Topik: Proyek Strategis Nasional

  • Pemerintah Targetkan 34 Titik Fasilitas Sampah Jadi Sumber Listrik

    Pemerintah Targetkan 34 Titik Fasilitas Sampah Jadi Sumber Listrik

    Jakarta, Beritasatu.com – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) menegaskan komitmen untuk memperkuat pembangunan infrastruktur sanitasi dan pengelolaan sampah di seluruh Indonesia. Seiring dengan komitmen tersebut, pemerintah menargetkan pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi listrik di 34 titik nasional, sebagai bagian dari strategi besar menuju Indonesia Bersih dan Berdaulat Energi.

    Menteri PU Dody Hanggodo mengatakan, transformasi pengelolaan sampah nasional menjadi isu penting sebagaimana arahan Presiden Prabowo Subianto melalui Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

    Dia menegaskan, pentingnya keberadaan TPST dan TPST 3R bagi kota-kota kecil dan menengah yang belum memiliki kapasitas pengelolaan besar.

    “Kalau kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, atau Bali bisa mengelola lebih dari 1.000 ton sampah per hari dan dikonversi menjadi energi, maka kota menengah tetap bergantung pada TPST dan 3R. Di sinilah proses pemilahan lebih efisien dan dekat dengan masyarakat,” kata Dody, Senin (27/10/2025).

    Sepanjang 2025, Kementerian PU melalui Direktorat Jenderal Cipta Karya berhasil membangun 979 infrastruktur berbasis masyarakat (IBM) sektor sanitasi dan persampahan di 29 provinsi dan 105 kabupaten/kota, yang terdiri atas program sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas) mencakup 841 lokasi dengan proyeksi menyerap 11.774 tenaga kerja melalui skema padat karya.

    Selanjutnya pembangunan sanitasi lembaga pendidikan keagamaan (LPK)  yang menyasar 107 lokasi menyerap 642 tenaga kerja serta program tempat pengolahan sampah 3R (reduce, reuse, recycle) atau TPS 3R. Khusus untuk TPS 3R, tahun ini dibangun 31 lokasi dengan nilai investasi Rp 22 miliar yang menyerap 465 tenaga kerja melalui skema padat karya.

    Selain itu, Kementerian PU juga tengah melanjutkan proyek strategis nasional Jakarta Sewerage Development Project (JSDP) yang menjadi tonggak penting peningkatan kualitas lingkungan perairan dan akses sanitasi di Jakarta.  

    Pembangunan IPAL Zona 1 dan Zona 6 Fase 1 direncanakan selesai pada 2027 dengan kapasitas 240.000 m3 per hari untuk melayani 989.389 jiwa atau 220.000 sambungan rumah (SR), dengan progres fisik hingga 39,42% per September 2025.

    Dari sisi pengelolaan sampah, sejumlah infrastruktur strategis juga telah diselesaikan, antara lain TPST Sentiong berkapasitas 50 ton per hari di Kota Cimahi dengan teknologi refuse derived fuel (RDF), TPST Lebak Saat berkapasitas 10 ton per hari dengan sistem biological solid fuel (BSF), serta TPST Cicukang Holis II di Kota Bandung berkapasitas 46 ton per hari.

    Selain itu, dilakukan optimalisasi TPA Regional Mamitarang di Minahasa Utara untuk meningkatkan kapasitas pengelolaan hingga 350 ton sampah per hari.

    Dengan capaian tersebut, Kementerian PU menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur sanitasi dan persampahan bukan hanya investasi fisik, melainkan juga investasi sosial dan lingkungan jangka panjang. Momentum Hari Habitat Dunia ini menjadi momentum untuk merefleksi bahwa kota berkelanjutan dimulai dari kebersihan, ketertiban, dan kepedulian terhadap sampah serta sanitasi.

    Kementerian PU pada periode 2020-2024 sebelumnya telah membangun 33 TPA, 26 TPST, 833 TPS 3R, 12 IPAL, dan 33 IPLT, serta memperkuat kebijakan pengelolaan sampah nasional.

    Program ini menjadi fondasi menuju target 100% pengelolaan sampah nasional pada 2029, yang ditempuh melalui peningkatan sistem pemilahan dari sumber, penerapan sanitary landfill, dan optimalisasi izin TPA di seluruh wilayah. 
     

  • Pengamat Beberkan Perbedaan Kereta Cepat Arab Vs Whoosh

    Pengamat Beberkan Perbedaan Kereta Cepat Arab Vs Whoosh

    Bisnis.com, JAKARTA — Peneliti Senior Inisiasi Strategis Transportasi (Instran) Deddy Herlambang mengungkapkan bahwa sejatinya proyek kereta cepat milik pemerintah Arab Saudi, berbeda dengan milik Indonesia, yakni Whoosh. 

    Pada dasarnya, kereta cepat milik Arab Saudi yang rencananya memakan biaya sekitar US$7 miliar atau sekitar Rp116,2 triliun (kurs Rp16.600 per dolar AS) tersebut, akan terbentang hingga 1.500 kilometer. Jauh lebih panjang dari Whoosh yang hanya 142,3 km, dengan anggaran yang serupa. 

    Meski demikian, di samping kecepatannya yang hanya 200 km/jam, kereta land bridge di Arab Saudi tersebut masih berupa konsep. Berbeda dengan Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) yang mampu melaju 350 km/jam dalam operasionalnya.

    “KCJB ada 10 terowongan yang masuk di bawah gunung dan banyak jalur rel layang,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Senin (27/10/2025).

    Pembiayaan KCJB tersebut artinya termasuk pengadaan lahan hingga akses jalan. Berbeda dengan di Saudi, yang hanya sejajar tanah di gurun pasir dan bukan di lahan subur.

    Dengan demikian, wajar bila anggaran yang sama pada kedua proyek tersebut menghasilkan panjang rel yang berbeda. 

    Di samping kereta cepat Arab, Deddy juga menilai bahwa pembangunan Whoosh jauh lebih murah ketimbang moda transportasi lainnya di Tanah Air, seperti Mass Rapid Transit atau MRT. 

    Mengambil contoh MRT Fase 1 lintas Utara—Selatan yang sepanjang 16 kilometer, menelan biaya sekitar Rp16 triliun. Artinya, biaya per kilometernya sekitar Rp1 triliun. 

    Membandingkan dengan Whoosh yang memakan anggaran hingga Rp119 triliun, artinya biaya per kilometernya sekitar Rp836,26 miliar. 

    “Pembangunan MRT tanpa pembebasan lahan. Artiya MRT adalah biaya konstruksi saja, sedangkan KCJB biaya konstruksi plus biaya nonkonstruksi,” lanjut Deddy. 

    Sejatinya, nilai investasi untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) era Joko Widodo (Jokowi) tersebut senilai US$6,05 miliar (sekitar Rp99,82 triliun). Akibat pembengkakan biaya senilai US$1,21 miliar, alhasil total mencapai US$7,26 miliar atau sekitar Rp119,79 triliun. 

    Sebelumnya, melansir dari media pemerintah Arab Saudi, Daleel, Jumat (24/10/2025), kereta berkecepatan 200km/jam tersebut nantinya menghubungkan Laut Merah dengan Teluk Arab. 

    Perjalanan antara Riyadh dan Jeddah diperkirakan akan berkurang dari sekitar 12 jam dengan mobil, menjadi kurang dari empat jam dengan kereta api. 

    Perusahaan Kereta Api Saudi akan mengembangkan stasiun barang dan penumpang, menghubungkan Pelabuhan King Abdullah dengan pusat industri seperti Yanbu. Sebagai bagian dari peningkatan, 15 kereta baru yang mampu mencapai kecepatan hingga 200 km/jam telah dipesan. 

  • Ironi HAM di Balik Kertajati “In the Middle of Nowhere”

    Ironi HAM di Balik Kertajati “In the Middle of Nowhere”

    Ironi HAM di Balik Kertajati “In the Middle of Nowhere”
    Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan UNNES, Direktur Eksekutif Amnesty UNNES, dan Penulis
    BANDARA
    Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati dibangun dengan ambisi besar: menjadi simbol kemajuan dan pusat pertumbuhan ekonomi kawasan Rebana Metropolitan.
    Namun di balik landasan pacu sepanjang 3.000 meter dan terminal megah berbiaya Rp 2,6 triliun (
    Kompas.com
    , 26 Oktober 2025), tersimpan kisah kelam tentang penggusuran, ketidakadilan agraria, dan pelanggaran hak asasi manusia yang jarang dibicarakan.
    Di tempat yang kini disebut oleh Agus Harimurti Yudhoyono, Menko Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan sebagai “in the middle of nowhere” — wilayah Majalengka yang disebutnya megah, tetapi sepi — dulu berdiri rumah, sawah, dan kehidupan para petani yang kini tersingkir.
    Sejak studi kelayakan pada 2003 hingga pembangunan dimulai pada 2014, proyek Kertajati menggusur sedikitnya 1.400 kepala keluarga di lima desa: Kertajati, Bantarjati, Sukakerta, Kertasari, dan Sukamulya (Project M, 2024; Independen.id, 5 Agustus 2024).
    Banyak dari mereka kehilangan hak atas tanah akibat status kepemilikan yang tidak jelas, proses kompensasi tak transparan, dan nilai ganti rugi yang jauh dari layak.
    Alih fungsi lahan pertanian ini mengakibatkan hilangnya sumber penghidupan ribuan warga.
    Penelitian Hidayat et al. (2017) menemukan bahwa konversi sawah untuk proyek Kertajati menyebabkan penurunan pendapatan usaha tani padi sebesar Rp 37,9 juta per hektar per tahun, serta hilangnya kesempatan kerja pertanian senilai Rp 12,2 juta per hektar per tahun.
    Dampak sosial-ekonomi ini mengancam hak-hak dasar warga sebagaimana dijamin Pasal 28H ayat (1) UUD NRI 1945, UU No. 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, dan UU No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum, yang menuntut adanya keadilan dan partisipasi warga terdampak.
    Ironi itu semakin kentara karena bandara yang dibangun dengan dalih “pembangunan nasional” justru sepi aktivitas.
    Kompas.com
    (29 Juni 2025) menunjukkan bahwa seluruh penerbangan domestik dihentikan sementara akibat rendahnya okupansi.
    Kini, Kertajati hanya melayani satu rute internasional reguler ke Singapura oleh maskapai Scoot, sementara PT BIJB menanggung kerugian hingga Rp 60 miliar per tahun (
    Kompas.com
    , 24 Oktober 2025).
    Pada saat infrastruktur menganggur, para petani bekas penghuni Sukamulya dan Kertajati masih terjerat utang, kehilangan lahan, dan sebagian bahkan menjadi buruh kasar di tanah yang dulu mereka miliki.
    Kertajati sejatinya merupakan cermin buram pembangunan yang kehilangan arah kemanusiaan.
    Di balik jargon “pemerataan” dan “pertumbuhan ekonomi,” negara abai terhadap hak rakyat atas tanah, lingkungan, dan kehidupan yang layak.
    Maka, istilah “in the middle of nowhere” sebetulnya bukan hanya menggambarkan lokasi bandara yang jauh dari kota, melainkan juga mencerminkan kosongnya nurani dalam kebijakan pembangunan yang tidak berpihak pada mereka yang paling terdampak — rakyat kecil di tanah sendiri.
    Kisah Kertajati menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur kerap dijalankan dengan mengorbankan hak warga yang paling rentan.
    Di Desa Sukamulya, Bantarjati, dan Kertasari — wilayah yang kini menjadi bagian dari kawasan Bandara Kertajati — para petani kehilangan tanah yang menjadi sumber penghidupan turun-temurun.
    Banyak di antara mereka tidak memiliki sertifikat karena sejarah penguasaan tanah di sana bersifat adat dan berbasis penggarapan.
    Ketika proyek Bandara Internasional Jawa Barat ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016, proses pengadaan tanah berjalan cepat, sementara ruang konsultasi publik dan negosiasi nyaris tidak ada.
    Laporan Project M (2024) dan Independen.id (2024) menunjukkan bahwa sebagian besar warga hanya menerima ganti rugi dalam bentuk uang tunai, tanpa opsi relokasi atau tanah pengganti sebagaimana dijamin oleh Pasal 36 Undang-Undang No. 2 Tahun 2012.
    Bahkan, beberapa warga hanya memperoleh separuh nilai kompensasi karena tanah yang telah mereka tempati puluhan tahun tiba-tiba bersertifikat atas nama pihak lain.
    Ketidakjelasan status hukum tanah itu membuat mereka kehilangan hak atas ganti rugi penuh dan terjerat utang ketika berupaya membeli lahan baru.
    Serikat Petani Majalengka (SPM) mencatat banyak petani akhirnya beralih profesi menjadi buruh kasar, kuli bangunan, atau pekerja migran karena kehilangan lahan garapan.
    Sebagian terjerat pinjaman dari bank maupun rentenir akibat biaya hidup yang meningkat dan hasil tani yang merosot.
    Fakta ini memperlihatkan bahwa proyek pembangunan yang mengklaim membawa kesejahteraan justru menciptakan ketimpangan struktural baru.
    Negara, alih-alih menjadi pelindung hak warga, tampil sebagai aktor yang mempercepat proses pemiskinan di pedesaan.
    Kertajati pun menjadi contoh nyata bagaimana pembangunan infrastruktur dapat melahirkan pelanggaran hak atas tanah, hak atas pekerjaan, dan hak atas kehidupan yang layak — tiga hak dasar yang termasuk dalam kategori hak ekonomi, sosial, dan budaya (Ekosob) menurut instrumen Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya (ICESCR) yang telah diaksesi Indonesia melalui UU No. 11 Tahun 2005.
    Dalam HAM, pelanggaran ini bukan sekadar akibat kebijakan teknokratis yang salah arah, tetapi juga bentuk kegagalan negara memenuhi kewajibannya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak warga.
    Narasi resmi negara tentang Kertajati selalu dibungkus dengan optimisme: mendorong konektivitas, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan menjadikan Majalengka bagian dari “kawasan masa depan” Jawa Barat.
    Namun, di balik jargon industrialisasi Rebana dan retorika kemajuan, terselip realitas sosial yang kontras — kemiskinan baru, kehilangan identitas agraris, dan keterasingan warga di tanah sendiri.
    Alih-alih membuka lapangan kerja bagi masyarakat lokal, kawasan industri dan bandara justru menutup akses mereka terhadap sumber penghidupan tradisional.
    Bahkan, ada warga yang istrinya terpaksa menjadi pekerja migran karena lahan sawah tergusur, menggambarkan wajah baru penderitaan di balik proyek strategis nasional.
    Jeratan utang ke bank dan rentenir menjadi keniscayaan ketika tanah — simbol kemandirian petani — berubah menjadi aset komersial bagi segelintir pihak.
    Ironi Kertajati tidak berdiri sendiri. Ia adalah potret dari model pembangunan yang mengukur kemajuan dengan beton dan aspal, bukan kesejahteraan rakyat.
    Negara tampak berkomitmen pada “pertumbuhan”, tetapi lalai terhadap “keadilan sosial”. Padahal, sebagaimana diingatkan oleh Pasal 33 UUD NRI 1945, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, bukan untuk menyingkirkan yang lemah.
    Ketika tanah yang dulu memberi kehidupan kini hanya menjadi landasan pesawat, pertanyaan mendasar harus diajukan: untuk siapa pembangunan itu dijalankan?
    Jika warga lokal hanya menjadi penonton, atau bahkan korban, maka Kertajati bukanlah simbol kemajuan, melainkan monumen ketimpangan — sebuah “kemegahan di atas penderitaan.”
    Pemerintah kerap berdalih bahwa pengorbanan warga adalah “harga pembangunan”. Namun, dalam perspektif hak asasi manusia, logika semacam itu tidak dapat dibenarkan.
    Negara memiliki kewajiban konstitusional dan moral untuk memastikan bahwa setiap kebijakan pembangunan menghormati, melindungi, dan memenuhi hak warga — bukan sebaliknya.
    Pun, Pasal 28I ayat (4) UUD NRI 1945 secara tegas menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
    Artinya, setiap bentuk penggusuran, ketimpangan kompensasi, dan hilangnya mata pencaharian tanpa pemulihan yang adil adalah bentuk pelanggaran terhadap tanggung jawab itu.
    Jika melihat Kertajati, pelanggaran HAM tidak hanya terjadi secara individual, tetapi bersifat struktural dan sistemik.
    Negara gagal menghadirkan mekanisme partisipatif dalam pengambilan keputusan, gagal memberikan ganti rugi yang layak, dan gagal menyediakan alternatif kehidupan berkelanjutan bagi warga tergusur.
    Lebih dari itu, pemerintah justru membiarkan proyek strategis nasional menjadi ladang bagi akumulasi kapital, bukan kesejahteraan sosial.
    Kertajati seharusnya menjadi pengingat bahwa pembangunan yang meminggirkan rakyat kecil bukanlah kemajuan, melainkan kemunduran kemanusiaan.
    “In the middle of nowhere” akhirnya bukan sekadar kiasan geografis — melainkan metafora moral bagi negara yang kehilangan arah dalam menegakkan keadilan.
    Di tanah yang dulu hijau oleh padi dan kehidupan, kini berdiri bandara megah di atas luka — dan di sanalah, nurani pembangunan seolah ikut hilang di tengah-tengah “nowhere.”
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Studi Carbon Capture (CCS) Rampung, Pengembangan Blok Masela Masuki Tahap FEED

    Studi Carbon Capture (CCS) Rampung, Pengembangan Blok Masela Masuki Tahap FEED

    Bisnis.com, JAKARTA — INPEX Masela Ltd. bersama SKK Migas merampungkan studi teknis terkait teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) proyek Lapangan Gas Abadi di Blok Masela.

    Adapun studi teknis terkait teknologi itu juga dilakukan dengan menggandeng Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI ITB). Studi ini menjadi pondasi penting dalam penerapan CCS pada proyek gas alam cair (LNG) pertama di Indonesia yang mengintegrasikan teknologi dekarbonisasi tersebut.

    Deputi Eksploitasi SKK Migas Taufan Marhaendrajana mengatakan penyelesaian studi CCS menjadi salah satu tahap krusial untuk memastikan rancangan teknis proyek selaras dengan aspek lingkungan dan kesiapan geologi wilayah operasi di Maluku.

    “Studi ini menjadi dasar penting dalam merancang teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon yang sesuai dengan kondisi geologi wilayah Maluku,” ujar Taufan melalui keterangan resmi, Minggu (26/10/2025).

    Menurutnya, hasil kajian tersebut membuka jalan bagi INPEX untuk melangkah ke tahap Front End Engineering Design (FEED), yang menjadi tonggak penting menuju pelaksanaan penuh proyek Abadi Masela.

    Sementara itu, Executive Project Director INPEX Masela Ltd., Jarrad Blinco, mengatakan studi CCS menegaskan komitmen perusahaan dalam mendukung target nasional transisi energi bersih tanpa mengurangi pasokan energi untuk kebutuhan domestik.

    “Proyek ini merupakan proyek LNG pertama di Indonesia yang menerapkan teknologi Carbon Capture and Storage. Ini langkah nyata mendukung upaya dekarbonisasi Indonesia sambil tetap menyediakan energi bagi negara,” kata Jarrad.

    Dia juga menyampaikan apresiasi kepada SKK Migas dan ITB atas kolaborasi yang memungkinkan penyelesaian studi tersebut secara tepat waktu. “Kami menegaskan kembali komitmen kami terhadap keberhasilan pelaksanaan fase FEED,” ujarnya.

    Adapun hasil studi CCS disebut memberi manfaat strategis, baik bagi INPEX maupun pemerintah. Ini khususnya dalam memahami keekonomian wilayah operasi dan potensi penyimpanan CO2.

    Studi CCS telah berlangsung sejak 2022 dan mencakup tinjauan komprehensif terkait kesiapan bawah permukaan serta estimasi kapasitas penyimpanan karbon. 

    Rangkaian kajian lanjutan pada 2024–2025 mencakup analisis laboratorium, pemodelan 3D geomekanika, dan simulasi 4D coupled flow-geomechanics untuk memetakan risiko serta perilaku injeksi CO2.

    Asal tahu saja, proyek Abadi Masela, yang ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), ditargetkan mulai berproduksi pada 2030 dengan volume LNG sekitar 9,5 juta ton per tahun atau setara lebih dari 10% kebutuhan impor LNG tahunan Jepang.

    Dengan kemajuan ini, Blok Masela diharapkan tidak hanya memperkuat ketahanan energi nasional, tetapi juga menjadi tonggak penerapan teknologi hijau di industri hulu migas Indonesia.

  • Maung Buatan Pindad Bakal Jadi Mobil Nasional? Istana Jawab Begini

    Maung Buatan Pindad Bakal Jadi Mobil Nasional? Istana Jawab Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi melihat peluang rencana Presiden Prabowo Subianto yang mau memproduksi mobil nasional masuk jajaran proyek prioritas pemerintah. Proyek mobil nasional itu diusulkan oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita untuk daftar Proyek Strategis Nasional (PSN). Supaya penyelenggaraan proyek ini bisa dipercepat.

    “Ya nanti kita lihat, rasa-rasanya masuk PSN,” kata Prasetyo Hadi, di Kompleks Istana Kepresidenan, Rabu dikutip Minggu (26/10/2025).

    Prasetyo menjelaskan pihaknya akan melakukan rapat dengan kementerian terkait untuk membahas rencana ini.

    “Kebetulan kami ada jadwal rapat untuk membahas salah satunya hal tersebut, nanti kami update kalau sudah selesai,” katanya.

    Namun saat ditanya apakah proyek mobil nasional ini akan dijalankan Danantara, Prasetyo masih belum bisa memastikan.

    “Mohon doannya saja. Kita tetapkan dulu, cita-cita dan target bahwa kita harus bisa dan mampu memproduksi mobil buatan anak bangsa sendiri,” kata Prasetyo.

    Foto: Kendaraan lapis baja listrik Pandu Maung MV3 buatan Pindad saat pameran Indo Defence 2024 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (11/6/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
    Kendaraan lapis baja listrik Pandu Maung MV3 buatan Pindad saat pameran Indo Defence 2024 Expo and Forum di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Rabu (11/6/2025). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

    Lantas, apakah Maung yang diproduksi PT Pindad (Persero) masuk program mobil nasional ini?

    “Maung itu masuk proyek itu? Terima kasih,” sebutnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan adanya keinginan mobil buatan Indonesia dalam kurun waktu tiga tahun mendatang. Hal ini diungkapkan saat Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Jakarta, Senin (20/10/2025).

    “Belum menjadi prestasi tapi sudah mulai kita rintis, kita akan punya mobil buatan Indonesia dalam tiga tahun yang akan datang,” katanya.

    Menurut Prabowo, pemerintah sudah mengalokasikan dana untuk memuluskan program tersebut. Lahan pabrik pun sudah disiapkan.

    “Sekarang tim sedang bekerja,” ujar Prabowo

    (emy/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • BPK Dorong Percepatan Pembangunan Jalur Lintas Selatan Banyuwangi

    BPK Dorong Percepatan Pembangunan Jalur Lintas Selatan Banyuwangi

    Banyuwangi (beritajatim.com) – Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK) mendorong percepatan pembangunan Jalur Lintas Selatan (JLS) atau Jalur Pantai Selatan (Pansela) di Banyuwangi. Upaya ini dilakukan dengan mempertemukan sejumlah pihak terkait agar proyek strategis nasional tersebut dapat segera dilanjutkan setelah lama terhenti.

    Rapat koordinasi percepatan pembangunan JLS berlangsung di Pendopo Sabha Swagata Blambangan Banyuwangi, dipimpin oleh Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara VII Slamet Edy Purnomo, Pimpinan Pemeriksaan Keuangan Negara III Akhansul Khaq, dan Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani. Hadir pula Plt. Dirut Perhutani Natalas Anis Harjanto, Dirjen Pengadaan Tanah dan Pengembangan Pertanahan Kementerian ATR/BPN Embun Sari, Direktur Pengembangan Usaha PT Jasa Marga M. Agus Setiawan, dan Kepala Divisi SPI PTPN III Herry Nurudin.

    “Pertemuan ini terkait dengan akselerasi percepatan penyelesaian jalur Pansela mengingat sudah cukup lama proyek ini terhenti,” ujar Anggota VII BPK, Slamet Edy Purnomo.

    Ia menegaskan, BPK berperan aktif dalam mendukung realisasi program strategis nasional (PSN) tersebut. “Pansela ini termasuk Program Strategis Nasional (PSN). Karenanya kami dari BPK turut memfasilitasi pertemuan ini agar PSN segera terwujud dan agenda pembangunan nasional bisa kita jalankan dengan baik,” terangnya.

    Edy menyebut, JLS memiliki manfaat ekonomi besar karena akan memperlancar distribusi barang dan jasa di wilayah selatan Jawa. “Banyuwangi juga memiliki potensi ekonomi yang sangat banyak seperti kelautan, pertanian, dan pariwisata yang perlu terus didorong dengan infrastruktur yang baik, salah satunya melalui JLS Pansela,” katanya.

    Jalur Lintas Selatan di Banyuwangi memiliki total panjang 100 kilometer, membentang dari perbatasan Jember hingga Jalan Nasional Pelabuhan Ketapang. Saat ini, sisa jalan yang belum dibangun sepanjang 14,1 kilometer, terdiri atas 6,27 kilometer melintasi kawasan hutan KPH Banyuwangi Selatan dan 7,83 kilometer melewati area perkebunan Selogiri serta Malangsari milik PTPN I Regional 5.

    Menurut Edy, kendala utama pembangunan JLS terletak pada proses pelepasan aset dan lahan milik berbagai instansi. “Karena proyek ini sudah ditetapkan sebagai PSN, seharusnya tidak ada lagi ego sektoral. Kita harus melepas ego sektoral dan berfokus pada kepentingan nasional,” tegasnya.

    Dalam rapat tersebut, seluruh pihak sepakat untuk mempercepat realisasi pembangunan. “Alhamdulillah, dalam pertemuan hari ini yang dihadiri berbagai pihak sudah ditemukan solusi bersama. Mudah-mudahan akselerasi pembangunan Pansela bisa segera dilakukan,” ujar Edy.

    Pemerintah pusat telah menyiapkan anggaran senilai Rp47,1 miliar untuk pembangunan ruas JLS Banyuwangi–Jember. Pelaksanaannya akan mengacu pada jadwal Kementerian PUPR, yang akan membentuk tim percepatan dan berkoordinasi dengan Perhutani, Pemda, serta PTPN.

    Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menyambut baik langkah BPK dalam mendorong percepatan proyek tersebut. “Terima kasih atas dukungan untuk pembangunan JLS. Semoga bisa segera terealisasi karena itu akan berdampak positif bagi masyarakat,” ujarnya. [alr/beq[

  • Bahlil sebut lelang EPC proyek gas Blok Masela ditargetkan pada 2026

    Bahlil sebut lelang EPC proyek gas Blok Masela ditargetkan pada 2026

    …Kalau (EPC) ini sudah selesai, maka insyaAllah lifting kita akan bisa kita kejar sesuai dengan target apa yang menjadi harapan Bapak Presiden

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa proyek gas (LNG) Abadi, Blok Masela di Tanimbar, Maluku, akan memasuki tahap selanjutnya yakni lelang pengadaan, rekayasa teknis dan konstruksi (EPC) yang ditargetkan pada 2026.

    Inpex Masela, sebagai operator, yang mewakili mitra perusahaan patungannya, yaitu Pertamina Hulu Energi Masela dan Petronas Masela, sebelumnya telah mengumumkan pengerjaan tahap front-end engineering and design (FEED) atau desain rekayasa teknis pada Agustus 2025.

    “Untuk urusan Impex ini sudah 26 tahun. Ini salah satu blok ‘giant’ yang ada di Maluku. Insyaallah tahun ini sudah mulai tender FEED-nya sekarang sudah mulai jalan. Sekarang kita akan tender EPC-nya kemungkinan besar di 2026,” kata Bahlil saat menyampaikan keterangan pers di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat.

    Setelah lelang EPC diumumkan, lifting dari proyek gas raksasa diharapkan bisa berjalan sesuai yang ditargetkan Presiden Prabowo Subianto.

    “Kalau (EPC) ini sudah selesai, maka insyaAllah lifting kita akan bisa kita kejar sesuai dengan target apa yang menjadi harapan Bapak Presiden,” kata Bahlil.

    Adapun volume produksi tahunan dari proyek Abadi diperkirakan mencapai 10,5 juta ton setara LNG, yang mencakup 9,5 juta ton LNG per tahun atau lebih dari 10 persen impor LNG tahunan Jepang, serta pasokan gas pipa lokal.

    Proyek ini juga diperkirakan bisa memproduksi sekitar 35 ribu barel kondensat per hari.

    Inpex berharap proyek ini dapat memberikan kontribusi signifikan, khususnya terhadap pembangunan ekonomi di wilayah Indonesia bagian timur, serta mendukung pencapaian target nasional Indonesia untuk mencapai net zero emisi CO2 pada 2060.

    Adapun jangka waktu production sharing contract (PSC) proyek tersebut ditetapkan hingga 15 November 2055, dengan wilayah kontrak seluas 2.503 km2 dan kedalaman laut dalam rentang 400-800 meter.

    Blok ini berlokasi sekitar 170-180 km di sebelah barat daya Kabupaten Kepulauan Tanimbar.

    Proyek Abadi ditetapkan oleh pemerintah sebagai proyek strategis nasional (PSN) pada Juni 2017 dan sebagai proyek infrastruktur prioritas pada September 2017.

    Inpex berharap proyek tersebut dapat berkontribusi dalam memperkuat ketahanan energi di Indonesia, Jepang, dan negara Asia lainnya, serta menyediakan pasokan energi bersih yang stabil dalam jangka panjang.

    Hal ini didukung oleh karakteristik lapangan gas yang unggul dan cadangan yang melimpah, sehingga memungkinkan pengembangan secara efisien, serta adanya komponen CCS (carbon capture and storage) dari proyek ini.

    Pewarta: Mentari Dwi Gayati
    Editor: Bernadus Tokan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Great Institute: Prabowo Bangun Ekonomi ala Deng Xiaoping, Negara Lebih Dominan

    Great Institute: Prabowo Bangun Ekonomi ala Deng Xiaoping, Negara Lebih Dominan

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua Dewan Direktur Great Institute Syahganda Nainggolan menilai arah kebijakan ekonomi Presiden Prabowo Subianto menunjukkan kemiripan dengan pemikiran pemimpin reformasi ekonomi China, Deng Xiaoping. 

    Menurut Syahganda, Prabowo mengusung gaya sosialis yang pragmatis, berbeda dengan pendekatan ekonomi neoliberal seperti yang dianut oleh mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

    “Prabowo ini kepalanya seperti Deng Xiaoping. Dia pengen jadi sosialis yang pragmatis,” kata Syahganda dalam acara Peluncuran Bisnis Indonesia Economic & Financial Report (BIEFR) 2025, dikutip Jumat (24/10/2025). 

    Prabowo memang disebut mengidolakan Deng Xiaoping. Sosok penting dalam tranformasi ekonomi China itu merupakan penerus Mao Zedong yang dikenal sebagai pemimpin progresif yang memulihkan ekonomi China setelah kehancuran akibat Revolusi Budaya. 

    Meski berakar pada komunisme, Deng menekankan pragmatisme ekonomi dan membuka jalan bagi reformasi besar-besaran. Salah satu hasil kebijakannya adalah pembangunan Shenzhen, kota di selatan China yang menjadi simbol transformasi ekonomi negara itu. 

    Peneliti China, Kerry Brown, dalam artikelnya ‘Deng Xiaoping Southern Tour’, mencatat bahwa perjalanan Deng ke wilayah selatan pada 1980-an saat ekonomi lesu menginspirasi reformasi total yang melahirkan pertumbuhan pesat dan liberalisasi ekonomi.

    Melalui kebijakan Zona Ekonomi Khusus (ZEK) yang serupa dengan kawasan ekonomi khusus di Indonesia, Deng membuka China terhadap investasi asing, terutama di Shenzhen yang dekat dengan Hong Kong. Kota itu berkembang dari desa nelayan menjadi pusat industri dan teknologi global, markas bagi raksasa seperti Tencent.

    Kini, menurut Hurun Global Rich List 2023, Shenzhen menempati peringkat keempat kota dengan miliarder terbanyak di dunia, berada di bawah Beijing, New York, dan Shanghai.

    Dalam hal ini, Syahganda pun menyinggung kecocokan pandangan ekonomi Prabowo dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Setahun lalu, Syahganda sempat berdiskusi dengan bendahara negara baru itu. 

    Politikus itu menilai Purbaya lebih sejalan dengan Prabowo, ketimbang menkeu sebelumnya yaitu Sri Mulyani yang memegang mazhab ekonomi neoliberal. 

    “Kalau menteri itu harus sepenuh hati melayani presidennya. Nah, kalau Bu Sri Mulyani enggak bisa karena mazhabnya beda. Bukan soal jahat atau enggak, ini mazhabnya beda. Bu Sri Mulyani mazhabnya yang disebut orang neolib dan itu enggak ada yang salah karena itu pilihan saja,” tuturnya. 

    Syahganda menambahkan, pandangan ekonomi Prabowo banyak dipengaruhi oleh latar belakang keluarganya yang dekat dengan dunia ekonomi dan koperasi. 

    Dia menyebut, investor global Ray Dalio, bahkan pernah menilai Prabowo mirip dengan Deng Xiaoping dalam hal pandangan ekonomi.

    “Kita lihat memang waktu Ray Dalio datang ke Indonesia, Pak Prabowo lo mirip Deng Xiaoping, dia ngomong itu. Faktanya, presiden kita itu mau ngambil jalan itu,” ujarnya.

    Kebijakan ekonomi Prabowo juga disebut menunjukkan pergeseran paradigma dari model yang memberi dominasi besar pada swasta ke arah ekonomi yang lebih digerakkan oleh negara (state-driven). Dia menilai pendekatan ini memperkuat peran negara dalam mengatur arah pembangunan nasional.

    “Shifting paradigm dari yang dulu lebih menekankan negara dan swasta, di mana negaranya disetir oleh swasta, ke arah yang lebih heavy state-driven economy. Prabowo ini betul-betul ingin negara hadir kuat,” terangnya.

    Di samping itu, Syahganda juga menyoroti sikap Prabowo terhadap proyek strategis nasional (PSN) dan sumber daya alam, seperti timah dan tanah jarang (rare-earth). Syahganda menilai Prabowo berupaya memastikan aset negara tidak lagi dikuasai oleh kepentingan oligarki.

    “Prabowo kan larinya ke situ, karena melanggar UU Pasal 33, ini gue ambil balik. Dia buat badan khusus untuk tanah jarang yang mengendalikan semua karena dia tahu ini bagian dari pembangunan masa depan,” jelasnya.

    Lebih lanjut, Syahganda menyebut, gaya kepemimpinan ekonomi Prabowo juga selaras dengan teori negara kesejahteraan (welfare state) seperti yang diterapkan di beberapa negara Amerika Latin. Dia menilai orientasi kebijakan Prabowo fokus pada pemerataan kemakmuran dan kesejahteraan bersama (common prosperity).

    “Presiden kita ini yakin bahwa yang perlu ditekankan adalah sisi ekonomi, kemakmuran, dan kesejahteraan bersama. Di situ memang agak berkurang demokrasi kita karena mereka yakin seperti China dan Vietnam, pertumbuhan bisa tinggi di bawah kepemimpinan kuat,” tambahnya.

    Selama 1 tahun pertama pemerintahan Prabowo, secara keseluruhan Syahganda melihat arah perubahan paradigma yang jelas meski masih dalam tahap awal. Untuk itu, dia mengapresiasi keyakinan Prabowo untuk menekankan pembangunan ekonomi rakyat.

    “Setahun pertama Prabowo sebenarnya baru shifting paradigm, tapi saya apresiasi karena dia punya keyakinan. Misalkan, dia mau sejahterakan rakyat, dari situ dia mau buat kebijakan yang mendorong pertumbuhan ekonomi,” pungkasnya.

  • Mobil Nasional Diusulkan Masuk PSN, Mereknya Sudah Ada

    Mobil Nasional Diusulkan Masuk PSN, Mereknya Sudah Ada

    Jakarta

    Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan dalam waktu dekat ini Indonesia akan memiliki mobil buatan sendiri. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan industrinya sudah siap.

    Menperin menyebut, industri dalam negeri sudah siap menjalankan proyek mobil nasional. Menurutnya, proyek mobil nasional ini menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN).

    “Industri sudah siap, saya juga sudah berbicara dengan perusahaan. Mereknya sudah ada, dan perusahaannya juga saya sudah ketemu,” kata Agus dalam keterangan tertulis, dikutip Antara.

    Agus sudah mengusulkan program mobil nasional menjadi PSN. Kemenperin sudah mengirimkan surat kepada Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk dipertimbangkan.

    “Minggu lalu, saya sudah tanda tangan surat yang ditujukan kepada Menteri Bappenas,” kata Menperin.

    Jika resmi menjadi PSN, proyek mobil nasional ini akan dikerjakan lebih cepat.

    Lebih lanjut, Agus menyampaikan dengan ditetapkannya program ini sebagai PSN akan mempercepat implementasi pembuatan mobil nasional di Tanah Air.

    “Dan dengan penetapan status PSN, itu seharusnya semua hal yang berkaitan dengan persiapan, implementasi, sampai nanti commissioning itu bisa lebih cepat, sesuai dengan harapan dari Bapak Presiden,” katanya.

    Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan Indonesia akan memiliki mobil nasional sendiri dalam waktu dekat ini. Presiden telah menyiapkan alokasi dana dan pabriknya.

    “Belum merupakan prestasi tapi sudah kita mulai rintis, kita akan punya mobil buatan Indonesia dalam 3 tahun yang akan datang. Saya sudah alokasi dana, sudah kita siapkan lahan untuk pabrik-pabriknya. Sedang bekerja sekarang,” kata Prabowo dalam Sidang Kabinet Paripurna dikutip kanal Youtube Sekretariat Presiden.

    (rgr/din)

  • Purbaya Soal Utang Kereta Cepat: Biar Danantara Selesaikan B2B, Top!

    Purbaya Soal Utang Kereta Cepat: Biar Danantara Selesaikan B2B, Top!

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mendorong Danantara menyelesaikan utang proyek Kereta Cepat Jakarta –Bandung (KCJB) dengan China tanpa mengikutsertakan APBN alias dengan business-to-business (B2B). 

    Untuk diketahui, saat ini Danantara tengah mengkaji berbagai opsi dan skema restrukturisasi utang proyek strategis nasional senilai US$7 miliar lebih itu. Keikutsertaan APBN dalam pembayaran utang turut menjadi opsi dengan menyerahkan pengelolaan prasarana Kereta Cepat ke pemerintah dengan skema Badan Layanan Umum (BLU). 

    Superholding BUMN yang membawahi pemegang saham PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) itu bahkan berencana untuk terbang ke China guna bernegosiasi terkait dengan tenor maupun bunga pinjaman dari China Development Bank (CDB). 

    “Sebisa mungkin saya enggak ikut. Biar saja mereka selesaikan business-to-business. Top!,” ujarnya sambil mengacungkan dua jempol kepada wartawan saat ditemui di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Kamis (23/10/2025). 

    Purbaya pun merespons positif atas klaim bahwa China dan Indonesia sudah menyepakati restrukturisasi utang Kereta Cepat menjadi 60 tahun. 

    Pria yang pernah menjadi Deputi Kemenko Kemaritiman dan Investasi itu pun menyebut dia tak akan terlibat aktif dalam proses negosiasi terkait dengan  restrukturisasi utang Kereta Cepat, alias Whoosh, antara Indonesia dan China. 

    “Bagus. Saya enggak ikut kan? Top. Enggaklah, saya paling menyaksikan. Kalau mereka sudah putus kan sudah bagus. Top,” ujarnya sambil tertawa. 

    Sebelumnya, Chief Operating Officer (COO) Danantara Dony Oskaria menyebut akan berangkat ke China untuk menyelesaikan negosiasi terkait dengan restrukturisasi utang proyek Kereta CepatJakarta-Bandung (KCJB). 

    Kendati tidak memerinci kapan pertemuan dengan pihak China akan dilakukan, Dony menyebut tim negosiator akan mencakup pemerintah dan Danantara. Saat kunjungan tersebut, Indonesia akan menyajikan data-data sekaligus opsi restrukturisasi utang terbaik untuk kesehatan keuangan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC). 

    Untuk diketahui, KCIC adalah perusahaan patungan antara China dan BUMN Indonesia yang diwakili oleh PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan kepemilikan saham 60%. Mayoritas saham PSBI dimiliki oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI. 

    “Ini menjadi poin negosiasi kami, berkaitan sama jangka waktu pinjaman, suku bunga, kemudian juga ada beberapa mata uang yang juga akan kami diskusikan dengan mereka,” terangnya kepada wartawan usai rapat di kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Kamis (23/10/2025). 

    Dony, yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Pengaturan (BP) BUMN, memastikan bahwa proses negosiasi atas restrukturisasi utang proyek senilai US$7 miliar lebih itu selesai tahun ini. 

    Dia pun optimistis penyelesaian negosiasi restrukturisasi utang Kereta Cepat Jakarta-Bandung, atau Whoosh, tidak sulit dilakukan. Sebab, dia menilai kinerja keuangan dari operasional kereta peluru itu positif apabila dilihat dari segi EBITDA.