Topik: SP3

  • Pedagang Barito gelar aksi tolak relokasi imbas Taman Bendera Pusaka

    Pedagang Barito gelar aksi tolak relokasi imbas Taman Bendera Pusaka

    Sejumlah pedagang Pasar Barito, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, menggelar aksi penolakan rencana relokasi imbas pembangunan Taman Bendera Pusaka, Jakarta, Jumat (8/8/2025). ANTARA/Luthfia Miranda Putri.

    Pedagang Barito gelar aksi tolak relokasi imbas Taman Bendera Pusaka
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 08 Agustus 2025 – 13:55 WIB

    Elshinta.com – Sejumlah pedagang Pasar Barito, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, menggelar aksi penolakan rencana relokasi imbas pembangunan Taman Bendera Pusaka di kawasan tersebut.

    “Aksi dijadwalkan berlangsung mulai pukul 09.00 WIB di depan Pasar Barito, Jalan Mahakam, Taman Langsat, Jakarta Selatan,” kata anggota Tim Advokasi Pedagang Pasar Barito: Solidaritas Pemasok Pedagang Pasar (SP3), Fahmi Akbar di Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, rencana relokasi itu berdampak terhadap keberlangsungan usaha kecil menengah (UKM) di kawasan tersebut.

    Pihaknya juga menilai revitalisasi Pasar Barito yang dilakukan pada 2023 dengan anggaran sekitar Rp1,6 miliar dari APBD DKI Jakarta itu semestinya dapat dimanfaatkan untuk mendukung aktivitas pedagang.

    “Maka kami gabungan pedagang Pasar Barito dan masyarakat sipil mendukung hak-hak ekonomi kerakyatan sebagaimana amanat Konstitusi Pasal 27 UUD 1945,” ucap Fahmi.

    Aksi tersebut diikuti oleh pedagang dan masyarakat yang menyampaikan sejumlah tuntutan, di antaranya menghentikan proyek yang dinilai tidak mendesak, menolak intimidasi terhadap pedagang, serta meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berpihak pada pelaku UMKM. 

    Relokasi pedagang di Pasar Barito berkaitan dengan rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menggabungkan tiga taman di Jakarta Selatan, yakni Taman Leuser, Taman Ayodya dan Taman Langsat menjadi Taman Bendera Pusaka yang ditargetkan rampung pada Desember 2025.

    Sumber : Antara

  • Viral Isi Surat GRIB Jaya Geruduk Golf Pondok Indah, Klaim Kepemilikan Tanah

    Viral Isi Surat GRIB Jaya Geruduk Golf Pondok Indah, Klaim Kepemilikan Tanah

    Bisnis.com, JAKARTA — Organisasi masyarakat (ormas) GRIB Jaya yang mengaku mewakili ahli waris Toton Cs melakukan aksi unjuk rasa di kawasan Golf Pondok Indah pada Rabu (6/8/2025).

    Dalam surat kepada Lurah Pondok Pinang yang tersebar di media sosial, Lembaga Pembela Hukum (LPH) GRIB Jaya menyatakan bahwa tindakan itu dilakukan berkaitan dengan klaim kepemilikan ahli waris atas tanah yang dikelola PT Metropolitan Kentjana Tbk. (MKPI).

    Ormas tersebut lantas merujuk kepada berbagai putusan pengadilan, antara lain putusan Mahkamah Agung (MA) No. 81 K/TUN/2001 pada 29 Mei 2022 dan putusan peninjauan kembali (PK) MA No.55/PK/TUN/2003 tanggal 22 September 2004.

    “Bahwa PT Metropolitan Kentjana telah mengajukan PK dan hasilnya ditolak. Atas dasar tersebut, maka para ahli waris akan melakukan penguasaan fisik objek atau lahan milik para ahli waris Toton, Cs,” demikian isi surat tersebut.

    Namun demikian, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Nicolas Ary Lilipaly mengatakan bahwa kelompok massa tersebut melangsungkan orasi untuk menuntut hak atas tanah yang diklaim kepemilikannya, lantas membantah bahwa telah terjadi bentrokan di lokasi.

    “Pengunjuk rasa kan melakukan orasi. Tidak ada ribut atau bentrok. Aman terkendali,” ujarnya saat dihubungi wartawan.

    MKPI Tegaskan Legalitas Kepemilikan Tanah

    Presiden Direktur PT Metropolitan Kentjana Husin Widjajakusuma menegaskan bahwa perseroan telah melalui prosedur legal yang absah dalam pengelolaan tanah terkait sejak puluhan tahun lalu.

    Menurutnya, aksi tersebut berkaitan dengan klaim terhadap tanah eigendom verponding no. 6431 seluas 9,74 ha yang dikelola perseroan untuk pembangunan kawasan Pondok Indah sejak 1973.

    “Jadi, prosedur yang kita lakukan benar, karena ini perusahaan kan bukan main-main, bukan perusahaan yang kecil-kecil. Apalagi kami [perusahaan] Tbk,” kata Husin dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Jumat (8/8/2025).

    GM Legal Department MKPI Hery Sulistyono menambahkan bahwa jauh sebelum pengelolaan oleh perseroan, ahli waris telah menuntut hak ganti rugi atas pengambilalihan tanah tersebut oleh negara, yang ditegaskan dalam SK Menteri Agraria No. 198/Ka tanggal 4 Mei 1961. Namun, ahli waris dinyatakan tidak memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan pemerintah.

    Menurut Hery, MKPI telah memenuhi prosedur dalam mendapatkan tanah eigendom verponding no. 6431, yang termaktub dalam perjanjian kerja sama dengan Pemda DKI Jakarta pada 1973. Hal ini mencakup pemenuhan kewajiban pembelian dan pembebasan tanah, serta melibatkan unsur-unsur terkait.

    Terkait gugatan ahli waris, dia menyebut, terdapat total empat putusan PTUN, satu putusan pidana, dua putusan perdata yang memenangkan PT Metropolitan Kentjana. Selain itu, terdapat pula surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari Polda Metro Jaya dan surat dari Kejaksaan Tinggi maupun dan Kejaksaan Agung yang memperkuat legalitas kepemilikan MKPI atas tanah tersebut.

    “Gangguan ini memang terus-menerus, hampir setiap ganti pejabat selalu muncul sehingga prihatin juga. Mudah-mudahan kepastian hukum ke depan dapat lebih terjamin lagi,” tuturnya.

  • Perlawanan Pedagang Pasar Barito Tolak Direlokasi ke Tempat Baru
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        5 Agustus 2025

    Perlawanan Pedagang Pasar Barito Tolak Direlokasi ke Tempat Baru Megapolitan 5 Agustus 2025

    Perlawanan Pedagang Pasar Barito Tolak Direlokasi ke Tempat Baru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Selatan memberikan tenggat waktu hingga Minggu (3/8/2025) kepada para pedagang Pasar Barito untuk mengosongkan kios mereka.
    Namun, sehari setelah tenggat waktu pengosongan, sejumlah pedagang masih beraktivitas seperti biasa. Mereka bersikeras menolak relokasi, baik ke salah satu pasar milik PD Pasar Jaya maupun ke Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
    Salah satunya Yati (60), pemilik warung bakso. Ia sengaja membuka warungnya lebih pagi meski pengunjung sepi sebagai bentuk solidaritas terhadap sesama pedagang.
    “Untuk memperjuangkan tempat ini, untuk solidaritas juga buat pedagang yang lain, makanya saya buka dari pagi sekalian,” ujar Yati saat ditemui
    Kompas.com
    di lapaknya, Senin (4/8/2025).
    Yati biasanya membuka warung pukul 14.00 WIB. Namun, pada Senin kemarin ia berangkat dari rumahnya di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, lebih pagi dan sudah berjualan pukul 09.00 WIB.
    “Ada yang ngosongin, rata-rata mereka takut, karena selama mereka dagang enggak pernah ada konflik, tiba-tiba dihadapin sama yang kayak begini, jadinya ya takut, enggak bisa disalahin juga,” ujarnya.
    sebagian besar pedagang memilih bertahan karena mempersoalkan lokasi baru di Lenteng Agung, Jagakarsa, yang masih berupa lahan kosong.
    Berdasarkan pantauan
    Kompas.com
    , lahan seluas 7.000 meter persegi itu memang belum dibangun apa-apa. Permukaannya tak rata, hanya menyisakan lantai bekas gedung perkantoran di bagian depan.
    Plang putih besar terpasang di sana, bertuliskan rencana pembangunan Kantor Satpol PP Jagakarsa.
    Sementara itu, bekas bangunan indekos di bagian belakang sudah tak ada. Lahan di bagian bawah masih ditumbuhi rerumputan dan beberapa pohon.
    Di ujung kanan terdapat lapangan olahraga milik warga, sementara di ujung kiri ada kebun yang dirawat ibu-ibu PKK RW 007 Lenteng Agung.
    Oleh karena itu, tak heran apabila pedagang menolak direlokasi ke tempat yang berlokasi di sisi timur Stasiun Lenteng Agung. Mereka juga tak tahu kapan bisa pindah ke sana karena belum adanya bangunan yang bisa mereka gunakan.
    “Harusnya dari sebelum digembar-gembor itu sudah ada pembangunannya, pedagang tinggal ngisi, bukannya masih hutan begitu,” kata Yati.
    Pemkot Jakarta Selatan memberikan sejumlah opsi relokasi sementara untuk para pedagang sembari menunggu pasar baru di Lenteng Agung dibangun, antara lain Mampang Prapatan, Pondok Labu, Pondok Indah, Tebet Barat, Tebet Timur, Bata Putih, dan Kebayoran Lama.
    Namun, setelah meninjau, pedagang menilai fasilitas pasar tersebut kurang memadai, apalagi bagi pedagang lanjut usia (lansia).
    Yati mengatakan, di Pasar Jaya Mampang Prapatan, kios berada di lantai dua, sedangkan toilet hanya di lantai satu. Hal ini dinilai menyulitkan pedagang karena harus mengangkut air melalui tangga ke lantai atas.
    “Minimal toilet lah, supaya enggak susah naik-naik bawa air, di sini kan banyak yang sepuh pedagangnya,” ucap Yati.
    Sementara itu, Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Burung Barito, Karno (64), menjelaskan, para pedagang kerap membawa barang berat. Fasilitas berupa tangga dinilai tidak memadai bagi pedagang lansia.
    “Kalau yang sudah disurvei, posisinya itu ada di lantai 2 atau 3. Kalau kayak saya, disuruh angkat-angkat pasir kucing keburu pingsan ya,” tutur Karno.
    Advokat dari Solidaritas Pemasok dan Pedagang Pasar (SP3), Doly Daely, menilai karakteristik Pasar Jaya tidak cocok dengan komoditas pedagang Pasar Barito yang menjual hewan dan perlengkapannya.
    “Di Pasar Jaya itu identiknya kan para pedagang sembako. Bagaimana kami mencampurkan pedagang sembako dengan pedagang burung? Nah itu,” kata Doly.
    Saat pedagang masih beraktivitas, sejumlah petugas Kelurahan Pela Mampang mendatangi kios mereka untuk meminta tanda tangan persetujuan pengosongan.
    Awalnya dua petugas meminta pedagang mengisi nama dan tanda tangan di kertas kosong dengan alasan pendataan. Lalu, mereka menempelkan surat persetujuan pengosongan kios pada toko yang tutup.
    Aksi ini diketahui tim advokat. Bersama pedagang, mereka menolak. Salah satu pedagang bahkan meminta Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menemui mereka.
    “Gubernur belum turun di sini, Pak! Peduliin masyarakat, Pak! Kami UMKM juga!” teriak salah satu pedagang.
    Petugas akhirnya mundur dan menghentikan kegiatan. Surat yang ditempel dicopot pedagang dan tim advokat, lalu disimpan untuk dilaporkan ke Ombudsman karena terdapat kalimat pembongkaran pasar oleh pihak kelurahan di akhir surat itu.
    “(Surat) akan kami laporkan ke Ombudsman,” kata Doly.
    Pedagang berharap relokasi ditunda hingga pasar baru di Lenteng Agung siap digunakan. Namun, mereka ingin tetap berdagang di Pasar Burung Barito karena nilai historis dan popularitasnya.
    Sebagai informasi, relokasi ini berkaitan dengan proyek pembangunan Taman ASEAN atau Taman Bendera Pusaka yang akan menggantikan Pasar Barito. Proyek ini merupakan bagian dari rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memperluas ruang terbuka hijau (RTH).
    Taman Bendera Pusaka nantinya akan menggabungkan tiga taman yang sudah ada sebelumnya, yakni Taman Leuser, Taman Ayodhya, dan Taman Langsat. Proyek taman Bendera Pusaka tersebut ditargetkan rampung pada Desember 2025.
    Pemerintah menyebut taman ini akan menjadi ruang publik baru yang ikonik. Saat Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota negara, Taman Bendera Pusaka diharapkan menjadi simbol identitas baru Jakarta sebagai Ibu Kota ASEAN, mengingat gedung Sekretariat ASEAN berada di kawasan tersebut.
    “Jadi, ini adalah untuk menjadikan kawasan Blok M sebagai pusat transportasi dan perbelanjaan, dan yang kedua sebagai City ASEAN. Jadi, rencananya taman itu akan menunjang taman-taman di ASEAN yang ada di wilayah Jakarta Selatan,” kata Walikota Jakarta Selatan, M. Anwar, di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pedagang Pasar Barito Tolak Relokasi, Teriak Minta Pramono Turun Tangan

    Pedagang Pasar Barito Tolak Relokasi, Teriak Minta Pramono Turun Tangan

    Pedagang Pasar Barito Tolak Relokasi, Teriak Minta Pramono Turun Tangan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sejumlah petugas Kelurahan Kramat Pela, Jakarta Selatan, mendatangi
    Pasar Burung Barito
    untuk menempelkan surat pernyataan persetujuan pengosongan kios dan relokasi pedagang pada Senin (4/8/2025) siang.
    Lurah Kramat Pela, Achmad Syarief, juga ikut dalam kegiatan tersebut.
    Adapun surat itu berisi pernyataan pengosongan kios secara sukarela. Tidak ada tenggat waktu kapan para pedagang harus mengosongkan kios.
    Di bagian akhir surat, terdapat kalimat yang berbunyi rencana pembongkaran pasar oleh pihak kecamatan.
    Mulanya, dua orang petugas kelurahan mendatangi kios-kios di deretan depan yang mayoritas merupakan warung makan. Petugas menempel surat itu ke kios-kios yang kosong. 
    Mereka meminta Gubernur Jakarta, Pramono Anung, datang langsung ke Pasar Burung Barito dan berdiskusi bersama pedagang terkait rencana relokasi ini.
    “Gubernur belum turun di sini, Pak! Peduliin masyarakat, Pak! Kami UMKM juga!” teriak salah satu pedagang.
    Baru menempel surat ke beberapa kios, Tim Advokasi Solidaritas Pemasok dan Pedagang Pasar (SP3) Barito mendatangi para petugas kelurahan.
    Mewakili pedagang, tim advokasi menyerukan penolakan pengosongan kios. Tak lama, petugas kelurahan meninggalkan lokasi. 
    “Intimidasi terjadi sebelum tim advokasi mengetahui. Setelah para advokasi tahu, dari kelurahan dan kecamatan mundur dan pulang secara perlahan-lahan,” kata Doly Daely, salah satu kuasa hukum dari Tim Advokasi SP3 saat dikonfirmasi.
    Sementara, surat berisi pernyataan pengosongan kios dan pembongkaran pasar yang sempat ditempel ke kios-kios pedagang langsung dicopot oleh tim kuasa hukum.
    “(Surat) akan kami laporkan ke Ombudsman,” kata Doly.
    Selain menempel surat ke kios kosong, petugas kelurahan juga disebut meminta tanda tangan persetujuan pengosongan kios dan pembongkaran pasar langsung ke para pedagang yang datang ke lokasi. Sedikitnya ada 11 pedagang yang telah memberikan tanda tangan.
    Yati (60), salah satu pedagang, mengaku diminta membubuhkan tanda tangannya di selembar kertas kosong. Menurut Yati, petugas meminta tanda tangan untuk mendata pedagang.
    “Dia bilangnya buat pendataan pedagang, bukan buat mengosongkan (kios),” kata Yati kepada
    Kompas.com
    , Senin (4/8/2025).
    Yati mengaku terpaksa membubuhkan tanda tangannya lantaran petugas kelurahan yang mendatanginya bukan cuma satu orang. Selain itu, sebelum Yati, ada pedagang lain yang sudah dimintai tanda tangan.
    “Tadinya cuma dua, terus tiba-tiba dikerubungin warung saya, ya jadinya kan enggak nyaman,” ujarnya.
    Yati baru menyadari tanda tangan itu ia bubuhkan sebagai persetujuan pengosongan kios dan pembongkaran pasar ketika ia membaca surat yang ditempel di kios lain yang sudah kosong.
    “Pas saya baca isi suratnya, saya kaget,” ungkap dia.
    Sementara, Kepala Paguyuban Pedagang
    Pasar Barito
    , Karno (64), berharap pengosongan kios dan pembongkaran pasar ditunda. Pasalnya, Pasar Burung Barito menjadi tempat bagi banyak pedagang menggantungkan hidup. 
    “Kalau hasilnya hasilnya ditangguhkan, ini kawan-kawan pedagang bakal syukuran, potong kambing. Mudah-mudahan ditangguhkan ya Pak Gubernur ada ya hati nuraninya,” ucap Karno.
    Sebagai informasi, rencana pembongkaran Pasar Burung Barito berkaitan dengan proyek pembangunan Taman Bendera Pusaka di wilayah tersebut. Rencananya, pedagang bakal direlokasi ke wilayah Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
    Adapun proyek relokasi ini merupakan bagian dari rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memperluas ruang terbuka hijau (RTH).
    Taman Bendera Pusaka nantinya akan menggabungkan tiga taman yang sudah ada sebelumnya, yakni Taman Leuser, Taman Ayodhya, dan Taman Langsat. Proyek taman Bendera Pusaka tersebut ditargetkan rampung pada Desember 2025.
    Pemerintah menyebut taman ini akan menjadi ruang publik baru yang ikonik. Saat Jakarta tidak lagi menjadi ibu kota negara, Taman Bendera Pusaka diharapkan menjadi simbol identitas baru Jakarta sebagai Ibu Kota ASEAN, mengingat gedung Sekretariat ASEAN berada di kawasan tersebut.
    “Jadi, ini adalah untuk menjadikan kawasan Blok M sebagai pusat transportasi dan perbelanjaan, dan yang kedua sebagai City ASEAN. Jadi, rencananya taman itu akan menunjang taman-taman di ASEAN yang ada di wilayah Jakarta Selatan,” kata Walikota Jakarta Selatan, M. Anwar, di Jakarta, Selasa (1/7/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bareskrim Simpulkan Kasus Ijazah Jokowi, Sudah End Game?

    Bareskrim Simpulkan Kasus Ijazah Jokowi, Sudah End Game?

    Bisnis.com, JAKARTA — Kisruh tudingan ijazah palsu milik Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri jilid II telah mencapai babak akhir.

    Perkara ini sejatinya sudah dihentikan atau SP3 oleh Dittipidum Bareskrim Polri. Hal tersebut diungkap setelah kepolisian melakukan penyelidikan hingga gelar perkara terkait kasus tudingan ijazah palsu ini. 

    Hasilnya, Bareskrim telah menyimpulkan bahwa ijazah pendidikan milik Jokowi adalah asli pada Kamis (22/5/2025).

    Namun, kubu pelapor yakni Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) menyatakan keberatan atas keputusan penghentian perkara atau SP3 yang dilakukan Bareskrim Polri.

    Oleh karena itu, TPUA mengajukan gelar perkara khusus agar kasus Jokowi ini bisa ditinjau ulang. Pengajuan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Bareskrim pada akhir Juni.

    Pada intinya, pelapor menginginkan sejumlah nama agar dilibatkan dalam gelar perkara khusus ini agar keputusan penghentian penyidikan bisa diterima TPUA.

    Singkatnya, gelar perkara khusus itu digelar pada Rabu (9/7/2025). Semua pihak baik itu pendumas, Bareskrim, pengawas internal hingga eksternal pun dihadirkan dalam gelar perkara khusus ini.

    Hasilnya, berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) Nomor: 14657/VII/RES.7.5/2025/BARESKRIM tertanggal 25 Juli 2025 menyatakan bahwa penghentian penyidikan sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    Di samping itu, Bareskrim menilai bahwa fakta dihadirkan oleh pendumas atau pelapor hanya berupa data sekunder dan tidak memiliki kekuatan pembuktian, sehingga tidak bisa digunakan sebagai alat bukti.

    Dalam hal ini, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Choirul Anam telah memastikan bahwa jalannya gelar perkara khusus itu sudah berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

    Misalnya, proses gelar perkara khusus itu menghadirkan pihak pendumas dengan pihak yang diadukan. Keduanya membawa ahli masing-masing.

    Kemudian, Anam mengemukakan pada gelar perkara khusus itu juga menjelaskan soal teknis seperti tata letak huruf pada ijazah Jokowi; ejaan “Soe dan Su”; hingga pemakaian kertas dan alat percetakan ijazah.

    Pada intinya, bukti-bukti yang ditampilkan telah mendukung kesimpulan yang ditarik oleh Bareskrim Polri soal ijazah Jokowi.

    “Sehingga, ketika ditanya apakah gelar perkara khusus itu sesuai dengan prosedur dan substansinya kredibel, saya kira apa yang kami ikuti sampai akhir ya,” tutur Anam kepada wartawan, dikutip Kamis (31/7/2025).

    Pendumas Tak Terima

    Wakil Ketua TPUA Rizal Fadillah menyatakan bahwa kesimpulan terkait dengan gelar perkara khusus ijazah Jokowi ini tidak sesuai dengan ketentuan KUHP dan Perkapolri.

    “Bahwa penghentian penyelidikan 22 Mei 2025 yang dibenarkan dalam SP3D 25 Juli 2025 berdasarkan alasan “sudah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku” tidaklah benar, karena tidak sesuai dengan ketentuan KUHP maupun Perkapolri,” ujar Rizal dalam keterangan tertulis, Kamis (31/7/2025).

    Dia menambahkan, dalam gelar perkara khusus itu juga dinilai belum tuntas, lantaran tidak adanya peserta yang lengkap dari pelapor dan terlapor.

    Di samping itu, TPUA juga protes dengan kesimpulan ini lantaran ijazah Jokowi yang asli tidak ditampilkan di gelar perkara khusus tersebut.

    Adapun, Rizal menilai pihak penyidik tidak bisa membantah fakta dan data yang diajukan oleh pelapor.

    “Pihak penyidik pada gelar perkara khusus hanya memberikan keterangan yang tidak sesuai dengan fakta yang diumumkan Ditipidum 22 Mei 2025 tidak mampu membantah fakta dan data yang diajukan oleh pelapor,” pungkasnya.

    Adapun, Ahli Digital Forensik Rismon Sianipar menyatakan tidak puas dengan hasil gelar perkara khusus ini. Sebab, bukti yang ditampilkan pihaknya ditetapkan sebagai bukti sekunder.

    Dia juga mengatakan bahwa kepolisian dinilai masih belum teliti dalam melakukan pembuktian. Oleh sebab itu, Rismon menyarankan agar kepolisian bisa studi terkait perkara yang bisa diselesaikan digital forensik.

    “Tanggapan saya terhadap penghentian penyelidikan di Bareskrim Polri ya sangat tidak puas. Karena dipandang bukti kami adalah bukti sekunder yang tidak bisa dijadikan sebagai pembuktian,” kata Rismon.

  • Polda Metro Jaya Belum Hentikan Kasus Kematian Diplomat Arya, Siap Tampung Info Baru

    Polda Metro Jaya Belum Hentikan Kasus Kematian Diplomat Arya, Siap Tampung Info Baru

    Bisnis.com, JAKARTA — Polda Metro Jaya menyatakan belum menghentikan kasus kematian Diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arya Daru Pangayunan (39).

    Direktur Reskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra mengatakan pihaknya masih terbuka untuk setiap informasi baru terkait kasus ini.

    “Sementara kami tetap akan menerima masukan apabila ada informasi, kami tetap tampung. Sementara belum [di SP3],” ujar Wira di Polda Metro Jaya, Selasa (29/7/2025).

    Di samping itu, Wira menyatakan pihaknya sudah menarik kesimpulan bahwa dalam kasus kematian Diplomat Arya tidak ada tindak pidana.

    Kemudian, berdasarkan hasil uji lab terhadap jenazah Arya juga tidak ditemukan zat racun. Dengan demikian, kematian Arya disebabkan oleh gangguan pertukaran oksigen pada saluran pernapasan atas.

    Di samping itu, penyidik dengan Asosiasi Psikologi Forensik Himpunan Psikologi Indonesia (Apsifor Himpsi) telah sepakat bahwa dalam perkara ini tidak ada indikator keterlibatan pihak lain.

    “Indikator kuat bahwa kematian ADP mengarah pada indikasi meninggal tanpa keterlibatan pihak lain,” pungkas Wira.

  • Farhat Abbas Gugat Roy Suryo Cs Terkait Ijazah Jokowi, Minta Ganti Rugi Rp1,5 Miliar

    Farhat Abbas Gugat Roy Suryo Cs Terkait Ijazah Jokowi, Minta Ganti Rugi Rp1,5 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA — Advokat Farhat Abbas menggugat Pakar Telematika Roy Suryo Cs terkait polemik tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) ke PN Negeri Jakarta Pusat.

    Gugatan ini mewakili Rektor Universitas Prof. Moestopo (Beragama) sekaligus eks Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Paiman Raharjo yang dituduh sebagai otak dibalik penerbitan ijazah Jokowi di Pasar Pramuka.

    “Tujuan mengajukan Gugatan a quo untuk memberikan perlindungan hukum dan pemulihan nama baik terhadap Penggugat [Paiman] dan Turut Tergugat II sebagai Presiden Republik Indonesia ke 7 atas tuduhan fitnah, penghinaan dan pencemaran nama baik di media sosial dan khalayak umum,” kata Farhat dalam salinan gugatan, dikutip Kamis (17/7/2025).

    Farhat menambahkan tuduhan yang dilakukan pada Mei-Juli 2025 di media sosial para tergugat. Dalam hal ini, Paiman mengaku telah mengalami kerugian imateriil Rp750 juta dan materiil Rp750 juta.

    Dengan demikian, kubu Paiman menuntut agar majelis hakim pada PN Jakarta Pusat bisa mengabulkan tuntutan ganti rugi terhadap para penggugat senilai Rp1,5 miliar.

    “Menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti kerugian materiil kepada Penggugat sejumlah Rp750.000.000. Menghukum Para Tergugat untuk membayar ganti kerugian immateriil kepada Penggugat sejumlah Rp750.000.000,” tutur Farhat.

    Di samping itu, gugatan ini juga meminta agar PN Jakpus bisa menyatakan surat penghentian penyelidikan atau SP3 di Bareskrim Polri kasus tudingan ijazah Jokowi telah sah dan mengikat.

    Lebih jauh, kata Farhat, gugatannya ini meminta juga kepada PN Jakpus agar memulihkan nama baik dari Paiman dan Jokowi yang diumumkan di berita negara dan media cetak.

    “Memulihkan dan merehabilitasi nama baik Penggugat yang diumumkan di berita negara dan media cetak; Memulihkan dan merehabilitasi nama baik Turut Tergugat II yang diumumkan di berita negara dan media cetak,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, para tergugat dalam perkara ini yaitu Eggi Sudjana sebagai Tergugat I, Roy Suryo sebagai Tergugat II, dokter Tifauzia Tyassuma sebagai Tergugat III, Kurnia Tri Royani sebagai Tergugat IV, Rismon Hasiholan Sianipar sebagai Tergugat V, Bambang Suryadi Bitor sebagai Tergugat VI, dan Hermanto sebagai Tergugat VII. 

    Sementara itu, terdapat pihak sebagai turut tergugat mulai dari Kapolri Cq Kabareskrim sebagai Turut Tergugat I, Jokowi sebagai Turut Tergugat II, dan Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai Turut Tergugat III.

  • Kick Off Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi Jilid II Dimulai Pekan Depan

    Kick Off Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi Jilid II Dimulai Pekan Depan

    Bisnis.com, JAKARTA — Kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri telah memasuki babak baru.

    Hal itu terjadi usai kubu pelapor yakni Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) menyatakan keberatan atas keputusan penghentian perkara atau SP3 yang dilakukan Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.

    Oleh karenanya, TPUA mengajukan gelar perkara khusus agar kasus Jokowi ini bisa ditinjau ulang. Pengajuan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Bareskrim pada akhir Juni.

    Pada intinya, pelapor menginginkan sejumlah nama agar dilibatkan dalam gelar perkara khusus ini agar keputusan penghentian penyidikan bisa diterima TPUA.

    “Pendumas dalam hal ini TPUA tanggal 2 Juli 2025 itu membuat surat perihal permohonan nama-nama untuk dilibatkan dalam gelar perkara khusus,” ujar Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko pada Kamis (3/7/2025).

    Adapun, sejumlah nama yang diajukan oleh TPUA adalah Roy Suryo, Rismon Hasiholan hingga sejumlah pihak dari DPR RI serta Komnas HAM.

    Dalam hal ini, kata Truno, pihaknya telah menetapkan bahwa jadwal gelar perkara khusus itu bakal berlangsung pada pekan depan atau tepatnya pada Rabu (9/7/2025).

    “Maka tindak lanjut itu untuk mengundang nama-nama dalam pelibatan gelar perkara khusus yg dimohonkan itu dilakukan ralat untuk dilaksanakan tanggal 9,” pungkas Trunoyudo.

    Kubu Jokowi Nilai Berlebihan 

    Di lain sisi, Kuasa Hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara menilai bahwa pengajuan gelar perkara khusus perkara ijazah kliennya ini dinilai berlebihan.

    Sebab, kata Rivai, Bareskrim sudah melakukan penyelidikan dengan memeriksa saksi dan alat bukti yang menunjukan bahwa ijazah Jokowi terbukti sah dan asli.

    “Dalam pandangan kami gelar perkara khusus ini berlebihan karena pada intinya penyelidikan telah selesai dengan hasil tidak terbuktinya pengaduan yang diajukan TPUA,” ujarnya saat dihubungi, Kamis (3/7/2025).

    Namun demikian, Rivai menyatakan bahwa pihaknya siap menghadiri gelar perkara khusus tersebut apabila dilibatkan oleh Bareskrim Polri.

    “Kami siap menghadiri gelar perkara khusus nanti dan akan memberikan sejumlah tanggapan dan pendapat hukum terhadap perkara tersebut,” tuturnya.

    Lebih jauh, Rivai juga mengatakan dalam kegiatan gelar perkara khusus ini kliennya tidak perlu hadir karena bisa diwakilkan oleh kuasa hukumnya.

    “Kalau pemeriksaan tentu beliau hadir, seperti sebelumnya. Kalau sekedar gelar perkara cukup kami saja,” pungkas Rivai.

    Di SP3 Bareskrim 

    Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo, mengungkapkan bahwa pihaknya telah melakukan gelar perkara untuk menentukan ada dan tidaknya tindak pidana dalam perkara ini.

    Kemudian, dari hasil analisis yang telah dilakukan penyidik korps Bhayangkara telah menyimpulkan bahwa ijazah SMAN 6 Surakarta dan Universitas Gadjah Mada (UGM) milik Jokowi adalah asli.

    “Namun, dari pengaduan ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbuatan pidana, sehingga perkara ini dihentikan penyelidikannya,” jelas Rahardjo dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis (22/5/2025.

    Dengan demikian, maka aduan yang sempat dilayangkan oleh TPUA mengenai temuan publik cacat hukum ijazah sarjana Jokowi menjadi tidak terbukti. Selain itu tindak pidana juga tak ditemukan. 

  • AI Tewas Diduga Dikeroyok di Tahanan Polresta Denpasar, Sang Kakak: Kantor Polisi Harusnya Jadi Tempat Aman
                
                    
                        
                            Regional
                        
                        9 Juni 2025

    AI Tewas Diduga Dikeroyok di Tahanan Polresta Denpasar, Sang Kakak: Kantor Polisi Harusnya Jadi Tempat Aman Regional 9 Juni 2025

    AI Tewas Diduga Dikeroyok di Tahanan Polresta Denpasar, Sang Kakak: Kantor Polisi Harusnya Jadi Tempat Aman
    Editor
    DENPASAR, KOMPAS.com
    – Achmad Sodikin, kakak kandung tahanan korban tewas di Rumah Tahanan
    Polresta Denpasar
    , muncul ke publik dan buka suara mengenai meninggalnya sang adik berinisial AI (35).
    AI diduga tewas setelah dikeroyok sejumlah tahanan lain di dalam sel Rutan Polresta Denpasar.
    Korban yang mengalami luka serius sempat dilarikan ke rumah sakit namun nyawanya tidak tertolong.
    Pihak keluarga kini telah mengajukan autopsi di Rumah Sakit Prof IGNG Ngoerah Denpasar.
    Tujuannya untuk mengungkap tabir kematian tahanan yang tersandung kasus pencabulan anak di bawah umur tersebut.
    Ia menjelaskan bahwa AI sudah kooperatif sampai menjadi tahanan dan penetapan tersangka.
    Namun, hal yang tidak diinginkan justru terjadi, keluarga mempertanyakan pengawasan petugas Rutan Polresta Denpasar dan meminta diusut seadil-adilnya.
    “Kami dari keluarga sangat merasa dirugikan, Polresta Denpasar harusnya menjadi tempat yang aman malah terjadi hal yang tidak diinginkan,” ujar Achmad, Senin (9/6/2025).
    Sementara itu, kuasa hukum korban, Agung Handi SH, selain melaksanakan autopsi, pihaknya juga menyurati penyidik Polresta Denpasar untuk meminta SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) kasus AI.
    Dirinya juga meminta Polresta Denpasar untuk mengungkap kasus ini dengan seterang-terangnya dan diungkap ke publik melalui konferensi pers di hadapan awak media.
    “Kami menyurati selain SP3, agar dilakukan
    press release
    Polresta Denpasar menerangkan kasus sebelumnya sudah selesai ditutup, saat ini fokus pada kasus pengeroyokan korbannya adalah adik kandung, usut tuntas yang bersalah diproses tahanan atau petugas,” bebernya.
    Dijelaskannya, bahwa hasil autopsi diperkirakan keluar pada Rabu 11 JUni 2025 diharapkan mengungkap kematian korban AI yang dikenal ramah di keluarga tersebut.
    “Tadi dilakukan autopsi dan memang kehendak keluarga supaya semua jelas, kapan meninggalnya, detailnya seperti apa,” kata dia.
    “Kami juga menyurati penyidik agar memberikan kepada kami salinan surat menerangkan hasil autopsi, kemungkinan hasilnya keluar dalam dua hari ke depan sudah disampaikan secara lisan,” jelasnya.
    Sembari menunggu autopsi jenazah korban, pihak keluarga juga mulai mengurus pemakaman korban di tempat asalnya di Semarang, Jawa Tengah.
    Rencananya, jenazah diberangkatkan dari Denpasar, pada Selasa (10/6/2025) siang.
    Artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com dengan judul
    AI Tewas Dikeroyok di Tahanan Polresta Denpasar, Sang Kakak: Kantor Polisi Bukankah Tempat Aman?
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Polda Metro Jaya periksa tujuh tersangka kericuhan di depan Gedung DPR

    Polda Metro Jaya periksa tujuh tersangka kericuhan di depan Gedung DPR

    tujuh tersangka lainnya bakal diperiksa pada hari esok atau Rabu (4/6)

    Jakarta (ANTARA) – Polda Metro Jaya masih memeriksa tujuh tersangka kasus kericuhan yang terjadi di depan gedung DPR/MPR RI pada peringatan hari Buruh Internasional (May Day).

    “Hari ini tujuh orang tersangka yang dipanggil itu sudah hadir. Proses pemeriksaan tersangka saat ini masih berlangsung,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi saat ditemui di Jakarta, Selasa.

    Ade Ary menjelaskan tujuh tersangka tersebut yaitu CY alias K, GSI, NMAK, AHSWS, JA, TA, dan DSP.

    “Penyidik Subdit Kamneg Dirreskrimum Polda Metro Jaya masih terus mendalami. Agar prosesnya segera tuntas,” katanya

    Sementara itu tujuh tersangka lainnya bakal diperiksa pada hari esok atau Rabu (4/6).

    “Untuk tujuh tersangka lainnya, penyidik telah menjadwalkan untuk dilakukan pemeriksaan hari Rabu (4/7),” kata Ade Ary.

    Sementara itu Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD) meminta Polda Metro Jaya untuk menghentikan penyidikan kasus kericuhan di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada peringatan Hari Buruh Internasional beberapa waktu lalu.

    “Kami sebelumnya telah mengajukan permohonan penundaan pada panggilan pertama dan juga kami juga telah mengajukan permohonan untuk menghentikan kasus ini lewat permohonan SP3,” kata Perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang tergabung dalam TAUD, Astatantica Belly Stanio saat ditemui di Jakarta, Selasa.

    Belly menjelaskan kedatangannya ke Polda Metro Jaya juga untuk memenuhi panggilan kedua karena rekan-rekannya ditetapkan sebagai tersangka dan akan menempuh proses pemeriksaan di Bareskrim.

    “Tapi, kami menyayangkan bahwa Polda Metro Jaya lebih cenderung untuk meneruskan kasus ini dan hari ini dilanjutkan dengan panggilan kedua,” ucapnya.

    Menurut Belly, hal ini adalah bentuk kriminalisasi.

    “Sebuah bentuk penyempitan terhadap ruang sipil bagi masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa,” jelasnya.

    Polda Metro Jaya menetapkan 13 orang sebagai tersangka kasus kericuhan yang terjadi di depan Gedung DPR/MPR RI pada peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei.

    “Demo anarkis di depan gedung DPR/MPR RI, dari 14 tersebut, sudah dinaikkan statusnya sebagai tersangka 13 orang dan sudah dilayangkan surat panggilan kepada yang bersangkutan,” kata Kepala Sub Bidang Penerangan Masyarakat Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Polisi Reonald Simanjuntak saat ditemui di Jakarta, Senin (12/5).

    Pewarta: Ilham Kausar
    Editor: Ganet Dirgantara
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.