagai pihak untuk melakukan transaksi sekaligus.

    “Kendala utamanya karena memang volumenya tinggi, barang baru, kemudian diakses seluruh pihak, dan pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Suryo, akibat terlalu banyaknya akses yang dilakukan secara bersamaan, sistem Coretax menjadi terpengaruh. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa gangguan teknis.

     

  • DPR Minta DJP Sinergikan Dua Sistem Pajak untuk Antisipasi Coretax

    DPR Minta DJP Sinergikan Dua Sistem Pajak untuk Antisipasi Coretax

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi XI DPR meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tetap menjalankan sistem pajak lama bersamaan dengan penerapan core tax administration system (Coretax). Langkah ini bertujuan untuk membantu wajib pajak yang masih mengalami kesulitan dalam menggunakan sistem baru.

    Kesepakatan ini dihasilkan dalam rapat antara Komisi XI DPR dan DJP di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (10/2/2025). Ketua Komisi XI DPR Misbakhun menegaskan, DJP harus tetap memanfaatkan sistem perpajakan lama untuk memastikan penerimaan pajak tidak terganggu.

    “DJP Kemenkeu agar memanfaatkan kembali sistem perpajakan lama sebagai mitigasi dalam implementasi Coretax yang masih terus disempurnakan,” ujar Misbakhun.

    Sejak diterapkan mulai 1 Januari 2025 banyak wajib pajak yang mengalami kesulitan saat menggunakan Coretax. Terkait hal itu, DPR meminta DJP agar tidak mengenakan sanksi terhadap wajib pajak yang diakibatkan oleh gangguan penerapan sistem Coretax pada 2025. 

    Sampai dengan 3 Februari 2025 pukul 23.59 WIB, wajib pajak yang telah berhasil memperoleh sertifikat digital atau sertifikat elektronik untuk keperluan penandatanganan faktur pajak dan bukti potong Pajak Penghasilan  (PPh) berjumlah 508.679. 

    Sementara itu, jumlah wajib pajak yang telah menerbitkan faktur pajak yaitu sebesar 218.994. Jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan untuk masa Januari 2025 yaitu sebesar 30.143.543 dengan jumlah faktur pajak telah divalidasi atau disetujui sebesar 26.313.779.

    “Upaya penyempurnaan sistem pajak baru Coretax juga dilakukan dengan  memperkuat cyber security (keamanan siber). DJP melaporkan perkembangan sistem Coretax kepada Komisi XI DPR secara berkala,” kata Misbakhun.

    Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo menyatakan, DJP terus memantau implementasi Coretax, termasuk perubahan jadwal penyampaian SPT dan penyetoran pajak.

    “Ada perubahan terkait penyampaian SPT dan penyetoran PPh Pasal 21. Sebelumnya batas waktu pada Senin (10/2/2025), kini menjadi Sabtu (15/2/2025),” ujar Suryo.

    DJP berkomitmen untuk menjaga stabilitas penerimaan negara selama masa transisi ke sistem pajak baru, yaitu Cortex.

  • Bahas Coretax, DPR dan Ditjen Pajak Rapat Tertutup – Halaman all

    Bahas Coretax, DPR dan Ditjen Pajak Rapat Tertutup – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – DPR RI dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan menggelar rapat mengenai pengaturan dan pengawasan Coretax system secara tertutup.

    Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mulanya mengatakan bahwa rapat telah dihadiri 15 anggota terdiri dari 6 fraksi dari 48 anggota Komisi XI yang terdiri dari 8 fraksi.

    “Dengan demikian, kuorum sebagaimana ditentukan dalam pasal 279 dan pasal 281, peraturan DPR RI nomor 1 tahun 2020 tetntang tata tertib telah terpenuhi,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/2/2025).

    “Untuk itu dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, izinkanlah kami membuka rapat dengar pendapat dengan Komisi XI dengan Dirjen Pajak Kementerian Keuangan,” lanjutnya.

    Misbakhun lalu menawarkan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo apakah rapat ini mau dilakukan secara terbuka atau tertutup untuk umum.

    Suryo pun menjawab, jika diizinkan, rapatnya bisa dilaksanakan secara tertutup.

    “Kalau diizinkan pimpinan, rapat dilakukan secara tertutup,” kata Suryo.

    Misbakhun lalu bertanya kepada para anggota yang hadir apakah setuju rapatnya dilakukan secara tertutup. Mereka pun setuju.

    “Rapat ini saya nyatakan tertutup untuk umum,” ujar Misbakhun.

    Sebagai informasi, Coretax adalah sistem teknologi informasi terbaru yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengintegrasikan seluruh layanan administrasi perpajakan di Indonesia.

    Sistem ini bertujuan untuk menggantikan sistem perpajakan lama yang sebelumnya terfragmentasi menjadi satu platform terpadu. 

    Sehingga, proses bisnis inti administrasi perpajakan dari pendaftaran wajib pajak, pelaporan SPT, pembayaran pajak, hingga pemeriksaan dan penagihan pajak dilakukan dalam satu wadah. 

    Namun sayangnya, sistem ini menuai berbagai keluhan dari wajib pajak sejak diimplementasikan pada 1 Januari 2025.

    Mulai dari kendala sertifikat digital, pembuatan faktur pajak, hingga gangguan teknis pada server dan antarmuka pengguna, semua menjadi keluhan dari Wajib Pajak di berbagai media sosial.

    Suryo Utomo pernah menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh tingginya volume pengguna dan akses yang dilakukan secara bersamaan.

    Ia menyebutkan bahwa masalah ini timbul karena Coretax merupakan sistem yang baru dan banyak diakses oleh berbagai pihak untuk melakukan transaksi sekaligus.

    “Kendala utamanya karena memang volumenya tinggi, barang baru, kemudian diakses seluruh pihak, dan pada waktu mengakses bukan hanya mencoba, tapi juga bertransaksi. Ini situasi yang kami betul-betul hadapi,” katanya dalam konferensi pers APBN 2024 di Jakarta, Senin (6/1/2025).

    Menurut Suryo, akibat terlalu banyaknya akses yang dilakukan secara bersamaan, sistem Coretax menjadi terpengaruh. Hal ini menyebabkan terjadinya beberapa gangguan teknis.

    Ia mengatakan Direktorat Jenderal Pajak terus melalukan fine tuning selama 24 jam.

    Suryo juga mengungkapkan bahwa sistem ini tidak bisa berdiri sendiri karena terhubung dengan sistem lain seperti penyedia jaringan telekomunikasi.

    “Dalam 7 hari terus berjalan, mereka berjalan mengumpulkan permasalahan troubleshooting yang ada, termasuk kendala mengenai infrastruktur karena sistem tidak bisa berdiri sendiri karena kita terkait dengan sistem dari pihak lain. Contoh kata misalnya vendor penyedia jaringan telekomunikasi,” ujar Suryo.

    Direktorat Jenderal Pajak pun telah memperlebar kapasitas bandwidth dan mengoptimalkan sistem untuk mengatasi lonjakan beban akses.

    Suryo juga menegaskan bahwa masyarakat wajib pajak tidak perlu khawatir jika terjadi keterlambatan dalam pelaporan atau penerbitan faktur karena masalah pada sistem Coretax.

    “Masyarakat wajib pajak tidak perlu khawatir apabila dalam implementasi ini mungkin ada keterlambatan penerbitan faktur atau pelaporan,” ucap Suryo.

    “Nanti kami pikirkan supaya tidak ada beban tambahan kepada masyarakat pada waktu menggunakan sistem yang baru,” lanjutnya.

    Ia memastikan Direktorat Jenderal Pajak terus mengikuti dan memantau keluhan dari masyarakat, baik wajib pajak maupun pemangku kepentingan lain.

    Pemerintah Tergesa-gesa

    Direktur Eksekutif Indonesia Economic Fiscal (IEF) Research Institute Ariawan Rachmat menilai bahwa peluncuran Coretax tampak tergesa-gesa demi memenuhi target timeline.

    “Agaknya pemerintah dalam hal ini DJP memang terkesan memaksakan diri untuk memenuhi target timeline peluncuran pada 1 Januari 2025,” ujar Ariawan kepada Kontan.co.id, Minggu (5/1).

    Secara prosedural, Ariawan bilang, sebelum mulai meluncurkan aplikasi secara publik, seharusnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan uji coba menyeluruh.

    Meski uji coba pengguna telah dilakukan pada akhir 2024, agaknya feedback dari pengguna belum dijadikan landasan untuk penyempurnaan lebih lanjut sebelum peluncuran Coretax.

    Ariawan menjelaskan bahwa idealnya, sebuah sistem digital seperti Coretax memerlukan tahapan pengujian yang matang. Ini termasuk pengujian kapasitas, responsivitas, dan sinkronisasi data yang tampaknya belum dilakukan secara optimal.

    Oleh karena itu, masalah-masalah yang muncul di awal peluncuran ini mengindikasikan bahwa Coretax masih jauh dari kata sempurna.

    “Ke depan saya yakin masih banyak tantangan dan perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan DJP. Entah itu dari sisi kapasitas server, user interface ataupun user experience, bahkan keamanan sistem,” katanya.

    Ia menyarankan agar DJP Kemenkeu lebih membuka diri terhadap masukan dari pengguna serta meminta feedback yang luas untuk membantu mengidentifikasi dan memperbaiki kelemahan sistem.

    “Kasus-kasus yang ada di lapangan dijadikan data awal untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang dilakukan,” imbuhnya.

  • Cuma 4 Kelompok Ini yang Tidak Wajib Lapor Pajak di RI

    Cuma 4 Kelompok Ini yang Tidak Wajib Lapor Pajak di RI

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tidak semua kelompok masyarakat berkewajiban melaporkan pajak di Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberi ruang pembebasan bagi wajib pajak untuk tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) pajak, dengan kriteria tertentu.

    Khusus untuk kriteria wajib pajak yang akan dibebaskan dari kegiatan lapor SPT ini akan disusun. Ini untuk menindaklanjuti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan.

    “Kriteria Wajib Pajak Pajak Penghasilan tertentu yang dikecualikan dari kewajiban pelaporan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak,” seperti dikutip dari Pasal 465 huruf s PMK 81/2024, dikutip Senin (3/2/2025).

    Sebelumnya ini diatur dalam PMK-147/PMK.03/2017 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-04/PJ/2020. Disebutkan dalam aturan mengenai wajib pajak yang masuk kategori Non-Efektif (NE), maka tidak wajib lapor SPT Tahunan dan juga tak akan diberikan surat teguran meski tidak menyampaikan SPT nya.

    Ini daftar wajib pajak yang bisa mengubah status menjadi wajib pajak NE adalah:

    – Wajib Pajak (WP) yang penghasilannya turun menjadi di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
    – Pengusaha yang sudah berhenti melakukan kegiatan usaha
    – Pekerja yang sudah tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan
    – Pensiunan yang tidak lagi memiliki penghasilan

    (mkh/mkh)

  • Mengenal Coretax, Sistem Perpajakan Digital Terbaru

    Mengenal Coretax, Sistem Perpajakan Digital Terbaru

    Jakarta: Pemerintah terus berinovasi dalam menghadirkan layanan perpajakan yang lebih modern dan efisien. 
     
    Salah satu terobosan terbaru dari Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah Coretax, sistem administrasi pajak berbasis digital yang akan mulai diterapkan pada 1 Januari 2025. 
     
    Sistem ini dirancang untuk menyederhanakan berbagai proses perpajakan, termasuk pendaftaran wajib pajak (WP), pelaporan SPT Tahunan, serta pembayaran pajak.

    Bagi kamu yang ingin tahu lebih dalam tentang Coretax dan bagaimana sistem ini akan mempermudah pelaporan pajak, simak ulasan lengkapnya di bawah ini, sepeti dirangkum dari Ruang Menyala.

    Apa Itu Coretax?
    Coretax adalah sistem administrasi perpajakan digital yang mengintegrasikan berbagai layanan DJP dalam satu portal. 
     
    Sistem ini dikembangkan sebagai bagian dari Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP), yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2018. 
     
    Dengan Coretax, wajib pajak bisa melakukan berbagai keperluan perpajakan secara online dengan lebih cepat dan efisien.
     
    Berikut beberapa layanan yang akan tersedia dalam Coretax:
     
    – Pendaftaran NPWP untuk wajib pajak pribadi dan badan.
    – Perubahan data wajib pajak secara online.
    – Pelaporan SPT Tahunan dan berbagai jenis SPT lainnya.
    – Pembayaran pajak melalui sistem yang lebih terintegrasi.
     
    Apakah Pelaporan SPT 2025 Sudah Menggunakan Coretax?
     
    Meskipun Coretax mulai diterapkan pada 1 Januari 2025, pelaporan SPT Tahun 2024 (yang dilakukan pada 2025) masih menggunakan sistem lama. 
     
    Coretax baru akan digunakan untuk pelaporan pajak tahun berikutnya.
    Cara menggunakan coretax
    Agar dapat menggunakan Coretax, wajib pajak harus memastikan bahwa NPWP sudah terintegrasi dengan NIK. Berikut langkah-langkah untuk memanfaatkan layanan Coretax:

    Cara Login Coretax

    Sebelum menggunakan fitur Coretax, pastikan kamu sudah memiliki akun DJP Online yang aktif.

    Buka situs coretaxdjp.pajak.go.id
    Masukkan NIK dan kata sandi DJP Online.
    Masukkan kode captcha.
    Klik Login.

    Jika belum menghubungkan NPWP dengan NIK, ikuti langkah-langkah berikut:

    Buka djponline.pajak.go.id.
    Masukkan NPWP (15 digit), kata sandi, dan kode keamanan.
    Pilih Menu Profil, lalu klik Data Profil.
    Masukkan 16 digit NIK sesuai KTP.
    Klik Validasi dan simpan perubahan.
    Logout dan login kembali menggunakan NIK sebagai username.

    Cara Melaporkan SPT di Coretax

    Setiap wajib pajak wajib melaporkan SPT Tahunan pada awal tahun berikutnya. Berikut langkah-langkah pelaporan SPT melalui Coretax:

    Login ke akun Coretax.
    Pilih menu Surat Pemberitahuan.
    Klik Buat Konsep SPT.
    Pilih jenis SPT yang akan dilaporkan.
    Tentukan periode dan tahun pajak.
    Pilih model SPT: Normal atau Pembetulan.
    Isi data yang diperlukan.
    Klik Bayar dan Lapor.
    Jika ada kekurangan pajak, lakukan pembayaran melalui deposit atau kode billing.

    Cara Membayar Pajak di Coretax

    Pembayaran pajak di Coretax bisa dilakukan melalui deposit saldo pajak atau kode billing. Jika ingin membayar menggunakan kode billing, ikuti langkah-langkah berikut:

    Login ke akun Coretax.
    Pilih menu Pembayaran.
    Pilih Layanan Mandiri Kode Billing.
    Verifikasi identitas wajib pajak dan klik Lanjut.
    Pilih Kode Akun Pajak (KAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS).
    Tentukan periode pajak, mata uang, dan nominal yang harus dibayar.
    Unduh Kode Billing.
    Bayar melalui ATM, teller bank, mobile banking, atau internet banking.

    Coretax hadir untuk mempermudah administrasi perpajakan di Indonesia dengan sistem yang lebih modern dan terintegrasi. 
     
    Meskipun implementasinya baru berlaku mulai 1 Januari 2025, pelaporan SPT Tahunan 2024 (yang dilakukan pada 2025) masih menggunakan sistem lama. 
     
    Oleh karena itu, wajib pajak tetap perlu memahami cara kerja Coretax agar siap menggunakannya di tahun-tahun mendatang.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • Sudah Ada Coretax Lapor SPT Tetap Butuh EFIN, Ini Cara Urus Jika Lupa

    Sudah Ada Coretax Lapor SPT Tetap Butuh EFIN, Ini Cara Urus Jika Lupa

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Wajib pajak perlu tahu kalau mulai tahun ini lapor Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak 2024 menggunakan Cortex.

    Adapun masa pelaporan telah ditetapkan mulai Januari hingga 31 Maret 2025. Bagi wajib pajak, ada beberapa hal yang perlu disiapkan sebelum melapor, termasuk EFIN.

    Meskipun sudah ada Coretax, wajib pajak orang pribadi masih harus melakukan pengisian SPT di DJP Online.

    Oleh karena itu kode EFIN sangat dibutuhkan. Kode EFIN (Electronic Filing Identification) digunakan sebagai nomor identitas wajib pajak saat melakukan transaksi perpajakan secara online termasuk untuk mengisi SPT. EFIN terdiri atas beberapa urut angka.

    Namun bagaimana jika masyarakat lupa kode EFIN?

    Ada beberapa cara yang bisa dilakukan, berikut informasinya:

    1. Telepon ke KPP

    Salah satu yang bisa dilakukan adalah menyampaikan permohonan layanan lupa EFIN lewat nomor telepon resmi Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Nomor kontak KPP tempat masyarakat terdaftar bisa dilihat pada link www.pajak.go.id./unit-kerja.

    Perlu diingat, satu panggilan tersebut hanya bisa untuk satu permohonan layanan. Tujuannya agar tidak ada penyalahgunaan kode EFIN.

    “Untuk memastikan penelepon tersebut adalah wajib pajak yang bersangkutan petugas akan melakukan verifikasi dan membutuhkan data Proof of Record Ownership (PORO),” tulis Zidni Amaliah Mardlo, pegawai Direktorat Jenderal Pajak, dikutip dari Pajak.go.id.

    Sebagai informasi, PORO merupakan proses konfirmasi data wajib pajab yang memastikan orang yang melakukan sambungan telepon atau melakukan permohonan lewat email benar wajib pajak/pengurus badan. Tujuan untuk menjaga kerahasiaan data wajib pajak serta mencegah adanya penyalahgunaan data wajib pajak.

    2. Kirim Email

    Cara berikutnya mengirimkan email ke KKP. Sama seperti layanan telepon, email juga bisa digunakan untuk satu permohonan layanan lupa EFIN.

    Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, berikut informasinya:

    – Scan formulir permohonan EFIN, centang pada jenis permohonan cetak ulang. Formulirnya dapat diunduh di www.pajak.go.id/id/formulir-permohonan-EFIN.
    – Pastikan nomor telepon dan surel yang ditulis di formulir masih aktif.
    – Foto identitas (KTP bagi WNI, KITAP/KITAS bagi WNA)
    – Foto Surat Keterangan Terdaftar (SKT) atau NPWP
    – Swafoto/selfie dengan memegang KTP dan kartu NPWP
    – Petugas melakukan pengecekan kesesuaian data yang diberikan oleh wajib pajak dengan database DJP. Apabila semua data sesuai, petugas akan mengirim pemberitahuan EFIN dalam bentuk PDF melalui surel.

    3. Akun Twitter Kring Pajak

    Untuk sementara waktu ini, layanan telepon Kring Pajak 1500200 dialihkan. Jadi untuk layanan bisa dilakukan melalui akun twitter @kring_pajak, surel ke [email protected] untuk informasi pajak atau surel [email protected] untuk pengaduan, atau live chat di situs pajak www.pajak.go.id saat jam kerja.

    Terakhir bisa menghubungi akun media sosial KKP tempat wajib pajak terdaftar. Ini ada melalui Twitter, Facebook ataupun Instagram. Cara mencarinya pun mudah, yakni @pajak dan diikuti nama daerah. Misalnya @pajaktemanggung atau @pajakwonosobo.

    Setelah mengirimkan DM, masyarakat akan diberikan informasi soal layanan yang dibutuhkan, persyaratan, apa yang harus dilakukan. Dengan cara ini, wajib pajak juga harus benar-benar mengecek akun media sosial kantor pelayanan pajak yang dituju, guna menghindari penipuan.

    4 Hal penting yang wajib diperhatikan

    Untuk itu Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) DJP, Dwi Astuti, menegaskan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan wajib pajak orang pribadi dan badan.

    Pertama, pelaporan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2024 dan sebelumnya, termasuk pembetulannya, baik untuk Wajib Pajak Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan, dilakukan melalui aplikasi DJP Online (https://djponline.pajak.go.id); atau aplikasi pelaporan SPT Tahunan Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) yang dapat diakses melalui tautan yang disediakan oleh PJAP masing-masing. Daftar PJAP yang telah ditunjuk oleh DJP dapat dilihat pada https://pajak.go.id/index-pjap

    “Kedua, Pelaporan SPT Tahunan PPh mulai Tahun Pajak 2025 dilakukan melalui aplikasi CoretaxDJP (https://coretaxdjp.pajak.go.id),” ungkap Dwi, dalam pernyataan resmi, dikutip Sabtu (8/2/2025).

    Ketiga, wajib pajak diharapkan dapat melakukan pelaporan SPT Tahunan PPh-nya sesuai dengan batas waktu yang telah diatur dalam ketentuan yang berlaku.

    “Wajib Pajak Orang Pribadi paling lama tiga bulan setelah akhir tahun pajak; dan Wajib Pajak Badan paling lama empat bulan setelah akhir tahun pajak,” tegas Dwi.

    Keempat, salam hal wajib pajak memerlukan informasi terkait pelaporan SPT Tahunan PPh, wajib pajak dapat menghubungi kantor pajak terdekat atau Kring Pajak 1500200, akun X @/kring_pajak, atau live chat pada https://pajak.go.id.

    (dce)

  • Pengungsi Palestina antusias kembali ke Gaza, walau rumah mereka telah rata dengan tanah

    Pengungsi Palestina antusias kembali ke Gaza, walau rumah mereka telah rata dengan tanah

    Kamis, 30 Januari 2025 09:31 WIB

    Seorang anak Palestina berada di sebuah bangunan yang hancur di kamp pengungsi Jabalia, Jalur Gaza utara, Rabu (29/1/2025). Lebih dari 500.000 pengungsi Palestina kembali ke Gaza utara dalam 72 jam terakhir, dan mereka sangat antusias untuk pulang walau rumah mereka sudah rata dengan tanah. ANTARA FOTO/Xinhua/Abdul Rahman Salama/Spt.

    Dua anak Palestina bermain dengan latar belakang sejumlah bangunan yang hancur di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza utara, Rabu (29/1/2025). Lebih dari 500.000 pengungsi Palestina kembali ke Gaza utara dalam 72 jam terakhir, dan mereka sangat antusias untuk pulang walau rumah mereka sudah rata dengan tanah. ANTARA FOTO/Xinhua/Abdul Rahman Salama/Spt.

    Warga Palestina terlihat di jalan dengan bangunan yang hancur di kamp pengungsi Jabalia di Jalur Gaza utara, Rabu (29/1/2025). Lebih dari 500.000 pengungsi Palestina kembali ke Gaza utara dalam 72 jam terakhir, dan mereka sangat antusias untuk pulang walau rumah mereka sudah rata dengan tanah. ANTARA FOTO/Xinhua/Abdul Rahman Salama/Spt.