Topik: PTM

  • Seribuan Anak Sekolah Pangkep Idap Hipertensi, Ketahuan Lewat CKG

    Seribuan Anak Sekolah Pangkep Idap Hipertensi, Ketahuan Lewat CKG

    Jakarta

    Program cek kesehatan gratis (CKG) Pemerintah Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan, mengungkap penyakit darah tinggi atau hipertensi yang biasanya menyerang usia dewasa, kini mulai mengintai kelompok anak sekolah.

    Hasil skrining CKG anak sekolah per Agustus 2025 oleh Dinas Kesehatan Pangkep menunjukkan masalah karies gigi mendominasi dengan 6.946 kasus. Namun, temuan yang juga menjadi sorotan adalah munculnya penyakit tidak menular (PTM), terkait gaya hidup.

    Data CKG mencatat total 1.547 kasus hipertensi di lingkungan anak sekolah. Rinciannya terdiri dari:

    Hipertensi tingkat 1: 1.404 kasusHipertensi tingkat 2: 143 kasus

    “Melihat anak sekolah sudah ada yang terdeteksi hipertensi adalah alarm bahwa pencegahan harus dimulai jauh lebih awal,” ucap Kepala Dinas Kesehatan Pangkep, Herlina, SKep, MKes saat dijumpai detikcom di Makassar, Senin (15/12/2025).

    Data CKG yang membagi temuan menjadi Tingkat 1 dan Tingkat 2 mengacu pada klasifikasi tekanan darah yang diadopsi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) berdasarkan pedoman medis internasional. Klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan tingkat risiko dan intervensi yang dibutuhkan.

    Hipertensi tingkat 1 (Stage 1) adalah kondisi tekanan darah sistolik 140-159 mmHg atau diastolik 90-99 mmHg, sedangkan Hipertensi tingkat 2 (Stage 2) adalah tekanan darah sistolik 160-179 mmHg atau diastolik 100-109 mmHg.

    Halaman 2 dari 2

    (kna/naf)

  • Pengusaha Minuman Ringan Semringah Purbaya Batalkan Cukai MBDK 2026

    Pengusaha Minuman Ringan Semringah Purbaya Batalkan Cukai MBDK 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) menyambut baik rencana penundaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang semula akan berlaku pada 2026. 

    Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo mengatakan pihaknya menilai wacana cukai MBDK tidak tepat dari sisi waktu dan alasan dasar kebijakan tersebut diberlakukan. 

    “Dari sisi waktu, memang kondisi industri FMCG [fast-moving consumer goods], termasuk industri minuman masih dalam kondisi yang berdarah,” kata Triyono kepada Bisnis, Sabtu (13/12/2025). 

    Adapun, tingkat pertumbuhan sampai dengan kuartal ketiga tahun ini hanya mencapai 1,8%. Sementara itu, pertumbuhan positif ini hanya ditopang oleh kategori AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) yang masih tumbuh positif sebesar 2,4% pada Oktober 2025. 

    “Kategori minuman siap saji lainnya masih mengalami pertumbuhan negatif sampai depan kuartal III ini, sehingga penundaan wacana cukai MBDK sangat tepat,” jelasnya. 

    Dari sisi alasan, dia menilai kebijakan cukai MBDK belum tepat untuk mengelola risiko penyakit tidak menular (PTM). Studi menunjukkan bahwa minuman kemasan berpemanis hanya berkontribusi sebesar 6,5% dari total konsumsi kalori percapita masyarakat Indonesia. 

    Dengan demikian, apabila diharapkan bahwa penerapan cukai yang akan menaikkan harga jual produk MBDK dan menurunkan tingkat penjualannya akan dapat menurunkan tingkat PTM, maka kebijakan tersebut dinilai akan gagal. 

    “Pemerintah perlu jujur melihat bahwa sumber risiko terbesar PTM bukan di produk minuman berpemanis, sehingga perlu kebijakan yang lebih tepat sasaran,” jelasnya. 

    Lebih lanjut, Triyono mengatakan bahwa penerapan cukai MBDK hanya akan merugikan Indonesia dalam dua aspek. Pertama, kebijakan tersebut akan menurunkan kinerja industri. 

    “Menambah tekanan atas daya serap tenaga kerja industri minuman dan berpotensi mempercepat de-industrialisasi. Kedua, sementara prevalensi PTM tidak akan menurun,” pungkasnya.

  • Pengusaha Minuman Ringan Semringah Purbaya Batalkan Cukai MBDK 2026

    Pengusaha Minuman Ringan Semringah Purbaya Batalkan Cukai MBDK 2026

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) menyambut baik rencana penundaan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang semula akan berlaku pada 2026. 

    Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo mengatakan pihaknya menilai wacana cukai MBDK tidak tepat dari sisi waktu dan alasan dasar kebijakan tersebut diberlakukan. 

    “Dari sisi waktu, memang kondisi industri FMCG [fast-moving consumer goods], termasuk industri minuman masih dalam kondisi yang berdarah,” kata Triyono kepada Bisnis, Sabtu (13/12/2025). 

    Adapun, tingkat pertumbuhan sampai dengan kuartal ketiga tahun ini hanya mencapai 1,8%. Sementara itu, pertumbuhan positif ini hanya ditopang oleh kategori AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) yang masih tumbuh positif sebesar 2,4% pada Oktober 2025. 

    “Kategori minuman siap saji lainnya masih mengalami pertumbuhan negatif sampai depan kuartal III ini, sehingga penundaan wacana cukai MBDK sangat tepat,” jelasnya. 

    Dari sisi alasan, dia menilai kebijakan cukai MBDK belum tepat untuk mengelola risiko penyakit tidak menular (PTM). Studi menunjukkan bahwa minuman kemasan berpemanis hanya berkontribusi sebesar 6,5% dari total konsumsi kalori percapita masyarakat Indonesia. 

    Dengan demikian, apabila diharapkan bahwa penerapan cukai yang akan menaikkan harga jual produk MBDK dan menurunkan tingkat penjualannya akan dapat menurunkan tingkat PTM, maka kebijakan tersebut dinilai akan gagal. 

    “Pemerintah perlu jujur melihat bahwa sumber risiko terbesar PTM bukan di produk minuman berpemanis, sehingga perlu kebijakan yang lebih tepat sasaran,” jelasnya. 

    Lebih lanjut, Triyono mengatakan bahwa penerapan cukai MBDK hanya akan merugikan Indonesia dalam dua aspek. Pertama, kebijakan tersebut akan menurunkan kinerja industri. 

    “Menambah tekanan atas daya serap tenaga kerja industri minuman dan berpotensi mempercepat de-industrialisasi. Kedua, sementara prevalensi PTM tidak akan menurun,” pungkasnya.

  • Pengusaha Apresiasi Upaya Purbaya Tunda Penerapan Cukai Minuman Manis

    Pengusaha Apresiasi Upaya Purbaya Tunda Penerapan Cukai Minuman Manis

    Jakarta, Beritasatu.com – Keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menunda penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada 2026 disambut positif oleh dunia usaha.

    Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) sekaligus Ketua Bidang Industri Manufaktur Apindo, Adhi S Lukman, menyampaikan apresiasi terhadap kebijakan tersebut. Ia menilai Purbaya mempertimbangkan isu MBDK secara menyeluruh, termasuk kondisi industri dan daya beli masyarakat.

    “Kita sangat apresiasi menteri keuangan. Karena menteri keuangan melihat lebih komprehensif, di mana secara kenyataan bahwa ini akan berpengaruh terhadap perekonomian,” ujar Adhi dalam konferensi pers di kantor pusat Apindo, Jakarta, Senin (8/12/2025).

    Meski kebijakan cukai ditunda, Adhi menegaskan pelaku usaha tetap mendukung upaya pemerintah menekan penyakit tidak menular (PTM) yang sering dikaitkan dengan konsumsi gula berlebih.

    “Kita tetap berupaya bagaimana mendukung pemerintah dalam bidang kesehatan untuk pengurangan penyakit tidak menular,” katanya.

    Ia menjelaskan, industri makanan dan minuman telah melakukan berbagai langkah pengendalian, mulai dari reformulasi produk hingga edukasi konsumen dan program literasi gizi. Menurutnya, pendekatan kesehatan harus dilakukan secara menyeluruh dan tidak hanya bertumpu pada pungutan cukai.

    “Oleh sebab itu perlu gerakan nasional bersama pemerintah dan dunia usaha untuk mengedukasi. Konsumen itu harus sadar, harus mengontrol dietnya sendiri,” ujarnya.

    Dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI DPR, Menkeu Purbaya menegaskan bahwa cukai MBDK belum akan diterapkan dalam waktu dekat. Ia menyebut kebijakan tersebut baru akan diaktifkan apabila kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat dinilai cukup kuat.

    Purbaya menilai pertumbuhan ekonomi perlu mencapai lebih dari 6% sebelum kebijakan tersebut diberlakukan.

    “Memang kami belum akan menjalankannya. Kami akan jalankan dan mulai memikirkannya ketika ekonomi sudah dalam keadaan lebih baik dari sekarang,” ucapnya.

    Menurut Purbaya, penerapan cukai saat ini berisiko membebani pelaku usaha dan masyarakat. “Saya pikir kalau ekonomi ada tumbuh 6% lebih, kami akan datang ke sini untuk mendiskusikan cukai yang seperti apa yang pantas diterapkan. Kalau sekarang saya pikir ekonomi masyarakat belum cukup kuat,” pungkasnya.

  • Kesehatan vs Ekonomi, Pengusaha Senang Purbaya Batalkan Cukai Minuman Manis

    Kesehatan vs Ekonomi, Pengusaha Senang Purbaya Batalkan Cukai Minuman Manis

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengusaha menyambut baik keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang batal menerapkan cukai minuman manis dalam kemasan (MBDK) pada tahun depan atau 2026. 

    Ketua Bidang Industri Manufaktur Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo ) Adhi Lukman mengapresiasi keputusan Purbaya, karena menyadari hal tersebut akan berdampak terhadap ekonomi. 

    Meski demikian, Adhi tetap mendukung langkah pemerintah dalam mengurangi konsumsi gula, garam, dan lemak. Namun, dirinya meyakini bahwa cukai MBDK bukan solusi dari mengurangi penyakit tidak menular (PTM). 

    “Kami sangat sepakat bahwa MBDK itu bukan cara untuk mengurangi PTM tersebut,” tuturnya dalam Konferensi Pers Apindo Economic Outlook 2026, Senin (8/12/2025).

    Dari sisi dunia usaha, Adhi menegaskan dukungannya untuk terus melakukan upaya pengurangan PTM, baik dari sisi formulasi produk hingga edukasi kepada konsumen. Namun, Adhi tidak memerinci terkait upaya edukasi apa yang dilakukan untuk menjaga kesehatan konsumen yang terdampak minuman manis.

    Dilansir dari situs resmi Kemenkeu, cukai bertujuan untuk mengendalikan konsumsi masyarakat, khususnya terhadap barang-barang yang bisa menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. 

    Sebelumnya, Purbaya mengungkapkan bahwa pihaknya belum akan menerapkan cukai MBDK, meski sudah masuk dalam asumsi penerimaan APBN tahun depan. 

    Hal tersebut dirinya sampaikan dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi XI DPR, Senin (8/12/2025). Purbaya mengaku cukai MBDK belum akan dijalankan lantaran kondisi ekonomi belum membaik. 

    “Kami mulai memikirkannya ketika ekonomi sudah lebih baik dari sekarang. Saya pikir ketika ekonomi sudah tumbuh 6% lebih saya akan datang ke sini diskusikan cukai apa yang pantas diterapkan. Kalau sekarang ekonomi masyarakat belum cukup kuat,” tuturnya di hadapan anggota Komisi XI DPR.

    Adapun untuk menambal kurangnya penerimaan dari cukai MBDK, Purbaya akan mengenakan bea keluar untuk ekspor emas dan batu bara. Keduanya direncanakan mulai berlaku 2026. 

    Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) itu menerangkan, pihaknya memasukkan target penerimaan total Rp23 triliun dari setoran tarif ekspor emas dan batu bara. 

    “[Bea keluar emas] Rp3 triliun setahun, batu bara Rp20 triliun. Yang emas sudah [masuk target APBN], yang batu bara belum karena tarifnya masih didiskusikan,” ungkapnya.

  • Pakar Soroti Potensi Lonjakan Penyakit di Aceh-Sumut Pasca Bencana Banjir

    Pakar Soroti Potensi Lonjakan Penyakit di Aceh-Sumut Pasca Bencana Banjir

    Jakarta

    Bencana banjir dan longsor yang terjadi di wilayah Aceh dan Sumatera Utara beberapa hari ke belakang menyita perhatian banyak pihak. Korban bencana kini harus bersiap menghadapi potensi penyakit menular dan memburuknya kondisi pasien penyakit tidak menular (PTM) di wilayah terdampak.

    Pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan ada beberapa kelompok penyakit menular yang perlu menjadi perhatian, sehingga bisa diantisipasi oleh mereka yang ada di wilayah bencana, seperti:

    Penyakit yang ditularkan melalui air (water-borne diseases) seperti diare, hepatitis A, dan penyakit kulit.Penyakit yang ditularkan lewat makanan (foodborne diseases) akibat higienitas yang buruk, termasuk keracunan makanan.Penyakit paru dan pernapasan, misalnya ISPA dan pneumonia, yang mudah menular di lokasi pengungsian.Penyakit yang menular melalui kontak langsung antar-manusia, seperti infeksi kulit atau penyakit mata.

    “Keempat kelompok penyakit ini saling berkaitan. Dalam situasi bencana, penurunan kualitas air, sanitasi buruk, dan padatnya pengungsian membuat risiko penularan meningkat tajam,” beber pria yang sempat menjadi Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu, saat dihubungi detikcom Jumat (28/11/2025).

    Pada kondisi pasca-bencana, definisi kelompok rentan menurut Prof Tjandra tidak hanya para anak-anak, lansia, serta mereka dengan komorbid atau imunitas lemah.

    “Masyarakat umum yang rumah atau desanya terdampak dapat menjadi rentan pula terhadap berbagai penyakit,” jelasnya.

    Populasi Sehat Mudah Terinfeksi

    Perubahan lingkungan yang drastis, stres, kurang tidur, air bersih terbatas, hingga paparan dingin membuat populasi sehat sekalipun menjadi lebih mudah terinfeksi penyakit pasca-bencana.

    Ketersediaan air bersih menjadi faktor paling krusial dalam mencegah penyakit pascabencana.

    Pakar menegaskan risiko yang muncul tidak hanya penyakit yang secara klasik dikategorikan sebagai water-borne disease, tetapi juga penyakit lain yang mekanisme penularannya dipengaruhi sanitasi yang buruk.

    “Keempat jenis penyakit menular tadi perlu diantisipasi bersamaan. Krisis air bersih memperburuk banyak aspek, dari kebersihan makanan, higiene pribadi, hingga kualitas lingkungan,” kata Prof Tjandra.

    Bencana juga berpotensi memperparah kondisi mereka yang mengidap penyakit tidak menula, seperti:

    Diabetes, akibat pola makan dan minum yang tidak teraturPenyakit paru kronik (PPOK), yang dapat mengalami eksaserbasi akut karena lembap atau paparan debu serta hipertensi.Penyakit jantung, yang bisa kambuh akibat stres dan kurangnya obat rutin.

    “Situasi bencana dapat membuat pasien PTM tidak bisa mengakses obat atau kontrol rutin, sehingga risiko komplikasi meningkat,” ujar Prof Tjandra.

    Untuk mencegah kejadian luar biasa pasca-bencana, beberapa langkah prioritas bisa segera dilakukan, seperti penyediaan air bersih, sarana mandi-cuci-kakus, dan fasilitas cuci tangan memadai.

    Pengawasan ketat pada kebersihan dapur umum juga harus dilakukan, sejalan dengan pemberian ventilasi yang baik dan mengatur kepadatan korban di ruang pengungsian, serta tersedianya obat-obatan rutin pasien dengan penyakit kronik.

    “Upaya ini harus berjalan paralel dengan penanganan bencana. Dalam hitungan hari, penyakit bisa meningkat jika tidak segera diantisipasi,” tutup Prof Tjandra.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: Kasus Penyakit Kusta Indonesia Masuk 3 Besar Dunia”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)

  • Pakar Ingatkan Risiko Penyakit Pascabencana di Aceh-Sumut

    Pakar Ingatkan Risiko Penyakit Pascabencana di Aceh-Sumut

    Jakarta

    Di tengah proses evakuasi dan penanganan darurat bencana banjir dan longsor di Aceh serta Sumatera Utara, para ahli kesehatan mengingatkan adanya potensi lonjakan penyakit menular dan memburuknya kondisi pasien penyakit tidak menular (PTM) di wilayah terdampak.

    Polda Sumatera Utara mencatat sedikitnya 34 orang meninggal dunia akibat bencana alam yang melanda sejumlah daerah sejak 24 hingga 26 November 2025. Korban jiwa terbanyak berada di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), yakni 17 orang, disusul Sibolga (8 orang), Tapanuli Tengah (4 orang), Pakpak Bharat (2 orang), Humbang Hasundutan (2 orang), dan Nias Selatan (1 orang).

    “Data ini masih bersifat sementara dan terus diperbarui,” kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Ferry Walintukan, Jumat (28/11/2025).

    Ancaman Penyakit Menular Pascabencana

    Kondisi lapangan yang masih rentan, bantuan logistik belum merata, sejumlah titik masih terdampak longsor dan banjir, membuat potensi penularan penyakit cukup tinggi.

    Pakar kesehatan Prof Tjandra Yoga Aditama menjelaskan setidaknya empat kelompok penyakit menular yang perlu diantisipasi di wilayah bencana, seperti

    Penyakit yang ditularkan melalui air (water-borne diseases) seperti diare, hepatitis A, dan penyakit kulit.Penyakit yang ditularkan lewat makanan (foodborne diseases) akibat higienitas yang buruk, termasuk keracunan makanan.Penyakit paru dan pernapasan, misalnya ISPA dan pneumonia, yang mudah menular di lokasi pengungsian.Penyakit yang menular melalui kontak langsung antar-manusia, seperti infeksi kulit atau penyakit mata.

    “Keempat kelompok penyakit ini saling berkaitan. Dalam situasi bencana, penurunan kualitas air, sanitasi buruk, dan padatnya pengungsian membuat risiko penularan meningkat tajam,” beber pria yang sempat menjadi Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu, saat dihubungi detikcom Jumat (28/11/2025).

    Ia menambahkan kelompok rentan pada kondisi pascabencana tidak hanya terbatas pada lansia, anak-anak, pengidap komorbid dan gangguan imunitas.

    “Biasanya kita sebut rentan adalah lansia, anak-anak, dan mereka dengan komorbid atau imunitas lemah. Tetapi pada keadaan bencana, masyarakat umum yang rumah atau desanya terdampak dapat menjadi rentan pula terhadap berbagai penyakit,” jelasnya.

    Perubahan lingkungan yang drastis, stres, kurang tidur, air bersih terbatas, hingga paparan dingin membuat populasi sehat sekalipun menjadi lebih mudah terinfeksi.

    Ketersediaan air bersih menjadi faktor paling krusial dalam mencegah penyakit pascabencana.

    Pakar menegaskan risiko yang muncul tidak hanya penyakit yang secara klasik dikategorikan sebagai water-borne disease, tetapi juga penyakit lain yang mekanisme penularannya dipengaruhi sanitasi yang buruk.

    “Keempat jenis penyakit menular tadi perlu diantisipasi bersamaan. Krisis air bersih memperburuk banyak aspek, dari kebersihan makanan, higiene pribadi, hingga kualitas lingkungan,” katanya.

    Bencana juga berpotensi memperparah kondisi mereka yang mengidap penyakit tidak menular. Diabetes, akibat pola makan dan minum yang tidak teratur. Penyakit paru kronik (PPOK), yang dapat mengalami eksaserbasi akut karena lembap atau paparan debu serta hipertensi dan penyakit jantung, yang bisa kambuh akibat stres dan kurangnya obat rutin.

    “Situasi bencana dapat membuat pasien PTM tidak bisa mengakses obat atau kontrol rutin, sehingga risiko komplikasi meningkat,” ujarnya.

    Simak Video “Video: Menkes Pastikan Korban Longsor dan Banjir Sumut Dapat Layanan Kesehatan “
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • DKI sabet rekor MURI untuk tantangan ukur berat badan terbanyak

    DKI sabet rekor MURI untuk tantangan ukur berat badan terbanyak

    Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta meraih rekor dari Museum Rekor Indonesia (MURI) untuk pengukuran berat badan dan tekanan darah secara berkala dengan peserta terbanyak yang merupakan bagian dari “Challenge Downgrade Ukuran Bajumu 3.0”.

    “Rekor ini tercapai melalui kegiatan skrining kesehatan yang dilaksanakan selama enam minggu berturut-turut kepada 1.240 peserta,” kata Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Ani Ruspitawati di Jakarta, Minggu.

    Ani mengatakan, capaian ini bukan hanya sebuah angka, namun menegaskan keseriusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta bersama masyarakat dalam memperkuat pencegahan dan deteksi dini penyakit tidak menular (PTM).

    Adapun total peserta yang mendaftar “Challenge Downgrade Ukuran Bajumu 3.0” mencapai 4.340 orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.761 orang di antaranya mengikuti tantangan yang diberikan dan 1.241 orang berhasil menuntaskan seluruh rangkaian tantangan.

    Tantangan yang diberikan, yakni melakukan jalan kaki minimal 7.500 langkah per hari menggunakan aplikasi penghitung langkah di ponsel.

    Kemudian, menerapkan pola makan sehat dengan konsep “Isi Piringku” setiap hari, melakukan aktivitas fisik minimal 30 menit per hari atau 150 menit per minggu dan melakukan pemeriksaan kesehatan di fasilitas kesehatan setiap satu minggu sekali selama tantangan berlangsung.

    “Challenge Downgrade Ukuran Bajumu 3.0” berlangsung selama enam minggu pada 6 Oktober-16 November 2025 yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Diabetes Sedunia setiap 14 November serta Hari Kesehatan Nasional ke-60 pada 12 November 2025.

    “Hasil yang dicapai menunjukkan bahwa masyarakat Jakarta cukup konsisten dan memiliki komitmen kuat untuk melakukan gaya hidup yang sehat,” kata Ani.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kadar GGL harus dicantumkan pada makanan siap saji

    Kadar GGL harus dicantumkan pada makanan siap saji

    Jakarta (ANTARA) – Kadar garam, gula dan lemak (GGL) bukan hanya harus dicantumkan pada makanan kemasan, tetapi juga makanan siap saji untuk menanggulangi penyakit diabetes.

    “Seperti di luar negeri, ke depan pada makanan siap saji, pemerintah mewajibkan untuk mencantumkan nilai kadar gula garam lemaknya,” ujar Kepala Unit Pengelola Laboratorium Kesehatan Daerah, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Budi Wibowo.

    Hal itu dia dalam diskusi Tanggap Bencana Kentongan bertema “Keamanan Pangan: Peranan Laboratorium terkait Keamanan Pangan” di Jakarta, Senin.

    Pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 pada Juli 2024 sebagai bagian dari upaya menangani masalah diabetes yang salah satunya menjadi penyebab seseorang harus menjalani cuci darah.

    Penyakit diabetes, menurut dia, beserta penyakit yang berkaitan dengannya seperti penyakit jantung dan stroke menghabiskan pembiayaan kesehatan di Indonesia.

    Sedangkan diabetes terkait dengan pola makan tak sehat khususnya terlalu banyak hidangan manis.

    “Penyebabnya adalah pola makan yang tidak baik. Biasanya terlalu banyak manis. Kemudian tidak diet. Sumber penyakit kita adalah melalui makanan. Oleh sebab itu mungkin diet kita ini perlu diatur,” kata Budi.

    Untuk mencegah terkena diabetes, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyarankan batas konsumsi GGL per orang per hari, yakni 50 gram atau 4 sendok makan gula, 2.000 miligram natrium atau 5 gram atau 1 sendok teh garam (natrium/sodium) dan lemak hanya 67 gram atau 5 sendok makan minyak goreng.

    Konsumsi GGL berlebihan dapat menyebabkan sejumlah masalah kesehatan. Di antaranya obesitas yang meningkatkan risiko penyakit tidak menular (PTM) termasuk diabetes.

    Di Jakarta, obesitas menjadi salah satu masalah kesehatan yang masih ditemui. Dinas Kesehatan DKI Jakarta mencatat sebanyak 579.812 orang dari 1.720.658 orang yang telah dilakukan pengukuran lingkar perut melalui program Cek Kesehatan Gratis (CKG) di Jakarta, mengalami obesitas sental.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Awas Diabetes! Ini Batas Konsumsi Gula yang Aman Menurut Kemenkes

    Awas Diabetes! Ini Batas Konsumsi Gula yang Aman Menurut Kemenkes

    Jakarta

    Konsumsi gula berlebihan dapat meningkatkan risiko penyakit diabetes. Tak hanya dialami oleh orang dengan usia di atas 50 tahun, kini diabetes juga banyak dialami oleh usia muda.

    Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM), Kemenkes RI, dr Siti Nadia Tarmizi, M.Epid menyoriti tingginya konsumsi gula melebihi batas normal.

    “Kita bisa lihat di survei-survei kesehatan kita kan, berapa persen tuh? 50 persen masyarakat kita konsumsinya lebih dari batas normal yang seharusnya dia minum gitu,” kata dr Nadia dalam wawancara dengan detikcom, Jumat (31/10/2025).

    Menurut dr Nadia, rasa manis seperti adiksi, semakin sering merasakan manis, maka semakin membutuhkan yang lebih manis. Sebaliknya, jika tidak terbiasa dengan yang manis maka akan lebih sensitif merasakannya.

    “Kalau kita sudah biasa tidak manis, dikasih yang manis, itu kan kita merasa kayak manis banget,” ungkap dr Nadia.

    Untuk itu, Kementerian Kesehatan memiliki kampanye maksimal asupan 4 sendok makan gula dalam sehari. Sementara, untuk garam 1 sendok dan lemak 5 sendok sehari.

    “Kan sumbernya bukan hanya gula pasir kan, makanan lain itu intinya juga ada yang mengandung gula. Makanya kita mencoba untuk menurunkan dulu deh rasa manisnya,” tambahnya.

    Jika masyarakat bisa mematuhi asupan gula yang dianjurkan, maka risiko terkena penyakit tidak menular juga akan menurun.

    “Kalau kemudian kita bisa mengendalikan konsumsi gula. Itu penyakit jantung, stroke, dan penyakit-penyakit akibat penyakit tidak menular itu bisa turun 50 persen,” tambahnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kenali Tanda-tanda Gejala Diabetes di Pagi Hari”
    [Gambas:Video 20detik]
    (elk/up)