Topik: PTM

  • Deteksi Dini Kesehatan Makin Mudah, Pemeriksaan Sehari Selesai Jadi Pilihan – Halaman all

    Deteksi Dini Kesehatan Makin Mudah, Pemeriksaan Sehari Selesai Jadi Pilihan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Di tengah ritme hidup modern yang serba cepat, kesehatan sering kali menjadi prioritas yang tertunda. 

    Kesibukan harian, tuntutan pekerjaan, dan berbagai aktivitas lain kerap membuat banyak orang baru memperhatikan kesehatannya setelah gejala penyakit mulai terasa.

    Padahal, deteksi dini memainkan peran penting dalam mencegah dan mengendalikan penyakit tidak menular (PTM) seperti hipertensi, diabetes, dan gangguan jantung — yang hingga kini masih menjadi penyebab utama kematian di Indonesia dan dunia.

    “Dalam keseharian, waktu sering menjadi kendala untuk melakukan medical check-up. Padahal, pemeriksaan rutin sangat penting, terutama di usia produktif,” ujar dr. Vincentius Agung Kristiawan, M.Kes, PIC CEO RS Premier Jatinegara saat peluncuran layanan terbaru MCU Same Day Result di Jakarta belum lama ini.

    Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 menunjukkan bahwa hanya sekitar 65,7 persen masyarakat Indonesia yang pernah menjalani pemeriksaan medis rutin. 

    Sementara itu, lebih dari 60?lum pernah memeriksa kadar gula darah atau kolesterol mereka — dua faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jangka panjang.

    Kondisi ini memperlihatkan masih adanya tantangan dalam membangun kesadaran akan pentingnya pemeriksaan kesehatan preventif. 

    Padahal, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 60% kematian global disebabkan oleh penyakit tidak menular, banyak di antaranya yang bisa dicegah atau dikelola dengan lebih baik bila dideteksi lebih awal.

    Memahami kebutuhan masyarakat yang serba dinamis, layanan pemeriksaan kesehatan dengan hasil di hari yang sama kini mulai diperkenalkan di sejumlah rumah sakit, termasuk melalui Paket Good to Health di RS Premier Jatinegara. 

    Dengan konsep “same day result”, pemeriksaan dapat diselesaikan secara praktis tanpa harus menunggu hasil berhari-hari.

    Namun, dr. Vincentius menekankan bahwa kecepatan bukanlah satu-satunya prioritas. 

    “Same Day Result bukan hanya tentang kecepatan, tapi juga menjaga ketelitian dan akurasi melalui proses pemeriksaan yang mengikuti standar medis yang ketat. Tujuannya agar pasien tetap merasa aman dan mendapatkan hasil yang valid,” jelasnya.
    Lebih dari sekadar menawarkan kemudahan, pendekatan ini mengangkat pesan penting: pemeriksaan rutin adalah bentuk perhatian diri yang berdampak jangka panjang.

    “Menunda pemeriksaan sering kali berarti menunda pengelolaan penyakit. Mengenali kondisi tubuh lebih awal memberi kita peluang lebih besar untuk menjaga kesehatan dan kualitas hidup,” tutur dr. Vincentius.

    Dengan berbagai inovasi layanan kesehatan yang makin adaptif terhadap kebutuhan zaman, menjaga kesehatan kini tidak lagi harus berbenturan dengan kesibukan. 

    Justru di tengah mobilitas yang tinggi, mengambil waktu untuk melakukan medical check-up menjadi langkah sederhana namun krusial untuk memastikan masa depan yang lebih sehat.

  • Demi Masyarakat Sehat, Pelabelan Komposisi Gula, Garam dan Lemak di Depan Kemasan Harus Ada

    Demi Masyarakat Sehat, Pelabelan Komposisi Gula, Garam dan Lemak di Depan Kemasan Harus Ada

    Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

    TRIBUNJAKARTA.COM – Ketua Umum Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia, Ari Subagyo menginginkan Hari Konsumen Nasional yang diperingati pada 20 April lalu sebagai momentum kehadiran negara dalam melindungi konsumen.

    Satu di antaranya melalui penerapan label pangan yang informatif dan mudah dipahami terkait komposisi Gula, Garam, dan Lemak (GGL) melalui Front-of-Package Labelling (FOPL) atau pelabelan di bagian depan kemasan. 

    Ari berpendapat, FOPL merupakan bentuk penyampaian informasi pelabelan gizi sederhana di bagian depan yang lebih mudah diakses konsumen dan dilengkapi dengan tabel informasi gizi di bagian belakang kemasan. 

    “WHO dalam rekomendasinya di tahun 2019 mendorong penerapan FOPL secara wajib dengan model profil gizi yang sederhana, jelas dan tidak menimbulkan kebingungan bagi masyarakat,” kata Ari, Jumat (25/4/2025).

    Ari menjelaskan, penerapan FOPL sangat relevan dalam mendukung upaya pemerintah menekan angka Penyakit Tidak Menular (PTM), khususnya obesitas, sebagaimana ditargetkan dalam RPJMN
    2025–2029. 

    “Ketentuan mengenai pengendalian GGL juga telah diatur dalam Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024,” ujarnya.

    Ari menjelaskan, beleid yang mengatur hal itu juga ada pada Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 yang telah mengatur kewajiban pencantuman kandungan gula. 

    Terkuak pengakuan pelaku pembunuh pria yang jasadnya dibuang dalam karung di saluran air di Jalan Daan Mogot, Tangerang. Pelaku yang diketahui bernama Nana alias Ragil tega menghilangkan nyawa korban karena dua alasan.

    Namun, implementasinya belum efektif karena minimnya pemahaman masyarakat terhadap informasi gizi yang ada.

    “Sebagai bentuk pemenuhan hak atas kesehatan, pemerintah perlu lebih tegas dalam menerapkan sistem FOPL. 

    Melalui pelabelan yang sederhana dan mudah dipahami, konsumen dapat menghindari produk tinggi GGL, sekaligus memiliki kendali dalam menentukan pilihan gizi yang lebih sehat,” tuturnya.

    Menurutnya, melalui implementasi peraturan dengan baik maka akan berdampak langsung dalam menurunkan angka PTM dan mengurangi beban pembiayaan kesehatan di masa depan.

    Untuk itu, lanjut Ari, dalam peringatan Hari Konsumen Nasional Tahun 2025, FAKTA Indonesia mendesak kehadiran nyata pemerintah dalam pengendalian konsumsi produk tinggi GGL melalui kebijakan label kemasan yang tegas, mudah dipahami, dan berpihak pada konsumen. 

    “Perlindungan ini sangat penting untuk memastikan kesehatan masyarakat menuju Generasi Emas 2045,” kata Ari Subagyo.

    (TribunJakarta)

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel https://whatsapp.com/channel/0029VaS7FULG8l5BWvKXDa0f.

    Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Video Kemenko PMK: Beban Biaya Kesehatan Akibat Rokok Terus Meningkat

    Video Kemenko PMK: Beban Biaya Kesehatan Akibat Rokok Terus Meningkat

    Jakarta – Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) ungkap angka penyakit tidak menular (PTM) akibat rokok semakin meningkat. Menurut data BPJS, selama periode 2015-2018 penyakit tidak menular itu menelan biaya hingga Rp 87 triliun.

    (/)

  • Waspada, Berikut Jenis Makanan yang Perlu Dihindari Usai Lebaran – Halaman all

    Waspada, Berikut Jenis Makanan yang Perlu Dihindari Usai Lebaran – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Beberapa hari yang lalu, umat muslim baru saja melewati hari Raya Idulfitri. 

    Selain jadi momen bersama keluarga, lebaran juga jadi ajang ‘pamer kuliner’. 

    Sebut saja opor ayam atau sayur santan dengan sambal goreng yang menggugah selera.

    Namun bagi kamu yang punya Penyakit Tidak Menular (PTM), perlu waspada. 

    Oleh karena itu Ahli Gizi Ruth Hanani, S.Gz pun mengajak masyarakat untuk pandai memilah jenis makanan. 

    Menurut Hanani, setidaknya ada beberapa jenis makanan yang harus dihindari. 

    Pertama, makanan dan minuman yang mengandung tinggi gula.

    “Nah itu harus dihindari. Kalau misalkan sudah terbiasa ya mungkin dibatasi. Dulunya konsumsi setiap makan, harus kita kurangi perlahan-lahan. Misalnya dengan es teh tawar,” ungkapnya pada talk show kesehatan Tribun Health, Sabtu (12/5/2025).

    Kedua, hindari mengonsumsi makanan olahan (processed food) secara berlebihan. 

    Pada makanan olahan, selain memiliki  gula tambahan, dia juga mengandung penguat rasa. 

    Tidak hanya itu,  pada makanan olahan juga terdapat penambah warna. 

    Zat-zat di atas, jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menganggu metabolisme dalam tubuh. 

    “Kemudian biasanya ada penambah semacam aroma dengan zat-zat adiktif atau zat-zat tambahan. Saat dikonsumsi oleh tubuh, cenderung sukar dicerna,” paparnya. 

    Hal ini justru menimbulkan efek peradangan pada pencernaan.

    Efek peradangan pada pencernaan ini nantinya secara proses metabolisme akan menganggu insulin. 

    Kondisi ini justru dapat memicu adanya peningkatan berat badan.

    “Jadi sebaiknya proses food itu harus dihindari,” imbaunya. 

    Ketiga, membatasi konsumsi makanan dengan kandungan lemak yang tinggi. Contoh, kulit ayam, gajih, jeroan dan lainnya. 

    Selain itu Hanani menyarankan untuk memakai minyak goreng berbahan biji-bijian. Seperti minyak jagung atau minyak biji kanola. 

    Terakhir, selain memilah makanan yang akan dikonsumsi, Hanani juga mengajak masyarakat untuk tidak meninggalkan aktivitas fisik. 

    “Olahraganya tentu disesuaikan saja dengan kemampuan dari teman-teman yang ada di rumah. Selain olahraga juga pastikan istirahatnya cukup supaya metabolisme tubuhnya terjaga,” tutupnya.
     

  • Menkes Budi Gunadi Ingatkan Masyarakat Jaga Kesehatan Jelang Idulfitri

    Menkes Budi Gunadi Ingatkan Masyarakat Jaga Kesehatan Jelang Idulfitri

    Jakarta, Beritasatu.com –  Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengingatkan masyarakat untuk menjaga kesehatan tubuh menjelang Idulfitri. Hal tersebut diungkapkan saat menerima audiensi dari jajaran direksi B-Universe di Kantor Kementerian Kesehatan, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Rabu (12/3/2025). 

    Selain itu, ia menjelaskan bahwa puasa memiliki berbagai manfaat kesehatan yang telah terbukti secara ilmiah, seperti memperbaiki sel-sel yang rusak dan meningkatkan kebugaran tubuh.

    “Bagi kami, Idulfitri merupakan kemenangan bagi kesehatan. Mengapa? Karena puasa terbukti dapat meningkatkan kesehatan tubuh, seperti membantu mengatasi kelebihan berat badan, mengurangi pola makan berlebih, dan memperbaiki sel-sel yang rusak. Puasa telah terbukti secara ilmiah dapat membawa tubuh kembali ke kondisi yang lebih sehat,” ungkap Budi Gunadi Sadikin.

    Budi juga mengimbau, agar umat muslim yang menjalankan ibadah puasa Ramadan dapat menyelesaikannya dengan baik. 

    Setelah Ramadan, ia mengingatkan masyarakat untuk tidak berlebihan dalam mengonsumsi hidangan saat Idulfitri, karena hal tersebut dapat memicu timbulnya berbagai penyakit.

    “Bagi yang menjalankan puasa, selesaikan puasa hingga akhir. Setelah Ramadan, meskipun berat badan turun, jangan terburu-buru makan banyak karena berat badan bisa naik lagi. Hal ini dapat meningkatkan risiko penyakit, seperti diabetes, strok, dan gangguan jantung. Jaga kesehatan selalu,” tutur Menkes Budi Gunadi.

    Menkes Budi juga menyoroti kebiasaan sebagian masyarakat Indonesia yang cenderung makan berlebihan setelah berpuasa. “Masalah kita sekarang bukan kekurangan makanan, tetapi justru kebanyakan makan,” ujarnya.

    Manfaat puasa terhadap kesehatan didukung oleh berbagai penelitian ilmiah. Beberapa jurnal yang membahas dampak positif puasa telah ditemukan, seperti penelitian yang dipublikasikan dalam NIHAIYYAT: Journal of Islamic Interdisciplinary Studies Vol. 2, nomor 1, April 2023, yang ditulis oleh Siti Khodijah dari TMI Al-Amien Prenduan. 

    Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa puasa, dari perspektif ilmiah, dapat mengobati dan meringankan penyakit seperti obesitas, diabetes, dan gangguan pencernaan.

    Penelitian lainnya, yang berjudul “Manfaat dan Potensi Puasa dalam Mencegah Risiko Penyakit Tidak Menular” oleh Febry Istyanto dan Liza Virgianti dari Poltekkes Kemenkes Jayapura, juga menunjukkan puasa berperan dalam pencegahan penyakit tidak menular (PTM). 

    Penelitian ini menyimpulkan bahwa puasa dapat meningkatkan keseimbangan metabolisme tubuh dan mengurangi risiko penyakit seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung.

    Dengan adanya bukti ilmiah tersebut, Menkes Budi Gunadi Sadikin berharap masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga kesehatan, khususnya dengan memanfaatkan puasa sebagai cara alami untuk memperbaiki kondisi tubuh.

  • Bagaimana Cara Bijak Membaca Label Nutrisi? Simak detikcom Leaders Forum di Sini

    Bagaimana Cara Bijak Membaca Label Nutrisi? Simak detikcom Leaders Forum di Sini

    Jakarta – Permasalahan penyakit tidak menular (PTM) di Indonesia masih menjadi persoalan tersendiri lantaran konsumsi gula garam lemak (GGL) masih sangat tinggi.

    Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, 47 persen warga Indonesia mengonsumsi gula melampaui batas harian. Begitu juga dengan asupan garam. Sebanyak 45 persen masyarakat mengonsumsi garam berlebih dan 30 persen warga lainnya memiliki asupan lemak tinggi.

    Temuan tersebut sejalan dengan data kasus penyakit tidak menular yang juga ikut meningkat. Misalnya, angka diabetes pada anak. Kasusnya melonjak nyaris 70 kali lipat dalam kurun 10 tahun terakhir. Tren yang sama tidak jauh berbeda dengan hipertensi, juga penyakit jantung yang menjadi salah satu beban pembiayaan kesehatan tertinggi.

    “Kalau kita lihat dari peta penyakit dari tahun 2019 sampai sekarang, itu penyakit tidak menular baik hipertensi, diabetes, jantung, kanker, itu tren terus meningkat. Karena pola makan tadi,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid, dalam sesi bincang bersama detikcom Leaders Forum, Jumat (28/2/2025).

    Risiko penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit kardiovaskular banyak dipengaruhi oleh pola makan. Karenanya, membaca label nutrisi bisa menjadi langkah awal bagi masyarakat untuk memilih produk pangan yang lebih sehat dan berkualitas.

    Di sisi lain, kesadaran masyarakat terkait membaca label pangan relatif rendah, terbukti dari data Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) pada 2013. Hanya 7,9 persen masyarakat Indonesia yang membaca label nutrisi sebelum membeli produk.

    Karenanya, butuh sistem pelabelan yang mudah untuk dipahami. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI saat ini juga tengah mematangkan aturan yang mengadaptasi ‘Nutri Grade’ di Singapura, dengan memberi penandaan tertentu berdasarkan kandungan GGL dalam kemasan pangan.

    “Jadi mudah-mudahan di lain sisi industri kita lindungi dalam konteks industri akan mendapatkan manfaat menghasilkan produk-produk yang sehat. Masyarakat kita ayomi bahwa dia mengonsumsi makanan-makanan yang sehat,” kata Kepala BPOM RI, Taruna Ikrar.

    Sudah sampai manakah pembahasannya? Selengkapnya, saksikan re-run program detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’ di channel TikTok dan Instagram @detikcom pada Kamis, 6 Maret 2025, pukul 13.00 WIB. Jangan lewatkan!

    (suc/up)

  • Cegah Obesitas, Mulai Cermat Baca Label Gizi pada Kemasan Makanan – Halaman all

    Cegah Obesitas, Mulai Cermat Baca Label Gizi pada Kemasan Makanan – Halaman all

    Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA — Direktur Standarisasi Pangan Olahan, Badan POM RI Dra. Dwiana Andayani, Apt menyebut,  mayoritas masyarakat belum memahami pentingnya membaca label kemasan dengan cermat, terutama terkait kandungan gula, garam, dan lemak dalam pangan olahan.

    Ketika membeli dan sebelum mengonsumsi ada baiknya memperhatikan Informasi Nilai Gizi (ING) yang mencantumkan jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi utama seperti lemak, lemak jenuh, protein, dan karbohidrat (termasuk gula), serta persentase Angka Kecukupan Gizi (AKG) per sajian.

    Selain itu, label Front-of-Pack Nutrition Labelling dan pesan kesehatan pada kemasan dapat membantu konsumen dalam memilih produk yang lebih sehat.

    “Kami telah menetapkan regulasi yang mewajibkan pencantuman informasi nilai gizi pada kemasan produk,” tutur dia dalam media briefing di Jakarta, Selasa (4/2/2025).
     
    Diketahui, Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan aturan dalam sehari masyarakat dapat mengonsumsi gula tidak lebih dari 50 gram (setara 4 sendok makan), garam tidak lebih dari 5 gram (setara 1 sendok teh), dan lemak tidak lebih dari 67 gram (setara 5 sendok makan).

    Dwiana mengatakan, dengan membaca informasi nilai gizi ini menjadi upaya promotif dan preventif dalam penanggulangan Penyakit Tidak Menular (PTM).

    “Agar produk makanan atau minuman yang dibeli sesuai dengan kebutuhan gizi kita. Cermati dan batasi konsumsi gula, garam dan lemak sehari sesuai dengan anjuran dalam pesan kesehatan,” jelas Dwiana.

    Ditambahkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan RI Dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid bahwa obesitas tidak hanya berdampak pada kesehatan secara fisik tapi juga pada masalah sosial dan ekonomi.

    Pemerintah sangat mendukung kolaborasi berbagai pihak dalam menanggulangi kasus obesitas di Indonesia, termasuk sektor swasta yang secara konsisten mengedukasi masyarakat.

    “Pengendalian obesitas dapat berjalan efektif jika kebijakan pemerintah didukung oleh partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat dapat memanfaatkan berbagai fasilitas yang telah disediakan pemerintah untuk mendukung gaya hidup sehat,” kata Siti Nadia.

    Obesitas merupakan masalah global yang mengancam kesehatan masyarakat termasuk di Indonesia.

    Di Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terjadi peningkatan obesitas yang cukup signifikan, dari 8 persen di tahun 2007 menjadi 21,8 persen di tahun 2018.

    Obesitas dapat dicegah dengan menjalani pola hidup sehat sejak dini, dengan mencermati pola konsumsi Gula Garam dan Lemak (GGL), baca label kemasan pada kemasan pangan olahan dan latihan fisik secara rutin.

    Bertepatan dengan Hari Obesitas Sedunia pada hari ini, Nutrifood bersama dengan Kementerian Kesehatan RI dan Badan POM mengajak masyarakat meningkatkan literasi nilai gizi pada makanan kemasan dan memahami bahan tambahan pangan pada makanan untuk cegah obesitas.

    Sebagai salah satu industri makanan dan minuman, Head of Strategic Marketing Nutrifood Susana, mengatakan, pihaknya mendukung kampanye #BatasiGGL dan mendapatkan dukungan dari Kementerian Kesehatan RI dan Badan POM RI sejak 2013.

    “Kami berupaya memberikan edukasi mengenai pentingnya membatasi konsumsi gula, garam, lemak dan membaca label kemasan agar orang semakin banyak orang terhindar dari risiko obesitas yang bisa menyebabkan prediabetes, diabetes dan penyakit tidak menular lainnya,” ujar Susana.

  • Hipertensi hingga Penyakit Jantung Meningkat karena Pola Makan

    Hipertensi hingga Penyakit Jantung Meningkat karena Pola Makan

    Jakarta

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M Epid, mengatakan, penyakit tidak menular (PTM), seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, hingga kanker, masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia. Salah faktor risikonya disebabkan oleh perilaku masyarakat mengonsumsi gula garam lemak (GGL) yang tinggi.

    Menurut data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, 47 persen warga Indonesia mengonsumsi gula melampaui batas harian. Begitu juga dengan asupan garam. Sebanyak 45 persen masyarakat mengonsumsi garam berlebih, dan 30 persen warga lainnya memiliki asupan lemak tinggi.

    dr Nadia mengatakan konsumsi gula, garam, dan lemak yang tidak terkendali berkontribusi besar terhadap peningkatan angka PTM dalam beberapa tahun terakhir.

    “Kalau kita lihat dari peta penyakit dari tahun 2019 sampai sekarang, itu penyakit tidak menular baik hipertensi, diabetes, jantung, kanker, itu tren terus meningkat. Karena pola makan tadi,” ujar dr Siti Nadia dalam detikcom Leaders Forum ‘Bijak Membaca Label Nutrisi’, Jumat (28/2/2025).

    detikcom Leaders Forum Foto: Grandyos Zafna/detikHealth

    Gula yang dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan diabetes melitus atau dikenal sebagai penyakit gula. Sementara itu, garam yang dikonsumsi dalam jumlah berlebih berisiko memicu hipertensi. Konsumsi lemak yang tinggi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, yang pada akhirnya berujung pada penyakit jantung dan stroke.

    Pemerintah saat ini sedang menyelesaikan regulasi baru terkait pemberian label, tidak hanya untuk pangan olahan tetapi juga pada pangan siap saji. Nantinya, setiap produk makanan dan minuman siap saji akan dilengkapi dengan informasi terbaru mengenai kandungan gula, garam, lemak, serta jumlah kalorinya.

    dr Nadia mengatakan kesadaran akan pentingnya membaca label pada kemasan makanan menjadi salah satu cara untuk mengontrol konsumsi GGL. Ia juga menegaskan bahwa label pada makanan seharusnya dapat membantu masyarakat memahami kandungan nutrisi dalam produk yang mereka konsumsi.

    (suc/up)

  • Hipertensi dan Diabetes Jadi Penyakit Terbanyak ASN Pemkot Malang

    Hipertensi dan Diabetes Jadi Penyakit Terbanyak ASN Pemkot Malang

    Liputan6.com, Malang – Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota Malang didorong menerapkan pola hidup sehat. Sebab banyak di antara mereka terdeteksi memiliki penyakit tidak menular berupa hipertensi, diabetes, sampai gangguan pembuluh darah.

    Dinas Kesehatan melakukan skrining risiko penyakit tidak menular (PTM) terhadap 11 ribu ASN Pemkot Malang pada 2024 lalu. Hasilnya, 15 belas persen ASN terdeteksi hipertensi, 10 persen diabetes, dan kurang dari 10 persen memiliki gangguan pembuluh darah. “Hasil itu menunjukkan banyak ASN terindikasi kurang sehat tubuhnya,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kota Malang, Husnul Muarif, kemarin.

    Menurut dia, risiko PTM yang dimiliki para ASN itu tidak serta-merta disebabkan oleh beban kerja mereka. Tapi ada faktor internal maupun eksternal yang sangat berpengaruh sehingga banyak di antara mereka terkena penyakit tersebut. Faktor internal misalnya, bisa berasal dari dalam kondisi dalam tubuh sendiri seperti genetika. Sementara faktor eksternal disebabkan sejumlah hal seperti pola hidup seseorang baik itu saat berada di rumah, lingkungan sekitar, maupun di lingkungan pekerjaan.

    Sebagai pencegahan risiko penyakit, Pemkot Malang menyosialisasikan ASN menerapkan pola hidup sehat. Apalagi pemerintah terus menggencarkan Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) yang bertujuan mewujudkan budaya hidup sehat di tengah masyarakat. “Kami sosialisasikan kepada para ASN mengubah pola hidupnya dari yang kurang sehat menjadi lebih sehat,” ujar Husnul.

    Pola hidup sehat seperti berolahraga, konsumsi makanan bergizi, sampai rutin periksa kesehatan sebagai deteksi dini. Langkah itu dapat mencegah risiko yang ditimbulkan akibat penyakit tidak menular yang dimiliki seseorang termasuk ASN Pemkot Malang.

  • Kemenperin Minta Pemberlakuan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Ditunda – Halaman all

    Kemenperin Minta Pemberlakuan Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan Ditunda – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai bahwa saat ini bukan waktu yang tepat untuk memberlakukan cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

    Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan sebelumnya mengumumkan rencana untuk menerapkan cukai MBDK pada semester kedua 2025.

    Menurut Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Direktorat Jendral Industri Agro Kemenperin, Merrijantij Punguan Pintaria, pemberlakuan cukai MBDK sebaiknya ditunda karena daya beli masyarakat masih rendah.

    “Melihat saat ini daya beli masih rendah, menurun nih, daya beli kita menurun, mungkin belum waktunya,” kata Merri ketika ditemui di kawasan industri GIIC, Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (28/2/2025).

    Selain itu, Merri juga menjelaskan bahwa industri akan membutuhkan waktu dan biaya untuk melakukan penelitian kembali pada produk mereka jika cukai MBDK diberlakukan.

    Proses ini bisa berdampak pada harga jual produk, yang pada akhirnya bisa semakin memberatkan konsumen, terutama di tengah daya beli yang belum pulih.

    “Nanti pasti harus ada penelitian, uji coba lagi, melihat preferensinya masyarakat itu bagaimana dengan produk yang baru,” ujar Merri.

    Menurut Merri, waktu yang lebih tepat untuk memberlakukan cukai MBDK adalah saat daya beli masyarakat sudah membaik dan kondisi industri sudah pulih sepenuhnya.

    Mengenai pembahasan lebih lanjut soal cukai MBDK, Merri menyebutkan bahwa sampai saat ini belum ada diskusi antar kementerian.

    Ia menduga Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan masih melakukan penggodokan kebijakan secara internal.

    Sebagai informasi, penerapan cukai MBDK pada semester II 2025 sesuai dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 dan telah tercantum dalam APBN 2025.

    Saat ini, pemerintah masih perlu menyusun aturan pendukung berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan aturan pelaksanaannya berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) maupun Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen),

    Cukai MBDK hanya untuk jenis konsumsi gula tambahan bukan konsumsi gula utama seperti nasi.

    Sebab, tujuan cukai MBDK adalah mengurangi konsumsi gula tambahan pada masyarakat yang menjadi penyebab utama penyakit tidak menular (PTM) seperti obesitas dan diabetes.