Topik: SP3

  • Tersangka Rizal Fadillah Berapi-Api Sebut Jokowi Harus Dihukum di Gelar Perkara Khusus Polda Metro

    Tersangka Rizal Fadillah Berapi-Api Sebut Jokowi Harus Dihukum di Gelar Perkara Khusus Polda Metro

    GELORA.CO  — Polda Metro Jaya (PMJ) melakukan gelar perkara khusus kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Senin (15/12/2025).

    Gelar perkara khusus ini dilakukan Polda Metro Jaya dalam memenuhi permintaan atau pengajuan para tersangka kasus ini termasuk Roy Suryo Cs.

    Rizal Fadillah, salah satu dari 8 tersangka kasus ini yang merupakan Wakil Ketua Umum Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) mengatakan ada 3 hal yang menjadi catatan pihaknya menghadiri gelar perkara khusus kasusnya di Polda Metro Jaya, Senin (15/11/2025) hari ini.

    “Ada tiga hal yang menjadi catatan pada kesempatan ini. Yang pertama adalah bahwa yang kita perjuangkan ini baik principal maupun puasa hukum itu, bukan kepentingan pribadi, bukan kepentingan kelompok dan bukan kepentingan kami saja,” kata Rizal di Mapolda Metro Jaya seperti ditayangkan Kompas TV.

    Menurut Rizal, apa yang mereka lakukan adalah perjuangan untuk meneruskan aspirasi masyarakat dan rakyat bangsa Indonesia.

    “Aspirasi yang ingin tahu tentang status ijazah Joko Widodo. Saya kira ini spirit perjuangannya. Dengan begitu yang kita lakukan adalah upaya demi kepentingan umum. Karena itu tidak akan ada pidananya di situ,” papar Rizal.

    “Masa orang menjadi kebenaran dari sesuatu yang diragukan oleh masyarakat, rakyat dan bangsa, eh disebut pidana, disebut kriminal. Ada tidak? Tidak ada itu,” kata Rizal yang tampak makin bersemangat dan emosional.

    Karenanya kata Rizal dalam gelar perkara khusus ini, pihaknya akan membuktikan juga bahwa tidak ada unsur pidana terhadap mereka.

    “Yang kita lakukan mencari kebenaran dari apa yang diragukan publik. Kebenaran, keadilan, kejujuran adalah nilai moral hakiki yang harus dihormati,” ujar Rizal.

    Kemudian yang kedua, kata Rizal, bahwa bukti tidak ada tidak pidana dalam kasus yang dituduhkan padanya yakni itulah gelar perkara khusus ini.

    “Kalau sudah ada tindak pidana, buat apa kami sampai capek-capek minta gelar perkara khususnya. Kan sudah ada gelar perkara sebelumnya. Menurut penilaian kita, gelar perkara sebelumnya cacat hukum. Penegak hukum, melakukan tindakan yang melawam hukum,” bebernya,

    Rizal mengatakan pasal pecemaran nama baik, fitnah,dan penghasutan yang dipakai penyidik menjerat mereka sangat janggal diterapkan.

    “Bagaimana ada pencemaran? Bagaimana fitnah? Kalau ijazah asli tidak ada maka tidak ada pencemaran, tidak ada fitnah, tidak mungkin. Tanya mereka yang paham tentang aturan-aturan, pasti akan jawabannya begitu,” kata Rizal.

    Yang ketiga atau terakhir menurut Rizal, karena kasus tidak ada tindak pidananya, maka harus dihentikan penyidik dengan mengeluarkan SP3.

    “Bahkan, jika sudah dihentikan, kita tidak akan tinggal diam. Belum selesai urusan. Urusan kita adalah mendesak agar pemalsu ijazah, dihukum. Jokowi yang seharusnya jadi pesakitan. Dia pemalsu, pemakai, menggunakan gelar palsu, dia sudah melanggar banyak KUHP dan UU Sisdiknas,” teriak Rizal berapi-api.

    Rizal semakin emosional dan tampak makin berapi-api

    “Pokoknya Jokowi harus dihukum, karena dia sudah melakukan sesuatu yang meresahkan masyarakat, menipy masyarakat, membohongi rakyat. Maka tidak lain, kita akan berjuang terus, agar Jokowi ditangkap, diperiksa, dan dihukum atas perbuatannya, Memalsukan dokumen, menggunakan dokumen, dan gelar palsu. Insya Allah terbukti,” kata Rizal.

    Sementara itu, kuasa hukum Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) Rivai Kusumanegara berharap pelaksanaan gelar perkara yang diminta oleh kubu Roy Suryo cs ini bisa menjawab berbagai persoalan yang diutarakan oleh para tersangka.

    “Harapannya semua yang dianggap persoalan oleh para tersangka dapat terjawab,” kata Rivai.

     Ia juga berharap perkara ini bisa segera dilimpahkan ke pengadilan untuk membuktikan siapa benar dan salah dalam tuduhan tersebut.

    “Kemudian perkaranya segera dilimpahkan ke persidangan melalui penuntut umum,” katanya.

    Rivai juga mengingatkan bahwa gelar perkara tidak bisa membahas pembelaan dari para tersangka.

    Sebab berdasarkan Pasal 312 KUHP, pembelaan itu hanya bisa diuji oleh hakim, dan bukan ranah dari penyidikan ataupun penuntutan.

    “Gelar perkara ini tidak dapat membahas pembelaan para tersangka karena menurut pasal 312 KUHP hanya dapat diuji hakim. Jadi jelas bukan ranah penyidikan maupun penuntutan,” katanya.

    Dua Tahap

    Kuaasa hukum Roy Suryo Cs, Abdul Gafur Sangadji, mengatakan gelar perkara khusus di Mapolda Metro Jaya ini akan digelar dua tahap.

    Tahap pertama akan digelar pukul 10.00 WIB untuk klaster pertama yang terdiri dari lima tersangka.

    Sedangkan tahap kedua dijadwalkan sekira pukul 14.00 WIB untuk klaster kedua yang meliputi Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan dr. Tifa.

    “Untuk gelar perkara khusus, itu diagendakan akan dilakukan dalam dua tahap. Jam 10.00 itu klaster pertama dengan lima tersangka, kemudian jam 14.00 untuk klaster dua, yaitu Mas Roy, Bang Rismon, dan dr. Tifa,” kata Abdul Gafur, Senin.

    Abdul Gafur menyebut pihaknya telah menyiapkan pendamping hukum serta sejumlah materi yang akan dipertanyakan kepada penyidik, termasuk kepastian penyitaan ijazah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).

    Selain itu, tim kuasa hukum juga mempertanyakan dokumen pembanding yang digunakan dalam pemeriksaan laboratorium forensik, jumlah alat bukti, saksi, dan ahli yang telah diperiksa penyidik.

    “Kami ingin mendapatkan kepastian dari penyidik Polda Metro Jaya, apakah ijazah Pak Joko Widodo itu sudah disita atau belum,” ucap Abdul Gafur.

    Ia menegaskan gelar perkara khusus diharapkan tidak sekadar formalitas, melainkan dilakukan secara profesional dan transparan agar para tersangka mengetahui secara jelas dasar penetapan status hukum mereka.

    “Kami ingin tahu ijazah pembanding itu ijazah siapa, apakah disita secara sah, dan apakah ada berita acara keabsahan dari Universitas Gadjah Mada atau tidak,” kata Abdul Gafur. 

    “Kami ingin mendapatkan kepastian, 28 ahli itu siapa saja, 130 saksi itu siapa saja, dan 700 barang bukti yang disita itu barang bukti apa saja,” sambungnya.

    Pihaknya berharap gelar perkara khusus ini tak hanya bersifat formalitas semata. 

    “Kami harapkan gelar perkara khusus besok tidak sekadar menjalankan kewajiban formil sebagaimana diatur dalam Peraturan Kapolri. Tetapi betul-betul menjadi forum diskusi yang detail dan mendalam,” lanjut Abdul Gafur

  • Bangunan Liar di TPU Kober Rawa Bunga Dibongkar, 75 Persen Warga Sudah Pindah
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        12 Desember 2025

    Bangunan Liar di TPU Kober Rawa Bunga Dibongkar, 75 Persen Warga Sudah Pindah Megapolitan 12 Desember 2025

    Bangunan Liar di TPU Kober Rawa Bunga Dibongkar, 75 Persen Warga Sudah Pindah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kepala Satpol PP Kecamatan Jatinegara,
    Teguh Nurdin Amali
    , memastikan bahwa warga yang tinggal dan membangun tempat usaha di atas lahan Taman Pemakaman Umum (TPU) Kober Rawa Bunga telah mulai membongkar bangunan mereka secara mandiri.
    Pembongkaran dilakukan setelah warga menerima surat peringatan (SP) pertama dari pemerintah.
    “Saat ini sudah mencapai 75 persen warga yang memanfaatkan lahan TPU Kober sudah berpindah dari lokasi. Untuk bangunan fisik yang berada di lahan TPU Kober tidak sampai 30,” ujar Teguh dalam keterangannya, Jumat (12/12/2025).
    Teguh menambahkan, setelah dilakukan sosialisasi, warga memahami bahwa lahan TPU tidak diperuntukkan sebagai tempat tinggal maupun usaha, sehingga harus dikembalikan pada fungsi aslinya.
    “Alhamdulillah untuk
    TPU Kober Rawa Bunga
    hingga nanti pemberian SP3 kondusif. Saat ini masih berlangsung berbenah dan bongkar sendiri,” ujarnya.
    Pemerintah Kota Jakarta Timur menegaskan akan melakukan penertiban terhadap permukiman yang berdiri di atas TPU Kebon Nanas dan TPU Kober Rawa Bunga. Langkah ini dilakukan untuk mengembalikan fungsi lahan pemakaman yang selama bertahun-tahun berubah menjadi kawasan hunian padat.
    Pemkot menekankan bahwa proses ini bukan penggusuran, melainkan pengembalian fungsi lahan.
    “Kami tidak bilang menggusur tapi kita minta dikembalikan. Minta dikembalikan lahan (TPU) yang digunakan mereka,” ujar Sekretaris Kota Jakarta Timur,
    Eka Darmawan
    , dalam keterangannya pada Jumat (21/11/2025).
    Berdasarkan pendataan, terdapat 280 kepala keluarga (517 jiwa) yang tinggal dan membangun rumah di atas dua TPU tersebut. Pemkot akan melakukan sosialisasi terlebih dahulu, kemudian memberikan SP1, SP2, dan SP3 sebelum pengosongan dilakukan.

    Deadline
    -nya untuk pengosongan ini kira tahapannya dalam waktu dua minggu. Kita kasih SP 1, SP 2, dan SP 3 terlebih dahulu,” kata Eka.
    Eka menjelaskan bahwa kebutuhan lahan pemakaman di DKI Jakarta—khususnya Jakarta Timur—saat ini berada dalam kondisi krisis.
    “Karena selama ini kan mereka (warga) menempati lahan, dan belum memahami bahwa kebutuhan lahan (makam) yang ada di Provinsi DKI itu krisis. Terutama di Jakarta Timur,” tuturnya.
    Ketua RT 015/RW 002 Cipinang Besar Selatan, Sumiati, menyebut permukiman liar di TPU Kebon Nanas telah ada sejak era 1980-an.
    “Tahun 1980-an itu yang tinggal di atas pemakaman itu hanya satu kepala keluarga, tapi mulai banyak yang pindah ketika adanya penggusuran,” katanya.
    Menurut Sumiati, banyak warga sebelumnya tinggal di bantaran kali dan lahan yang sempat direncanakan menjadi kantor Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Mereka kemudian terdampak penggusuran pada tahun 1997.
    “Dulu sebelum ada KLH itu kan lapangan gitu, terus warga itu ada yang tinggal di pinggir kali di belakang kantor KLH tahun 1997 kena gusur gitu,” ujarnya.
    Warga yang tergusur kala itu hanya menerima uang kerohiman sebesar Rp 600.000.
    “Sementara kan uang segitu untuk ngontrak paling juga bertahan beberapa bulan gitu. Akhirnya mereka pindah lah tuh ke atas pemakaman Cina ini tahun 1997,” kata Sumiati.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pemkot Jaktim Terbitkan SP1 untuk Penghuni TPU Kober Rawa Bunga
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Desember 2025

    Pemkot Jaktim Terbitkan SP1 untuk Penghuni TPU Kober Rawa Bunga Megapolitan 9 Desember 2025

    Pemkot Jaktim Terbitkan SP1 untuk Penghuni TPU Kober Rawa Bunga
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com —
    Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur mulai menertibkan permukiman yang berdiri di atas lahan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kober Rawa Bunga, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.
    Langkah awal berupa pemberian Surat Peringatan 1 (SP1) kepada para penghuni dilakukan untuk mengembalikan fungsi lahan sebagai area pemakaman.
    Asisten Pemerintahan Pemkot Jakarta Timur, Bambang Pangestu, mengatakan SP1 telah dilayangkan kepada 39 penghuni
    TPU Kober Rawa Bunga
    empat hari lalu.
    “Itu sudah empat hari yang lalu, hari Kamis yang lalu itu sudah kita sampaikan. Kita sudah monitor juga. SP1 di Kober, di Rawa Bunga itu sekitar kurang lebih 39,” ucap Bambang saat ditemui di Kantor Kelurahan Ceger, Selasa (9/12/2025).
    Bambang berharap pemberian SP1 dapat mempercepat pengosongan lahan. Para penghuni rencananya akan direlokasi ke rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Pemerintah Provinsi Jakarta menyiapkan Rusun Rawa Bebek dan Rusun Pulo Jahe di Kecamatan Cakung sebagai lokasi relokasi.
    “Kami jamin semuanya, perumahannya kita arahkan ke Rusun. Mereka yang memang sekolahnya nanti mau pindah, sekolah negeri, kita pindahkan juga ke negeri yang ada dekat Rusun-nya di situ,” ujarnya.
    Pemkot Jakarta Timur menyiapkan langkah penertiban terhadap permukiman warga di TPU Kebon Nanas dan TPU Kober Rawa Bunga. Langkah ini diambil untuk mengembalikan fungsi asli lahan pemakaman yang selama bertahun-tahun berubah menjadi kawasan hunian padat.
    Pemkot menegaskan, proses yang dilakukan bukan penggusuran, melainkan pengembalian fungsi lahan makam.
    “Kami tidak bilang menggusur tapi kami minta dikembalikan. Minta dikembalikan lahan (TPU) yang digunakan mereka,” kata Sekretaris Kota Jakarta Timur, Eka Darmawan, Jumat (21/11/2025).
    Berdasarkan pendataan, terdapat 280  keluarga atau 517 jiwa yang tinggal di atas dua TPU tersebut. Pemkot akan memulai sosialisasi sebelum pelaksanaan pengosongan dengan mekanisme SP1, SP2, dan SP3.

    Deadline
    -nya untuk pengosongan ini kira tahapannya dalam waktu dua minggu. Kita kasih SP 1, SP 2, dan SP 3 terlebih dahulu,” jelas Eka.
    Eka menjelaskan bahwa kebutuhan lahan pemakaman di Jakarta Timur berada dalam kondisi krisis.
    “Karena selama ini kan mereka (warga) menempati lahan, dan belum memahami bahwa kebutuhan lahan (makam) yang ada di Provinsi DKI itu krisis. Terutama di Jakarta Timur,” ujarnya.
    Fenomena permukiman di TPU Kebon Nanas dan sekitarnya sudah berlangsung lama. Ketua RT 015/RW 002 Cipinang Besar Selatan, Sumiati, menyebut wilayah ini mulai dihuni sejak dekade 1980-an.
    “Tahun 1980-an itu yang tinggal di atas pemakaman itu hanya satu kepala keluarga, tapi mulai banyak yang pindah ketika adanya penggusuran,” ujar Sumiati.
    Menurut Sumiati, banyak warga sebelumnya tinggal di bantaran kali dan lahan yang sempat direncanakan menjadi kantor Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
    “Dulu sebelum ada KLH itu kan lapangan gitu, terus warga itu ada yang tinggal di pinggir kali di belakang kantor KLH tahun 1997 kena gusur gitu,” jelas Sumiati.
    Warga terdampak penggusuran pada 1997 hanya menerima uang kerohiman sebesar Rp 600.000.
    “Sementara kan uang segitu untuk ngontrak paling juga bertahan beberapa bulan gitu. Akhirnya mereka pindah lah tuh ke atas pemakaman Cina ini tahun 1997,” tuturnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Akhir Drama Penjarahan Minimarket di Sibolga, 16 Terduga Pelaku Dipulangkan

    Akhir Drama Penjarahan Minimarket di Sibolga, 16 Terduga Pelaku Dipulangkan

    Liputan6.com, Jakarta – Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Sibolga membebaskan 16 orang terduga pelaku penjarahan minimarket. Keputusan ini diambil setelah para pemilik dari tujuh gerai minimarket yang menjadi korban penjarahan memilih untuk tidak membuat laporan ke polisi.

    Ke-16 terduga pelaku sempat diamankan polisi usai melakukan penjarahan di tujuh gerai Indomaret, Alfamidi dan Alfamart pada Minggu (30/11/2025) dan Sabtu (29/11/2025).

    “Sudah dipulangkan ya, untuk 16 orang yang menjarah itu,” ungkap Kepala Subbidang Penerangan Masyarakat (Kasubbid Penmas) Bidang Humas Polda Sumut, AKBP Siti Rohani Tampubolon, Rabu (3/12/2025) malam.

    Keputusan untuk menghentikan proses hukum (SP3) terhadap para terduga pelaku ini didasari oleh tidak adanya laporan resmi dari pihak toko yang menjadi korban.

    “Ya dihentikan (proses hukumnya). Karena tidak ada toko minimarket membuat laporan resmi ke Polres Sibolga,” tambah Siti.

    Pembebasan ini menjadi pengingat bahwa di balik penegakan hukum, selalu ada ruang untuk pertimbangan kemanusiaan dan restoratif.

    Kini, belasan orang berinisial AS, SS, AZ, ZR, OFH, ART, DH, ISS, A, MS, BA, ER, DAM, ABS, D, dan BNH tersebut telah kembali berkumpul dengan keluarga mereka.

    Mereka diharapkan dapat mengambil hikmah dari kejadian ini dan menyambut kesempatan kedua yang diberikan oleh masyarakat dan hukum.

  • Kejari Lumajang Tangani 448 Perkara Pidana Umum, 85 Berkas Dikembalikan ke Polisi

    Kejari Lumajang Tangani 448 Perkara Pidana Umum, 85 Berkas Dikembalikan ke Polisi

    Lumajang (beritajatim.com) – Jumlah tindak pidana umum (Pidum) yang masuk ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Lumajang, Jawa Timur sudah menembus angka 448 perkara sampai akhir November 2025.

    Sebagai informasi, ratusan perkara pidana umum ini telah diterima dari Kepolisian Resort (Polres) Lumajang yang ditandai dengan penerbitan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP).

    Kasi Intel Kejari Lumajang Raden Yudhi Teguh Santoso menyampaikan, total ada sebanyak 334 perkara yang sudah dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Lumajang untuk menjalani proses sidang.

    Sebanyak 277 perkara di antaranya diputus ingkrah atau sudah berkekuatan hukum tetap dan telah dilakukan eksekusi.

    “Untuk SPDP 448 perkara ini sebanyak 334 perkara sudah dilimpahkan, dan 277 perkara sudah ingkrah,” terang Yudhi saat dikonfirmasi, Senin (1/12/2025).

    Menurutnya, terdapat 85 SPDP yang berkasnya harus dikembalikan ke pihak penyidik untuk dilengkapi kekurangannya. Tahap ini biasa dikenal dengan istilah P-18 atau P-19.

    Dari jumlah itu, sebanyak 32 SPDP dikembalikan karena alasan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

    “Sebanyak 85 SPDP kita kembalikan, dari 85 SPDP itu yang dikembalikan karena SP3 totalnya 32 perkara,” tambahnya.

    Yudhi menyebut, dari semua perkara pidana umum yang ditangani, penyalahgunaan narkotika menjadi pelanggaran paling mendominasi di Lumajang.

    Kemudian terdapat juga pelanggaran soal masalah kesehatan karena penggunaan obat keras. Disusul di posisi ketiga ada tindak pidana pencurian dengan pemberatan (Curat).

    “Secara trend setiap tahun pidana umum yang mendominasi selalu sama, tapi tahun ini ada peningkatan sekitar 5 persen,” ungkap Yudhi. (has/ian)

  • Warga TPU Kebon Nanas Ogah Kembalikan Lahan ke Pemprov, Ngaku Punya Izin Lisan dari Yayasan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        1 Desember 2025

    Warga TPU Kebon Nanas Ogah Kembalikan Lahan ke Pemprov, Ngaku Punya Izin Lisan dari Yayasan Megapolitan 1 Desember 2025

    Warga TPU Kebon Nanas Ogah Kembalikan Lahan ke Pemprov, Ngaku Punya Izin Lisan dari Yayasan
    Tim Redaksi

    JAKARTA, KOMPAS.com —
    Sejumlah warga yang tinggal di atas lahan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kebon Nanas, Jatinegara, Jakarta Timur, mengaku telah memperoleh izin tinggal secara lisan dari pihak yayasan sejak puluhan tahun lalu. Mereka kini mempertanyakan dasar hukum pemerintah yang meminta mereka mengosongkan area tersebut.
    Emo, salah satu warga, mengatakan sejak awal masyarakat setempat merasa mendapat persetujuan untuk menempati lahan tersebut dari pihak yayasan. Menurut dia, kesepakatan itu juga mencakup kesediaan warga untuk pergi apabila lahan kembali dibutuhkan oleh yayasan.
    “Setahu kami itu milik yayasan dulu, dan kami diizinkan secara lisan untuk tinggal di situ. Kami pun sudah istilahnya ada perjanjian secara lisan, kalau memang yayasan mau pakai itu tanah, kami bersedia mengosongkan tanah itu,” ucap Emo di kantor Kecamatan Jatinegara, Senin (1/12/2025).
    Namun, ia mengaku terkejut ketika menerima surat yang meminta warga mengembalikan lahan tersebut kepada pemerintah daerah.
    “Nah, dan sekarang tiba-tiba kami dari pihak Pemerintah Daerah atau Pemprov, kami mendapatkan surat untuk mengembalikan lahan,” ujarnya.
    “Mengembalikan lahannya ke siapa? Ya, kami enggak mau, karena seharusnya kami ini mengembalikannya ke pihak yayasan.”
    Emo menambahkan, selama bertahun-tahun tidak pernah ada teguran dari pihak yayasan. Meski begitu, ia mengaku lupa nama yayasan tersebut.
    “Sedangkan sampai dengan hari ini sudah sekian puluh tahun, pihak yayasan enggak pernah mengutak-atik atau menegur kami. Yayasannya kami lupa lagi waktu itu tuh ya. Nanti kami coba cek lagi lah gitu,” katanya.
    Karena itu, warga meminta pemerintah membuktikan legalitas penguasaan lahan yang kini dikembalikan kepada Pemprov atau Pemkot.
    “Kami berulang kali kemarin menyampaikan bahwa minta legalitas daripada kepemilikan tanah, yang awalnya dari yayasan ke Pemda,” katanya.
    “Kami minta keterbukaan informasi kepada masyarakat bahwa tanah yang kami sekarang menjadikan tempat tinggal, ada bukti kepemilikan legalitas dari yayasan ke Pemda,” tambah dia. 
    Pemerintah Kota Jakarta Timur menyatakan telah menyiapkan langkah penertiban terhadap permukiman warga yang berdiri di atas
    TPU Kebon Nanas
    dan TPU Kober Rawa Bunga.
    Upaya ini dilakukan untuk mengembalikan fungsi lahan sebagai area pemakaman yang selama bertahun-tahun berubah menjadi kawasan hunian padat.
    Sekretaris Kota Jakarta Timur Eka Darmawan menegaskan, langkah yang ditempuh bukan penggusuran, melainkan pengembalian fungsi lahan.
    “Kami tidak bilang menggusur tapi kami minta dikembalikan. Minta dikembalikan lahan (TPU) yang digunakan mereka,” ujar Eka dalam keterangannya, Jumat (21/11/2025).
    Pemkot mencatat ada 280 kepala keluarga atau 517 jiwa yang tinggal dan membangun rumah di atas dua TPU tersebut. Sosialisasi akan dilakukan sebelum pengosongan, dengan tahapan SP1 hingga SP3 yang dijadwalkan dalam dua pekan.
    Eka menyebut kebutuhan lahan pemakaman di DKI Jakarta, khususnya Jakarta Timur, kini berada dalam kondisi krisis.
    “Karena selama ini kan mereka (warga) menempati lahan, dan belum memahami bahwa kebutuhan lahan (makam) yang ada di Provinsi DKI itu krisis. Terutama di Jakarta Timur,” kata Eka.
    Keberadaan permukiman di atas TPU Kebon Nanas bukanlah hal baru. Ketua RT 015/RW 002 Cipinang Besar Selatan, Sumiati, menyebut kawasan itu telah dihuni sejak dekade 1980-an.
    “Tahun 1980-an itu yang tinggal di atas pemakaman itu hanya satu kepala keluarga, tapi mulai banyak yang pindah ketika adanya penggusuran,” katanya.
    Sebagian warga yang menghuni kawasan itu merupakan korban penggusuran di bantaran kali serta lahan yang sempat direncanakan menjadi kantor Kementerian Lingkungan Hidup (KLH).
    “Dulu sebelum ada KLH itu kan lapangan gitu, terus warga itu ada yang tinggal di pinggir kali di belakang kantor KLH tahun 1997 kena gusur gitu,” ucap Sumiati.
    Warga terdampak ketika itu hanya menerima uang kerohiman sebesar Rp 600.000.
    “Sementara kan uang segitu untuk ngontrak paling juga bertahan beberapa bulan gitu. Akhirnya mereka pindah lah tuh ke atas pemakaman Cina ini tahun 1997,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kebingungan Warga TPU Kebon Nanas: Dapat Surat Pengosongan Rumah, tapi Ogah Direlokasi
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        24 November 2025

    Kebingungan Warga TPU Kebon Nanas: Dapat Surat Pengosongan Rumah, tapi Ogah Direlokasi Megapolitan 24 November 2025

    Kebingungan Warga TPU Kebon Nanas: Dapat Surat Pengosongan Rumah, tapi Ogah Direlokasi
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Sejumlah warga RT 015/RW 002 Cipinang Besar Selatan, Jatinegara, Jakarta Timur, mengaku bingung setelah menerima surat pengosongan rumah pada 19 November 2025.
    Rumah-rumah mereka itu diketahui berdiri di atas lahan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Kebon Nanas.
    Sehari setelah menerima surat tersebut, warga langsung mengikuti sosialisasi dari Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Timur.
    “Kalau dari RT sendiri sih sudah diinfokan (soal pengosongan rumah). Tanggapan warga, mereka dengan adanya sosialisasi itu ya sudah pasti kaget ya, karena itu tiba-tiba mendadak tanggal 19 (November) dapat surat, tanggal 20-nya ada sosialisasi,” ungkap Ketua RT 015/RW 002, Sumiati, saat dikonfirmasi, Minggu (23/11/2025).
    Sebagai solusi,
    Pemkot Jakarta Timur
    menyiapkan dua Rumah Susun Sederhana Sewa (Rusunawa) untuk relokasi, yakni di Pulo Jahe dan Rawa Bebek.
    Namun sebagian besar warga menolak dengan alasan lokasi kedua rusunawa itu terlalu jauh dan harus membayar sewa bulanan yang dianggap memberatkan.
    “Warga minta sebenarnya tidak mau dipindah ke rusun yang pertama itu kan jauh dan yang kedua juga mereka nanti akan selamanya sewa, bayar tiap bulan,” jelas Sumiati.
    Ia menambahkan, warga justru menginginkan hunian dengan skema DP 0 persen agar bisa mencicil dan memiliki tempat tinggal secara permanen.
    “Menurut mereka kalau yang DP 0 persen walaupun tiap bulan bayar dengan jangka waktu misalnya 15 tahun atau 20 tahun, nanti akan menjadi milik mereka, kalau rusun awal kan mereka akan bayar terus selamanya gitu dan mereka tidak bisa memiliki,” jelasnya.
    Selain masalah biaya dan kepemilikan, warga juga memikirkan nasib anak-anak mereka yang selama ini sekolah di sekitar
    TPU Kebon Nanas
    .
    “Mereka juga pasti punya anak-anak yang sekolah SD, SMP, SMA gitu di sekitaran (TPU Kebon Nanas) tempat tinggal mereka gitu, kalau misalnya dipindah kan udah pasti anak sekolahnya ini gimana,” jelas Sumiati.
    Ia menuturkan, beberapa orangtua merasa resah jika pindah ke rusun yang jauh karena anak-anak mereka harus berangkat pukul 05.00 WIB untuk mengejar jam masuk sekolah pukul 06.30 WIB.
    “Terus juga kalau misalnya jauh kan dipikir juga soal transportasi kalau anak-anak ini berangkat sementara kan mereka jauh, jadi kalau, masuk sekolahnya jam setengah tujuh paling tidak mereka jam lima harus sudah berangkat,” tuturnya.
    Warga berharap Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung mendengar keluhan mereka terkait rencana relokasi.
    Sumiati menyebut sebagian besar warga di lingkungannya memilih Pramono pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2024.
    “Iya, memilih dan mereka itu 80 persen atau 90 persen itu memilih Pak Pramono Anung. Nah, kalau dengan adanya penggusuran ini saya harapkan juga sampai ke telinga gubernur ya,”
    Di sisi lain, Ketua RW 002, Muhammad Yusuf, mengatakan warga bingung karena sebagian dari mereka mengaku memiliki bukti legalitas atas lahan yang ditempati meski berada di area makam.
    Ia menyebut beberapa warga membeli lahan tersebut dari yayasan yang dahulu mengelola TPU.
    “Di warga kami ada beberapa yang sudah terjadi transaksi jual beli yang sah pak, atas nama yayasan dan tanda tangan dari ahli waris (makam),” kata Yusuf saat dikonfirmasi, Minggu.
    Menurut dia, pada 2018 warga juga mengikuti program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Beberapa bidang lahan bahkan disebut sudah memiliki Akta Jual Beli (AJB) dan sertifikat.
    “Karena sudah terdaftar di BPN. Pengurusan PTSL teregister 2018, Kasi Pemerintah (Kelurahan) saat itu pun mengiyakan kalau itu bukan lahan Pemda,” ujar Yusuf.
    Sekretaris Kota Jakarta Timur, Eka Darmawan, menegaskan bahwa langkah yang diambil Pemkot Jakarta Timur bukanlah penggusuran, melainkan pengembalian fungsi lahan pemakaman yang selama bertahun-tahun berubah menjadi kawasan hunian padat penduduk.
    “Kami tidak bilang menggusur tapi kita minta dikembalikan. Minta dikembalikan lahan (TPU) yang digunakan mereka,” kata Sekretaris Kota Jakarta Timur, Eka Darmawan, dalam keterangannya pada Jumat (21/11/2025).
    Berdasarkan pendataan, terdapat 280 kepala keluarga atau 517 jiwa yang tinggal di atas dua TPU, yakni Kebon Nanas dan Kober Rawa Bunga.
    Proses pengosongan dilakukan secara berjenjang melalui SP1, SP2, dan SP3, dengan target dua minggu.

    Deadline
    -nya untuk pengosongan ini kira tahapannya dalam waktu dua minggu. Kita kasih SP 1, SP 2, dan SP 3 terlebih dahulu,” kata Eka.
    Eka menjelaskan penertiban dilakukan karena kebutuhan lahan pemakaman di DKI Jakarta dalam kondisi kritis, terutama di Jakarta Timur.
    “Karena selama ini kan mereka (warga) menempati lahan, dan belum memahami bahwa kebutuhan lahan (makam) yang ada di Provinsi DKI itu krisis. Terutama di Jakarta Timur,” ujar Eka.
    (Penulis: Febryan Kevin Candra Kurniawan, Ruby Rachmadina)
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kita Pastikan Tak Ada yang Ditahan!

    Kita Pastikan Tak Ada yang Ditahan!

    GELORA.CO  – Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, membela Roy Suryo Cs yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tudingan ijazah palsu Jokowi. Ia menyerukan agar Roy dkk tak ditahan oleh polisi saat jalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada esok Kamis (13/11/2025).

    “Jadi save for the tersangka, ya. Jadi save bagi tersangka itu, siapa bilang enak ditahan? Mas Roy lebih baik dia di luar, lebih produktif ketimbang di tahanan. Karena itu harus kita pastikan, tanggal 13 November nanti, tidak ada yang ditahan!” ujar Refly di acara deklarasi dukungan di Gedung Juang, Jakarta Pusat, Selasa (11/11/2025).

    Lebih lanjut, Refly mengatakan, kasus tudingan ijazah palsu Jokowi tak layak untuk diteruskan. Apalagi, kata dia, dengan menetapkan tersangka kepada Roy dkk tak seharusnya dilakukan.

    “Saya mengatakan, mau asli, mau (ijazah) palsu, tidak layak diproses, ground-nya adalah konstitusi. Saya bicara tentang hak menyatakan pendapat baik secara lisan maupun tulisan. Saya menyatakan hak untuk mendapatkan informasi dan menggali informasi,” ungkapnya.

    “Jadi, kalau kita balikkan kepada teori seperti itu, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Bukan dilaksanakan menurut Undang-Undang ITE,” tambahnya.

    Refly menegaskan, tak boleh ada kriminalisasi terhadap penelitian sebuah dokumen akademik Jokowi. Untuk itu, ia menilai, Roy Suryo cs perlu dipastikan tak ditahan saat jalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka.

    “Selamatkan para tersangka, jangan ditahan, jangan ditangkap. Mudah-mudahan di-SP3-kan,” ujar Refli

  • Polrestabes Surabaya Kalah Praperadilan, SP3 Kasus Penipuan Dianulir

    Polrestabes Surabaya Kalah Praperadilan, SP3 Kasus Penipuan Dianulir

    Surabaya (beritajatim.com) – Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan oleh Johnny Lourens terhadap penyidik Satreskrim Polrestabes Surabaya.

    Putusan ini tertuang dalam perkara Nomor 34/Pid.Pra/2025/PN Sby, yang dibacakan oleh Hakim Hj. Satyawati Yun Irianti, SH., M.Hum dalam sidang di ruang Sari 2, PN Surabaya.

    Dalam amar putusannya, hakim menyatakan bahwa penghentian penyidikan (SP3) atas Laporan Polisi Nomor LPB/1399/XI/2016/UM/JATIM tertanggal 23 November 2016 dinyatakan tidak sah dan batal demi hukum. Hakim memerintahkan pihak Polrestabes Surabaya selaku termohon untuk membuka kembali penyidikan terhadap laporan tersebut.

    “Mengabulkan permohonan praperadilan Pemohon. Menyatakan batal atau tidak sah penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Termohon atas Laporan Polisi Nomor LPB/1399/XI/2016/UM/JATIM tanggal 23 November 2016. Memerintahkan kepada Termohon untuk membuka kembali penyidikan,” tegas hakim.

    Kuasa hukum pemohon, Yafet Kurniawan, SH., M.Hum, dari kantor hukum Yafet Kurniawan & Rekan, mengapresiasi putusan tersebut. Ia menilai hakim telah bertindak objektif dan adil dalam menilai lamanya proses penanganan kasus yang telah berlangsung hampir delapan tahun tanpa kejelasan status hukum.

    Menurut Yafet, penyidikan kasus ini sempat dihentikan dengan alasan adanya surat perdamaian antara pelapor dan terlapor. Namun, perdamaian itu disebut tidak melalui mekanisme restorative justice dan tidak pernah terlaksana.

    “Perdamaian itu tidak sesuai prosedur dan tidak pernah dilaksanakan. Klien kami sudah berulang kali melapor, tapi tetap diterbitkan SP3 dengan dasar perdamaian tersebut,” ujarnya usai sidang di PN Surabaya.

    Yafet juga menyebut adanya temuan dari Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) Polda Jatim yang menunjukkan indikasi ketidakprofesionalan penyidik dalam menangani perkara ini.

    Kasus ini bermula dari laporan Johnny Lourens pada tahun 2016 atas dugaan tindak pidana penipuan dan atau penggelapan oleh seseorang bernama Charles Yauri. Dalam laporan tersebut, pelapor mengaku mengalami kerugian sebesar Rp414.999.000.

    Kerugian itu timbul setelah terlapor menyerahkan tiga lembar cek Bank Mayapada senilai total Rp414.999.000 sebagai pembayaran pinjaman. Namun, saat dicairkan, cek tersebut ditolak karena saldo rekening tidak cukup dan rekening telah ditutup, sebagaimana tercantum dalam surat penolakan dari PT Bank Mayapada Tbk tertanggal 10 September 2015.

    Diketahui, hubungan antara pelapor dan terlapor berawal dari kerja sama bisnis cat antara PT Nusantara Paint, milik Johnny Lourens, dan Charles Yauri sebagai pemasok. Johnny kemudian meminjamkan dana sebesar Rp1 miliar kepada Charles dengan bunga 5,5 persen per bulan untuk keperluan usaha.

    Dalam pertimbangannya, hakim juga menyinggung sejumlah yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa pemberian cek kosong dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana penipuan apabila dilakukan dengan itikad buruk. Di antaranya, Putusan MA No. 133 K/Kr/1973 dan Putusan MA No. 5/Yur/Pid/2018 yang menegaskan bahwa pembayaran dengan cek kosong memenuhi unsur penipuan jika disertai niat jahat.

    Dengan putusan ini, PN Surabaya memerintahkan penyidik Polrestabes Surabaya untuk segera membuka kembali penyidikan dan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru, sesuai perintah pengadilan.

    “Kami berharap penyidikan segera dibuka kembali sesuai perintah pengadilan. Ini demi tegaknya keadilan dan kepastian hukum,” tegas Yafet. [uci/but]

     

  • Kapolres Tuban Dilaporkan ke PN dalam Gugatan Praperadilan Kasus Investasi Bodong Rp1,5 M

    Kapolres Tuban Dilaporkan ke PN dalam Gugatan Praperadilan Kasus Investasi Bodong Rp1,5 M

    Tuban (beritajatim.com) – Babak baru muncul dalam penanganan kasus dugaan investasi bodong senilai Rp1,5 miliar di Tuban. Kapolres Tuban AKBP William Cornelis Tanasale resmi dilaporkan ke Pengadilan Negeri (PN) Tuban oleh korban, Lirin Dwi Astutik, melalui gugatan Praperadilan (Pradil) terkait penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atas kasus tersebut.

    Kuasa hukum Lirin Dwi Astutik, Wahabi Martanio, membenarkan bahwa gugatan telah didaftarkan di PN Tuban dengan nomor perkara 2/pid.pra/2025/PN Tbn. Gugatan tersebut diajukan atas dugaan tidak sahnya penghentian penyidikan laporan penipuan investasi yang merugikan kliennya hingga Rp1,5 miliar.

    “Besok, tanggal 4 November 2025, kami akan sidang gugatan Pradil kepada Kapolres Tuban, juga Kapolda Jatim serta Kapolri,” ujar Wahabi, Jumat (31/10/2025).

    Dalam berkas perkara, nama Lirin Dwi Astutik tercatat sebagai pemohon, sedangkan tergugat adalah Kapolri, Kapolda Jawa Timur, dan Kapolres Tuban. Gugatan tersebut didaftarkan pada 28 Oktober 2025, dengan klasifikasi perkara sah atau tidaknya penghentian penyidikan.

    Wahabi menjelaskan, kasus ini berawal dari laporan dugaan penipuan berkedok investasi oleh seseorang berinisial W ke Satreskrim Polres Tuban pada Maret 2025. Saat itu, pelapor diminta menyetorkan uang sebesar Rp1,5 miliar sebagai modal kerja sama bisnis. Sebagai jaminan, W menyerahkan dua aset berupa rumah dan mobil.

    “Awalnya usaha dan bisnis yang dijanjikan tidak membawa keuntungan. Tetapi justru sebaliknya, rumah dan mobil yang sebelumnya dijaminkan kepada pelapor malah dijual sepihak oleh W,” terang Wahabi.

    Karena usaha tidak jelas dan jaminan dijual tanpa izin, pihak pelapor sempat mengirimkan somasi, namun tidak direspons oleh terduga pelaku. Laporan dugaan penipuan kemudian dilayangkan ke Satreskrim Polres Tuban.

    “Sesuai ilmu dan pengalaman saya, kejadian ini bukan kasus perdata. Klien saya tidak terima karena modal dan jaminan sudah tidak ada, sehingga melaporkan dugaan tindak pidana penipuan,” ujarnya.

    Dalam proses penyidikan, pelapor dan terduga pelaku sempat dimediasi oleh penyidik, namun mediasi tidak membuahkan hasil. Tak lama kemudian, Polres Tuban menerbitkan SP3 dengan alasan tidak ditemukan peristiwa pidana.

    “Harapan kami, hakim memeriksa dan memutuskan bahwa penghentian penyidikan tersebut tidak sah,” tutup Wahabi.

    Hingga berita ini diterbitkan, Kapolres Tuban belum memberikan tanggapan resmi terkait gugatan tersebut. [dya/beq]