215 CPNS Sumbawa Terima SK, 60 Formasi Tak Terisi
Tim Redaksi
SUMBAWA, KOMPAS.com
– Sebanyak 215 calon pegawai negeri sipil (CPNS) formasi tahun anggaran 2024 menerima surat keputusan (SK) pengangkatan dari Bupati Sumbawa, Syarafuddin Jarot, dalam upacara di halaman Kantor Bupati Sumbawa, Senin (16/6/2025).
Dari total CPNS yang diangkat, 140 di antaranya merupakan tenaga teknis dan 75 tenaga kesehatan.
Namun, 60 formasi tetap kosong karena tidak ada pelamar yang memenuhi syarat.
Jarot menegaskan bahwa momen pengangkatan ini bukan sekadar seremoni, melainkan awal dari perjalanan panjang pengabdian.
“Ini bukan puncak, melainkan titik awal. SK ini bukan hadiah, tapi amanah untuk melayani,” ujarnya.
Dalam sambutannya, Jarot juga menekankan pentingnya sikap rendah hati, semangat belajar, dan kerja yang melampaui ekspektasi.
Ia mengaitkan pengangkatan CPNS ini dengan arah pembangunan Sumbawa ke depan, melalui Musrenbang RPJMD 2025–2029 dan penyusunan RKPD 2026.
Pemkab menargetkan penurunan angka kemiskinan dari 12,87% menjadi di bawah 8%, peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dari 71 menjadi 77, serta penguatan potensi desa melalui produk unggulan yang nyata manfaatnya.
Sementara itu, Plt Kepala BKPSDM Kabupaten Sumbawa, Budi Santoso, melaporkan bahwa dari 3.963 pelamar, sebanyak 3.609 di antaranya lulus administrasi dan mengikuti seleksi berbasis computer assisted test (CAT).
“Hasil akhir menunjukkan 215 formasi terisi, sementara 60 formasi tidak terisi karena tidak ada pelamar atau tidak memenuhi ambang batas nilai,” kata Budi.
Formasi yang terisi mencakup jabatan strategis seperti dokter umum, dokter gigi, perawat, pranata komputer, arsiparis, pengelola data, dan petugas Satpol PP.
Dalam kesempatan tersebut, Jarot juga menyampaikan bahwa Pemkab Sumbawa tengah mempersiapkan program-program prioritas, termasuk beasiswa kedokteran, pembangunan rumah sakit, revitalisasi pasar, hilirisasi sektor pertanian, peternakan, dan perikanan, serta pengembangan wisata berbasis komunitas.
“Semua ini membutuhkan ASN yang tidak hanya andal secara teknis, tetapi juga siap turun ke lapangan, memahami masyarakat, dan hadir sebagai solusi nyata,” tambahnya.
Kepada para CPNS, Jarot berpesan agar menanamkan tiga prinsip utama: bekerja untuk memberi manfaat, menghargai waktu dan kepercayaan publik, serta menjaga integritas dan profesionalisme.
Ia juga mengingatkan bahwa masa CPNS adalah masa pembentukan karakter, bukan waktu untuk sibuk dengan kegiatan di luar tugas negara.
“Bekerja di pemerintahan adalah pilihan hidup yang besar. Jika Anda ramah, rakyat merasa negara ini peduli. Tapi jika Anda lamban dan kasar, kepercayaan masyarakat pada birokrasi bisa hilang,” pungkas Jarot.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Topik: RPJMD
-

DKI rancang `Jakarta Film Commission` untuk wujudkan kota sinema
Wakil Gubernur DKI Rano Karno memberikan keterangan kepada wartawan saat Jakarta Future Festival di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Minggu (15/6/2025). ANTARA/Luthfia Miranda Putri.
DKI rancang `Jakarta Film Commission` untuk wujudkan kota sinema
Dalam Negeri
Editor: Calista Aziza
Minggu, 15 Juni 2025 – 16:00 WIBElshinta.com – Pemerintah Provinsi DKI merancang lembaga bernama Komisi Film Jakarta (Jakarta Film Commission) untuk mewujudkan kota sinema yang berbudaya dan seni.
“Nah, hari ini adalah bagian dari perjalanan panjang untuk kita membentuk satu komisi yang kita bilang Jakarta Film Commission,” kata Wakil Gubernur DKI Rano Karno dalam Jakarta Future Festival bertajuk “Mengembangkan Jakarta Kota Sinema” di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Minggu.
Rano mengatakan Jakarta kini tengah dikembangkan sebagai ikon kota budaya dan seni sehingga secara tidak langsung Jakarta sudah mendeklarasi menjadi kota sinema dengan segala industrinya.
Terlebih, dia menilai, hampir semua negara mempunyai Komisi Film seperti Korea, Hongkong, Tokyo dan Belanda.
“Kalau pernah dengar tentang Oscar. Jadi ‘surprise’ (kejutan), mereka datang ke Indonesia, saya sempat ketemu, sedikit mengobrol dan mereka pun siap untuk membantu Jakarta membentuk komisi film,” ucapnya.
Kendati demikian, impian Jakarta sebagai kota sinema ini butuh perjalanan panjang melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) terkait pembangunan industri sehingga diharapkan film menjadi satu prioritas utama.
“Musrembang itu ide dari masyarakat, sehingga Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kemarin sudah menyusun rencana,” ucapnya.
Kemudian, ditegaskan, lembaga ini tidak di bawah pengelolaan BUMD melainkan Komisi Film Jakarta (Jakarta Film Commission) akan dikelola oleh profesional.
“Dia harus menjadi lembaga sendiri, tapi yang jelas bukan BUMD. Dia harus dikelola oleh profesional. Ada dua sistem, bisa lembaga pengelola investasi (Indonesia Investment Authority/INA) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD),” ucapnya.
Pembentukan “Jakarta Film Commission” dibuat sebagai lembaga pelayanan One Stop Service (OSS) atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Fungsinya yakni mencakup fasilitasi perizinan, database lokasi syuting, penghubung dengan talenta lokal, dan promotor utama Jakarta sebagai destinasi produksi film.
Industri perfilman Indonesia mencatat pada 2024, total 122 juta penonton bioskop dan menjadikannya yang tertinggi sepanjang masa.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 65 persen atau sekitar 80 juta penonton menyaksikan film lokal sehingga menunjukkan dominasi film Indonesia di pasar domestik.
Sumber : Antara
-
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5179123/original/001457900_1743493995-IMG_20250401_131723.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Wagub Rano: Pemprov Akan Bentuk Jakarta Film Commission – Page 3
Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah Provinsi DKI merancang lembaga bernama Komisi Film Jakarta (Jakarta Film Commission) untuk mewujudkan kota sinema yang berbudaya dan seni.
“Nah, hari ini adalah bagian dari perjalanan panjang untuk kita membentuk satu komisi yang kita bilang Jakarta Film Commission,” kata Wakil Gubernur DKI Rano Karno dalam Jakarta Future Festival bertajuk “Mengembangkan Jakarta Kota Sinema” di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Minggu (15/6/2025), seperti dilansir dari Antara.
Rano mengatakan Jakarta kini tengah dikembangkan sebagai ikon kota budaya dan seni sehingga secara tidak langsung Jakarta sudah mendeklarasi menjadi kota sinema dengan segala industrinya.
Terlebih, dia menilai, hampir semua negara mempunyai Komisi Film seperti Korea, Hongkong, Tokyo dan Belanda.
“Kalau pernah dengar tentang Oscar. Jadi ‘surprise’ (kejutan), mereka datang ke Indonesia, saya sempat ketemu, sedikit mengobrol dan mereka pun siap untuk membantu Jakarta membentuk komisi film,” ucapnya.
Kendati demikian, impian Jakarta sebagai kota sinema ini butuh perjalanan panjang melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) terkait pembangunan industri sehingga diharapkan film menjadi satu prioritas utama.
“Musrembang itu ide dari masyarakat, sehingga Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kemarin sudah menyusun rencana,” ucapnya.
Kemudian, ditegaskan, lembaga ini tidak di bawah pengelolaan BUMD melainkan Komisi Film Jakarta (Jakarta Film Commission) akan dikelola oleh profesional.
“Dia harus menjadi lembaga sendiri, tapi yang jelas bukan BUMD. Dia harus dikelola oleh profesional. Ada dua sistem, bisa lembaga pengelola investasi (Indonesia Investment Authority/INA) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD),” ucapnya.
-

DKI rancang “Jakarta Film Commission” untuk wujudkan kota sinema
mereka pun siap untuk membantu Jakarta
Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi DKI merancang lembaga bernama Komisi Film Jakarta (Jakarta Film Commission) untuk mewujudkan kota sinema yang berbudaya dan seni.
“Nah, hari ini adalah bagian dari perjalanan panjang untuk kita membentuk satu komisi yang kita bilang Jakarta Film Commission,” kata Wakil Gubernur DKI Rano Karno dalam Jakarta Future Festival bertajuk “Mengembangkan Jakarta Kota Sinema” di Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta, Minggu.
Rano mengatakan Jakarta kini tengah dikembangkan sebagai ikon kota budaya dan seni sehingga secara tidak langsung Jakarta sudah mendeklarasi menjadi kota sinema dengan segala industrinya.
Terlebih, dia menilai, hampir semua negara mempunyai Komisi Film seperti Korea, Hongkong, Tokyo dan Belanda.
“Kalau pernah dengar tentang Oscar. Jadi ‘surprise’ (kejutan), mereka datang ke Indonesia, saya sempat ketemu, sedikit mengobrol dan mereka pun siap untuk membantu Jakarta membentuk komisi film,” ucapnya.
Kendati demikian, impian Jakarta sebagai kota sinema ini butuh perjalanan panjang melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) terkait pembangunan industri sehingga diharapkan film menjadi satu prioritas utama.
“Musrembang itu ide dari masyarakat, sehingga Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) kemarin sudah menyusun rencana,” ucapnya.
Kemudian, ditegaskan, lembaga ini tidak di bawah pengelolaan BUMD melainkan Komisi Film Jakarta (Jakarta Film Commission) akan dikelola oleh profesional.
“Dia harus menjadi lembaga sendiri, tapi yang jelas bukan BUMD. Dia harus dikelola oleh profesional. Ada dua sistem, bisa lembaga pengelola investasi (Indonesia Investment Authority/INA) dan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD),” ucapnya.
Pembentukan “Jakarta Film Commission” dibuat sebagai lembaga pelayanan One Stop Service (OSS) atau Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Fungsinya yakni mencakup fasilitasi perizinan, database lokasi syuting, penghubung dengan talenta lokal, dan promotor utama Jakarta sebagai destinasi produksi film.
Industri perfilman Indonesia mencatat pada 2024, total 122 juta penonton bioskop dan menjadikannya yang tertinggi sepanjang masa.
Dari jumlah tersebut, lebih dari 65 persen atau sekitar 80 juta penonton menyaksikan film lokal sehingga menunjukkan dominasi film Indonesia di pasar domestik.
Pewarta: Luthfia Miranda Putri
Editor: Edy Sujatmiko
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Fraksi PKB Soroti Ketimpangan Silpa dan Temuan BPK dalam Rapat Paripurna DPRD Bondowoso
Bondowoso (beritajatim.com) – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD Kabupaten Bondowoso memberikan sejumlah catatan kritis dalam Pandangan Umum Fraksi terhadap dua Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) saat Rapat Paripurna, Jumat (13/6/2025).
Kedua catatan itu yakni RPJMD Kabupaten Bondowoso 2025–2029 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024,
Apresiasi terhadap RPJMD
FPKB menyatakan apresiasi terhadap penyusunan dokumen RPJMD yang dianggap telah mencerminkan visi, misi, dan janji kampanye Bupati dan Wakil Bupati.
Namun, fraksi juga menekankan pentingnya pembangunan manusia, bukan sekadar pembangunan fisik. Mereka mendorong pelibatan masyarakat secara lebih luas sebagai motor utama pembangunan.
“RPJMD ini harus berangkat dari kondisi riil saat ini, capaian dan tantangan sebelumnya, serta sinkronisasi dengan rencana pemerintah provinsi dan pusat,” ujar Juru Bicara Fraksi PKB, Miarti.
Sorotan Tajam
Namun demikian, Fraksi PKB memberikan sorotan tajam terhadap laporan pertanggungjawaban APBD 2024. Salah satu yang dianggap fatal adalah kesalahan asumsi Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (Silpa) tahun 2024 yang jauh meleset.
Dalam perencanaan, Silpa diasumsikan sebesar Rp140,1 miliar, namun hasil audit BPK menunjukkan hanya Rp96,5 miliar.
“Ini bukan hanya kesalahan teknis, tapi berdampak langsung terhadap program APBD 2025. Mohon penjelasan dari pemerintah daerah atas ketidakcermatan ini,” tegas Miarti.
Akibat kinerja keuangan yang dianggap buruk, Bondowoso bahkan tidak memenuhi syarat menerima Insentif Fiskal Daerah (IFD) untuk tahun 2025. Hal ini menambah panjang daftar catatan negatif yang disampaikan FPKB.
Temuan BPK: Dari Pajak hingga Aset Daerah
FPKB juga menyampaikan sejumlah temuan dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI, antara lain:
– Banyak objek usaha yang belum terdaftar sebagai wajib pajak.
– Kekurangan penerimaan pajak dari sektor makanan dan minuman.
– Banyak objek reklame tidak berizin.
– Penetapan pajak air tanah belum menggunakan regulasi terbaru.
– Permasalahan pemutakhiran data PBB-P2 dan BPHTB.Dalam hal pengelolaan retribusi, FPKB menilai tata kelola masih lemah dan tidak sesuai ketentuan, seperti retribusi sampah, pasar, kesehatan, hingga parkir.
Di sisi lain, pengelolaan aset juga menjadi sorotan. Bapenda belum menindaklanjuti piutang pajak dan retribusi sebesar Rp40,6 miliar.
Selain itu, terdapat aset tetap yang belum ditetapkan status penggunaannya atau digunakan oleh pihak lain tanpa perjanjian resmi.
Belanja Daerah Dinilai Bermasalah
Dalam belanja daerah, FPKB mencatat adanya kesalahan anggaran pada 17 perangkat daerah sebesar Rp1,5 miliar.
Pembayaran gaji ASN, iuran kesehatan, dan belanja listrik PJU juga dinilai tidak sesuai dengan ketentuan dan data yang akurat.
“Rekanan yang tidak memenuhi volume pekerjaan konstruksi dan terlambat, seharusnya dikenai sanksi. Kami minta penjelasan dan tindak lanjutnya,” tambah Miarti.
Masalah Menahun dan Tindak Lanjut
Selain itu, FPKB menanyakan progres penyelesaian masalah lama seperti penghapusan BMD, penyertaan modal dari laba PDAM, dan penyerahan aset PSU dari pengembang perumahan.
Tak luput, fraksi juga mendesak penjelasan soal nasib BUMD PT Bondowoso Gemilang dan kelanjutan kerja sama pengelolaan wisata Pemandian Tasnan.
Pesan Pelayanan Publik
Menutup pandangan umumnya, Fraksi PKB meminta agar seluruh SKPD segera menyampaikan klarifikasi dan laporan dalam rapat komisi maupun badan anggaran sebagai tindak lanjut dari rekomendasi BPK.
“Tanamkan dalam diri kita, bahwa kita adalah abdi masyarakat. Maka pelayanan publik harus dilakukan secara serius dan penuh tanggung jawab,” tutup Miarti. (awi/but)
-

Fraksi PDIP Minta Pemkab Bondowoso Konsisten Jalankan RPJMD
Bondowoso (beritajatim.com) — Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPRD Kabupaten Bondowoso menyampaikan pandangan umum mereka dalam rapat paripurna DPRD yang digelar Jumat pagi.
Dalam penyampaiannya, Fraksi PDIP menekankan pentingnya optimalisasi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bondowoso Tahun 2025–2029 dan mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam konsistensi kebijakan anggaran.
Pandangan umum yang disampaikan Juru Bicara Fraksi PDIP, Sofi Indriasari menyoroti sejumlah isu krusial mulai dari lemahnya koordinasi antar OPD, perencanaan pembangunan yang kurang menyentuh kebutuhan strategis daerah, hingga ketidaksesuaian antara RPJMD dan arah belanja APBD.
“RPJMD adalah penjabaran dari visi dan misi Bupati dan Wakil Bupati terpilih. Sudah seharusnya kepala OPD dan jajarannya bekerja secara gotong royong sebagai tim yang solid, mengesampingkan ego sektoral yang selama ini kerap menjadi penghambat implementasi program-program strategis,” tegas Sofi.
Fraksi PDIP juga meminta pemerintah lebih konsisten dalam menjalankan RPJMD sebagai dokumen sah dan hasil kesepakatan bersama.
Mereka menilai belanja APBD tahunan kerap kali menyimpang dari kebijakan strategis RPJMD, bahkan digunakan untuk program yang menguras anggaran namun minim manfaat langsung bagi masyarakat.
Dalam sektor infrastruktur, Fraksi PDIP menuntut perhatian lebih terhadap kondisi jalan dan meminta alokasi anggaran pemeliharaan melalui UPTD pelaksana agar tidak ada lagi infrastruktur terbengkalai.
“Prioritaskan pembangunan jalan, jembatan, air bersih, dan listrik di wilayah tertinggal dan pedesaan, dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan dan material lokal,” kata Sofi.
Tak hanya itu, Fraksi PDIP juga mengajukan berbagai rekomendasi kebijakan strategis lainnya seperti:
– Pemberdayaan UMKM dan ekonomi kreatif melalui pelatihan, kemudahan akses pembiayaan, hingga pembentukan ekosistem inkubasi bisnis;
– Peningkatan sektor pariwisata berkelanjutan yang melibatkan masyarakat lokal dan menghindari overtourism;
– Pengelolaan sampah berbasis TPS 3R serta penguatan peran masyarakat dan swasta dalam tata kelola persampahan;
– Penataan kawasan kumuh dan pengembangan wisata desa melalui kolaborasi multipihak dan penguatan peran BUMDes serta Pokdarwis;
– Peningkatan layanan kesehatan masyarakat dengan distribusi tenaga medis ke wilayah terpencil, layanan digitalisasi kesehatan, dan pengoperasian Puskesmas 24 jam.Mengakhiri pandangannya, Fraksi PDIP menyampaikan bahwa seluruh masukan tersebut bertujuan agar pembangunan Bondowoso lima tahun ke depan benar-benar membawa perubahan signifikan yang menyentuh langsung kebutuhan rakyat.
“Merdeka!” tutup Sofi Indriasari dengan semangat, mewakili Fraksi PDIP. (awi/but)
-

SILPA Rp147 Miliar Tak Terserap! Fraksi Demokrat-PKS Bongkar Masalah APBD dan Fiskal Bondowoso
Bondowoso (beritajatim.com) – Fraksi Demokrat – Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kabupaten Bondowoso menyampaikan sejumlah catatan kritis terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025-2029 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2024.
Pandangan umum fraksi ini disampaikan dalam rapat paripurna DPRD yang digelar pada Jumat (13/6/2025) siang.
Dalam pandangannya, Fraksi Demokrat-PKS menyoroti penurunan dan stagnasi Kapasitas Fiskal Daerah (KFD) Bondowoso dalam lima tahun terakhir. Hal ini dinilai menjadi hambatan serius dalam pembiayaan program pembangunan dan pelayanan publik.
“Kapasitas fiskal adalah kunci keberhasilan pembangunan. Perlu penjelasan strategis mengenai faktor penyebab stagnasi dan langkah konkret peningkatan kapasitas fiskal di masa mendatang,” tegas Ketua Fraksi Demokrat – PKS, Subangkit Adi Putra.
Fraksi ini juga menyoroti pengelolaan lima urusan pemerintahan pilihan, yakni perikanan, pariwisata, pertanian, perdagangan, dan perindustrian. Mereka meminta pemerintah daerah menyusun prioritas secara terukur dan berbasis data agar tidak terjadi salah alokasi anggaran pada sektor yang kurang berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, kualitas tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik juga menjadi perhatian. Fraksi Demokrat PKS menilai skor Sistem Integrasi Bersama Kinerja (SIBEKISAR) selama tiga tahun terakhir menunjukkan fluktuasi signifikan, bahkan mengalami penurunan di tahun 2024.
“Ini menunjukkan adanya kesenjangan antara harapan dan capaian pelayanan publik. Fraksi meminta penjelasan mendalam dan solusi strategis agar kualitas pelayanan dapat benar-benar meningkat,” imbuhnya.
Terkait Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024, Fraksi Demokrat PKS memberikan apresiasi atas ketepatan waktu penyampaian serta capaian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) ke-11 berturut-turut dari BPK RI.
Namun, mereka mencatat sejumlah kekurangan dalam realisasi pendapatan daerah, khususnya pada sektor pajak daerah dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah, yang tidak mencapai target. Bahkan, realisasi lain-lain PAD yang sah hanya mencapai 8,19 persen dari target.
“Kami ingin penjelasan mendalam atas penyebab rendahnya realisasi ini, termasuk potensi kehilangan pendapatan dari pajak air tanah sebesar Rp1 miliar lebih dan temuan BPK terkait PBJT sektor makanan dan minuman,” ujarnya.
Fraksi juga menyoroti temuan BPK terkait kekurangan volume pekerjaan konstruksi, pengelolaan aset tetap yang belum tertib, serta denda keterlambatan pekerjaan yang belum ditagih. Semua itu dinilai berdampak langsung terhadap efisiensi anggaran dan kualitas pembangunan.
Pada sisi belanja daerah, Fraksi Demokrat PKS mencermati adanya sisa anggaran (SILPA) sebesar Rp147 miliar yang tidak terserap, termasuk pada belanja modal yang hanya terealisasi sekitar 77 persen dan belanja tak terduga hanya sekitar 41 persen dari target.
“Anggaran sebesar itu sangat berarti bagi masyarakat. Pemerintah perlu lebih cermat dan akurat dalam perencanaan anggaran agar tidak menimbulkan sisa anggaran yang besar,” jelasnya.
Terakhir, Fraksi juga menyinggung pengelolaan pembiayaan daerah, di mana seluruh penerimaan berasal dari SILPA tahun sebelumnya dan dana cadangan, dengan realisasi pengeluaran nihil, sehingga menghasilkan SILPA tambahan hampir Rp97 miliar.
“SILPA besar ini menunjukkan pengelolaan anggaran belum optimal. Perlu perbaikan kualitas perencanaan dan penganggaran ke depan agar pembangunan lebih efektif,” tutupnya.
Pandangan umum Fraksi Demokrat PKS ini diakhiri dengan harapan agar seluruh masukan dapat menjadi bahan evaluasi dan perbaikan demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan pembangunan daerah yang lebih berdampak bagi masyarakat Bondowoso. [awi/ian]
-

SILPA Rp96,5 Miliar Bikin Golkar Meradang: Ada Pemborosan Anggaran di Bondowoso?
Bondowoso (beritajatim.com) – Angka Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) tahun 2024 yang mencapai lebih dari Rp96,5 miliar menjadi sorotan tajam Fraksi Partai Golkar di DPRD Kabupaten Bondowoso. Kritik pedas ini dilontarkan dalam Rapat Paripurna Pandangan Umum Fraksi terhadap Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 dan Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2024, Jumat (13/6/2025) lalu.
Meski Pemerintah Kabupaten Bondowoso berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK, Fraksi Golkar tetap mempertanyakan efektivitas penggunaan anggaran. “Meski capaian opini WTP dari BPK patut diapresiasi, namun angka SILPA yang sangat besar ini perlu menjadi perhatian serius. Ini bisa menandakan adanya potensi pemborosan atau belum optimalnya realisasi anggaran,” ujar juru bicara Fraksi Partai Golkar, Masdidik.
Fraksi Golkar mendesak Pemkab Bondowoso untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja penggunaan anggaran. Mereka menekankan pentingnya memastikan setiap alokasi belanja ke depan benar-benar menyentuh kebutuhan rakyat.
Tak hanya soal APBD, implementasi RPJMD 2025–2029 juga tak luput dari kritik. Fraksi Golkar mengingatkan agar dokumen perencanaan lima tahunan ini tidak hanya sekadar formalitas, tapi harus menjadi pedoman operasional dalam setiap kebijakan.
“Kami mendukung penuh visi ‘Bondowoso Berkah’ — Berkualitas, Akseleratif, dan Holistik. Namun agar itu tak hanya jadi slogan, harus ada pengawalan teknis melalui penganggaran berbasis hasil (result-based budgeting), serta evaluasi berkelanjutan,” lanjutnya.
Menyikapi instruksi efisiensi anggaran dari pemerintah pusat yang diperkirakan berlanjut hingga 2026, Fraksi Golkar mendorong Pemkab tetap fokus pada program-program prioritas secara bertahap dan efektif.
“Kita semua harus bersikap bijak dan empatik. Keterbatasan fiskal tidak boleh jadi alasan menurunnya kualitas pelayanan publik, terutama bagi kelompok rentan,” tegas Masdidik.
Di akhir penyampaiannya, Fraksi Golkar menegaskan komitmen mereka untuk terus mengawal jalannya pemerintahan dengan prinsip kolaboratif dan objektif. Mereka juga mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bergandengan tangan mewujudkan Bondowoso yang lebih maju dan sejahtera. [kun]
-

Fraksi PPP Minta PDAM Bondowoso Diaudit, Pertanyakan Efisiensi Usaha AMDK Ijen Water
Bondowoso (beritajatim.com) – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Bondowoso jadi sorotan tajam! Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Kabupaten Bondowoso secara tegas meminta audit menyeluruh, baik internal maupun eksternal, atas pengelolaan PDAM. Permintaan ini mencuat dalam rapat paripurna DPRD, Jumat (13/6/2025) pagi, yang membahas Pandangan Umum Fraksi terhadap Raperda RPJMD 2025–2029 dan Pertanggungjawaban APBD 2024.
Kinerja PDAM dinilai jauh panggang dari api. Fraksi PPP menyuarakan keprihatinan mendalam atas buruknya pelayanan publik, terutama keluhan masyarakat yang terus-menerus mengenai minimnya pasokan air bersih.
“Pelayanan PDAM masih di bawah standar. Banyak masyarakat yang mengeluhkan minimnya pasokan air. Selain itu, unit usaha air mineral Ijen Water justru masih mencatat kerugian, padahal seharusnya bisa menjadi penyumbang signifikan bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD),” tegas Juru Bicara Fraksi PPP, Syamsul Hadi.
Kejanggalan kinerja Ijen Water menjadi sorotan utama. Fraksi PPP mempertanyakan efisiensi usaha air kemasan tersebut. Mereka menyebutnya “tidak masuk akal” jika usaha air mineral terus merugi dalam jangka panjang, mengingat potensi pasar yang luas. Untuk itu, transparansi laporan harga pokok produksi (HPP) dan analisis usaha diminta tegas.
“Kami minta rinciannya: seberapa banyak produksi harian, bulanan, dan tahunan? Berapa persen laba per kemasan? Jika memang terus merugi, buat apa PDAM diberi tambahan anggaran?” tandas Syamsul Hadi, menyentil keras.
Fraksi PPP juga mewanti-wanti potensi kebocoran PAD jika audit serius tidak dilakukan. Mereka menyarankan evaluasi menyeluruh terhadap manajemen PDAM, termasuk pembenahan struktur usaha dan strategi operasional agar perusahaan daerah ini kembali sehat secara finansial dan mampu melayani masyarakat secara maksimal.
“Jika memang tidak ada perbaikan dan PDAM tetap menjadi beban daerah, lebih baik tidak usah ditambah-tambahi anggaran lagi,” pungkas Syamsul, memberikan ultimatum.
Selain polemik PDAM, rapat paripurna ini juga membahas penguatan sektor pertanian, evaluasi pelaksanaan anggaran, dan pendataan aset daerah secara komprehensif. [kun]
-

Ini Alasan Utama Bojonegoro Perlu Didorong Pengarusutamaan Ekologi dan Energi Bersih
Bojonegoro (beritajatim.com) – Bojonegoro Institute (BI) menegaskan bahwa pengarusutamaan ekologi dan pengembangan energi bersih harus menjadi agenda strategis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Bojonegoro ke depan. Hal ini dinilai mendesak, mengingat tingginya tekanan lingkungan dan potensi energi terbarukan yang belum dimanfaatkan secara maksimal di wilayah ini.
Direktur Bojonegoro Institute, Aw Saiful Huda, menyatakan bahwa selama ini Bojonegoro lebih dikenal sebagai penghasil minyak bumi terbesar di Indonesia, namun belum mengambil peran cukup dalam transisi energi bersih. Menurut Aw, dalam Forum Kajian Pembangunan (FKP), sudah saatnya RPJMD Bojonegoro menempatkan isu ekologi dan energi bersih sebagai prioritas utama.
“Ini bukan hanya soal lingkungan, tapi juga soal keberlanjutan ekonomi dan masa depan generasi mendatang,” ujarnya saat di Kantor BI, Kamis (12/6/2025).
Awe menyoroti sejumlah persoalan krusial yang menunjukkan urgensi kebijakan ekologis. Antara lain, meningkatnya emisi dari eksploitasi migas, kekeringan dan krisis air, banjir musiman, hingga pengelolaan sampah dan deforestasi. Berdasarkan data Global Forest Watch, Bojonegoro kehilangan sekitar 5.08 kha (kilohektar) tutupan pohon selama 2001–2024, menjadikannya daerah dengan deforestasi terbesar kelima di Jawa Timur.
“Setiap tetes minyak dari Bojonegoro meninggalkan jejak karbon yang memperburuk pemanasan global. Karena itu, pengembangan ekonomi harus mulai diarahkan ke sektor yang lebih hijau dan berkelanjutan,” tegasnya.
Dalam konteks RPJMD, Awe menekankan pentingnya integrasi antara aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Pendidikan ekologi harus diarusutamakan sejak dini melalui kurikulum sekolah, dan pemerintah daerah wajib memperkuat sistem adaptasi perubahan iklim serta ketahanan terhadap bencana. Tak hanya menyoroti aspek lingkungan, Bojonegoro Institute juga melihat peluang besar dalam sektor energi bersih.
Menurut Awe, wilayah di ujung barat Jawa Timur ini memiliki potensi signifikan untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), mikrohidro, hingga biomassa. Potensi energi surya di Bojonegoro sangat besar dan bisa diterapkan di fasilitas publik, sekolah, kantor pemerintahan, bahkan rumah tangga. “Kita bisa mulai dengan penerangan jalan, taman kota, serta sistem hybrid di moda transportasi publik,” ungkapnya.
Selain energi matahari, potensi mikrohidro di Bendung Gerak Bojonegoro dan Bendungan Karangnongko dinilai menjanjikan. Di sisi lain, limbah pertanian, peternakan, dan pesantren juga dapat diolah menjadi biogas dan biomassa untuk memenuhi kebutuhan energi skala komunitas.
“Kita mendorong konversi mesin diesel ke listrik, terutama untuk irigasi dan pertanian. Ini bukan hanya efisien, tapi juga mengurangi emisi secara signifikan,” jelas Awe.
Ia juga menambahkan bahwa sektor transportasi perlu bertransformasi menuju sistem berbasis energi bersih. Pengadaan bus listrik atau hybrid perlu masuk dalam agenda RPJMD untuk menghadirkan sistem transportasi publik yang efisien, murah, dan ramah lingkungan.
Dengan potensi dan tantangan yang ada, Bojonegoro Institute menilai bahwa momen penyusunan RPJMD merupakan kesempatan emas untuk menetapkan arah pembangunan yang lebih ekologis dan berkelanjutan. “Kita harus mengalihkan sebagian Dana Bagi Hasil Migas ke sektor-sektor strategis yang berpihak pada masa depan lingkungan dan generasi penerus,” pungkas Awe.
Untuk diketahui, dalam FKP tersebut mengangkat tema “Pengarusutamaan Ekologi dan Energi Bersih dalam Perencanaan Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Bojonegoro” dan menghadirkan sejumlah peneliti, aktivis, hingga kelompok masyarakat sipil seperti AJI Bojonegoro, APPA, FPBI, Forum Anak Bojonegoro, dan Generasi Iklim. [lus/kun]
/data/photo/2025/06/16/684f7560536a5.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)