Topik: RPJMN

  • Industri asuransi sepakat bertransformasi dukung pembangunan nasional

    Industri asuransi sepakat bertransformasi dukung pembangunan nasional

    Nusa Dua, Bali (ANTARA) – Industri perasuransian Indonesia menyepakati perlunya transformasi menyeluruh guna mendukung pembangunan nasional di tengah tantangan ekonomi domestik dan global.

    “Ada potensi sangat besar dalam industri perasuransian karena kontribusi pada produk domestik bruto masih kecil,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono di sela Indonesia Insurance Summit (IIS) 2025 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis.

    Menurut dia, pertumbuhan industri perasuransian tanah air menunjukkan pertumbuhan positif.

    Namun, ia menjelaskan kinerja itu masih dapat ditingkatkan sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

    Berdasarkan RPJMN 2025-2029, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan tembus 5,3 persen pada 2025 hingga mencapai 8 persen pada 2029.

    Adapun indikator jasa keuangan dan asuransi ditargetkan berkontribusi sebesar 6,52 persen pada 2025 dan pada 2029 sebesar 8,30 persen.

    “Kami ada peta jalan pengembangan dan penguatan sektor jasa keuangan, merupakan komitmen semua pemangku kebijakan perasuransian yang akan menjadi pegangan pengembangan industri asuransi,” katanya.

    Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan pihaknya akan melakukan transformasi perasuransian.

    Caranya, lanjut dia, meningkatkan edukasi dan literasi keuangan yang diharapkan menggenjot inklusi terkait asuransi yang akan diintensifkan pada semester kedua tahun ini menyasar perguruan tinggi.

    Pasalnya, kata dia, Indonesia memiliki potensi besar yang belum tergarap optimal misalnya jumlah penduduk mencapai 270 juta jiwa, sebanyak 180 juta di antaranya berusia produktif dan bonus demografi.

    “Kami akan mengusulkan (pemerintah) program kurikulum bagaimana sadar asuransi dari sekolah menengah pertama hingga perguruan tinggi,” ucapnya.

    Sedangkan, Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menjelaskan forum itu tidak hanya sebagai konferensi tahunan, melainkan juga wadah kolaborasi lintas sektor untuk menyatukan visi, mengidentifikasi tantangan, dan memperkuat sinergi industri menghadapi tantangan.

    “Literasi itu kunci meningkatkan penetrasi asuransi dan tanggung jawab meningkatkan literasi itu semua pihak, OJK melakukan banyak hal untuk literasi dan industri asuransi juga melakukan literasi,” ucapnya.

    Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengungkapkan industri perasuransian memegang peran strategis yang tidak tergantikan.

    Adapun transformasi menyeluruh perlu dilakukan mulai dari tata kelola, penguatan modal, manajemen risiko, hingga digitalisasi layanan serta yang paling utama adalah membangun kembali kepercayaan publik.

    Forum IIS 2025 diinisiasi Dewan Asuransi Indonesia (DAI) bersama lima asosiasi anggotanya yaitu AAJI, AAUI, Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI), Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo), serta Asosiasi Penilai Kerugian Asuransi Indonesia (APKAI).

    Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
    Editor: Kelik Dewanto
    Copyright © ANTARA 2025

  • Anggota DPR minta pemerintah perjelas narasi program 3 juta rumah

    Anggota DPR minta pemerintah perjelas narasi program 3 juta rumah

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi V DPR RI Danang Wicaksana Sulistya meminta pemerintah memperjelas narasi terkait program 3 juta rumah yang dicanangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029.

    “Kalau dibahasakan tadi roadmap tiga juta rumah dengan berbagai macam yang diupayakan oleh APBN apa, di luar APBN apa, ini perlu disampaikan dengan bahasa sederhana. Jadi, jangan sampai masyarakat mengira tiga juta rumah baru dan bahkan ada yang mengira gratis,” kata Danang dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

    Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja bersama Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/5).

    Menurut dia, penyampaian informasi kepada publik terkait program tiga juta rumah masih belum utuh dan berpotensi menimbulkan persepsi yang keliru di tengah masyarakat.

    Untuk itu, dia menilai pemerintah perlu segera menyusun narasi publik yang lebih informatif dan mudah dipahami masyarakat terkait komponen program tersebut, mulai dari pembangunan rumah baru, renovasi, hingga kontribusi dari pihak ketiga.

    “Mohon narasi ini segera dibikinkan kepada publik bahwa pemenuhan program 3 juta rumah ini terdiri dari a, b, c, d, e walaupun mungkin tidak se-detail tadi (peta jalan program), tapi dengan bahasa sederhana,” ujarnya.

    Dia mengaku kerap mendapat pertanyaan dari konstituennya mengenai bentuk nyata dari program tersebut. “Karena warga kami, konstituen kami yang menanyakan itu banyak. Ini kapan? Mana yang dibangun? Mana yang tiga juta rumah itu toh, pak?,” ucapnya.

    Dia mengingatkan agar Kementerian PKP tidak hanya mengedepankan narasi pembangunan 3 juta rumah secara umum, tanpa menjelaskan isi dan bentuk kontribusinya.

    Berdasarkan informasi, lanjut dia, program 3 juta rumah yang digawangi pemerintah itu mencakup berbagai bentuk intervensi, seperti pembangunan rumah baru, renovasi, kontribusi dari pihak ketiga, serta kemudahan proses perizinan bangunan (PBG).

    “Khawatir pada saat kalau umpamanya narasi ini yang selalu dikembangkan terus, tanpa (menjelaskan) 3 juta rumah ternyata terdiri dari membangun, merenov, kemudian ada sumbangan dari pihak ke-3, ada mempermudah proses PBG masuk dalam salah satu program dari tiga juta itu,” tuturnya.

    Dia pun menegaskan kembali pentingnya kejelasan narasi yang disampaikan sejak awal agar masyarakat tidak salah memahami program ini sebagai pembangunan 3 juta unit rumah baru atau bahkan pemberian rumah secara cuma-cuma.

    “Saya minta dari awal untuk disampaikan agar tidak terjadi missed persepsi dari masyarakat seluruh Indonesia raya,” katanya.

    Dia mengaku mengkhawatirkan kesalahpahaman di publik dapat berpotensi menjadi bumerang politik bagi pemerintah, khususnya Presiden Prabowo Subianto

    “Saya kira perlu disampaikan agar jangan sampai ini menjadi backfire kepada Bapak Presiden pada saat merasa masyarakat ini menerima bahwa tiga juta (rumah) baru, tiga juta (rumah) gratis ternyata seperti ini,” ucap dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Eri Cahyadi Resmi Pimpin APEKSI 2025–2030, Dorong Inovasi dan Integrasi Satu Data Nasional

    Eri Cahyadi Resmi Pimpin APEKSI 2025–2030, Dorong Inovasi dan Integrasi Satu Data Nasional

    Surabaya (beritajatim.com) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersama AsosiasiPemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) sukses menggelarpelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) VII APEKSI 2025. Dari hasil Sidang Pleno IV Munas VII APEKSI telah ditetap, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi terpilih kembali sebagai KetuaDewan Pengurus APEKSI periode 2025-2030.

    Tidak hanya itu, hasil Sidang Pleno IV kemarin juga ditetapkan, Kota Medan sebagai tuan rumah penyelenggaraan Rapat KerjaNasional (Rakernas) XVIII APEKSI tahun 2026. SedangkanKota Singkawang dijadwalkan menjadi tuan rumahpenyelenggaraan HUT ke-25 APEKSI. Penetapan tersebutdisaksikan secara langsung oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia (KemendagriRI), Komjen Pol Tomsi Tohir Balaw, pada Jumat, (9/5/2025).

    Setelah terpilih kembali sebagai Ketua Dewan PengurusAPEKSI periode 2025-2030, Wali Kota Eri Cahyadimembeberkan beberapa target yang akan dilakukannya bersamajajaran APEKSI dalam lima tahun ke depan. Targetnya adalah, Wali Kota Eri ingin, menjadikan APEKSI sebagai wadah untukberinovasi bagi 98 kota yang tergabung di dalamnya. Selain itu, ia juga ingin, kota-kota yang tergabung di APEKSI menyelaraskan program-program yang dijalankan olehpemerintah pusat.

    Dalam Sidang Pleno IV Munas VII APEKSI kemarin, Wali Kota Eri menyinggung soal sistem satu data, pertumbuhan ekonomi, masalah pengentasan stunting, hingga kemiskinan. Wali Kota Eri ingin, kota yang tergabung di dalam APEKSI, harusmemiliki sistem satu data terintegrasi dengan pemerintah pusat, tujuannya agar permasalahan ekonomi, stunting hinggakemiskinan di kota seluruh Indonesia bisa cepat teratasi.

    “Saya sampaikan bagaimana wali kota ini tidak bisamenindaklanjuti ketika angka kemiskinan tiba-tiba naik di wilayah kami, atau pertumbuhan ekonomi turun di wilayahkami. Hal itu dikarenakan apa? Hasil dari survei yang dilakukanby name by address itu tidak sampai kepada tangan wali kota, sehingga kita tidak bisa membantu presiden untuk menaikkanpertumbuhan ekonomi, menurunkan stunting, karena kami tidakmendapatkan data, siapa yang seharusnya kita beri intervensi,” kata Wali Kota Eri, Minggu (11/5/2025).

    Oleh sebab itu, Ketua Dewan Pengurus APEKSI Eri Cahyadiingin, kota-kota di Indonesia menyelaraskan visi misi yang samadengan program yang dijalankan oleh Presiden RI PrabowoSubianto. Karena itu, ia menyebutkan, ketika sebuah kotamemiliki Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), maka harus selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang dimiliki pemerintahpusat.

    Ketua Dewan Pengurus APEKSI itu berharap, ketika data by name, by address itu selaras dengan data yang dimiliki olehpemerintah pusat, maka permasalahan ekonomi, stunting, hinggakemiskinan bisa cepat teratasi ke depannya. Menurutnya, hal itujuga selaras dengan tema Munas VII APEKSI tahun ini, yakni“Dari APEKSI untuk Negeri”.

    “Bahwa kami sudah sepakat, tidak ada kota yang lebih maju, dan tidak ada kota yang tertinggal di antara kita. Jika ada kotayang lebih maju, dan ada kota yang tertinggal maka di situ adalah kegagalan APEKSi, sehingga kami akan memberikanmasing-masing kelebihan yang ada di kota kami dan disatukanagar bisa digunakan di kota-kota lainnya,” harapnya.

    Target Ketua Dewan Pengurus APEKSi Eri Cahyadi yang dibeberkan dalam Sidang Pleno IV Munas VII APEKSI kemarindirespon secara langsung oleh Sekjen Kemendagri Komjen Pol Tomsi Tohir Balaw. Sebelum menghadiri penutupan Munas VII APEKSI, ia sempat membahas soal sistem satu data bersamaKepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia AdininggarWidyasanti.

    Sekjen Kemendagri Komjen Pol Tomsi Tohir mengatakan, telahmeminta kepada jajaran BPS untuk segera melakukan pendataanwarga miskin dan pertumbuhan di seluruh daerah di Indonesia. Setelah dilakukan pendataan, kemudian akan diberikan kepadamasing-masing daerah untuk dilakukan intervensi.

    “Saya sampaikan, agar BPS mengadakan rapat membuattemplate terkait pertumbuhan ekonomi dan stunting dankemiskinan. Nah, nanti kita undang teman-teman kepala daerah, mana saja sih titik-titik warga miskin, stunting, dan indikatorekonominya mana saja, sehingga agar kita tahu yang kitakerjakan ini akan membawa dampak dan hasil, karena sekarangkita meraba-raba,” kata Tomsi.

    Di kesempatan ini, Tomsi juga mengingatkan kepada para walikota yang hadir agar berhati-hati dalam pelaksanaan anggaran. Tomsi ingin, jajaran wali kota untuk melakukan mengiringikegiatan seremonial di wilayahnya masing-masing, tujuannyaagar anggaran yang diberikan oleh pemerintah pusat bisa tepatsasaran ke depannya.

    Setelah pelaksanaan Munas VII APEKSI 2025 ini, Tomsimenyebutkan, Kemendagri akan terus mendukung penuh KetuaAPEKSI Eri Cahyadi serta para anggotanya untuk bisamembawa perubahan besar bagi negeri ini. Maka dari itu, iaberharap ke depannya tidak ada lagi kota yang tertinggal danpaling maju di Indonesia.

    Oleh sebab itu, ia juga ingin, APEKSI bisa menjadi wadah bagikota-kota di Indonesia untuk berinovasi. Jika ada satu kota yang memiliki sebuah inovasi atau program, ia meminta program inovasi yang diterapkan bisa ditiru oleh kota-kota lainnya. “Menjiplak itu kan lebih gampang, walaupun menjiplak itu tidakmudah, tapi akan lebih cepat (menerapkan inovasinya),” katanya.

    Ia berharap, kepemimpinan Eri Cahyadi sebagai Ketua Dewan Pengurus APEKSI bisa membawa perubahan bagi kota-kotalain, khususnya bagi Indonesia ke depannya. “Mudah-mudahantugas mulia ini dapat terlaksana sebaik-baiknya,” pungkasnya.

    Diketahui, Wali Kota Surabaya sekaligus Ketua Dewan Pengurus APEKSI Eri Cahyadi telah berhasil mendukungsejumlah program yang menjadi atensi pemerintah pusat. Diantaranya, yaitu Kota Surabaya berhasil menurunkan angkastunting secara signifikan menjadi terendah se-Indonesia.

    Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2023, yang awalnya berada di level 4,8 persen, kini prevalensi stunting Kota Surabaya berada di level 1,6 persen terendah di Indonesia. Upaya penurunan stunting terus dilakukan oleh Eri Cahyadihingga mencapai target Surabaya Zero Growth Stunting kedepannya.

    Selain stunting, Eri Cahyadi juga berhasil menurunkan angkapengangguran yang semula berada di level 9,79 persen di tahun2020, kini menjadi 4,96 persen di tahun 2024. Hal inimenunjukkan, bahwa Eri Cahyadi berkomitmen mendoronginovasi dan integrasi satu data agar angka penurunan stunting dan kemiskinan di kota-kota besar dapat teratasi bersamamelalui forum APEKSI ke depannya. (ADV)

  • Eri Cahyadi Kembali Terpilih Ketua APEKSI 2025–2030, Begini Kata Komjen Tomsi Tohir

    Eri Cahyadi Kembali Terpilih Ketua APEKSI 2025–2030, Begini Kata Komjen Tomsi Tohir

     

    Surabaya (beritajatim.com) – Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, resmi terpilih kembali sebagai Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) untuk periode 2025 hingga 2030.

    Penetapan tersebut dilakukan dalam Musyawarah Nasional (Munas) VII APEKSI yang digelar di Convention Hall Grand City Surabaya, Jumat (9/5/2025).

    Dalam forum yang dihadiri 98 wali kota dari seluruh Indonesia itu, Eri mendapatkan kepercayaan penuh untuk kembali memimpin APEKSI. Pengukuhan dilakukan langsung oleh Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Komjen Pol Tomsi Tohir Balaw.

    “Terima kasih kepada Pak Eri dan juga pengurus lainnya atas jerih payahnya dalam membangun kebersamaan dan memajukan APEKSI, serta telah berkontribusi besar bagi masyarakat,” ujar Tomsi dalam sambutannya.

    Tomsi juga menegaskan bahwa Kemendagri akan terus memberikan dukungan penuh kepada kepengurusan APEKSI yang baru. Ia menilai APEKSI merupakan wadah strategis dalam mendorong inovasi antar kota di Indonesia.

    “Jika ada satu kota yang memiliki inovasi, maka kota lain bisa meniru dan menerapkannya meskipun menjiplak itu tidak mudah, tapi akan mempercepat proses,” jelasnya.

    Sebagai contoh, Tomsi menyoroti program unggulan dari Kota Gorontalo dalam menekan angka stunting.

    “Mereka memberikan satu butir telur rebus yang diantar langsung oleh Karang Taruna kepada ibu hamil dan anak kurang gizi. Dengan modal sedikit, hasilnya sangat efektif dalam menurunkan stunting,” tambahnya.

    Sementara itu, Eri Cahyadi mengajak seluruh wali kota anggota APEKSI untuk memperkuat kolaborasi dan menjadikan organisasi ini sebagai laboratorium inovasi antar daerah.

    “Kita semua setara. Ketika ada persoalan, bukan hanya tanggung jawab pengurus, tapi seluruh anggota. Ini sudah menjadi komitmen bersama,” tegas Eri.

    Dalam arahannya, Eri menekankan pentingnya sinkronisasi visi dan misi pemerintah kota dengan program nasional yang dicanangkan Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto.

    Ia menyebutkan, hal ini penting terutama dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) agar selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya terkait target Indonesia bebas sampah pada 2029.

    “Maka yang kita lakukan hari ini adalah menentukan langkah strategis pengurangan sampah, termasuk edukasi pemilahan sampah dari rumah. Bahkan, Menteri Lingkungan Hidup sudah menyampaikan bahwa kota penghasil sampah di atas 1.000 ton per hari akan mendapat alat pengolah dari pemerintah pusat,” jelasnya.

    Eri juga menyoroti urgensi implementasi sistem satu data nasional. Menurutnya, kesenjangan data antara pemerintah kota dan Badan Pusat Statistik (BPS) sering kali menyulitkan dalam memberikan intervensi yang tepat sasaran, khususnya dalam penanganan kemiskinan dan stunting.

    “Data kami kerap berbeda dengan data dari BPS. Tapi tadi, alhamdulillah sudah dirapatkan dengan Pak Menteri dan BPS agar data bisa diberikan secara rinci, by name by address. Ini akan mempermudah pemerintah kota melakukan intervensi tepat untuk keluarga miskin dan anak-anak stunting,” jelas Eri.

    Ia menutup pernyataannya dengan optimisme tinggi terhadap peran strategis kota-kota di bawah APEKSI dalam mendukung visi pembangunan nasional. “Kalau kita tidak punya data yang akurat, bagaimana bisa melakukan intervensi? Maka hari ini kita mulai dari data yang valid,” pungkasnya. (ted)

     

  • Jurus Jitu Kadin Hadapi Perubahan Iklim – Page 3

    Jurus Jitu Kadin Hadapi Perubahan Iklim – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Dalam menghadapi tantangan global perubahan iklim dan keberlanjutan ekonomi, Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia) melalui inisiatif Regenerative Forest Business Hub (RFBH) mengambil langkah strategis untuk mempercepat transformasi sektor kehutanan nasional. Sejak tahun 2022, Kadin RFBH konsisten mendorong adopsi Multiusaha Kehutanan (MUK) sebagai model bisnis regeneratif yang lebih adaptif, berkelanjutan, dan inklusif.

    Transformasi ini berlandaskan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 2021, yang menggeser fokus pemanfaatan hutan dari berbasis kayu (timber-based) menjadi multi usaha yang lebih beragam, termasuk hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Kadin Indonesia melihat kebijakan ini bukan sekadar perubahan regulasi, melainkan peluang besar bagi dunia usaha untuk meningkatkan performa finansial, memperkuat ketahanan terhadap guncangan ekonomi makro, serta berkontribusi aktif dalam upaya mitigasi perubahan iklim.

    Untuk menyiapkan pondasi bisnis kehutanan regeneratif, Kadin RFBH mengembangkan strategi berbasis tiga pendekatan utama, yaitu Learning melalui pembangunan kapasitas sumber daya manusia lewat pelatihan, studi, dan peer-to-peer review; Dialogue untuk mendorong diskusi multipihak terkait kebijakan, akses pasar, akses keuangan, dan pengembangan produk inovatif; serta Implementation dengan mendampingi perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) dalam menyiapkan dan melaksanakan pilot MUK.

    Menurut Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Pembangunan Manusia, Kebudayaan, dan Keberlanjutan Kadin Indonesia, Shinta Widjaja Kamdani, transformasi bisnis kehutanan menuju model MUK bukan hanya peluang ekonomi, tetapi juga kontribusi nyata dunia usaha untuk menjadi motor perubahan, mengintegrasikan keberlanjutan dalam praktik bisnis, dan memperkuat ketahanan sosial-ekologi Indonesia di masa depan.

    “Transformasi ini tentu tidak terjadi dalam semalam, melainkan membutuhkan pembangunan ekosistem pendukung secara menyeluruh, mulai dari sistem kebijakan, peningkatan kapasitas SDM, hingga penguatan akses pasar, investasi, dan tenaga kerja lokal di daerah terpencil. Sebagai langkah konkret, Kadin RFBH menginisiasi pengembangan pilot MUK sebagai model percontohan untuk semua pihak, sekaligus mendorong integrasi MUK ke dalam RPJMN 2025–2029 sebagai proyek strategis nasional,” ujar Shinta.

     

  • Inpres Pengentasan Kemiskinan Ekstrem, Ini Saran dari Pakar UGM

    Inpres Pengentasan Kemiskinan Ekstrem, Ini Saran dari Pakar UGM

    Liputan6.com, Yogyakarta – Pakar Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dari Fisipol UGM Hempri Suyatna menanggapi soal terbitnya Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Pengentasan dan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Hempri menyebut keberhasilan pengentasan kemiskinan tidak cukup hanya bergantung pada instruksi normatif, namun dukungan tingkat implementasi penyelesaian akar persoalan di lapangan. “Substansi Inpres ini sudah bagus, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana implementasinya. Jangan sampai hanya berhenti pada aturan di atas kertas,” ujarnya, Selasa (29/5/2025).

    Hempri mengatakan masalah penyelesaian yang perlu diselesaikan adalah perbedaan persepsi para pemangku kepentingan tentang konsep kemiskinan dan kesejahteraan. Pasalnya ada perbedaan dalam data dan indikator masyarakat miskin dari Badan Pusat Statistik dengan Bank Dunia dan masih sering terjadi ketidaksamaan pandangan antara pemerintah, swasta, hingga masyarakat tentang siapa yang masuk kategori miskin atau sejahtera.

    “Jangan-jangan ketidakmampuan pengentasan isu kemiskinan selama ini disebabkan karena para pengambil keputusan tidak memiliki persepsi yang sama tentang konsep kemiskinan dan kesejahteraan sehingga memunculkan fenomena salah sasaran,” ujarnya.

    Hempri memberikan catatan dalam tiga strategi utama dalam Inpres Pengentasan Kemiskinan Ekstrem tersebut, yakni pengurangan beban pengeluaran, peningkatan pendapatan, dan penurunan kantong kemiskinan. Menurutnya pendekatan ini baik, namun perlu dilengkapi dengan penguatan dimensi sosial dalam upaya pengentasan kemiskinan.

    “Kemiskinan jangan hanya dilihat dari dimensi ekonomi. Kita memiliki modal sosial yang kuat, seperti gotong royong dan solidaritas komunitas yang seharusnya dioptimalkan dan diberdayakan mengingat indeks kedermawanan dan religiositas masyarakat kita begitu tinggi,” ungkapnya.

    Hempri menegaskan dalam implementasi Inpres ini penting adanya fleksibilitas pendekatan di tiap daerah. Ia menilai bahwa Inpres ini harus berfungsi sebagai pedoman umum, sedangkan pelaksanaannya di tingkat daerah perlu disesuaikan dengan potensi dan kebutuhan lokal. “Kalau diterapkan secara seragam tanpa mempertimbangkan karakteristik daerah, khawatirnya malah tidak efektif. Harus ada variasi model pembangunan sesuai kekuatan lokal masing-masing,” jelasnya.

    Sementara, Hempri menyoroti persoalan klasik yang berulang dalam upaya pengentasan kemiskinan, yaitu lemahnya koordinasi antar-lembaga. Hempri menegaskan hingga kini tumpang tindih program masih kerap terjadi, baik di antara lembaga pemerintah sendiri, antara pemerintah dan swasta, maupun dengan masyarakat.

    “Kita sudah punya BUMDes dan koperasi unit desa. Lalu muncul lagi koperasi merah putih. Ini menunjukkan kolaborasi dan koordinasi kita masih jauh dari ideal. Kalau setiap ganti rezim ganti kebijakan, kita terus mulai dari nol. Sebaiknya yang sudah ada diperbaiki dan diperkuat, bukan dihapus dan diganti,” tuturnya.

    Dalam konteks efisiensi anggaran yang saat ini digaungkan pemerintah, Hempri menegaskan pentingnya penerapan efisiensi yang adil dan merata di semua tingkat pemerintahan. “Kalau daerah diminta berhemat, pusat juga harus sama. Jangan sampai pusat tetap jor-joran, ini soal keadilan,” ujarnya.

    Hempri pun mendorong pemerintah dalam menyusun master plan pengentasan kemiskinan yang komprehensif dan berjangka panjang. Menurutnya, walaupun telah ada dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), diperlukan sebuah blueprint khusus yang lebih terarah dan mendetail untuk mengawal pengentasan kemiskinan secara berkelanjutan. “Kontrol terbaik adalah dari masyarakat. Dengan pengawasan yang kuat dari level desa dan kelurahan, ketidaktepatan sasaran bisa segera terdeteksi dan diperbaiki,” ujarnya soal Inpres Pengentasan Kemiskinan Ekstrem.

  • Wapres tekankan Bendungan Mbay/Lambo harus segera rampung

    Wapres tekankan Bendungan Mbay/Lambo harus segera rampung

    Bendungan Mbay/Lambo memiliki luas genangan sebesar 587,61 hektare dan daerah aliran sungai (DAS) seluas 138,60 km persegi

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka menekankan alasan Bendungan Mbay/Lambo harus segera rampung karena manfaatnya untuk mendukung irigasi pertanian serta pengendalian banjir.

    Wapres melanjutkan agendanya di NTT berkunjung ke area pembangunan Bendungan Mbay/Lambo di Kabupaten Nagekeo, Selasa (6/5) sore.

    Sekretariat Wakil Presiden dalam siaran resminya yang diterima di Jakarta, Rabu, Wapres menjelaskan percepatan pembangunan diperlukan agar manfaatnya segera dinikmati oleh masyarakat, khususnya dalam mendukung pertanian produktif, penyediaan air bersih, dan pengurangan risiko banjir.

    Kemudian, Wapres juga menekankan kepada kementerian/lembaga terkait pembangunan Bendungan Mbay/Lambo perlu dimaksimalkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru, termasuk pengembangan pariwisata lokal.

    “Proyek strategis ini harus disertai dengan penguatan kapasitas petani, peningkatan layanan publik, serta pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan,” kata Wapres Gibran sebagaimana dinarasikan dalam siaran resmi Setwapres RI.

    Bendungan Mbay/Lambo merupakan satu dari 77 proyek strategis nasional (PSN) sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang RPJMN 2025–2029. Pembangunan Bendungan Mbay/Lambo dimulai sejak September 2021, dan targetnya bendungan rampung dibangun pada 2026.

    Hingga awal Mei 2025, pembangunan bendungan itu telah mencapai 80,40 persen.

    Dalam kunjungannya ke lokasi pembangunan, Wapres mengingatkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam memastikan keberlanjutan proyek dan keberadaannya dapat dimanfaatkan dengan optimal.

    Bendungan Mbay/Lambo memiliki luas genangan sebesar 587,61 hektare dan daerah aliran sungai (DAS) seluas 138,60 km persegi, dengan kapasitas tampung normal sebesar 52,89 juta meter kubik. Pembangunan bendungan terdiri atas dua paket pekerjaan yang nilai kontrak total mencapai Rp1,47 triliun.

    Jika nantinya operasional, Bendungan Mbay/Lambo diharapkan mampu menyuplai air irigasi seluas 6.240 hektare, menyediakan layanan air baku sebesar 205 liter per detik, mengurangi risiko banjir di wilayah hilir seluas 3.200 hektare, dan mendukung potensi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) hingga 117,5 MegaWatt (MW). Tidak hanya itu, Bendungan Mbay/Lambo juga didesain sebagai destinasi wisata baru di Pulau Flores, khususnya di Kabupaten Nagekeo, NTT.

    Di lokasi pembangunan Bendungan Mbay/Lambo, ada pula Gubernur NTT Emanuel Melkiades Laka Lena, Bupati Nagekeo Simplisius Donatus, Wakil Bupati Nagekeo Gonzalo Gratianus Muga Sada, dan jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Nagekeo yang mendampingi Wapres Gibran.

    Pewarta: Genta Tenri Mawangi
    Editor: Sambas
    Copyright © ANTARA 2025

  • Terkuak! Ini Biang Kerok Pengembangan Industri Semikonduktor RI Tersendat

    Terkuak! Ini Biang Kerok Pengembangan Industri Semikonduktor RI Tersendat

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekosistem industri chip atau semikonduktor di dalam negeri menghadapi sejumlah kendala yang menghambat pengembangannya. Lantas, apa saja kendalanya?

    Guru Besar FEB UI Telisa Aulia Falianty mengatakan pengembangan industri chip tidak hanya terkendala kebutuhan investasi besar. Kendala utamanya justru keandalan sumber daya manusia (SDM) atau tenaga ahli terampil yang masih minim untuk sektor tersebut.  

    Telisa menuturkan pengembangan industri chip harus segera dilakukan untuk jangka panjang. Apalagi, saat ini Indonesia masih cukup tertinggal dari negara tetangga seperti Malaysia dan Vietnam yang sudah mampu memproduksi sendiri. 

    “Tapi memang kita harus punya SDM-nya ya, kita masih cukup lemah dari sisi SDM, bagaimana penyiapan SDM-nya terus juga belajar teknologinya, patennya karena semikonduktor ini ada patennya,” kata Telisa kepada Bisnis, Selasa (6/5/2025). 

    Dalam hal ini, Telisa menilai Indonesia sudah tertinggal cukup jauh dibandingkan Malaysia dan Vietnam yang sudah lebih maju dalam pengembangan semikonduktornya. Padahal, industri chip juga menjadi bahan krusial untuk kemandirian industri nasional.

    Pasalnya, industri chip banyak digunakan oleh berbagai sektor seperti elektronik, telekomunikasi termasuk komputer, smartphone, otomotif, hingga penggunaan untuk robotic dan AI. 

    “Jadi sangat penting dan krusial semikonduktor ini sbg bagian dari global value chain (gvc),” tuturnya. 

    Oleh karena itu, Telisa menyebut, Indonesia harus segera berpartner dengan negara pengembang semikonduktor, tak hanya sebagai mitra investor atau pendanaan industri, melainkan mitra transfer teknologi dan pengembangan riset. 

    “Iya, tax insentif sangat penting dan iklim regulasi yang kondusif. Jadi dukungan awal APBN untuk menyiapkan SDM dan tax allowance,” ujarnya. 

    Untuk diketahui, dari RPJMN 2025-2029 dan Asta Cita terdapat rumusan dari Kementerian Investasi terkait sembilan sektor investasi prioritas, termasuk semikonduktor. 

    Pemerintah menilai semikonduktor di Indonesia berpeluang besar, karena bahan bakunya tersedia di tanah air, seperti silika, lembaga, bauksit, dan emas.

    Indonesia memiliki pasir kuarsa SiO2 dengan potensi 27 miliar ton dan cadangan 330 juta ton yang tersebar di 23 provinsi. Dari pasir kuarsa diolah menjadi silikon sebagai bahan utama chip semikonduktor. 

    Bahkan, semikonduktor sempat disebut sebagai merupakan minyak bumi baru dengan nilai pasar US$592 miliar. Kendati demikian SDM yang terbatas, teknologi, dan infrastruktur yang kurang memadai masih menjadi tantangan. 

    Senada, Direktur Komersial PT Hartono Istana Teknologi atau Polytron, Tekno Wibowo mengatakan pabrik chip di Indonesia belum dapat dibangun lantaran investor masih menunggu tenaga ahli yang mumpuni. 

    “Bukan hanya bahan baku, kalau cuma bahan baku berarti cuka pabrik, kenapa yang lainnya gak bikin pabrik di Indonesia? Kalau Indonesia bisa. Alasan utama kenapa pabrik chip itu nggak memilih Indonesia, nomor satu karena gak ada sumber dayanya, gak ada chip desainernya,” jelasnya. 

    Ketiadaan SDM terampil juga akan menjadi hambatan ketika terjadi masalah dalam penggunaan. Dia juga menegaskan bahwa tenaga kerja atau SDM asing akan sangat mahal jika dibawa untuk pengembangan dalam negeri. 

    Saat ini tengah berupaya untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang mampu mengembangkan industri semikonduktor nasional lewat kerja sama dengan Indonesia Chip Design Collaborative Center (ICDEC). 

    “Kalau kita disuruh membangun pabrik cip di Indonesia enggak sanggup, enggak ada yang sanggup, pemerintah aja enggak sanggup untuk bikin itu, duitnya itu bisa untuk bikin satu pabrik itu bisa US$20-US$30 miliar,” kata Tekno.

    Untuk itu, Polytron saat ini belum mengarah pada pembangunan industri semikonduktor, melainkan melakukan riset dan pengembangan SDM dengan tujuan pembangunan pabrik cip di Indonesia.

  • Nikah Dini Jadi Faktor Risiko Terbesar Stunting di RI, Ini Kata Menteri Wihaji

    Nikah Dini Jadi Faktor Risiko Terbesar Stunting di RI, Ini Kata Menteri Wihaji

    Jakarta

    Pemerintah terus berupaya dalam menurunkan angka stunting di Indonesia yang saat ini masih tinggi. Berdasarkan data 2023, angkanya masih berada di 21,5 persen.

    Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) Wihaji mengungkapkan target penurunan angka stunting pada 2025. Melihat stunting menjadi hal yang ditargetkan oleh Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional atau RPJMN, ia berharap tahun ini bisa menurun menjadi 18 persen.

    “Kita kan ditarget oleh RPJMN, jadi harapannya sekitar 18 persen. Jadi, nanti pada tahun 2029 itu jadi 14,5 persen, itu targetnya,” terang Wihaji pada detikcom dalam acara detikSore on Location di Sarinah, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).

    “Jadi, kita lihat nanti perkembangannya. Harapannya kita terus turun sampai tahun 2029 menjadi 14,4 persen,” sambungnya.

    Faktor Risiko Terbesar yang Picu Stunting pada Anak

    Pada kesempatan yang sama, Wihaji menyoroti faktor risiko terbesar yang bisa memicu stunting pada anak. Terbanyak berkaitan dengan pernikahan dini.

    “Yang sangat berpengaruh salah satunya adalah pernikahan dini. Karena kita kasih asupan gizi setiap hari, tapi ada pernikahan dini dipastikan 99,9 persen stunting menurut dokter,” tutur Wihaji.

    Wihaji menjelaskan alasan pernikahan usia dini menjadi penyebab terbanyak kasus stunting pada anak. Hal ini berkaitan dengan sel telur dan tingkat kematangannya untuk bisa memiliki anak.

    “Mohon maaf, kematangan sel telurnya dan sebagainya ada istilahnya saya nggak tahu saya bukan dokter. Tapi, kira-kira kematangannya berkurang, sehingga rata-rata kalau melakukan pernikahan dini misalnya umur 15 tahun sudah nikah, 16 tahun sudah nikah, potensi stuntingnya lebih tinggi dibanding yang lain. Kira-kira 90 persenan lah,” jelasnya.

    Sebagai upaya pencegahan, Wihaji menyarankan untuk menikah di usia maupun mental yang sudah siap. Dalam paparannya, ia mengungkapkan usia yang cukup dan pas untuk menikah.

    “Karena kesiapan kandungannya, kesiapan lain-lainnya belum matang. Maka rekomendasi kita kalau perempuan minimal 21 (tahun), kalau laki-laki minimal 25 (tahun) jadi masih aman,” kata Wihaji.

    Sejauh ini, berbagai upaya pun telah dilakukan pemerintah untuk menekan angka stunting pada anak di Indonesia. Mulai dari program Makan Bergizi Gratis (MBG), edukasi gizi di Posyandu, program Gerakan Orang Tua Cegah Stunting (Genting), hingga mendorong peran seorang ayah melalui Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI).

    (sao/naf)

  • Gubernur Kalbar usulkan delapan proyek strategis untuk dukung RPJMN

    Gubernur Kalbar usulkan delapan proyek strategis untuk dukung RPJMN

    Pontianak (ANTARA) – Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, menyampaikan delapan usulan proyek strategis pembangunan infrastruktur kepada pemerintah pusat dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Provinsi Kalimantan Barat, sebagai bagian dari upaya mendukung perwujudan visi jangka menengah nasional dan visi jangka menengah Kalbar 2025–2029.

    “Sinergi perencanaan pembangunan antara pusat dan daerah adalah suatu keharusan. Melalui Musrenbang kali ini, kami menyampaikan beberapa usulan yang kami pandang dapat mempercepat transformasi pembangunan di Kalimantan Barat,” kata Norsan dalam kegiatan Musrenbang Kalbar yang dilaksanakan di Pontianak, Senin.

    Ia menjelaskan bahwa usulan tersebut selaras dengan tema dan fokus pembangunan nasional yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025–2029. Adapun delapan usulan yang diajukan mencakup berbagai sektor strategis, mulai dari konektivitas jalan, penguatan infrastruktur pelabuhan dan bandara, hingga dukungan pembangunan kawasan perbatasan.

    Delapan usulan tersebut meliputi:

    1. Pembangunan Outer Ring Road dan Jembatan Kapuas III untuk mendukung kelancaran arus logistik dan mengurangi kemacetan di Pontianak.
    2. Pembangunan jalan bebas hambatan Pontianak–Pelabuhan Kijing–Singkawang guna mempercepat konektivitas kawasan industri dan pelabuhan.
    3. Reaktivasi Bandar Udara Internasional Supadio agar mampu kembali melayani penerbangan internasional dan mendukung sektor pariwisata serta investasi.
    4. Penetapan Terminal Kijing sebagai hub pelabuhan ekspor-impor nasional di jalur ALKI I, serta pelabuhan tujuan impor produk tertentu seperti makanan dan minuman, alas kaki, tekstil, dan elektronika. Usulan ini dinilai strategis untuk mempercepat industrialisasi di luar Pulau Jawa dan Sumatera.
    5. Operasionalisasi Terminal Barang Internasional (TBI) Entikong di Kabupaten Sanggau guna mendukung arus perdagangan lintas batas.
    6. Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Sungai Kelik, Kabupaten Sintang dan Temajok, Kabupaten Sambas, untuk memperkuat kehadiran negara di kawasan perbatasan.
    7. Pembangunan lanjutan jalan paralel perbatasan sebagai akses utama masyarakat di wilayah terpencil.
    8. Pembangunan Jalan Nasional Poros Tengah Kalimantan yang menghubungkan Kabupaten Melawi (Kalbar) dan Kabupaten Katingan (Kalteng) sebagai bagian dari penguatan konektivitas antarprovinsi di Kalimantan.

    Gubernur Norsan menegaskan seluruh usulan tersebut merupakan bagian dari intervensi kebijakan pembangunan kawasan yang telah tertuang dalam lampiran RPJMN 2025–2029. Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat berharap pemerintah pusat dapat mengimplementasikan usulan-usulan itu secara menyeluruh.

    “Kami mendukung penuh seluruh program dan intervensi kebijakan yang direncanakan untuk dilaksanakan di Kalimantan Barat. Dukungan ini akan diwujudkan melalui program-program yang dijalankan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” tuturnya.

    Dia menambahkan, Pemerintah Provinsi Kalbar juga berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dan kolaborasi lintas sektor dalam rangka mempercepat pencapaian target pembangunan nasional serta pemerataan pembangunan antar wilayah di Indonesia.

    Pewarta: Rendra Oxtora
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025