Topik: SPT

  • Tutup Celah Pengemplang Pajak, Purbaya Bakal Terapkan Single Profile WP

    Tutup Celah Pengemplang Pajak, Purbaya Bakal Terapkan Single Profile WP

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah berencana untuk menggali potensi baru sebagai salah satu upaya ekstensifikasi penerimaan negara, salah satunya melalui penerapan single profile. 

    Langkah ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.70/2025 tentang Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) 2025-2029. 

    Pada PMK tersebut, Kemenkeu menetapkan kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi penerimaan negara dilakukan melalui empat strategi. Pertama, optimalisasi pemanfaatan data dalam rangka penggalian potensi perpajakan dan PNBP. 

    Kedua, integrasi basis data penerimaan negara antar unit di Kemenkeu dan antarkementerian melalui single profile wajib bayar/wajib pajak/pengguna jasa kepabeanan dan cukai.

    “[Ketiga] Penggalian potensi sumber-sumber penerimaan baru antara lain pajak karbon, pajak ekonomi digital, objek cukai baru, dan PNBP,” demikian dikutip dari PMK No.70/2025, Senin (10/11/2025).

    Keempat, penguatan program intensifikasi bea masuk untuk melindungi industri dalam negeri dan bea keluar untuk mendukung hilirisasi berbasis SDA.

    Penerimaan Pajak

    Dalam catatan Bisnis, isu tentang single profile termasuk single identity number bukan hal yang baru. Penerapan single identity number (SIN) pajak bahkan dinilai akan membantu optimalisasi penerimaan pajak serta dapat mewujudkan kemandirian fiskal Indonesia.

    Dalam rangka optimalisasi penerimaan perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak akan dapat memetakan sektor mana yang belum tersentuh pajak atau celah dalam perpajakan dengan menggunakan konsep link and match SIN pajak. SIN pajak dinilai akan mampu menyediakan data wajib pajak (WP) yang belum membayar kewajiban perpajakannya.

    Adapun, uang atau harta baik dari sumber legal maupun ilegal selalu digunakan dalam tiga sektor, yaitu konsumsi, investasi, dan tabungan. Sektor-sektor tersebut wajib memberikan data dan interkoneksi dengan sistem perpajakan.

    Artinya uang dari sumber legal maupun ilegal tersebut dapat terekam secara utuh dalam SIN Pajak. WP yang menghitung pajak dan mengirimkan SPT ke DJP dan SIN Pajak akan memetakan data yang benar dan data yang tidak benar, serta data yang tidak dilaporkan dalam SPT.

    Dengan kata lain, tidak ada harta yang dapat disembunyikan oleh WP. Dengan demikian diharapkan WP akan patuh dan jujur melaksanakan kewajiban perpajakannya, karena tidak adanya celah penghindaran kewajiban perpajakan.

    Oleh karena itu, dengan optimalisasi penerimaan perpajakan tersebut, penerimaan perpajakan akan mencapai target, bahkan akan sangat dimungkinkan akan dapat melebihi target pajak yang telah ditetapkan. Imbasnya adalah akan tercipta kemandirian fiskal Negara.

  • Sederet Alasan Target Pajak Purbaya 2025 Sulit Dicapai

    Sederet Alasan Target Pajak Purbaya 2025 Sulit Dicapai

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah menghadapi risiko pelebaran shortfall alias selisih antara realisasi dengan target penerimaan pajak tahun 2025. Risiko pelebaran itu dipicu oleh rendahnya daya pungut penerimaan pajak, yang sampai kuartal III/2025 hanya di angka 8,58%. 

    Angka itu mengonfirmasi bahwa pengumpulan penerimaan pajak sebesar Rp1.295,3 triliun hanya mencakup 8,58% dari total PDB hingga kuartal III/2025 yang mencapai Rp17.672,9 triliun. 

    Dalam catatan Bisnis, rendahnya daya pungut penerimaan pajak itu terjadi karena 3 aspek. Pertama, karena kinerja perekonomian yang jelas berdampak langsung terhadap penerimaan pajak. Kedua, celah kepatuhan atau compliance gap. Ketiga, policy gap atau celah penerimaan pajak karena kebijakan tertentu, salah satunya pengecualian pajak atau tax exemption.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengatakan bahwa target fiskus senilai Rp2.076,9 triliun yang sulit dicapai disebabkan oleh kondisi ekonomi yang melemah. “Makanya target anda susah dicapai. Saya pernah bilang kan di meeting besar bahwa bukan salah orang pajak itu enggak tercapai, karena ekonominya turun, tetapi orang-orang kan enggak peduli di luar,” jelasnya dikutip dari akun Instagram resmi @menkeuri, Minggu (9/11/2025).

    Oleh sebab itu, dia meminta agar Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu tetap berusaha seoptimal mungkin. Dia meyakini kondisi perekonomian sudah berbalik arah sejak akhir kuartal III/2025, atau tak lama setelah dia menjabat Menkeu.

    Beberapa gebrakan Purbaya yakni memindahkan kas pemerintah Rp200 triliun di Bank Indonesia (BI) ke himbara guna memacu pertumbuhan kredit, maupun menggelontorkan beberapa stimulus. “Mudah-mudahan nanti pajaknya agak membaik sedikit. Saya harapkan target-targetnya bisa tercapai,” paparnya.

    Untuk tahun depan, mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu memperkirakan penerimaan pajak akan membaik. Sebab, dia memperkirakan pertumbuhan ekonomi akan didorong mencapai 6% (yoy). “Kita akan dorong tumbuhnya ke 6%, itu harusnya kalau rasionya kita betul itu, private sektornya bisa jalan, tetapi anda ngerti kan apa yang anda kerjain? Jaga terus integritas,” terangnya.

    Target Ekonomi Sulit Tercapai 

    Adapun pelambatan laju perekonomian pada kuartal III/2025 yang realisasinya hanya 5,04% semakin memperberat posisi pemerintah untuk mengejar target pertumbuhan tahunan di angka 5,2%. Pelambatan pertumbuhan ekonomi ini akan mempengaruhi penerimaan pajak, karena pajak adalah babak terkahir dari siklus ekonomi.

    Orang atau badan yang memperoleh tambahan penghasilan secara otomatis akan membayar pajak. Kalau rugi atau mengalami kondisi tertentu yang dibenarkan oleh undang-undang, orang atau badan tidak wajib membayar pajak. 

    Kalau menurut perhitungan secara akumulatif, untuk mencapai angka pertumbuhan 5,2%, pemerintah perlu mengejar target pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2025 di angka 5,77% – 5,8%. Sementara proyeksi pemerintah saat ini, kuartal IV/2025 hanya tumbuh di angka 5,5%.

    Hal itu berarti, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 hanya akan berada di kisaran 5,13%. Meski simulasinya jauh lebih baik 2024 yang hanya tumbuh di angka 5,03%, secara tren pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 di angka 5,5% apalagi 5,77% sangat jarang bisa dicapai.

    Dalam catatan Bisnis, selama 10 tahun terakhir, pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 tidak pernah mencapai angka 5,5%. Apalagi dengan kondisi ekonomi 2025, yang selain ditopang dukungan dari stimulus pemerintah, nyaris tidak ada momentum politik atau ekonomi dalam skala besar yang bisa membawa ekonomi Indonesia tumbuh 5,5% pada kuartal IV/2025.

    Rata-rata pertumbuhan ekonomi kuartal IV dari tahun 2015-2024 hanya di kisaran 4,3%. Nilai rata-rata ini memperhitungkan realisasi pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV/2020 yang terkontraksi 2,19% akibat pandemi Covid-19.

    Sedangkan pencapaian tertinggi pertumbuhan ekonomi kuartal IV dalam 10 tahun terakhir, terjadi pada tahun 2017. Saat itu realisasi pertumbuhannya di angka 5,19%. Menariknya, kuartal IV tahun 2018 dan 2023 yang didukung booming komoditas, realisasi pertumbuhannya masing-masing hanya di angka 5,18% dan 5,04%.

    Artinya, kalau menilik tren tersebut, pertumbuhan ekonomi di angka 5,5% atau 5,77% pada kuartal IV nyaris tidak pernah terjadi selama 10 tahun terakhir. Apalagi dengan fakta bahwa terjadi tren pelambatan kinerja konsumsi rumah tangga selama kuartal III/2025 lalu di angka 4,89%. Padahal, target pertumbuhan ekonomi kuartal IV/2025 yang harus dipenuhi pemerintah agar bisa tumbuh sebesar 5,2% pada tahun 2025, minimal harus di angka 5,77%.  

    Policy Gap

    Soal celah dari kebijakan, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara pada pertengahan Oktober lalu mengungkapkan bahwa terdapat potensi penerimaan pajak sebesar Rp530 triliun yang tidak terpungut pada 2025.

    Suahasil menjelaskan bahwa ratusan triliun potensi pendapatan negara itu tak terpungut akibat berbagai program belanja perpajakan yang pemerintah luncurkan sepanjang tahun ini.

    Dia mencontohkan bahwa Kementerian Keuangan membebaskan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan makanan, barang/jasa pendidikan, kesehatan, maupun listrik di bawah 6.600 volt-ampere. Selain itu, bea masuk ke sejumlah komoditas juga dibebaskan.

    Di sisi lain, kebijakan insentif tax holiday (pembebasan pajak), tax allowance (pengurangan pajak), tax incentive (insentif pajak), hingga PPN dan pajak penghasilan (PPh) yang sifatnya final.

    “Itu semua adalah bentuk fasilitas perpajakan yang kita maksudkan, ya sudah, uangnya biar tetap di perekonomian, berputar di perekonomian. Estimasi kita untuk 2025 adalah sekitar Rp530 triliun yang tidak dikumpulkan oleh pemerintah,” jelas Suahasil dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo-Gibran di Jakarta, Kamis (16/10/2025).

    Tabel Belanja Pajak 2021-2026

    Jenis Pajak
    2021
    2022
    2023
    2024
    2025
    2026

    PPN & PPnbM
    169,9
    190,4
    208,2
    227,8
    343,3
    371,9

    PPh
    106,5
    120,7
    129,2
    140,7
    150,3
    160,1

    Bea Masuk & Cukai
    16,6
    16,4
    21,5
    31,3
    36,2
    31,1

    PBB S5L
    0
    0,6
    0,7
    0,1
    0,1
    0,1

    Bea Meterai 

    0,4
    0,5
    0,3
    0,3
    0,4

    Total
    293
    328,5
    360
    400,1
    530,3
    563,6

    Keterangan: Kemenkeu, dalam triliun, 2025-2026 proyeksi

    Guru Besar Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia ini pun mengklaim bahwa besarnya belanja perpajakan itu menjadi salah satu alasan tax ratio atau rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia kerap rendah. Dia mencontohkan, Rp530 triliun potensi penerimaan pajak yang tak terpungut itu setara 2% dari PDB Indonesia.

    Lebih lanjut, dia merincikan sektor-sektor yang paling menikmati belanja perpajakan itu sepanjang tahun ini. Menurutnya, sektor manufaktur menjadi penikmat utama belanja perpajakan itu dengan estimasi sebesar Rp137 triliun sepanjang tahun ini, diikuti sektor pertanian (Rp60,5 triliun) dan perdagangan (Rp55 triliun).

    Sementara berdasarkan agennya, Suahasil mengungkapkan rumah tangga menikmati sekitar 55% belanja perpajakan itu, diikuti dunia bisnis dan investasi (25%) serta UMKM (18%). Dia pun mendorong agar setiap lapisan masyarakat terus menikmati belanja perpajakan tersebut. Suahasil menggarisbawahi bahwa belanja perpajakan bukan stimulus ekonomi yang terbatas untuk periode tertentu melainkan terus berjalan.

    “Kalau udah ada insentifnya dipakai, silakan. Pakainya bagaimana? Pakainya adalah dengan menjalankan terus kegiatan ekonomi. Kalau kegiatan ekonominya jalan, transaksinya jalan, ada sejumlah pajak yang enggak perlu dibayar,” tutup Suahasil.

    Rumitnya Administrasi PPN 

    Selain insentif PPh, rumitnya administrasi PPN di Indonesia juga turut menyumbang rendahnya daya pungut penerimaan pajak. Hal itu terjadi karena semakin banyaknya kebijakan yang membebaskan pengenaan PPN atau tax exemption. 

    Sekadar ilustrasi, pada tahun 2024 lalu penerimaan PPN tercatat hanya sebesar Rp828,5 triliun. Meski tercatat tumbuh, kinerja penerimaan PPN pada 2024 lalu hanya sebesar 6,9% dari total konsumsi rumah tangga atas harga berlaku yang angkanya sebesar Rp11.1964,9 triliun. Padahal, normalnya, kalau mengacu kepada tarif PPN sebesar 11%, penerimaan PPN seharusnya bisa menembus angka Rp1.316,13 triliun. 

    Tidak hanya itu kalau menggunakan rumus VAT gross collection ratio yang rumusnya adanya realisasi penerimaan PPN dibagi dengan tarif PPN dikalikan konsumsi rumah tangga, maka penerimaan PPN yang dipungut oleh pemerintah hanya sekitar 62,9% dari potensinya. Padahal, kalau mengacu kepada benchmark negara lain, angka ideal PPN yang seharusnya dipungut pemerintah ada di kisaran 70% dari potensi PPN.

    Aktivitas perekonomian di pasar tradisional./JIBI

    Belum optimalnya kinerja pemungutan PPN itu merupakan konsekuensi dari kebijakan pemerintah yang royal menggelontorkan insentif dan stimulus yang efeknya tidak terlalu signifikan ke perekonomian. Pertumbuhan ekonomi stagnan di kisaran 5%. Tidak pernah menembus angka 6% kecuali ada booming komoditas. 

    Bukti royalnya insentif dan stimulus pemerintah itu tampak dari realisasi belanja pajak. Saat ini, insentif untuk aktivitas konsumsi masih mendominasi struktur belanja pajak atau tax expenditure yang digelontorkan pemerintah dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Besarannya mencapai Rp371,9 triliun atau 65,9% dari total belanja perpajakan tahun depan sebesar Rp563,6 triliun.

    Sementara itu, belanja perpajakan untuk Pajak Penghasilan (PPh) pada RAPBN 2026 diproyeksikan sebesar Rp160,1 triliun atau lebih besar dari 2025 yakni Rp150,3 triliun. Kemudian, untuk bea masuk dan cukai diproyeksikan Rp31,1 triliun atau lebih kecil dari tahun sebelumnya yakni Rp36,2 triliun. Sedangkan, PBB P5L diproyeksikan pada 2026 sebesar Rp0,1 triliun atau hampir sama dengan tahun sebelumnya. 

    Compliance Gap

    Selain celah kebijakan, kepatuhan wajib pajak alias compliance gap juga menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Tren rasio kepatuhan formal wajib pajak yang hanya di angka 71% menunjukkan bahwa tudingan bahwa Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak masih berburu di kebun binatang bukan isapan jempol semata.

    Sekadar catatan, Direktorat Jenderal Pajak melaporkan terjadi penurunan kepatuhan formal penyampaian surat pemberitahuan tahunan (SPT Tahunan) 2024 wajib pajak orang pribadi (WP OP).

    Kantor Direktorat Jenderal Pajak alias DJP./Istimewa

    Setiap tahunnya, SPT Tahunan dilaporkan paling lambat pada 31 Maret untuk WP OP dan 30 April untuk WP Badan.

    Pada tahun lalu, realisasinya penyampaian SPT Tahunan 2023 mencapai 1.048.242 atau 1,04 juta untuk WP Badan (korporasi) dan 13.159.400 atau 13,15 juta untuk WP OP.Sementara pada tahun ini, realisasi penyampaian SPT Tahunan 2024 sebesar 1.053.360 atau 1,05 juta untuk WP Badan dan 12.999.861 atau 12,99 juta untuk WP OP.

    Artinya, ada penurunan penyampaian SPT Tahunan WP OP pada tahun ini sebesar 159.539 (-1,21%) dibandingkan tahun lalu. Padahal, penyampaian SPT Tahunan WP Badan pada tahun ini meningkat sebanyak 5.118 (+0,49%) dibandingkan tahun lalu.

    Cerminan Ekonomi 

    Kepala Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar menilai penurunan tax ratio itu bukan semata karena faktor administrasi, melainkan cerminan perlambatan ekonomi nasional.

    “Kinerja penerimaan pajak di negara berkembang seperti Indonesia bersifat pro-cyclical. Ketika pertumbuhan ekonomi melambat, tax ratio juga ikut menurun,” jelas Fajry kepada Bisnis, Kamis (6/11/2025).

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 itu turun dibandingkan periode yang sama tahun-tahun sebelumnya, yaitu 9,48% pada kuartal III/2024, 10,15% pada kuartal III/2023, 10,9 pada kuartal III/2022.

    Adapun, tax ratio 8,58% hingga kuartal III/2025 ini hanya sedikit lebih baik dari realisasi tax ratio 8,28% per kuartal III/2021 atau masa pandemi Covid-19.

    Fajry mencatat, jika melihat tren penurunan tax ratio dalam tiga tahun terakhir maka tampak penurunan tahun ini merupakan yang paling tajam yaitu sebesar 0,9 poin persentase (dari 9,48% per kuartal III/2024 menjadi 8,58% per kuartal III/2025).

    Dia mengaku memang banyak terjadi gejolak sepanjang tahun ini dari besarnya restitusi pajak hingga pergantian kepemimpinan otoritas fiskal dan pajak. Hanya saja, Fajry menilai faktor restitusi pajak hanya berdampak pada kuartal I/2025, sedangkan pengaruh pergantian pimpinan di Kementerian Keuangan dan Direktorat Jenderal Pajak belum terbukti signifikan.

    “Artinya, ini menjadi indikasi jika kondisi ekonomi tahun 2025 lebih lambat dibandingkan tahun 2024, setidaknya sampai kuartal III,” ujarnya.

    Pemerintah sendiri menargetkan tax ratio 2025 sebesar 10,03%, atau 1,44 poin lebih tinggi dari posisi saat ini. Fajry meragukan target tersebut realistis dicapai dalam sisa tahun berjalan.

    Dia berkaca pada realisasi tax ratio tahun lalu. Saat itu, tax ratio mencapai 9,48% sampai dengan kuartal III/2024; pada akhir tahun, tax ratio tercatat di angka 10,08% atau hanya meningkat 0,6 poin persentase meski dengan berbagai usaha ekstra yang telah dilakukan otoritas.

    “Kalaupun sisi penerimaannya mau dipaksa untuk mencapai target, iklim usaha yang akan menjadi korbannya,” wanti-wantinya.

  • Catat! Masuk Kategori Ini, Ternyata Anda Bebas Pajak

    Catat! Masuk Kategori Ini, Ternyata Anda Bebas Pajak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah memberikan kemudahan pajak bagi masyarakat Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, bagi masyarakat dengan kategori tertentu, maka tidak perlu membayar pajak.

    Hal ini diatur dalam Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (3/11/2025)

    Ada beberapa golongan yang pemerintah beri kelonggaran tidak membayar pajaknya secara rutin ke negara dalam jangka waktu tertentu, baik dalam bentuk insentif maupun keringanan lainnya.

    Terbaru ialah pekerja tertentu di sektor pariwisata yang mendapatkan insentif dari pemerintah. Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang seharusnya mereka bayar diberi keringanan dengan cara ditanggung pemerintah pada tahun ini. Kebijakan ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025 yang mengubah PMK Nomor 10 Tahun 2025.

    Golongan pekerja tertentu di sektor pariwisata ini ialah pegawai tetap atau pegawai tidak tetap tertentu yang memperoleh penghasilan tidak lebih dari 10 juta per bulan, dan memiliki NPWP ataupun NIK. Ketentuan ini serupa dengan para pekerja di sektor usaha alas kaki, tekstil dan pakaian jadi, furnitur, kulit dan barang dari kulit yang lebih dulu mendapat insentif PPh 21 DTP.

    Bagi para pekerja tertentu di bidang pariwisata itu memperoleh insentif PPh Pasal 21 DTP untuk masa pajak Oktober 2025 sampai dengan Desember 2025. Sedangkan pekerja di sektor alas kaki, tekstil dan pakain jadi, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit berlaku untuk masa pajak Januari 2025-Desember 2025.

    “Bahwa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperluas penciptaan lapangan kerja bagi masyarakat, diperlukan dukungan pemerintah melalui paket kebijakan ekonomi 2025 untuk program akselerasi 2025, antara lain berupa perluasan pemberian fasilitas fiskal Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah untuk sektor pariwisata,” dikutip dari bagian menimbang PMK 72/2025.

    Selain golongan itu, ada beberapa golongan lain baik orang pribadi dan badan usaha yang bebas tidak membayar pajak. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), sebagai regulasi turunan dari UU HPP No. 7 Tahun 2021, berikut ini rinciannya:

    1. UMKM dengan pendapatan Rp 500 juta per tahun

    UMKM yang memiliki pendapatan Rp 500 juta per tahun, tidak dikenakan pajak. Artinya, pelaku usaha UMKM dengan omzet maksimal Rp500 juta setahun tidak dikenakan pajak PPh Final 0,5% dari peredaran bruto.

    Kebijakan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), sebagai regulasi turunan dari UU HPP No. 7 Tahun 2021.

    Kendati demikian, DJP tetap mengimbau untuk melaporkan SPT atas pajaknya. Adapun, aturan ini memiliki jangka waktu selama 7 tahun sejak NPWP dibuat.

    2. Penghasilan di bawah PTKP

    Dengan PP no.55 Tahun 2022 ini, maka masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan sah tidak dikenakan pajak. Aturan ini menetapkan bahwa PTKP yang berlaku saat ini masih tetap Rp 4,5 juta per bulan atau Rp 54 juta per tahun.

    Pekerja dengan gaji Rp 4,6 juta ke atas akan dikenakan pajak setiap tahunnya dengan tarifnya yang paling rendah, yakni 5%. Artinya, pekerja dengan gaji Rp 5 juta per bulan atau Rp 60 juta per bulan mulai dikenakan pajak.

    Lebih lanjut, masyarakat yang gajinya di bawah Rp 4,5 juta per bulan boleh tak lapor SPT. Tetapi, ada syarat yang harus dipenuhi golongan tersebut. Syarat untuk bisa bebas dari lapor SPT Tahunan adalah mengajukan permohonan Non-Efektif (NE). Dengan masuk kategori NE, maka wajib pajak tak perlu lapor SPT setiap tahunnya.

    Dari aturan tersebut dapat diketahui, bahwa wajib pajak yang masuk kategori NE, maka ia tak wajib lapor SPT Tahunan dan juga tak akan diberikan surat teguran meski tidak menyampaikan SPT nya.

    Berikut ini perhitungan tarif pajak bagi individu:

    – Penghasilan Rp 60 juta dikenakan tarif 5%

    – Penghasilan Rp 60 juta hingga Rp 250 juta dikenakan tarif 15%

    – Penghasilan Rp 250 juta hingga Rp 500 juta dikenakan tarif 25%

    – Penghasilan Rp 500 juta hingga Rp 5 miliar dikenakan tarif 30%

    – Penghasilan Rp 5 miliar ke atas dikenakan tarif 35%.

    3. Pengusaha dengan Status Rugi

    Perusahaan atau WP Badan yang merugi dikenakan pajak minimum apabila memiliki pajak penghasilan tidak lebih 1% dari penghasilan bruto. Aturan ini tertuang dalam Revisi UU Kelima Atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Adapun perusahaan yang dimaksud adalah wajib pajak (WP) badan yang pada suatu tahun pajak mengantongi pajak penghasilan terulang tidak lebih dari 1% dari penghasilan bruto.

    Adapun, Wajib pajak badan dengan kriteria tertentu dikecualikan dari PPh minimum. Kemudian, dalam hal terhadap wajib pajak badan dilakukan pemeriksaan, PPh minimum diperhitungkan dalam penetapan pajak yang terutang berdasarkan hasil pemeriksaan.

    Sebagaimana ketentuan mengenai tata cara penghitungan PPh minimum, wajib pajak badan dengan kriteria tertentu dan PPh minimum yang diperhitungkan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

    Bahkan, Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat 2 tentang Pajak Penghasilan Badan, mengatur mengenai kompensasi kerugian. UU ini menyebutkan: “Apabila penghasilan bruto setelah pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didapat kerugian, kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 tahun”.

    Artinya, wajib pajak bisa menggunakan kerugian keuangannya untuk mengurangi keuntungan tahun berikutnya, sehingga pajak terutang pada tahun-tahun berikutnya menjadi lebih kecil atau bahkan pajak tersebut tidak terutang sama sekali. Dengan demikian, kerugian keuangan perusahaan dapat dikompensasikan dengan laba neto fiskal dimulai pada tahun pajak berikutnya, berturut-turut sampai dengan lima tahun berikutnya.

    (mij/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Terbongkar! Modus Cuci Uang Rp 58 M dari Kasus Pajak Lintas Negara

    Terbongkar! Modus Cuci Uang Rp 58 M dari Kasus Pajak Lintas Negara

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melalui Kanwil DJP Jakarta Pusat bersama Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta berhasil mengungkap tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan oleh terpidana TB senilai Rp 58,2 miliar. TB sebelumnya telah divonis bersalah dalam perkara penggelapan pajak.

    Terpidana TB diketahui melakukan berbagai skema pencucian uang atas hasil tindak pidana di bidang perpajakan, antara lain dengan menempatkan uang tunai ke sistem perbankan, mengonversi ke mata uang asing, mentransfer dana ke luar negeri, serta membelanjakannya dalam bentuk aset.

    Sebagai bagian dari proses penegakan hukum, sejumlah aset senilai sekitar Rp 58,2 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana pajak telah dilakukan pemblokiran dan penyitaan, mencakup uang dalam rekening bank, obligasi, kendaraan, apartemen, dan bidang tanah.

    “Kasus baru ini kini telah resmi dibawa ke pengadilan,” tulis DJP lewat keterangan tertulis, Sabtu (1/11/2025).

    Terkait aset dan dana yang diduga disembunyikan oleh Terpidana TB di luar negeri, DJP saat ini sedang menempuh mekanisme Mutual Legal Assistance (MLA) atau Timbal Balik dalam Masalah Pidana antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Singapura untuk meminta penyitaan aset terkait.

    Terpidana TB sebelumnya terbukti sebagai salah satu Beneficial Owner dari Wajib Pajak PT UP. Ia telah dijatuhi hukuman berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor 5802 K/Pid.Sus/2024 tanggal 19 September 2024, yang telah berkekuatan hukum tetap.

    Mahkamah Agung juga telah menjatuhkan hukuman penjara selama tiga tahun serta denda sebesar Rp 634,7 miliar, setelah membatalkan vonis bebas pada pengadilan tingkat pertama di PN Jakarta Pusat tanggal 3 Agustus 2023.

    Keberhasilan pengungkapan kasus TPPU ini merupakan hasil sinergi lintas lembaga penegak hukum antara DJP, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Kepolisian (Polda Metro Jaya dan Bareskrim Polri), serta PPATK, dengan dukungan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kementerian Hukum dan HAM RI.

    Selain itu, DJP juga berkoordinasi dengan otoritas perpajakan dari Singapura, Malaysia, British Virgin Islands, dan beberapa negara lainnya, mengingat adanya transaksi keuangan lintas negara dalam perkara ini.

    Sebagai informasi, ada pada tahun 2023 silam DJP Jakarta Pusat telah menyerahkan tersangka tindak pidana perpajakan berinisial TB kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (29/3). Dirinya dikabarkan menyebab kerugian negara hingga Rp 317 miliar.

    Adapun pelanggaran pidana yang dimaksud terkait Wajib Pajak PT Uniflora Prima (PT UP) yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan untuk tahun 2014. Sedangkan tersangka TB sendiri merupakan beneficial owner atau penerima manfaat dari PT UP.

    Sementara itu, dijelaskan bahwa kasus ini bermula pada 2014 saat PT UP menjual asetnya sebesar US$ 120.000.000 yang hasil penjualannya dilarikan ke luar negeri. Akibat dari aksi tersebut mengakibatkan kerugian negara setidaknya Rp 317 miliar.

    (shc/fdl)

  • Kereta Cepat Mulai Diselidiki, Kader PSI Tuding KPK Diam Bae di Kasus Korupsi Era SBY

    Kereta Cepat Mulai Diselidiki, Kader PSI Tuding KPK Diam Bae di Kasus Korupsi Era SBY

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kader PSI, Dian Sandi Utama, tampaknya cukup gerah dengan keputusan KPK untuk menyelidiki adanya dugaan korupsi terkait proyek kereta cepat.

    Seperti diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).

    Penyelidikan difokuskan pada kemungkinan adanya penyimpangan dalam proses pengadaan proyek, yang melibatkan sejumlah pihak terkait.

    Menanggapi hal itu, melalui akun media sosialnya, Dian Sandi menuding KPK diam bae terkait sejumlah kasus korupsi era SBY.

    “Aduan/laporan dari masyarakat harus ditindak lanjut tapi jangan lupa juga banyak kasus besar seperti BLBI, Century, Wisma Atlet Hambang… Adem2 bae KPK ini,” tulis Dian Sandi, dikutip Jumat (31/10/2025).

    Pernyataan Dian Sandi tersebut kini viral dan jadi sorotan warganet. Banyak yang heran dengan pernyataan itu dan menilai Dian Sandi tidak pernah baca berita.

    Pasalnya, kasus-kasus yang ditulis Sandi tersebut telah lama diusut dan dituntaskan KPK. Bahkan sudah banyak pelaku yang telah selesai menjalani pidana penjaranya.

    “”Woooee @psi_id brp org yg sdh dibui di kasus Hambalang❓ 1. Anas Urbaningrum 2. Andi Mallarangeng 3. Choel Mallarangeng 4. Muhammad Nazaruddin 5. Angelina Sondakh 6. Dedy Kusdinar. Msh ada yg lain cb sebutin gobl*k! Suruh bc2 berita kadermu, jng spt wapres‼️,” ulas akun @D12khard.

    “Orangnya sudah ditangkap nyet.. kuota haji, kreta cepat, ijazah palsu dan kematian anggota pemilu sampai puluhan org kemaren blm di usut nyet sampai sekarang.. jgn amnesia,” tulis akun @aryindra10.

  • KPP Pratama Laporkan Pendapatan Pajak di Tuban Capai 155 Miliar, Berikut Rinciannya

    KPP Pratama Laporkan Pendapatan Pajak di Tuban Capai 155 Miliar, Berikut Rinciannya

    Tuban (beritajatim.com) – Pendapatan dana transfer pemerintah pusat kepada Kabupaten Tuban yang sebagian bersumber dari pajak terhitung sejak 30 September 2025 realisasi penerimaan pajak di Kabupaten Tuban mencapai Rp 155,94 miliar dari target Rp 399,55 miliar atau 39,03%.

    Adapun rinciannya yakni berasal dari Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp. 69,38 miliar dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp 61,62 miliar. Sedangkan, penerimaan PBB sejumlah Rp 65.024.000 (enam puluh lima juta dua puluh empat ribu rupiah) dan pajak lainnya senilai Rp 24,86 Miliar.

    Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Tuban, Hanis Purwanto saat melaporkan data tersebut ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) pada 29 Oktober 2025 menyampaikan bahwa realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak lainnya mencapai Rp 34,46 miliar.

    “Ini menunjukkan angka kenaikan sampai 291 persen dibanding sebelumnya,” ujar Hanis Purwanto.

    Sementara itu, untuk PBB ada kenaikan sebesar 108 persen dari tahun sebelumnya, dan untuk pajak lainnya ada kenaikkan 500 persen lebih. Sebab, dari yang ditargetkan 56.033 SPT di tahun 2025, baru terealisasi pelaporan SPT sebanyak 50.084 SPT.

    “Data tersebut terdapat angka kekurangan 7.436 SPT atau sekitar 13 persen dari target,” imbuhnya.

    Kemudian, untuk kekurangan yang ada, terdapat 4.000 SPT diatas PTKP dan sisanya pajak nihil atau dibawah PTKP. Sedangkan, sebanyak 5000 ASN di lingkup pemerintah Kabupaten Tuban sudah melaporkan SPT. “Hanya menyisakan sekitar 130 orang pegawai atau ASN yang masih belum melaporkan pajaknya sesuai jadwal,” kata Hanis sapanya.

    Akan tetapi pelaporan masih memiliki kesempatan hingga akhir periode tahun ini. Karena, selain fokus dalam pelaporan pajak penghasilan, pihaknya juga sedang memperkuat implementasi sistem Coretax.

    “Dari jumlah sekitar 310.000 wajib pajak Tuban belum mengaktifkan akun coretax, baru sekitar 88.670 yang sudah melakukan pengaktifan,” paparnya.

    Dari jumlah 310.000 tersebut terdiri dari 81.295 akun orang pribadi, 6.140 akun wajib pajak badan dan sisanya ada 1.235 akun dari instansi pemerintahan.

    “sekitar 220 ribu akun yang masih menjadi target kami dan kesadaran masyarakat Tuban untuk mengaktifkan aplikasi ini, sekarang aplikasinya sudah berbeda dengan sebelumnya. Dalan pengoperasiannya tidak lemot, karena selalu ada pembaharuan oleh ahli teknologinya,” tutup Hanis. [dya/aje]

     

  • 8 Kelompok Wajib Pajak yang Bisa Hapus NPWP Berdasarkan Aturan DJP

    8 Kelompok Wajib Pajak yang Bisa Hapus NPWP Berdasarkan Aturan DJP

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kembali menetapkan aturan baru terkait penghapusan nomor pokok wajib pajak (NPWP).

    Kini, wajib pajak dapat mengajukan penghapusan NPWP apabila sudah tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sebagaimana diatur dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan.

    Ketentuan ini resmi tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025 tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak, Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan serta Perincian Jenis, Dokumen, dan Saluran untuk Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, yang menggantikan regulasi sebelumnya PER-04/PJ/2020.

    Aturan baru ini merupakan bagian dari penyederhanaan sistem administrasi perpajakan digital. Jumlah kelompok wajib pajak yang dapat mengajukan penghapusan NPWP kini disederhanakan dari 13 menjadi delapan kelompok utama.

    Kelompok Wajib Pajak yang Dapat Menghapus NPWP

    Berdasarkan Pasal 44 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-7/PJ/2025 tentang Petunjuk Pelaksanaan Administrasi Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengusaha Kena Pajak, Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan serta Perincian Jenis, Dokumen, dan Saluran untuk Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, berikut delapan kelompok wajib pajak yang dapat mengajukan penghapusan NPWP secara resmi melalui sistem DJP:

    1. Wajib pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia

    Apabila seorang wajib pajak telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, maka NPWP dapat dihapus karena seluruh kewajiban perpajakan dianggap telah selesai.

    2. Orang pribadi yang meninggalkan Indonesia untuk selamanya

    Wajib pajak orang pribadi yang meninggalkan Indonesia secara permanen dan tidak lagi memiliki sumber penghasilan di dalam negeri berhak menghapus NPWP-nya. Hal ini berlaku untuk penduduk maupun bukan penduduk yang tidak lagi memiliki kewajiban pajak di Indonesia.

    3. Wajib pajak warisan belum terbagi

    Setelah seluruh proses pembagian warisan selesai, NPWP atas nama warisan belum terbagi dapat dihapus. Entitas tersebut tidak lagi memiliki objek perpajakan setelah harta warisan diserahkan kepada ahli waris.

    4. Wajib pajak badan yang telah dilikuidasi atau dibubarkan

    Badan usaha yang sudah menghentikan kegiatan operasionalnya, baik karena pembubaran, penggabungan, atau likuidasi, dapat menghapus NPWP setelah seluruh kewajiban perpajakan dipenuhi dan diverifikasi oleh DJP.

    5. Bentuk usaha tetap (BUT) yang telah menghentikan kegiatan di Indonesia

    Perusahaan asing yang menjalankan kegiatan usaha melalui BUT dan telah menutup operasinya di Indonesia juga dapat mengajukan penghapusan NPWP.

    6. Badan berbentuk kerja sama operasi (KSO) yang tidak lagi memenuhi kriteria

    Jika kerja sama operasi (joint operation) tidak lagi memenuhi kriteria sebagai entitas wajib pajak, maka NPWP-nya dapat dihapus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

    7. Instansi pemerintah yang tidak lagi menjadi pemotong atau pemungut pajak

    Instansi pemerintah yang dibubarkan, digabung, atau tidak lagi memiliki fungsi sebagai pemotong/pemungut pajak dapat menghapus NPWP. Hal ini mencakup instansi yang tidak lagi beroperasi atau kehilangan kewenangan perpajakannya.

    8. Wajib pajak dengan lebih dari satu NPWP

    Jika seseorang atau badan memiliki lebih dari satu NPWP, DJP akan menghapus salah satu di antaranya untuk menghindari duplikasi data. Sebelum penghapusan dilakukan, DJP akan memverifikasi identitas dan aktivitas perpajakan wajib pajak tersebut.

    Cara Menghapus NPWP Secara Online Lewat Sistem Coretax

    Dengan hadirnya sistem Inti Perpajakan Coretax, proses penghapusan NPWP kini dapat dilakukan sepenuhnya secara digital tanpa perlu datang langsung ke kantor pajak. Berikut langkah-langkah pengajuannya:

    1. Login ke sistem Coretax

    Kunjungi laman resmi Coretax DJP. Jika belum memiliki akun, pilih daftar di sini untuk registrasi baru.

    2. Akses menu deregistration

    Setelah login, masuk ke menu portal dan pilih submenu deregistration & revocation.

    3. Pilih jenis penghapusan

    Pada bagian case management, pilih TIN deregistration (penghapusan NPWP) pada kolom type of deregistration.

    4. Isi data kuasa atau wakil (jika ada)

    Jika pengajuan dilakukan oleh kuasa wajib pajak, centang kotak representative dan isi data sesuai surat kuasa resmi.

    5. Verifikasi identitas wajib pajak

    Sistem akan menampilkan data identitas wajib pajak secara otomatis berdasarkan catatan DJP.

    6. Lengkapi alasan penghapusan NPWP

    Isi kolom alasan sesuai kondisi, seperti meninggal dunia, perusahaan bubar, atau NPWP ganda.

    7. Pernyataan dan pengiriman

    Centang bagian taxpayer statement, lalu klik submit. Permohonan akan dikirim ke petugas pajak untuk diproses.

    8. Unduh bukti pengajuan

    Setelah pengajuan berhasil, unduh proof of receipt sebagai bukti resmi bahwa permohonan telah diterima oleh DJP.

    Proses Verifikasi dan Waktu Penghapusan NPWP

    Setelah permohonan dikirim, DJP akan melakukan verifikasi terhadap seluruh data wajib pajak. Pemeriksaan mencakup status kegiatan usaha, laporan SPT terakhir, serta penyelesaian kewajiban pajak.

    Bila seluruh dokumen dinyatakan lengkap dan valid, NPWP akan dihapus secara resmi dari sistem administrasi nasional.

    Umumnya, proses verifikasi hingga penghapusan NPWP memerlukan waktu beberapa minggu hingga satu bulan, tergantung kelengkapan dokumen dan validasi data.

  • Cara Membuat Akun Coretax, Dipakai Lapor SPT Tahun Depan!

    Cara Membuat Akun Coretax, Dipakai Lapor SPT Tahun Depan!

    Jakarta

    Pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Tahun Pajak 2025 mulai menggunakan Coretax. Untuk dapat melaporkannya di tahun depan, wajib pajak harus sudah memiliki akun dan kode otorisasi/sertifikat elektronik.

    Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan wajib pajak harus segera mengaktivasi akun Coretax untuk melakukan pelaporan SPT Tahunan di tahun depan. Harapannya, wajib pajak tidak mengalami masalah atau kendala saat waktu pelaporan nanti.

    “Untuk dapat mengakses atau mengisi SPT nantinya, mari kita aktivasi akun Coretax. Itu prosesnya sangat sederhana,” ujar Yon dikutip Senin (27/10/2025).

    Cara Membuat Akun Coretax

    Cara membuat akun wajib pajak di Coretax cukup mudah. Pertama-tama, masuk ke alamat https://coretaxdjp.pajak.go.id.

    Bagi wajib pajak yang telah memiliki akun DJP Online dan nomor induk kependudukan (NIK) yang telah dipadankan dengan nomor pokok wajib pajak (NPWP), silakan pilih ‘Lupa Kata Sandi”. Kemudian, masukkan NIK di kolom yang tersedia dan pilih tujuan konfirmasi, apakah melalui email atau nomor gawai.

    Setelah memilih tujuan konfirmasi, akan muncul alamat email atau nomor gawai yang telah disensor dengan tanda bintang. Silakan ketik ulang alamat email dan nomor gawai yang sesuai, masukkan captcha, beri ceklis pada ‘Pernyataan*’, kemudian klik ‘Kirim’.

    Setelah itu, buka kotak masuk email Anda, klik link ubah password yang tertera dan buat password baru sesuai keinginan. Setelah berhasil membuat password, log in ke Coretax menggunakan NIK dan password yang telah dibuat.

    Langkah berikutnya adalah membuat kode otorisasi/sertifikat elektronik dengan mengakses menu ‘Portal Saya’ submenu ‘Permintaan Kode Otorisasi/Sertifikat Elektronik’. Isian dalam formulirnya sebagian besar telah terisi otomatis. Pada isian ‘Jenis Sertifikat Digital’, pilih ‘Kode Otorisasi DJP’ dan buat passphrase-nya, kemudian beri ceklis pada ‘Pernyataan*’ dan klik ‘Simpan.

    Sebagai informasi, waktu pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi untuk tahun pajak 2025 dilakukan paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak atau 31 Maret 2026. Hal itu diatur dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

    Tonton juga video “Sri Mulyani Bicara Soal Coretax, Sebut Sistemnya Sudah Semakin Baik” di sini:

    (aid/ara)

  • Lapor SPT Tahun Depan Pakai Coretax, Data Gaji Karyawan Terisi Otomatis

    Lapor SPT Tahun Depan Pakai Coretax, Data Gaji Karyawan Terisi Otomatis

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengklaim pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Orang Pribadi (OP) tahun depan akan semakin mudah karena menggunakan Coretax. Hal ini dikarenakan hadirnya fitur data pra-isi (prepopulated).

    Penyuluh Pajak Agung Meliananda mengatakan fitur prepopulated merupakan kemudahan paling signifikan karena menghilangkan kewajiban untuk mengisi detail penghasilan dan pajak yang telah dipotong. Dengan adanya Coretax, mengubah peran wajib pajak dari penginput data manual menjadi verifikator dan pelengkap informasi.

    “Bagi wajib pajak karyawan, sistem Coretax akan secara otomatis menarik data penghasilan dan bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang telah dilaporkan oleh perusahaan atau pemberi kerja,” ujar Agung dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (27/10/2025).

    Sementara untuk usahawan khususnya pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menyetor PPh final setiap bulan, data yang akan terisi otomatis adalah riwayat pembayaran pajak tersebut. Sistem akan merekapitulasi setoran bulanan yang telah dilakukan selama setahun pajak.

    Agung menjelaskan bahwa otomatisasi ini mencakup kedua profil wajib pajak. “Data dari pemberi kerja (untuk karyawan) itu prepopulated. (Untuk UMKM), data pembayaran yang sudah dilakukan sebelumnya itu otomatis masuk, jadi nggak perlu diinput ulang,” jelasnya.

    Meski demikian, tugas wajib pajak tidak berhenti di situ. Setelah memverifikasi data pra-isi, wajib pajak tetap wajib melengkapi data yang sifatnya pribadi dan tidak terekam otomatis seperti daftar harta, utang dan penghasilan lain di luar data yang sudah ada, sebelum melaporkan SPT.

    Wajib pajak diimbau untuk mempersiapkan diri lebih awal karena pelaporan SPT Tahunan Orang Pribadi untuk tahun pajak 2025 mulai menggunakan Coretax. Terkait waktu pelaporannya, sesuai UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yaitu paling lambat tiga bulan setelah akhir tahun pajak atau 31 Maret 2026.

    “Mumpung masih ada waktu, disiapkan dulu, mungkin bisa lihat tutorialnya dulu, nanti baru ketika waktu pelaporan SPT tahunan biar nggak bingung,” kata Penyuluh Pajak Anggita Rahayu.

    (aid/ara)

  • Pemkab dekatkan layanan administrasi ke warga lewat Peduli Pulau

    Pemkab dekatkan layanan administrasi ke warga lewat Peduli Pulau

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Seribu menggelar program kegiatan Pelayanan Terpadu Keliling atau Peduli Pulau untuk mendekatkan layanan administrasi kepada warga Pulau Harapan, Jumat.

    “Kami berupaya mendekatkan layanan publik kepada masyarakat pulau. Semua bisa dilakukan di satu lokasi, mulai dari pembuatan paspor, dokumen kependudukan, hingga layanan pajak dan BPJS,” kata Kepala Unit Pelayanan Penanaman Modal (UPPM) Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Kepulauan Seribu Erwin di Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, pelaksanaan program tersebut melibatkan sejumlah instansi lintas sektor, dan dalam kegiatan yang digelar pada Jumat, sebanyak 48 pelayanan diberikan kepada masyarakat.

    Dia merinci pelayanan tersebut, antara lain dari Dukcapil Kelurahan Pulau Harapan yang meliputi pelayanan Kartu Keluarga (KK) sebanyak empat dokumen, Kartu Identitas Anak (KIA) dua dokumen, satu KTP dan enam konsultasi.

    Kemudian dari Kantor Imigrasi Tanjung Priok meliputi pelayanan lima penerbitan paspor baru, dua penggantian paspor, dan satu paspor hilang.

    Sementara itu, Polres Kepulauan Seribu menerbitkan tiga lembar SKCK, dan KP2KP Kepulauan Seribu melayani delapan warga terkait NPWP dan SPT serta empat aktivasi Coretax.

    Selain itu, BPN Jakarta Utara menerima lima konsultasi, PA Jakarta Utara satu konsultasi, KSOP dua konsultasi pas kapal, dan BPJS Ketenagakerjaan mencatat satu pendaftaran serta tiga konsultasi.

    Erwin pun memastikan program Peduli Pulau digelar secara bergiliran di berbagai pulau berpenduduk di Kepulauan Seribu sehingga seluruh masyarakat dapat merasakan kemudahan pelayanan publik secara merata.

    Pada kesempatan yang sama, Lurah Pulau Harapan Yusuf menuturkan program tersebut sangat membantu warga pulau yang selama ini harus mengeluarkan biaya dan waktu lebih untuk mengurus dokumen ke daratan Jakarta.

    “Warga merasa terbantu karena semua pelayanan bisa diurus dalam satu hari tanpa harus menyeberang jauh,” ungkap Yusuf.

    Pewarta: Mario Sofia Nasution
    Editor: Rr. Cornea Khairany
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.