Topik: SP3

  • Kapolres Jaksel bantah terima uang Rp400 juta dari anak bos Prodia

    Kapolres Jaksel bantah terima uang Rp400 juta dari anak bos Prodia

    Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal memberikan keterangan kepada wartawan, Jakarta, Senin (9/12/2024). ANTARA/Luthfia Miranda Putri.

    Kapolres Jaksel bantah terima uang Rp400 juta dari anak bos Prodia
    Dalam Negeri   
    Editor: Widodo   
    Sabtu, 01 Februari 2025 – 17:53 WIB

    Elshinta.com – Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Polisi Ade Rahmat Idnal membantah pernyataan kuasa hukum anak bos Prodia yang menyebut bahwa dirinya menerima uang Rp400 juta.

    Ade Rahmat menyebutkan memang ada pertemuan terkait dengan permintaan agar kasus pembunuhan di sebuah hotel di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Jaksel) dihentikan.

    “(Terima uang Rp400 juta) Tidak benar, tidak benar. Bertemu saya langsung ada, ketika dia memohon untuk di-SP3 kasusnya. Kasusnya kan P21,” kata Ade Rahmat kepada wartawan di Jakarta, Sabtu.

    Ade Rahmat menjelaskan, dirinya tak bisa membantu soal kasus yang melibatkan nyawa seseorang. Ade mengklaim menolak uang Rp400 juta yang ditawarkan pihak anak bos Prodia.

    “Dia menawarkan untuk di-SP3, ‘ada duit nih masih ada duit 400, 500’, tapi saya tolak. Makanya karena ada penolakan itu, kasus dilanjutkan, makanya yang bersangkutan itu jadi marah-marah. Yang melanjutkan kasus itu ya saya justru,” kata Ade Rahmat.

    Perwira menengah itu menyebutkan bahwa pertemuannya dengan pihak AN dan BH dilakukan setelah Polres Metro Jakarta Selatan menggelar konferensi pers kasus pembunuhan dengan tersangka AN dan BH.

    “(Pertemuan) Setelah kasusnya dirilis. Ya kan sudah ditangguhkan waktu itu. Maka dia minta di-SP3 karena kasusnya kan sudah lanjut, P21. Saya bilang, tidak bisa. Sampai kapanpun kasus pasti akan saya lanjutkan,” ungkap Ade.

    Ade Rahmat juga mengaku dirinya sudah memberikan keterangan kepada Propam Polda Metro Jaya soal kasus dugaan pemerasan ini.

    Sebelumnya, kuasa hukum anak bos Prodia, Romi Sihombing buka suara soal dugaan pemerasan yang dilakukan oleh dua mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung.

    Romi mengklaim bahwa Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Polisi Ade Rahmat Idnal diduga juga ikut menerima uang untuk membebaskan kasus pembunuhan dengan tersangka anak bos Prodia.

    Romi mulanya menjelaskan bahwa dirinya ingin melakukan upaya keadilan. Lalu, Romi menyebutkan akan membongkar soal dugaan pemerasan yang diduga dilakukan dua mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

    Romi mengklaim bahwa ada sebuah pertemuan juga dengan Kapolres Metro Jaksel. Hal itu diketahui, usai dirinya bertanya kepada sejumlah saksi.

    “Menurut pengakuan dan bukti yang kami miliki, ya kita bicara alat bukti kan, berarti ada keterangan saksi,” katanya.

    Ada saksi-saksinya yang melihat ada pertemuan (dengan Kapolres Jaksel). “Di dalam pertemuan itu ada pengakuan bahwa pimpinan ini sudah menerima sejumlah uang,” kata Romi.

    Sumber : Antara

  • Harta Kekayaan Kapolres Jaksel Kombes Ade Rahmat Idnal yang Dituding Terima Suap Anak Bos Prodia – Page 3

    Harta Kekayaan Kapolres Jaksel Kombes Ade Rahmat Idnal yang Dituding Terima Suap Anak Bos Prodia – Page 3

    Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Pol Ade Rahmat Idnal membantah perihal dirinya menerima uang suap dari anak bos Prodia Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto yang telah ditetapkan menjadi tersangka dari kasus dugaan pembunuhan dan pemerkosaan remaja putri inisial AF.

    Ade menceritakan, dirinya memang pernah bertemu dengan tersangka setelah kasus itu dirilis ke kepada awak media. Anak bos Prodia itu kemudian menawarkan uang senilai ratusan juta agar kasus tersebut dihentikan.

    “Dia menawarkan untuk di SP3, ada duit nih masih ada duit Rp400 (juta), Rp500 (juta), tapi saya tolak,” kata Ade saat dikonfirmasi, Sabtu (1/2/2025).

    Dia menegaskan tidak akan menerima uang sepeser pun dari anak bos prodia itu karena perbuatan mereka yang telah merenggut nyawa seorang anak di bawah umur. Apalagi kasus tersebut sudah dinyata berkas perkaranya lengkap oleh Jaksa.

    “Kata saya ‘tidak benar, tidak bisa’. Orang kamu menghilangkan nyawa orang kok, mau dibayar pakai uang, ya tidak bisa. Pertanggungjawabkanlah secara hukum. Nantipun di akhirat dipertanggung jawabkan juga’,” cerita Kapolres Jaksel itu.

    Menurutnya karena penolakan tersebut yang membuat kubu tersangka murka dan mengalamatkan dirinya turut menerima suap bersama dengan dua mantan anak buahnya mantan Kasat Reskrim Polres Jakarta Selatan, AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung.

     

  • Kapolres Jaksel Bantah Terima Uang Rp 400 Juta dari Anak Bos Prodia, Begini Penjelasan Lengkapnya

    Kapolres Jaksel Bantah Terima Uang Rp 400 Juta dari Anak Bos Prodia, Begini Penjelasan Lengkapnya

    Jakarta, Beritasatu.com – Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal membantah menerima uang menerima uang Rp 400 juta dari anak bos Prodia, seperti yang disampaikan kuasa hukum tersangka kasus pembunuhan itu.

    Ade Rahmat mengakui ada pertemuan terkait permintaan SP3 atau penghentian penyidikan kasus pembunuhan di sebuah hotel di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dengan tersangka anak bos Prodia berinisial AN dan BH itu. Namun, ia menolaknya.

    “(Terima uang Rp 400 juta) Tidak benar, tidak benar. Bertemu saya langsung ada, ketika dia memohon untuk di-SP3 kasusnya. Kasusnya kan P21,” kata Ade Rahmat kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (1/2/2025).

    Ade Rahmat menjelaskan, dirinya tak bisa membantu soal kasus yang melibatkan nyawa seseorang. Ade mengeklaim menolak uang Rp 400 juta yang ditawarkan pihak anak bos Prodia.

    “Dia menawarkan untuk di-SP3, ‘ada duit nih masih ada duit Rp 400, Rp 500 (juta)’, tetapi saya tolak. Makanya karena ada penolakan itu, kasus dilanjutkan, makanya yang bersangkutan itu jadi marah-marah. Yang melanjutkan kasus itu ya saya justru,” kata Ade Rahmat dikutip dari Antara.

    Perwira menengah itu menyebutkan pertemuannya dengan pihak AN dan BH dilakukan setelah Polres Metro Jakarta Selatan menggelar konferensi pers kasus pembunuhan dengan tersangka AN dan BH.

    “(Pertemuan) Setelah kasusnya dirilis. Ya kan sudah ditangguhkan waktu itu. Maka dia minta di-SP3 karena kasusnya kan sudah lanjut, P21. Saya bilang, tidak bisa. Sampai kapan pun kasus pasti akan saya lanjutkan,” ungkap Ade.

    Ade Rahmat juga mengaku dirinya sudah memberikan keterangan kepada Propam Polda Metro Jaya soal kasus dugaan pemerasan anak bos Prodia.

    Sebelumnya, kuasa hukum anak bos Prodia Romi Sihombing buka suara soal dugaan pemerasan yang dilakukan oleh dua mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro dan AKBP Gogo Galesung.

    Romi mengeklaim Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Polisi Ade Rahmat Idnal diduga juga ikut menerima uang untuk membebaskan anak bos Prodia dari kasus pembunuhan.

    Romi mulanya menjelaskan dirinya ingin melakukan upaya keadilan. Lalu, Romi menyebutkan akan membongkar soal dugaan pemerasan yang diduga dilakukan dua mantan kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

    Romi mengeklaim ada sebuah pertemuan dengan kapolres Metro Jaksel dan dilihat beberapa saksi. “Di dalam pertemuan itu ada pengakuan bahwa pimpinan ini sudah menerima sejumlah uang,” kata Romi.

  • Kapolres Jaksel Akui Ditawari Uang Rp 400 Juta Kasus AKBP Bintoro, Kuasa Hukum Pelaku Minta Agar SP3 – Halaman all

    Kapolres Jaksel Akui Ditawari Uang Rp 400 Juta Kasus AKBP Bintoro, Kuasa Hukum Pelaku Minta Agar SP3 – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Watch Relation of Corruption (WRC) menyebut aliran suap eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro turut mengalir ke Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal.

    Tudingan itu muncul dari kuasa hukum Arif Nugroho alias Bastian tersangka kasus pembunuhan yang diduga diperas AKB Bintoro. 

    Menyikapi tudingan tersebut, Kombes Ade Rahmat Idnal membantahnya.

    Walau demikian, Ade mengakui ditemui kuasa hukum pelaku agar kasus dihentikan atau diberi Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

    “Enggak benar, enggak benar. Bertemu saya langsung ada, ketika dia memohon untuk di-SP3 kasusnya, kasusnya kan P21 (berkas lengkap, red),” ucap Ade, saat dikonfirmasi, Sabtu (1/2/2025). 

    Ade mengaku saat itu dirinya mengatakan kepada kuasa hukum pelaku bahwa ia tidak bisa membantu.

    Ade menolak berkali-kali tawaran itu.

    “Saya enggak bisa bantu apa-apa, berapa pun uangmu saya tidak bisa bantu,” tambah Ade.

    Ade menyebut bahwa uang yang ditawarkan pihak tersangka adalah Rp 400-500 juta.

    “Karena ada penolakan itu, kasus dilanjutkan, makanya yang bersangkutan itu jadi marah-marah, yang melanjutkan kasus itu, ya, saya justru,” ujar Ade.

    Ade juga mengakui ada pertemuan antara dirinya dengan pihak pelaku.

    Di sana, ia tetap bersikeras melanjutkan proses penyelidikan kasus pembunuhan itu. 

    “Kata saya, tidak benar, tidak bisa. Orang kamu menghilangkan nyawa orang kok, mau dibayar pakai uang, ya, tidak bisa. Pertanggungjawabkanlah secara hukum. Nanti pun di akhirat dipertanggungjawabkan juga,” Ade. 

    Pernyataan WRC

    Ketua Divisi Hukum Watch Relation of Corruption (WRC), Romi Sihombing menyebutkan Kombes Ade Rahmat Idnal turut terlibat.

    Selain Ade, aliran dana suap dari dua tersangka pembunuhan dan pelecehan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo, mengalir kepada Kanit di Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z, Kanit berinisial M, dan eks Kasat Reskrim berinisial G dan B.

    “Ya tadi seperti kami tegaskan, bahwa itu (dana) mengalir kepada oknum-oknum aparat penegak hukum (APH) di Polres Jakarta Selatan. Itu mengalir kepada Kanit Z, Kanit M, kemudian Kasat G, Kasat B, dan pimpinan (Ade),” kata Romi, saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2025) malam.

    Dugaan tersebut muncul dari pengakuan saksi-saksi yang didapat oleh WRC.

    Selain itu, Romi mengaku bahwa pihaknya telah mengantongi bukti aliran dana tersebut.

    AKBP Bintoro disebut hanya terima Rp 140 juta

    Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendapatkan informasi bahwa nominal uang yang diterima AKBP Bintoro tidak sampai miliaran rupiah.

    Menurut keterangan yang diperoleh, AKBP Bintoro hanya mendapat Rp 140 juta bukan Rp 20 miliar seperti yang disampaikan di awal kasus ini mencuat.

    “Uang itu untuk penangguhan penahanan tersangka Arif Nugroho (AN),” kata Sugeng kepada wartawan, Kamis (30/1/2025).

    “Kenyataannya bukan Rp 20 miliar, bukan Rp 17 miliar, bukan Rp 5 miliar, hanya Rp 140 juta untuk penangguhan penahanan. Jadi dugaan saya nama polisi ini dicatut oleh advokat Evelin yang kemudian uangnya itu sebetulnya diambil oleh advokat Evelin,” lanjutnya.

    Sugeng menduga nama AKBP Bintoro dicatut oleh Evelin Dohar Hutagalung (EDH).

    Hal itu dikatakan Sugeng, agar Evelin bisa menarik dana dari kliennya dengan menjual nama polisi bahwa polisinya akan bertindak dengan sejumlah uang.

    “Nah itu adalah analisis saya membandingkan antara uang yang dikeluarkan Arif Nugroho sampe Rp 17 miliar sementara Bintoro cuman mendapat Rp 140 juta, ya enggak sebanding lah. Jadi seperti itu itu namanya dicatut,” ujarnya.

    AKBP Bintoro Akan ditindak

    Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim memastikan AKBP Bintoro akan ditindak secara tegas.

    Menurutnya, Mabes Polri memberikan asistensi proses pemeriksaan terhadap yang bersangkutan.

    “Kemarin kan sudah dirilis Polda Metro, penanganan yang dirilis Polda Metro saya rasa sudah jelas lah kita tindak tegas semua siapa yang melanggar,” katanya ditemui usai Rapim TNI-Polri di The Dharmawangsa Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2025).

    Diketahui AKBP Bintoro bersama tiga anggota polisi lainnya segera menjalani sidang etik kasus dugaan pemerasan.

    Hal itu ditegaskan Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi Harahap di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2025).

    “Tidak terlampau lama lagi (sidang etik, red),” jelasnya.

    AKBP Bintoro, sebelumnya angkat bicara setelah dituduh memeras bos Klinik Kesehatan Prodia, yang anaknya terlibat dalam dugaan pembunuhan dan pemerkosaan. 

    Dalam keterangan resminya pada Minggu (26/1/2025), Bintoro meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan di media sosial terkait isu tersebut.

    “Peristiwa ini berawal dari dilaporkannya saudara AN alias Bastian yang telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan tindak pidana perlindungan anak,” jelas Bintoro.

    Tindak pidana tersebut menyebabkan seorang perempuan berinisial AP (16) meninggal di salah satu hotel di Jakarta Selatan.

    Saat olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi menemukan obat-obatan terlarang dan senjata api.

    “Singkat cerita, kami dalam hal ini Satreskrim Polres Jakarta Selatan, yang saat itu saya menjabat sebagai Kasat Reskrim, melakukan penyelidikan dan penyidikan,” tegasnya.

    Bintoro menambahkan bahwa proses perkara telah P21 dan telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan dua tersangka, yaitu AN dan B, untuk disidangkan. Bintoro menegaskan bahwa kepolisian tidak menghentikan perkara tersebut.

    Namun, ia mengklaim bahwa pihak tersangka AN tidak terima dan memviralkan berita bohong mengenai dirinya terkait kasus pemerasan. 

    (Kompas.com/Tribunnews)

  • Kapolres Jaksel Bantah Ikut Terima Suap dalam Kasus Bintoro
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Februari 2025

    Kapolres Jaksel Bantah Ikut Terima Suap dalam Kasus Bintoro Megapolitan 1 Februari 2025

    Kapolres Jaksel Bantah Ikut Terima Suap dalam Kasus Bintoro
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes
    Ade Rahmat Idnal
    membantah tudingan bahwa dirinya ikut menerima dana sebesar Rp 400 juta dalam dugaan kasus penyuapan eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro.
    Tudingan itu muncul dari kuasa hukum Bastian, yang merupakan tersangka
    kasus pembunuhan
    yang diduga diperas oleh Bintoro.
    “Enggak benar, enggak benar. Bertemu saya langsung ada, ketika dia memohon untuk di SP3 kasusnya, kasusnya kan P21,” ucap Ade, saat dikonfirmasi, Sabtu (1/2/2025).
    Ade mengaku saat itu dirinya mengatakan kepada kuasa hukum pelaku bahwa ia tidak bisa membantu.
    Ade menolak berkali-kali tawaran itu, mau berapa pun uang yang ditawarkan.
    “Saya enggak bisa bantu apa-apa, berapa pun uangmu saya tidak bisa bantu,” tambah Ade.
    Ade menyebut bahwa uang yang ditawarkan pihak tersangka adalah Rp 400-500 juta, namun ia tetap menolaknya.
    “Karena ada penolakan itu, kasus dilanjutkan, makanya yang bersangkutan itu jadi marah-marah, yang melanjutkan kasus itu, ya, saya justru,” ujar Ade.
    Ade juga mengakui bahwa ada pertemuan antara dirinya dengan pihak pelaku.
    Di sana, ia tetap bersikeras untuk melanjutkan proses penyelidikan kasus pembunuhan itu.
    “Kata saya, tidak benar, tidak bisa. Orang kamu menghilangkan nyawa orang kok, mau dibayar pakai uang, ya, tidak bisa. Pertanggungjawabkanlah secara hukum. Nanti pun di akhirat dipertanggungjawabkan juga,” pungkas Ade.
    Diberitakan sebelumnya, Ketua Divisi Hukum Watch Relation of Corruption (WRC), Romi Sihombing menyebutkan, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal turut terlibat dalam kasus suap eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Bintoro.
    Selain Ade, aliran dana suap dari dua tersangka pembunuhan dan pelecehan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo, mengalir kepada Kanit di Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z, Kanit berinisial M, dan eks Kasat Reskrim berinisial G dan B.
     
    “Ya tadi seperti kami tegaskan, bahwa itu (dana) mengalir kepada oknum-oknum aparat penegak hukum (APH) di Polres Jakarta Selatan. Itu mengalir kepada Kanit Z, Kanit M, kemudian Kasat G, Kasat B, dan pimpinan (Ade),” kata Romi, saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2025) malam.
    Dugaan tersebut muncul dari pengakuan saksi-saksi yang didapat oleh WRC.
    Selain itu, Romi mengaku bahwa pihaknya telah mengantongi bukti aliran dana tersebut.
    Eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, sebelumnya angkat bicara setelah dituduh memeras bos Klinik Kesehatan Prodia, yang anaknya terlibat dalam dugaan pembunuhan dan pemerkosaan.
    Dalam keterangan resminya pada Minggu (26/1/2025), Bintoro meminta maaf atas kegaduhan yang ditimbulkan di media sosial terkait isu tersebut.
    “Peristiwa ini berawal dari dilaporkannya saudara AN alias Bastian yang telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan tindak pidana perlindungan anak,” jelas Bintoro.
    Tindak pidana tersebut menyebabkan seorang perempuan berinisial AP (16) meninggal di salah satu hotel di Jakarta Selatan.
    Saat olah tempat kejadian perkara (TKP), polisi menemukan obat-obatan terlarang dan senjata api.
    “Singkat cerita, kami dalam hal ini Satreskrim Polres Jakarta Selatan, yang saat itu saya menjabat sebagai Kasat Reskrim, melakukan penyelidikan dan penyidikan,” tegasnya.
    Bintoro menambahkan bahwa proses perkara telah P-21 dan telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan dua tersangka, yaitu AN dan B, untuk disidangkan.
    Bintoro menegaskan bahwa kepolisian tidak menghentikan perkara tersebut.
    Namun, ia mengeklaim bahwa pihak tersangka AN tidak terima dan memviralkan berita bohong mengenai dirinya terkait kasus pemerasan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kapolres Jaksel Disebut Terima Suap Terkait Kasus AKBP Bintoro
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Februari 2025

    Kapolres Jaksel Disebut Terima Suap Terkait Kasus AKBP Bintoro Megapolitan 1 Februari 2025

    Kapolres Jaksel Disebut Terima Suap Terkait Kasus AKBP Bintoro
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Ketua Divisi Hukum Watch Relation of Corruption (WRC) Romi Sihombing menyebutkan, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal turut terlibat dalam kasus suap eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan
    AKBP Bintoro
    .
    Selain Ade, aliran dana suap dari dua tersangka pembunuhan dan pelecehan, Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo, mengalir kepada Kanit di Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z, Kanit berinisial M, dan eks Kasat Reskrim berinisial G dan B.
    “Ya tadi seperti kami tegaskan, bahwa itu (dana) mengalir kepada oknum-oknum aparat penegak hukum (APH) di Polres Jakarta Selatan. Itu mengalir kepada Kanit Z, Kanit M, kemudian Kasat G, Kasat B, dan pimpinan (Ade),” kata Romi saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (31/1/2025) malam.
    Dugaan tersebut muncul dari pengakuan saksi-saksi yang didapat oleh WRC.
    Selain itu, Romi mengaku bahwa pihaknya telah mengantongi bukti aliran dana tersebut.
    “Menurut pengakuan dan bukti yang kami miliki, ada saksi-saksinya yang melihat ada pertemuan. Di dalam pertemuan itu, ada pengakuan bahwa pimpinan ini (Ade) sudah menerima sejumlah uang,” jelas Romi.
    Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal membantah tudingan bahwa dirinya ikut terima dana sebesar Rp 400 juta dalam dugaan kasus penyuapan Bintoro.
    Tudingan itu muncul dari Kuasa Hukum Bastian yang merupakan tersangka kasus pembunuhan yang diduga diperas Bintoro.
    “Enggak benar, enggak benar. Bertemu saya langsung ada, ketika dia memohon untuk di SP3 kasusnya, kasusnya kan P21,” ucap Ade saat dikonfirmasi, Sabtu (1/2/2025).
    Namun, saat itu, Ade mengatakan kepada kuasa hukum pelaku bahwa kasus tersebut tidak bisa dibantu karena sudah menghilangkan nyawa manusia.
    Ade mengaku menolak berkali-kali tawaran itu mau berapa pun uang yang ditawarkan.
    “Saya enggak bisa bantu apa-apa, berapa pun uangmu saya tidak bisa bantu,” tambah Ade.
    Bahkan, Ade berterus terang bahwa uang yang ditawarkan pihak tersangka berjumlah Rp 400 juta-Rp 500 juta, tetapi ia tetap menolaknya.
    “Karena ada penolakan itu, kasus dilanjutkan, makanya yang bersangkutan itu jadi marah-marah yang ngelanjutin kasus itu, ya, saya justru,” tegas Ade.
    Ade juga mengakui bahwa ada pertemuan antara dirinya dan pelaku.
    Di sana ia tetap bersikeras untuk melanjutkan penyelidikan kasus pembunuhan itu.
    “Kata saya tidak benar, tidak bisa. Orang kamu menghilangkan nyawa orang kok mau dibayar pakai uang, ya tidak bisa. Pertanggungjawabkanlah secara hukum. Nanti pun di akhirat dipertanggungjawabkan juga,” pungkas Ade.
    Sebagai informasi, Arif Nugroho diduga menjadi korban pemerasan senilai Rp 5 miliar oleh eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta AKBP Bintoro.
    Isu ini muncul setelah organisasi Indonesia Police Watch (IPW) mengeluarkan rilis mengenai dugaan pemerasan senilai Rp 5 miliar yang dilakukan oleh Bintoro.
    Uang tersebut diduga diperoleh Bintoro untuk menghentikan kasus pembunuhan dengan tersangka Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartoyo.
    Laporan kepolisian terkait kasus ini tercatat dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel.
    Ketua IPW Sugeng Santoso mengatakan, selain uang, beberapa barang milik AN juga disebut diambil oleh Bintoro.
    “Dari kasus ini, AKBP Bintoro yang saat itu menjabat Kasatreskrim Polres Jaksel meminta uang kepada keluarga pelaku sebesar Rp 5 miliar serta membawa mobil Ferrari dan motor Harley-Davidson dengan janji untuk menghentikan penyidikan,” jelasnya.
    Meskipun demikian, kasus tetap berlanjut. Tersangka yang telah memberikan sejumlah uang kepada Bintoro kemudian menggugat eks Kasat Reskrim itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
    Sementara itu, Bintoro membantah tudingan pemerasan yang dituduhkan terhadap dirinya.
    Dia mengatakan, tuduhan itu mengada-ada. Namun, Bintoro terbuka jika polisi hendak melakukan pemeriksaan terhadap dirinya.
    “Tuduhan saya menerima uang Rp 20 miliar sangat mengada-ngada. Saya membuka diri dengan sangat transparan untuk dilakukan pengecekan terhadap percakapan HP saya,” kata Bintoro dalam video yang diterima
    Kompas.com
    , Minggu (26/1/2025).
    Tidak hanya itu, Bintoro juga mengaku siap jika dilakukan pemeriksaan terhadap rekening istri dan anak-anaknya.
    Meski begitu, Bintoro bersama tiga anggota Polri yang lain telah menjalani penempatan khusus (patsus) sejak 25 Januari 2025.
    Selain Bintoro, mereka yang diduga terlibat kasus pemerasan adalah eks Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung, Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial Z, dan Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan berinisial ND.
    Bidang Propam Polda Metro Jaya segera menggelar sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap keempat terduga pelaku tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Libur Panjang Imlek, Polisi Berlakukan One Way di Jalur Utama Garut

    Libur Panjang Imlek, Polisi Berlakukan One Way di Jalur Utama Garut

    Pertama, jalur Kadungora dilaksanakan kegiatan One Way pada Pukul 09.00 – 09.30 dari Arah Bandung Menuju Garut untuk titik pending Sp3 Jaya Bakti untuk Waktu One way 30 Menit.

    Kedua, jalur Tarogong dilaksanakan kegiatan One Way pada Pukul 10.20 – 10.40 dari Arah Bandung Menuju Garut untuk titik pending Sp4 Kh. Anwar Musadadiyah untuk Waktu One way 20 Menit.

    Ketiga, jalur Limbangan dilaksanakan kegiatan One Way pada Pukul 11.10 – 11.30 dari Arah Bandung Menuju Tasikmalaya untuk titik pending Polsek Limbangan untuk Waktu One way 20 Menit.

    Keempat, jalur Kadungora dilaksanakan kegiatan One Way pada Pukul 11.50 – 12.05 dari Arah Bandung Menuju Garut untuk titik pending Sp3 Jl. Soekarno Hatta untuk Waktu One way 15 Menit.

    Kelima, jalur Tarogong dilaksanakan kegiatan One Way pada Pukul 12.10 – 12.35 dari Arah Bandung Menuju Garut untuk titik pending Sp4 Kh. Anwar Musadadiyah untuk Waktu One way 25 Menit.

    Keenam, jalur Kadungora dilaksanakan kegiatan One Way pada Pukul 12.15 – 12.35 dari Arah Bandung Menuju Garut untuk titik pending Sp3 Jl. Soekarno Hatta untuk Waktu One way 20 Menit.

    Ketujug, jalur Limbangan dilaksanakan kegiatan One Way pada Pukul 12.40 – 12.55 dari Arah Bandung Menuju Tasikmalaya untuk titik pending Polsek Limbangan untuk Waktu One way 15 Menit.

    Dengan kerjasama yang baik antara masyarakat dan petugas ujar dia, diharapkan rekayasa lalu lintas ini dapat berjalan lancar dan memberikan kenyamanan bagi para pengguna jalan selama libur isra mikraj dan imlek 2025.

  • Razman Minta Polisi SP3 Laporan Nikita Mirzani pada Vadel Badjideh

    Razman Minta Polisi SP3 Laporan Nikita Mirzani pada Vadel Badjideh

    Jakarta, Beritasatu.com – Kuasa hukum Vadel Badjideh, Razman Arif Nasution meminta pihak kepolisian untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kepada kliennya atas laporan Nikita Mirzani terkait kasus pencabulan anak di bawah umur dan dugaan pemaksaan aborsi terhadap Lolly lantaran bukti-buktinya lemah.

    Hal itu diungkapkan Razman dikutip dari channel Youtube, Senin (20/1/2025).

    “Seharusnya polisi berani menstop kasus ini dengan secepatnya mengeluarkan SP3 karena memang bukti-buktinya yang disampaikan dia (Nikita Mirzani) sangat lemah,” ujar Razman. 

    Razman menyatakan akan segera berkirim surat pada kapolres Metro Jakarta Selatan untuk segera menerbitkan SP3 atas laporan Nikita Mirzani pada Vadel Badjideh lantaran penanganan kasus ini sudah berlangsung 5 bulan lebih. 

    “Ini sudah masuk bulan kelima, makanya saya desak Pak kapolres untuk menerbitkan SP3 dan harus menghentikan kasus, kalau enggak akan begini terus (gaduh),” tambahnya.

    Razman juga meminta laporannya kepada Nikita Mirzani terkait penganiayaan segera ditindaklanjuti untuk memberikan efek jera kepada ibu tiga anak itu.

    “Laporan saya  harus segera jalan terkait dengan penganiayaan itu,” tandas Razman.

  • Tahanan Narkoba Meninggal di Polrestabes Surabaya, Begini Pengakuan Keluarga

    Tahanan Narkoba Meninggal di Polrestabes Surabaya, Begini Pengakuan Keluarga

    Surabaya (beritajatim.com) – Kabar tahanan Narkoba berinisial AM (44) meninggal dunia saat menjalani proses hukum di Polrestabes Surabaya menjadi sorotan sejumlah pihak. Pria asal Bangkalan yang tinggal di Jalan Kedondong itu meninggal dunia pada akhir Desember 2024 kemarin atau 2 minggu setelah ditangkap oleh Sat Res Narkoba Polrestabes Surabaya.

    Istri dari AM Choliyah mengatakan suaminya memang memiliki riwayat penyakit kencing manis. Ia menduga, suaminya stress saat ditangkap polisi untuk yang kesekian kali karena masalah narkoba.

    “Ada (sakit) kencing manis, suami kalau diajak periksa dokter menolak. Cuma minum obat binahong (obat Cina) dan obat-obatan lainnya,” kata Choliyah, Rabu (15/01/2025).

    Choliyah menceritakan ia sempat menemani suaminya ketika berada di rumah sakit. Ia dikabari langsung oleh anggota Satres Narkoba Polrestabes Surabaya saat suaminya dirawat. Ia mengatakan suaminya tertekan dengan pikiran dan membuat penyakit lama kambuh.

    “Pas dirawat di rumah sakit, saya dapat kabar dari Polrestabes Surabaya. Saya langsung ke rumah sakit untuk membesuknya dan mendampingi sebelum meninggal,” tambahnya.

    Atas peristiwa ini, Choliyah telah menerima kematian suaminya. Ia juga berharap agar tidak ada pihak yang memanfaatkan peristiwa ini untuk tujuan pribadi. Agar ia bisa fokus untuk masa depan anak-anaknya.

    “Jangan sampai sepeninggalnya suami, ada pihak-pihak yang memanfaatkan situasi keluarga yang sedang berduka. Apalagi ada berita beredar yang tidak tau sumbernya, dan tidak pernah wawancara langsung ke saya,” lanjutnya.

    Sementara itu, Kasat Resnarkoba Polrestabes Surabaya AKBP Suria Miftah Irawan mengatakan, atas meninggalnya AM, proses hukum secara otomatis dihentikan atau SP3.

    “Jika seorang tersangka penyalahguna narkoba meninggal saat dalam tahanan, berkas perkaranya tidak dapat disidangkan di pengadilan, perkaranya akan di SP3,” terangnya.

    Sebagai informasi, polisi melakukan penangkapan terhadap AM dan rekannya berinisial WG. Mereka terbukti menyimpan sebuah klip berisi sabu, pipet kaca, 1 bendel klip plastik kosong dan uang tunai Rp700 ribu hasil transaksi.

    Mereka tertangkap berdasar hasil pengembangan dari diamankannya seorang pemakai di Jalan Lidah Kulon, Lakarsantri, Surabaya, yang mengaku telah membeli sabu dari AM. (ang/but)

  • Modus Korupsi Berjamaah di Dinas Pendidikan Kalteng, Pejabat Diduga Tilap Sisa Dana Kegiatan
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        8 Januari 2025

    Modus Korupsi Berjamaah di Dinas Pendidikan Kalteng, Pejabat Diduga Tilap Sisa Dana Kegiatan Regional 8 Januari 2025

    Modus Korupsi Berjamaah di Dinas Pendidikan Kalteng, Pejabat Diduga Tilap Sisa Dana Kegiatan
    Tim Redaksi
    PALANGKA RAYA, KOMPAS.com
    – Modus
    korupsi berjamaah
    yang terjadi di
    Dinas Pendidikan

    Kalimantan Tengah
    (Kalteng) diduga berasal dari ulah Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) yang menilap sisa dana dari setiap kegiatan.
    Diketahui, kasus yang sudah bergulir sejak 2014 ini dikembangkan oleh Polda Kalteng dan baru-baru ini menyeret tersangka baru dengan total 21 orang.
    Dalam konferensi pers pengungkapan kasus yang digelar di Markas Polda Kalteng, Palangka Raya, Rabu (8/1/2025), turut dijelaskan modus operandi para tersangka dalam melakukan korupsi berjemaah tersebut.
    Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Kalteng, Komisaris Besar Erlan Munaji menjelaskan, kasus ini terkait dengan pekerjaan pelaksanaan kegiatan pertemuan dan sosialisasi program yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Kalteng dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) tahun 2014 untuk sejumlah kegiatan.
    “Dugaan korupsi ini terendus dalam sejumlah kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi tersebut, seperti pertemuan dan sosialisasi program pada bidang-bidang di Disdik Kalteng dengan menggunakan fasilitas di luar kantor (hotel), yang uangnya tidak dikembalikan ke kas negara,” jelas Erlan dalam konferensi pers.
    Atas setiap kegiatan yang diselenggarakan itu, lanjut Erlan, dibuatlah dua kontrak, yaitu kontrak akomodasi dan kontrak konsumsi. Namun, tidak menggunakan paket
    fullboard
    yang ditawarkan oleh pihak hotel, akan tetapi masing-masing PPTK pada setiap kegiatan mengambil kembali sebagian dana yang telah dibayarkan ke pihak hotel sesuai Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
    “Kemudian, pengambilan dana dari pihak hotel tersebut tidak disetorkan ke kas negara dan tidak bisa dipertanggung jawabkan, sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara sebagaimana perhitungan kerugian negara oleh BPK RI senilai Rp 5.398.566.189,23 atau Rp 5,3 miliar,” jelasnya.
    Dana sebanyak itu kemudian sudah dimintakan pertanggung jawabannya terhadap 21 tersangka yang dibagi menjadi beberapa tahap penyelesaian.
    21 tersangka ini berasal dari berbagai bidang di kantor
    dinas pendidikan
    setempat. Proses hukum terhadap para tersangka juga masing-masing berproses.
    Tujuh tersangka sudah dilakukan tahap II ke JPU pada tanggal 22 Desember 2021, yakni B selaku KPA Bidang Dikmen-LB, H, S, S, RK, M, dan Y selaku PPTK Bidang Dikmen-LB.
    “Kemudian lima tersangka sudah dilakukan tahap II ke JPU pada tanggal 22 Februari 2024 dengan rincian nama AQ selaku KPA Bidang PSNP, LC dan RR selaku PPTK Bidang PSNP, AK selaku Sekretaris, dan AI selaku Ketua Panitia,” tuturnya.
    Lalu, terdapat satu tersangka berinisial S selaku PPTK yang meninggal dunia karena sakit jantung dan sebelumnya mengalami stroke dan perkaranya dihentikan (SP3) di Rowassidik Bareskrim Polri pada tanggal 12 Desember 2023.
    “Kemudian delapan tersangka pada tanggal 20 Desember 2024, sudah dinyatakan P21 dan segera dilakukan Tahap II ke JPU, yakni EL selaku KPA Bidang Dikdas, R, YB, E, K, dan S selaku PPTK Bidang Dikdas, SAY selaku penerima aliran, dan DL selaku Kepala Dinas Pendidikan,” tuturnya.
    Erlan mengatakan, para tersangka disangkakan sejumlah pasal, yakni Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU RI No 31/1999 sebagaimana telah diubah UU RI Nomor 20/2001 Jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana.
    “Pasal 2 ayat (1) yaitu ancaman pidana, dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1 miliar,” ujarnya.
    Kemudian, tersangka juga bisa terkena Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI Nomor 31/1999 dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.