Topik: Proyek Strategis Nasional

  • KPK Harus Panggil Jokowi Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh

    KPK Harus Panggil Jokowi Terkait Dugaan Korupsi Proyek Whoosh

    GELORA.CO – Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Agus Sarwono, menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu memanggil Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).

    Agus menjelaskan, sejak awal proyek kereta cepat ini dinilai bermasalah dari sisi perencanaan dan tata kelola antikorupsi.

    Menurutnya, proses pembangunan minim transparansi dan sulit diakses publik.

    “Setidaknya ada dua hal. Pertama, proyek kereta cepat ini sejak awal sudah gagal dalam konteks perencanaan. Kedua, ada masalah serius dalam tata kelola antikorupsinya, karena minim sekali informasi yang bisa diakses publik, mulai dari studi kelayakan, kontrak, mekanisme tender, hingga pengadaan,” ujar Agus Sarwono, saat hadir dalam acara Overview Tribunnews, Rabu (29/10/2025).

    Ia menambahkan, peluang masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap proyek strategis nasional tersebut sangat terbatas.

    Bahkan, lembaga legislatif yang seharusnya memiliki fungsi kontrol dinilai tidak menjalankan perannya secara optimal.

    “Sayangnya, teman-teman di DPR juga minim sekali melakukan pengawasan. Dalam proses pembangunan dari awal sampai akhir, DPR punya peran penting, tetapi nyatanya yang bersuara hanya sedikit. Saat itu, hanya PKS yang mempertanyakan perencanaan proyek ini,” lanjut Agus.

    Terkait dengan dugaan keterlibatan Jokowi dalam kasus korupsi proyek Whoosh, Agus menilai penting bagi aparat penegak hukum untuk mendalami apakah ada potensi kerugian negara atau tidak.

    “Ini ranah penegak hukum. Dari masyarakat sipil, kami mendorong aparat untuk menyelidiki jika memang terjadi korupsi atau mark up. Siapapun yang diduga terlibat harus diperiksa, termasuk jika perlu KPK memanggil Jokowi. Jika beliau datang, itu justru akan lebih baik,” tegasnya.

    Agus menilai, langkah penegakan hukum yang tegas dan transparan akan menjadi momentum penting bagi publik untuk kembali mempercayai lembaga antirasuah.

    Ia juga menekankan bahwa proyek sebesar kereta cepat seharusnya dikelola secara akuntabel, mengingat dana dan dampaknya yang besar bagi masyarakat.

    Diketahui Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) sendiri telah beroperasi sejak 2023 dengan nilai investasi sekitar Rp113 triliun.

    Namun, sejak awal pembangunannya, proyek ini kerap menuai kritik karena dianggap sarat masalah, mulai dari pembengkakan biaya hingga minimnya keterbukaan informasi publik.

    Dugaan Korupsi Proyek Masih Didalami KPK

    KPK terus menyelidiki dugaan korupsi dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).

    Fokus utama lembaga antirasuah itu adalah menelusuri secara mendalam apakah terdapat unsur pidana dalam pelaksanaan proyek strategis nasional tersebut.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyampaikan bahwa perkara ini masih berada pada tahap penyelidikan, di mana tim berupaya mengurai secara menyeluruh konstruksi peristiwa untuk menemukan adanya dugaan tindak pidana.

    “Tim masih terus bekerja melakukan penyelidikan, menelusuri peristiwa dugaan tindak pidananya terlebih dahulu,” ujar Budi, Kamis.

    Ia menjelaskan bahwa tahap penyelidikan berbeda dengan penyidikan. Penyelidikan bertujuan menemukan indikasi peristiwa pidana, sedangkan penyidikan dilakukan setelah ditemukan cukup bukti untuk menetapkan tersangka.

    “Kalau nanti sudah ada kecukupan alat bukti, barulah naik ke tahap penyidikan,” katanya.

    Terkait alat bukti maupun substansi penyelidikan, Budi enggan menjelaskan lebih jauh. Ia hanya menegaskan bahwa tim akan memanggil pihak-pihak yang dianggap mengetahui konstruksi perkara untuk memberikan keterangan.

    “Setiap informasi dan data dari berbagai pihak tentu penting bagi proses penyelidikan,” ucapnya.

    Meski proses hukum tengah berjalan, KPK mengingatkan agar masyarakat tetap menggunakan layanan kereta cepat Whoosh karena penyelidikan tidak mengganggu operasional publik.

    Selain itu, KPK juga membuka ruang bagi masyarakat yang memiliki informasi atau bukti tambahan untuk membantu proses penyelidikan.

    Adapun penyelidikan proyek Whoosh telah berlangsung sejak awal 2025.

    Kasus ini semakin mendapat perhatian publik setelah mantan Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap adanya dugaan mark up biaya pembangunan.

    Ia menyoroti perbedaan mencolok antara biaya konstruksi per kilometer di Indonesia, yang mencapai 52 juta dolar AS, dibandingkan dengan China yang hanya sekitar 17–18 juta dolar AS.

  • Bupati Banyumas optimistis Tol Pejagan-Cilacap dongkrak ekonomi 

    Bupati Banyumas optimistis Tol Pejagan-Cilacap dongkrak ekonomi 

    Purwokerto (ANTARA) – Bupati Banyumas Sadewo Tri Lastiono mengaku optimistis proyek Jalan Tol Pejagan-Cilacap akan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi wilayah selatan Jawa Tengah sekaligus membuka peluang kerja luas bagi masyarakat di Kabupaten Banyumas dan sekitarnya.

    “Tol Pejagan-Cilacap akan menjadi penggerak ekonomi baru. Selain memperlancar arus logistik, proyek ini juga berpotensi menyerap banyak tenaga kerja baik saat pembangunan maupun pascaoperasional,” katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Kamis.

    Ia mengatakan rencana pembangunan jalan tol tersebut saat sekarang telah kembali ke dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), setelah sempat dihilangkan semasa pandemi COVID-19.

    Bahkan berdasarkan informasi dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU), katanya, rencana pembangunan jalan tol sepanjang 95 kilometer tersebut telah menjadi salah satu yang diprioritaskan oleh pemerintah.

    Menurut dia, hal itu terbukti dengan adanya studi kelayakan yang dilakukan oleh Kementerian PU.

    Oleh karena itu, lanjutnya, Pemerintah Kabupaten Banyumas tengah menyiapkan sejumlah langkah strategis agar manfaat pembangunan tol tersebut dapat dirasakan secara maksimal oleh masyarakat, salah satunya dengan mengintegrasikan proyek tol dengan rencana pengembangan kawasan industri di Kecamatan Wangon.

    “Kami ingin memastikan tol ini tidak hanya menjadi jalur transportasi, juga menjadi pemicu tumbuhnya aktivitas ekonomi baru di sepanjang koridor Banyumas-Cilacap. Kawasan industri Wangon akan menjadi salah satu pusat pertumbuhan yang kami dorong,” katanya.

    Terkait dengan hal itu, ia mengatakan Pemkab Banyumas akan menawarkan kepada investor yang memenangkan tender proyek Tol Pejagan-Cilacap untuk berinvestasi di kawasan industri yang lokasi bersisian dengan jalan tol tersebut.

    Dengan terhubungnya Banyumas ke jaringan tol nasional, lanjutnya, iklim investasi di wilayah selatan Jawa Tengah diyakini semakin menarik.

    Menurut dia, akses transportasi yang lebih cepat akan menurunkan biaya logistik serta meningkatkan daya saing produk lokal, khususnya dari sektor industri kecil menengah (IKM) dan pertanian.

    Di sisi lain, lanjutnya, keberadaan kawasan industri diyakini akan banyak menyerap tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran di Banyumas.

    Ia mengatakan pemerintah daerah siap bersinergi dengan pemerintah pusat dan sektor swasta agar proyek tersebut berjalan lancar dan memberikan manfaat ekonomi yang berkelanjutan.

    “Dengan dukungan infrastruktur yang kuat, Banyumas akan tumbuh menjadi pusat ekonomi baru di selatan Jawa Tengah,” kata Sadewo.

    Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian PU Rachman Arief Dienaputra sebelumnya mengatakan saat ini proyek jalan tol tersebut masih dalam tahap pra-studi kelayakan (pre-FS) yang dibantu pemerintah Australia dan diharapkan selesai pada Desember 2025 atau lebih cepat dari rencana semula Januari 2026.

    “Ini merupakan proyek solicited (diprakarsai pemerintah) yang direncanakan dilelang pada Kuartal IV 2026, setelah perizinan lengkap,” katanya di Purwokerto, Kamis (23/10).

    Menurut dia, jalan tol yang direncanakan sepanjang 95 kilometer tersebut akan terdiri atas lima seksi, yakni Bulakamba-Karanganyar dan Karanganyar-Bumiayu (Kabupaten Brebes), Bumiayu-Ajibarang dan Ajibarang-Wangon (Kabupaten Banyumas), serta Wangon-Lebeng (Kabupaten Cilacap).

    Ia mengatakan panjang jalan tol yang melewati wilayah Kabupaten Banyumas sekitar 40 kilometer melalui dua simpang susun (interchange) di Ajibarang dan Wangon.

    “Kami upayakan, kita lihat nanti mana yang lebih prioritas untuk dibangun duluan dari lima seksi tersebut. Secara kondisi trafik, ruas Ajibarang-Wangon ini cukup padat,” kata Rachman.

    Pewarta: Sumarwoto
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Tegaskan Tidak Terdampak Kebijakan PSN Tropical Coastland, Dirut PIK2: Fundamental dan Prospek Tetap Kuat

    Tegaskan Tidak Terdampak Kebijakan PSN Tropical Coastland, Dirut PIK2: Fundamental dan Prospek Tetap Kuat

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengembang kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK2) menegaskan seluruh kegiatan pengembangannya tidak terpengaruh oleh pencabutan status Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland.

    PIK2 menyatakan, kedua wilayah itu berbeda secara lokasi dan kepemilikan, sehingga keputusan pemerintah terkait PSN Tropical Coastland tidak berdampak pada proyek-proyek yang sedang dijalankan .

    Dalam siaran persnya, manajemen PIK2 menyebut, proyek PSN Tropical Coastland merupakan program yang ditetapkan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan berada di bawah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Adapun kawasan yang dikembangkan oleh PIK2 berdiri di atas lahan dengan status hukum yang jelas serta telah melalui proses perizinan sesuai ketentuan yang berlaku.

    Keputusan Mahkamah Agung pada Mei 2025 yang membatalkan ketentuan terkait PSN Tropical Coastland disebut sebagai bentuk koreksi terhadap kebijakan sebelumnya. Pemerintah kemudian mengeluarkan Permenko No. 16 Tahun 2025 yang secara resmi menghapus proyek tersebut dari daftar PSN .

    Direktur Utama PIK2 Nono Sampono menilai kepercayaan publik terhadap kawasan PIK2 justru semakin kuat.

    “Di tengah dinamika pemberitaan, kami justru melihat antusiasme positif dari pasar, baik di segmen hunian maupun komersial. Hal ini menunjukkan bahwa fundamental dan potensi kawasan PIK2 tetap kuat,” ujar Nono Sampono .

    PIK2 memastikan kegiatan pembangunan dan pemasaran tetap berjalan sesuai jadwal. Ke depan, perusahaan berkomitmen memperkuat peran sebagai pengembang kawasan terpadu dan berkelanjutan yang memberi manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi masyarakat sekitar. (Pram/fajar)

  • Bappeda Sumsel: Tol Prabumulih-Muara Enim kembali masuk daftar PSN

    Bappeda Sumsel: Tol Prabumulih-Muara Enim kembali masuk daftar PSN

    Palembang (ANTARA) – Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Selatan menyebutkan proyek pembangunan Jalan Tol Prabumulih-Muara Enim di Sumatera Selatan kembali dilanjutkan setelah resmi masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).

    Kepala Bappeda Sumsel Regina Ariyanti di Palembang, Rabu, mengatakan berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Daftar PSN, terdapat sebanyak 15 PSN di wilayah Sumsel yang tercantum dalam aturan terbaru tersebut.

    “Berdasarkan Permenko terbaru yang keluar 24 September 2025, kita ada 15 PSN di Sumsel. Untuk jalan tol, kita dapat ruas Prabumulih–Muara Enim yang akan dilanjutkan pembangunannya,” katanya.

    Ia menjelaskan keberlanjutan proyek itu penting, karena memperlancar konektivitas antarwilayah di Sumatera Selatan. Namun untuk ruas Tol Muara Enim–Lubuklinggau–Bengkulu, pelaksanaannya masih ditangguhkan.

    “Tapi untuk jalan tol dari Muara Enim sampai Lubuklinggau ke Bengkulu itu masih pending (ditunda). Jadi, sementara Prabumulih–Muara Enim dilanjutkan dulu,” jelasnya.

    Selain itu, ruas Tol Palembang–Jambi juga termasuk dalam daftar PSN dan tengah dikebut penyelesaiannya. Namun keberadaan jaringan jalan tol di Sumsel sejauh ini belum memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar, salah satunya karena jumlah exit tol yang masih terbatas.

    “Tantangannya, kita belum melihat adanya pusat pertumbuhan baru di sekitar jalan tol. Berbeda dengan Lampung, yang memiliki banyak exit tol dan mendorong tumbuhnya kawasan industri,” ujarnya.

    Oleh sebab itu, pemerintah daerah diminta untuk aktif merencanakan pembukaan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di sekitar jalan tol agar manfaat pembangunan infrastruktur dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat, kata Regina.

    Pewarta: Ahmad Rafli Baiduri
    Editor: Zaenal Abidin
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Peta Sebaran Proyek Pembangunan 3 Juta Rumah di Provinsi Indonesia

    Peta Sebaran Proyek Pembangunan 3 Juta Rumah di Provinsi Indonesia

    Jakarta, Beritasatu.com – Program 3 Juta Rumah yang digagas Presiden Prabowo dalam Kabinet Merah Putih kini menjadi salah satu proyek strategis nasional paling ambisius pada sektor perumahan rakyat.

    Setelah pelantikan kabinet tersebut, inisiatif ini mulai menunjukkan hasil konkret di berbagai daerah, menjadi tonggak baru pemerataan pembangunan hunian di seluruh Indonesia.

    Pemerintah menargetkan agar proyek besar ini tidak hanya menekan backlog perumahan nasional, tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dengan melibatkan kontraktor, tenaga kerja, dan industri bahan bangunan dalam negeri.

    Sebaran proyek mencakup hampir seluruh provinsi, dari kawasan padat penduduk di Pulau Jawa hingga wilayah terpencil di Indonesia Timur.

    Dalam arahannya, Presiden Prabowo menegaskan pentingnya pemerataan pembangunan agar setiap warga negara dapat memiliki akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau.

    Lebih dari sepuluh bulan sejak dimulai, Program 3 Juta Rumah menjadi indikator nyata keberhasilan pemerintahan baru dalam memperkuat kesejahteraan masyarakat melalui sektor perumahan.

    Selain membangun rumah baru, pemerintah juga memastikan proyek ini memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan infrastruktur pendukung seperti akses jalan, air bersih, dan listrik.

    Dengan pendekatan pembangunan terintegrasi, Kabinet Merah Putih berupaya menghadirkan bukan hanya tempat tinggal, tetapi juga ekosistem hunian yang produktif dan berdaya saing.

    Penanganan backlog perumahan memerlukan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, pengembang, sektor perbankan, serta masyarakat. Pendekatan kolaboratif ini diharapkan mempercepat pemerataan akses terhadap hunian layak di seluruh Indonesia.

    Strategi Program 3 Juta Rumah mencakup tiga pilar utama:

    Perbaikan 2 juta rumah tidak layak huni di wilayah pedesaan.Pembangunan 1 juta unit rumah baru di kawasan perkotaan melalui kemitraan strategis dengan sektor swasta.Pengembangan hunian adaptif di daerah pesisir dan wilayah rawan bencana.

    Menurut data pemerintah, saat ini terdapat sekitar 9,9 juta keluarga di Indonesia yang belum memiliki rumah dan 26,9 juta rumah yang tergolong tidak layak huni.

    Berdasarkan hal itu, Program 3 Juta Rumah menargetkan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebagai penerima utama, dengan standar pembangunan dan renovasi disesuaikan dengan tingkat penghasilan serta kebutuhan mereka.

    Sebaran Proyek Berdasarkan Provinsi

    Data Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang tercantum pada situs resmi Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (pkp.go.id) menunjukkan bahwa hingga tahun 2025, telah terealisasi 240.244 unit rumah dalam rentang waktu 20 Oktober 2024 hingga 2025. Berikut rinciannya:

    Pulau Sumatera

    Aceh: 1.725 unitSumatera Utara: 9.900 unitSumatera Barat: 3.360 unitSumatera Selatan: 14.583 unitBengkulu: 2.087 unitRiau: 7.588 unitKepulauan Riau: 4.354 unitJambi: 7.094 unitLampung: 4.860 unitBangka Belitung: 2.233 unit

    Pulau Jawa dan Bali

    Banten: 16.331 unitJakarta: -Jawa Barat: 57.197 unitJawa Tengah: 20.075 unitDI Yogyakarta: 488 unitJawa Timur: 15.734 unit

    Bali: 1.620 unit

    Nusa Tenggara

    Nusa Tenggara Barat: 4.501 unitNusa Tenggara Timur: 1.003 unit

    Kalimantan

    Kalimantan Barat: 7.748 unitKalimantan Tengah: 4.381 unitKalimantan Selatan: 9.862 unitKalimantan Timur: 2.470 unitKalimantan Utara: 500 unit

    Sulawesi

    Sulawesi Utara: 2.585 unitGorontalo: 1.624 unitSulawesi Tengah: 4.261 unitSulawesi Barat: 1.898 unitSulawesi Selatan: 19.189 unitSulawesi Tenggara: 7.362 unit

    Maluku dan Papua

    Maluku: 57 unitMaluku Utara: 45 unitPapua Barat: 2.425 unitPapua: 1.104 unitPapua Barat Daya: -Papua Tengah: -Papua Pegunungan: -Papua Selatan: –

    Selain realisasi fisik pembangunan, Program 3 Juta Rumah juga ditopang oleh kebijakan daerah yang memudahkan perizinan. Berdasarkan data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) hingga 16 Juli 2025, tercatat 129.773 unit rumah subsidi telah terealisasi.

    Kementerian PKP menegaskan pentingnya peran pemerintah daerah dalam mempercepat proses perizinan. Hal ini dilakukan melalui kebijakan pembebasan bea persetujuan bangunan gedung (PBG) dan pea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

    Hingga 4 Oktober 2025, sebanyak 514 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia telah menerapkan kebijakan pembebasan tersebut. Langkah ini merupakan hasil implementasi surat keputusan bersama tiga menteri, yakni menteri PKP, menteri dalam negeri, dan menteri PU.

  • Produsen Baja Lokal Resah Diserbu Barang Impor China dan Vietnam

    Produsen Baja Lokal Resah Diserbu Barang Impor China dan Vietnam

    Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku industri baja konstruksi nasional semakin resah menghadapi derasnya arus produk impor dari China dan Vietnam yang membanjiri pasar domestik.

    Kondisi ini dinilai telah menekan kinerja industri baja dalam negeri yang tengah berjuang menjaga keberlanjutan produksi di tengah harga baja global yang fluktuatif.

    Ketua Umum Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) Budi Harta Winata mengatakan, masifnya impor baja dari kedua negara tersebut telah menciptakan distorsi pasar dan menurunkan daya saing produsen lokal.

    Menurutnya, produk baja impor dijual dengan harga yang tidak mencerminkan biaya produksi wajar sehingga memicu praktik predatory pricing di pasar domestik.

    “Praktik ini telah menyebabkan distorsi pasar, menekan utilisasi pabrik domestik, mengganggu rantai nilai industri baja nasional, dan berpotensi menghapus kapasitas produksi strategis dalam negeri,” ujar Budi dalam keterangan resminya, Kamis (23/10/2025).

    Banjir Impor Baja Asal China dan Vietnam

    Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), impor besi dan baja dari China mencapai US$2,39 miliar dengan volume 3,81 juta ton sepanjang Januari–Agustus 2025. Angka tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu senilai US$2,16 miliar dengan volume 2,85 juta ton. Tren ini terus menanjak sejak 2023 ketika volume impor dari China masih berada di level 2,31 juta ton dengan nilai US$2 miliar.

    Sementara itu, impor baja dari Vietnam tercatat mencapai US$246,75 juta dengan volume 404,34 ribu ton pada periode yang sama tahun ini. Meski nilainya sedikit turun dibandingkan tahun sebelumnya, Vietnam tetap menjadi salah satu negara dengan suplai baja konstruksi terbesar ke Indonesia.

    Budi menegaskan, persoalan ini bukan disebabkan oleh kurangnya kapasitas produksi baja nasional, melainkan oleh perbedaan regulasi, lemahnya pengawasan jalur impor, dan praktik dumping dari negara eksportir. Jika situasi ini dibiarkan, ia menilai Indonesia berisiko kehilangan fondasi industrinya dan hanya menjadi pasar bagi kelebihan produksi negara lain.

    “Industri baja adalah tulang punggung kemandirian konstruksi nasional. Negara yang kehilangan industrinya, kehilangan kendali atas masa depannya,” tegasnya.

    Lima Tuntutan Industri Baja Nasional

    Sebagai langkah antisipatif, ISSC mengajukan lima usulan kebijakan kepada pemerintah. Pertama, moratorium sementara impor baja konstruksi dari China dan Vietnam pada pos tarif tertentu yang terbukti mendistorsi pasar. Kedua, penerapan kebijakan anti-dumping dan safeguard sesuai dengan PP No. 34/2011 serta aturan World Trade Organization (WTO).

    Selain itu, ISSC meminta pemerintah memperketat mekanisme perizinan impor seperti Pertek, PI, SNI, dan LS agar tidak disalahgunakan.

    Pemerintah juga diminta memprioritaskan produk baja nasional untuk memenuhi kebutuhan proyek strategis nasional serta memastikan Indonesia tidak menjadi tempat pembuangan kelebihan pasokan baja asing.

    Menurut Budi, usulan tersebut bukan bentuk proteksionisme, melainkan langkah pertahanan industri yang sah secara hukum dan konstitusional.

    “Tanpa kebijakan korektif, Indonesia hanya akan memiliki pasar baja, bukan industri baja. Dan pasar tidak pernah memiliki kedaulatan,” ujarnya.

    Demonstrasi di Kantor Bea Cukai

    Minimnya respons pemerintah atas berbagai usulan tersebut membuat ISSC turun ke jalan. Pada Selasa (28/10/2025), ratusan pelaku industri baja menggelar aksi demonstrasi damai di Kantor Bea Cukai, Kementerian Keuangan, Jakarta Timur. Massa hadir sejak pagi mengenakan seragam khas kontraktor lengkap dengan helm proyek dan rompi oranye.

    Dalam aksi tersebut, ISSC menuntut Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) untuk segera membatasi dan menghentikan impor baja konstruksi yang merugikan industri dalam negeri. Mereka juga meminta pemerintah menindak tegas praktik mafia impor yang dinilai mempermainkan pasar dengan memanfaatkan celah regulasi.

    “Kami sampaikan kepada Bea Cukai bahwa impor konstruksi baja ini sangat merugikan profesi kami sebagai pengusaha baja dan pekerja konstruksi. Sudah saatnya pemerintah menertibkan semua produk baja yang masuk tanpa pengawasan ketat,” kata Budi kepada Bisnis.

    Ia menuturkan, serbuan baja impor telah membuat banyak pabrik dan kontraktor lokal kehilangan proyek, bahkan memicu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah daerah industri seperti Karawang, Cikarang, Subang, dan Batang.

    “Dulu mal, pabrik, dan gudang dikerjakan oleh bangsa sendiri. Sekarang, proyek-proyek itu dengan mudahnya menggunakan baja impor,” ujarnya.

    Dalam catatan ISSC, impor baja konstruksi dari China dan Vietnam telah terjadi sejak 2017 dengan volume mencapai 600.000 ton per tahun. Padahal, industri dalam negeri memiliki kapasitas produksi hingga 1 juta ton per tahun. Namun, tekanan harga murah dari luar negeri membuat produk lokal sulit terserap pasar.

    ISSC pun menegaskan kembali perlunya tindakan cepat dan tegas dari pemerintah agar industri baja nasional tetap bertahan. Tanpa perlindungan yang memadai, Indonesia dikhawatirkan hanya akan menjadi pasar bagi baja murah dari luar negeri, sementara industri strategis nasional kehilangan daya hidupnya.

  • Bakti dan Bappenas Fokus Kembangkan Palapa Ring Integrasi dan SMF yang Efisien

    Bakti dan Bappenas Fokus Kembangkan Palapa Ring Integrasi dan SMF yang Efisien

    Bisnis.com, JAKARTA— Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), Fadhilah Mathar mengatakan pengembangan Palapa Ring Integrasi dan Satelit Multifungsi (SMF) akan dilakukan secara efisien dan terarah ke depan. Proyek tersebut kini menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN)

    Penetapan ini, menurutnya, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam memperkuat infrastruktur digital dan memastikan pemerataan akses internet di seluruh Indonesia. 

    Fadhilah menjelaskan, BAKTI kini tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk memastikan proyek-proyek tersebut berjalan dengan terarah dan efisien. 

    “Sekarang kami sedang koordinasi dengan seluruh stakeholders termasuk Bappenas,” kata Fadhilah ditemui disela acara Indonesia Technology & Innovation (INTI) 2025 yang digelar di Jakarta pada Selasa (28/10/2025).

    Fadhilah menambahkan Palapa Ring Integrasi akan menjadi langkah penting untuk menyatukan jaringan serat optik nasional yang sebelumnya terpisah-pisah. 

    Sementara itu, proyek Satelit Multifungsi (SMF) difokuskan untuk memenuhi kebutuhan kapasitas internet (bandwidth) yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi digital, terutama untuk mendukung ekosistem 5G. 

    Fadhilah menekankan BAKTI tidak hanya melihat proyek ini dari sisi teknis semata, tetapi juga dari aspek perencanaan dan keberlanjutan. 

    Pendekatan tersebut, lanjut dia, memastikan pembangunan infrastruktur digital tidak hanya bersifat proyek jangka pendek, tetapi menyesuaikan dengan kebutuhan nyata masyarakat. 

    “Jadi bukan hanya berbasis proyek, jadi komprehensif, kami lihat demand-nya bagaimana,” katanya.

    Dia juga menambahkan penamaan satelit seperti Satria-1 hanyalah bentuk identifikasi proyek, sementara yang lebih penting adalah kapasitas dan kemampuan teknologi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan konektivitas nasional. 

    “Yang sebenarnya kita perlukan itu kapasitasnya. Jadi kalau sudah ada satelit yang existing yang bisa meng-cover dari kapasitas itu, nanti kami lihat keperluan kebutuhannya lagi. Karena sekarang semakin banyak teknologi-teknologi yang baru,” ujarnya.

    Saat ini, kapasitas satelit yang ada mencapai 150 Gbps. Sebelumnya, pemerintah telah mengumumkan daftar terbaru Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Permenko) Nomor 16 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedelapan atas Permenko Nomor 7 Tahun 2021.

    Dalam beleid tersebut, sektor teknologi mencakup sejumlah proyek besar, antara lain Proyek Satelit Multifungsi (SMF), Palapa Ring Integrasi, Pengembangan Drone Male Kombatan, Pengembangan Industri Garam, hingga Percepatan Pembangunan Technopark dan Pengembangan Teknologi Produksi IVO dan Bensin Sawit dengan Katalis Merah Putih.

    Salah satu proyek utama adalah Palapa Ring Integrasi, yang akan menyatukan jaringan serat optik nasional dari Palapa Ring Barat, Tengah, dan Timur. Proyek ini bernilai Rp23,16 triliun, atau tiga kali lipat lebih besar dari proyek Satelit Satria-1.

    Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi, menilai proyek ini menjadi tulang punggung konektivitas nasional yang krusial untuk pemerataan akses digital.

    “Proyek Palapa Ring Integrasi perlu dijalankan sebab Palapa Ring yang sekarang ada masih terpisah-pisah, antara Palapa Ring Barat, Tengah, dan Timur,” ujarnya.

    Palapa Ring Integrasi akan mencakup 11.182 kilometer kabel laut dan 2.924 kilometer kabel darat, menjangkau 24 provinsi dan 78 kota/kabupaten. Infrastruktur ini diharapkan dapat memperkuat konektivitas antarwilayah dan menekan kesenjangan digital, terutama di kawasan timur Indonesia.

    Selain itu, pemerintah juga tetap mendorong penyelesaian proyek Satelit Multifungsi (SMF) atau Satria-1, yang ditujukan untuk menyediakan layanan internet berkecepatan tinggi di 149.400 titik layanan publik seperti sekolah, puskesmas, kantor pemerintahan daerah, hingga fasilitas pertahanan dan keamanan.

  • MBG, Fiskal dan Selera Pasar: Antara Madu dan Racun?

    MBG, Fiskal dan Selera Pasar: Antara Madu dan Racun?

    MBG, Fiskal dan Selera Pasar: Antara Madu dan Racun?
    Seorang politisi pecinta bola dan dunia usaha
    BANYAK
    yang sudah menulis, merespons, dan memberikan sudut pandang tentang kebijakan pemerintah satu ini, yaitu Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
    Program ini adalah proyek pemerintah yang sempat mengguncang tata kelola pemerintahan.
    Bagaimana tidak, kebijakan efisiensi anggaran dari banyak program pemerintah lainnya harus ‘mengalah’ agar MBG dapat berjalan.
    Tanpa tedeng aling-aling, program ini berjalan secara nasional, dalam waktu singkat dan harus diakui minim kajian mendalam, setidaknya begitu respons banyak pihak yang melihatnya secara kritis.
    Jika kita kembali kepada faktor mengapa program ini penting, tentu kita sepakat, intervensi pemerintah sangat diperlukan dalam memenuhi gizi masyarakat, khususnya anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan.
    Masalah gizi buruk, stunting dan gangguan pertumbuhan sudah lama menjadi momok yang menakutkan kita semua tentang bagaimana menghasilkan generasi berkualitas di masa yang akan datang.
    Pada poin intervensi dan keterlibatan pemerintah saya setuju 100 persen. Namun, soal bagaimana makanan itu bisa sampai di hadapan para penerima manfaat kemudian masuk ke dalam mulut dan diolah oleh sistem metabolisme tubuh penerima sehingga menjadi nilai tambah gizi, nanti dulu. Banyak hal yang harus kita tinjau ulang dari hulu ke hilirnya.
    Kalau kita sederhanakan, soal makan, sebenarnya tidak perlu terlalu rumit, makan adalah aktivitas wajib dan rutin.
    Secara umum ‘home’ adalah ruang paling aman untuk semua orang dan untuk urusan makan, di sana adalah ruang paling aman.
    Urutan berikutnya adalah sekolah. Harusnya nalar ini bisa menjadi pijakan dalam kebijakan intervensi gizi kepada masyarakat yang membutuhkan. 
    Namun, opsi ini sepertinya tidak menarik bagi pemerintah. Oleh sebab itu, cara melingkar dalam pemenuhan gizi masyarakat dilakukan secara hirarkis, struktural, masif dan sistematis, melibatkan banyak variabel dan memunculkan ekosistem baru dalam hal urusan makan.
    Argumentasi dasarnya tentu kita bisa berdebat panjang, mengapa jalan yang ditempuh seperti itu.
    Namun, satu hal yang bisa kita lihat, pemerintah belum percaya untuk menitipkan intervensi gizi pemerintah melalui institusi sosial terkecil paling purba bernama keluarga, khususnya satu menu untuk semua variasi preferensi dan ekonomi keluarga.
    Sekarang kita mengikuti nalar dan cara berpikir pemerintah dalam mengelola intervensi gizi, melalui badan setingkat kementerian yang kita kenal dengan Badan Gizi Nasional (BGN) dengan program utama MBG.
    Lembaga baru yang mengelola dana APBN begitu besar ini membangun ekosistem baru, menciptakan ‘industri hulu-hilir-nya sendiri’ dengan tujuan memberikan dampak bagi pertumbuhan ekonomi.
    Namun, dalam perjalanannya, BGN menghadapi tantangan sangat serius, yakni makanan yang disajikan kepada penerima manfaat yang tadinya diharapkan akan berdampak pada pemenuhan gizi justru menjadi ‘serangan balik’, mengakibatkan keracunan massal yang sampai tulisan ini selesai ditulis sepertinya belum juga ada langkah serius dalam pencegahannya.
    Saya yakin, harus ada yang bertanggung jawab, baik secara sosial maupun secara hukum.
    Pertanyaan lanjutannya adalah, apakah aparat penegak hukum akan sepemaaf itu? Ini berkaitan dengan standar keselamatan.
    Lantas, bagaimana jika terjadi keracunan di program MBG, siapa yang harus bertanggung jawab?
    Pertanyaan ini tentu menjadi kritik untuk kita semua. Jika kita tarik ke ranah MBG, setiap orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya.
    Saya tentu tidak ingin anak saya mengalami keracunan, pun begitu dengan orang lain. Artinya prinsip dari makanan itu harus
    zero
    keracunan, wajib nol persen, meskipun angkanya nol nol koma sekian persen, tapi itu tetap manusia, tidak bisa ditoleransi sedikit pun.
    Masyarakat kita punya tradisi kuliner yang kaya dengan beragam bentuk. Anehnya pada program MBG, saya menemukan pola menu makan yang seragam. Bahkan, pemahaman tentang menu bergizi dari para penyelenggara MBG saja masih jauh api dari panggang.
    Hal ini sangat problematik, mulai dari penerima manfaat yang diseragamkan, hingga menu makanan yang disajikan.
     
    Harusnya kebijakan spasial, anak yang butuh gizi dapat diprioritaskan, sekolah elite tidak perlu menjadi prioritas, menu makanan tidak berlaku universal.
    Kondisi demografi dan budaya makan beragam, Ada wilayah dengan akses logistik lancar. Ada daerah terpencil dengan pasokan musiman.
    Ada keluarga miskin yang sangat bergantung pada porsi dari sekolah. Ada keluarga menengah yang sudah mampu memenuhi gizi.
    Realitas ini menolak pendekatan satu ukuran untuk semua. Prinsip yang dijaga adalah kesetaraan kualitas, bukan keseragaman cara.
    Metode boleh berbeda. Model dapur komunal berbasis desa di daerah kepulauan. Vendor tersertifikasi di wilayah urban. Keduanya sah selama mutu gizi, keamanan pangan, dan frekuensi layanan memenuhi standar yang sama.
    Belum lagi kita harus menjawab pertanyaan berat, sebagaimana banyak kritik dari para ahli terkait benarkah makanan yang sampai ke anak-anak itu bergizi?
    Benarkah cara kita membantu pemenuhan gizi masyarakat dengan cara seperti sekarang? Mata rantainya cukup panjang, mengapa tidak dipersingkat?
    Pertanyaan reflektif seperti ini perlu menjadi jeda saat kondisi program tersebut hari ini mengkhawatirkan, ibarat bait lagu “madu di tangan kananmu, racun di tangan kirimu, aku tak tahu apa yang akan kau berikan padaku”.
    BGN pada awalnya ‘pemain tunggal’ dalam hal urusan program makan bergizi gratis. Nyaris tidak ada pihak lain yang terlibat secara langsung.
    Setelah kejadian demi kejadian, ada arah perubahan kebijakan, yang tadinya menggunakan ‘tangan sendiri’ kini turut serta menghadirkan ‘tangan’ pihak lain. Paling terlihat keterlibatan langsung lembaga kementerian/lembaga lain seperti Kementerian Kesehatan dan Badan POM.
    Mengapa tidak dari awal? Tentu hal ini menunjukkan bahwa aspek kajian tidak begitu diperhatikan.
    Rentang umur program MBG sudah memasuki masa 9 bulan lebih beberapa hari, dengan
    launching
    dapur perdana sebanyak 190 SPPG (dapur) dan sekarang sudah tembus sekitar 11.000-an SPPG dari target sebanyak 30.000.
    Sementara jumlah penerima manfaat sebanyak kurang lebih 35 juta orang.
    Kita tahu anggaran MBG sangat fantastis. Pada APBN 2026, alokasi anggaran untuk MBG kisaran Rp 335 triliun dengan target penerima manfaat 82 juta siswa.
    Sementara anggaran tahun ini sebesar Rp 71 triliun, tapi serapan sangat rendah hanya 18,3 persen dari pagu yang tersedia. Ada apa?
    Jumlah kepala SPPG yang sudah diterima mencapai angka 30.000 orang, sesuai dengan target dapur yang disusun oleh pemerintah. 
    Namun, ada yang aneh di sini, yaitu lambatnya pertumbuhan jumlah dapur yang tidak sebanding dengan jumlah kuota kepala SPPG yang tersedia.
    Mengapa? Saya menangkap signal pasar yang tidak begitu ‘welcome’ untuk melakukan investasi pada program MBG.
    Padahal dari perspektif bisnis, pasar MBG sungguh menjanjikan. MBG menjadi salah satu PSN (Proyek Strategis Nasional) dengan anggaran jumbo, rantai pasok jelas, pasar terbuka dengan sendirinya, para pebisnis tidak perlu pusing memikirkan dari mana hulu-hilirnya, ‘penjual dan pembeli’ sudah dipastikan ada.
    Namun, mengapa pasar, dalam hal ini para pengusaha masih ada rasa ‘enggan’ untuk terjun?
    Kita bisa hitung jumlah dapur yang difasilitasi oleh yayasan yang benar-benar berasal dari pengusaha tulen, bukan pengusaha dadakan. Dalam hal ini, pasar, menurut hemat saya, adalah entitas paling jujur dalam memberikan signal.
    Besarnya stimulus atau pembiayaan yang dibelanjakan pemerintah idealnya menghasilkan output tidak hanya sebatas misi utama seperti pemenuhan gizi masyarakat, tapi juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
    Hal itu sebagaimana argumentasi yang menjadi pijakan pemerintah bahwa MBG akan memberikan efek samping berupa pertumbuhan ekonomi karena program ini memiliki siklus rantai pasoknya sendiri.
    Mengapa demikian? Karena dalam program ini ada unsur investasi.
    Sementara itu, situasi fiskal kita sedang dalam kondisi tidak baik-baik saja. Beban utang yang harus dibayar mencapai Rp 1.353 triliun dengan bunga utang tembus Rp 552 triliun.
    Pada saat yang sama, potensi pendapatan negara tidak begitu berkembang. Ini tercermin dari tax ratio dalam satu dekade yang terus menunjukkan tren penurunan hanya pada kisaran 9-10 persen, jauh lebih rendah dibandingkan Vietnam dan Thailand yang berkisar 16-17 persen.
    Ini tentu karena basis penerimaan pajak tidak berkembang dan suntikan fiskal hanya bergantung pada harga komoditas yang relatif fluktuatif di pasar global, sehingga memengaruhi pendapatan negara.
    Di tengah situasi fiskal demikian, MBG berpotensi ikut memberikan kontribusi, ibarat sekali dayung dua tiga pulau terlampaui.
    Namun, data hari ini belum menunjukkan tanda-tanda ke arah itu. Maka, jika pemerintah berhenti sejenak untuk berbenah program MBG, itu adalah pilihan bijak.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Hendri Satrio Lihat 3 ‘Hantu’ Bayangi Pemerintahan Prabowo, Semua Berhubungan dengan Jokowi

    Hendri Satrio Lihat 3 ‘Hantu’ Bayangi Pemerintahan Prabowo, Semua Berhubungan dengan Jokowi

    GELORA.CO –  Analis politik Hendri Satrio melihat adanya “hantu” yang membayangi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

    “Hantu” yang dimaksud adalah isu di sekitar Prabowo yang membebani sektor politik, hukum dan ekonomi.

    Dari tiga isu tersebut, seluruhnya berkaitan dengan Presiden ke-7 RI, Jokowi.

    Pertama adalah isu permasalahan ijazah Wapres Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan putra Jokowi.

    Kedua, isu Ketua Umum Relawan Solidaritas Merah Putih (Solmet), Silfester Matutina, yang tak kunjung dieksekusi vonis pidananya. Seperti diketahui,Silfester dikenal sebagai salah satu pentolan relawan pendukung Jokowi.

    “Hantu” terakhir adalah utang Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) atau Whoosh. Proyek yang digarap dan diresmikan Jokowi itu kini membebani negara dengan utangnya yang mencapai Rp 116 trilun.

    Hal itu disampaikan Hendri Satrio secara monolog di channel Youtubenya, @hendri.satrio, dikutip Selasa (28/10/2025).

    “Kenapa hantu? Karena ini hal yang enggak jelas tapi bisa mengganggu gitu. Mengganggu kalau tidak segera dibereskan kan kalau kita nonton uka-uka segala macam begitu kan, kalau ada hantu-hantu tuh langsung diberesin kan,” kata Hendri.

    Ijazah Gibran

    Menurut Hendri , isu soal permasalahan ijazah Gibran harus dijawab secara terang benderang langsung oleh Gibran.

    Berbeda dari isu permasalahan ijazah yang juga menerpa ayahnya, Jokowi, Gibran kini masih menjadi pejabat publik.

    Maka, keraguan atas status pendidikan orang nomor dua di Indonesia itu harus dijelaskan.

    Seperti diketahui, saat ini, Gibran digugat secara perdata oleh seorang warga bernama Subhan Palal di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

    Penggugat empersoalkan keabsahan riwayat pendidikan Gibran, khususnya ijazah SMA/setara, serta menuding adanya perubahan data riwayat pendidikan di situs KPU. Sampai saat ini proses hukumnya masih berlangsung.

    “Tentang ijazah Jokowi itu bisa menunggu nanti selesai polemiknya lewat pengadilan atau apalah gitu. Karena Pak Jokowinya sudah tidak lagi menjabat. Nah, yang menurut saya perlu segera diselesaikan itu justru polemik  ijazahnya Mas Gibran sebagai wakil presiden. Kenapa? Karena dia masih menjabat dan sedang menjabat.”

    “Jadi kalau Mas Gibran menurut saya ada keharusan untuk dia tampil ke publik menjelaskan, oh iya saya selesai di, kita enggak usah ngomong universitas tapi bicara tentang SMA aja. Oh iya saya selesai di SMA sekian sekian sekian, tahun berapa tahun berapa tahun berapa gitu.”

    “Kenapa saya nyebutnya tahun berapa tahun berapa tahun berapa karena kan ada kabarnya dia sekolah di Australia, ada kabarnya dia sekolah di Singapura. Nah, maksud saya diclearkan aja dan dia harus tampil tuh untuk menyelesaikan polemik ini,” papar Hendri.

    Pendiri lembaga survei dan riset opini publik KedaiKOPI itu menilai, isu permasalahan ijazah Gibran tidak serta-merta menyeret Prabowo sebagai sosok yang didampingi dalam Pilpres 2024.

    “Menurut saya sih tentang latar belakang itu tidak ditanggung paketan. Kan latar belakangnya Mas Gibran ya, latar belakangnya dia gitu, bukan tanggung jawabnya Pak Prabowo,” jelasnya.

    Lebih jauh, Hendri menyoroti adanya desakan publik terhadap kinerja Gibran yang dinilai tak banyak melakukan sesuatu sebagai RI 2.

    Hal itu dikorelasikan dengan ongkos negara yang harus membiayai gaji dan operasional Gibran.

    “Bahkan akhir-akhir ini kan banyak sekali suara dari masyarakat itu Wapres mesti dikasih kerjaan yang lebih berat lagi. Jangan sampai kemudian jadi Wapres enggak ada kerjaannya, akhirnya seperti menghabiskan uang negara gitu kan. Itu lebih parah lagi,” ujarnya.

    Silfester

    Menurut Hendri, hantu pemerintahan Prabowo yang kedua adalah Silfester Matutina.

    Seperti diketahui, Silfester, yang dikenal sebagai relawan Jokowi itu, sudah divonis 1,5 tahun penjara pada kasus fitnah terhadap Wapres ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) pada 2019, namun hingga kini belum ditahan.

    Kasusnya bermula pada 2017, Silfester berorasi menuding JK sebagai pemecah belah bangsa dengan ambisi politiknya. Silfester juga menyebut JK korupsi hingga mengakibatkan masyarakat miskin.

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 287 K/Pid/2019 untuk Silfester dibacakan tanggal 20 Mei 2019 oleh Hakim Ketua H Andi Abu Ayyub Saleh, Hakim Anggota H Eddy Army dan Gazalba Saleh. Dalam Putusan MA ini disebutkan bahwa Silfester dikenakan dakwaan pertama Pasal 311 Ayat 1 KUHP dan dakwaan kedua Pasal 310 Ayat 1 KUHP.

    Pembiaran terhadap Silfester yang tidak kunjung dieksekusi hukumannya, menjadi gambaran buruknya wajah hukum di bawah pemerintahan Prabowo.

    “Karena banyak sekali yang beranggapan bahwa penegakan hukum di era Pak Prabowo ini tidak lebih baik dari pemerintahan sebelumnya karena Silfester,” ujar Hendri.

    Bahkan, Hendri melihat prestasi Kejaksaan yang sukses mengembalikan kerugian negara sebesar sekitar Rp 13,25 triliun dari kasus korupsi Crude Palm Oil (CPO) tertutupi kasus Silfester yang belum dieksekusi.

    “Dengan hadirnya uang triliunan itu harusnya luar biasa dampaknya. Tapi ternyata banyak juga masyarakat yang bertanya, ‘Loh, tapi kenapa kemudian Silverster tidak eh dieksekusi juga?’ Nah, menurut saya ini harus diperjelas Silferster ini. Apakah Bang Silferster memang sudah selesai ya, tidak perlu lagi diungkit-ungkit hukumnya atau memang harus dieksekusi,” papar Hendri.

    Utang Whoosh

    Hantu terakhir yang membayangi pemerintahan Prabowo adalah utang jumbo Whoosh.

    Seperti diketahui, proyek ambisius Whoosh benar-benar digarap pada pemerintahan Jokowi.

    Melalui cap proyek strategis nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 3 Tahun 2016, proyek yang didanai sebagian besar menggunakan utang dari China Developement Bank (CDB) itu dikebut.

    Ayah Wapres Gibran Rakabuming Raka itu juga yang meletakkan batu pertama pada Januari 2016, dan meresmikannya pada 2 Oktober 2023.

    Sampai pertengahan 2025, jumlah penumpang Whoosh sebanyak 16 ribu sampai 18 ribu orang per hari pada hari kerja, dan 18 ribu sampai 22 ribu per hari pada akhir pekan.

    Angka tersebut belum menyentuh target 31 ribu penumpang per hari yang dicanangkan sejak awal.

    Proyek KCIC mengalami pembengkakan biaya (cost overrun) sebesar 1,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp19,54 triliun, dari biaya awal yang direncanakan 6,07 miliar dollar AS.

    Sehingga, total investasi proyek Whoosh mencapai 7,2 miliar dollar AS atau sekitar Rp116 triliun.

    Untuk membiayai investasi 7,2 miliar dollar AS pada proyek ini, 75 persen di antaranya didapat dari pinjaman China Development Bank.

    Sementara sisanya berasal dari setoran modal pemegang saham, yaitu PT KCIC yang merupakan gabungan dari PSBI (60 persen) dan Beijing Yawan HSR Co Ltd (40 persen).

    PSBI sendiri merupakan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia, konsorsium sejumlah BUMN pada proyek KCIC.

    Whoosh, yang notabene merupakan program yang dibangga-banggakan oleh Jokowi jelas memberikan tekanan besar terhadap kinerja keuangan PT KAI (Persero).

    Utang untuk pembiayaan proyek Whoosh membuat PSBI mencatat kerugian senilai Rp1,625 triliun pada semester I-2025.

    Karena menjadi lead konsosrium PSBI, maka PT KAI (Persero) menanggung porsi kerugian paling besar, yakni Rp951,48 miliar per Juni 2025, jika dibanding tiga BUMN anggota konsorsium PSBI lainnya.

    Sehingga, beban yang ditanggung PT KAI (Persero) begitu berat, baik dalam bentuk biaya operasional kereta cepat maupun pengembalian utang. 

    Terbaru, Kementerian Keuangan menolak membayar utang Whoosh menggunakan APBN.

    Danantara, badan pengelola investasi yang kini membawahi BUMN pun harus putar otak membayar utang jumbo tersebut.

    “Akhirnya polemik yang berkepanjangan ini membuat masyarakat bingung juga dan akhirnya kembali berpolemik tentang siapa kemudian yang me-mark up luar biasa besar. Apakah ini ada peran Pak Jokowi Presiden ketujuh atau hanya perannya Pak Luhut,” kata Hendri.

    Menurut Hendri, orang yang bersalah membuat negara terbebani utang jumbo harus ditunjuk hidungnya dan diproses hukum.

    “Menurut saya harus diselesaikan ya. Ini polemik Whoosh ini bisa larinya ke mana-mana termasuk akhirnya ke Danantara. Sebuah lembaga yang diimpi-impikan Pak Prabowo yang akan membantu perekonomian Indonesia.”

    “Polemik berkepanjangan ini harus diselesaikan. Kalau memang ada yang salah, ya sudah tunjuk hidung yang bersalah dan dihukum,” pungkasnya.

  • KPK Tak Boleh Takut Bongkar Dugaan Mark Up Whoosh

    KPK Tak Boleh Takut Bongkar Dugaan Mark Up Whoosh

    GELORA.CO -Langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang melakukan penyelidikan terkait dugaan mark up atau penggelembungan anggaran dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung alias Whoosh didukung penuh Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdullah. 

    Menurut Abdullah, langkah KPK tersebut sangat penting untuk menjawab keresahan publik. Sebab, Proyek Strategis Nasional (PSN) tersebut kini tengah menjadi polemik di tengah masyarakat. Terutama karena besarnya beban utang yang harus ditanggung Indonesia serta munculnya dugaan penyimpangan dalam pengelolaan anggarannya.

    “KPK tidak boleh takut dalam menangani kasus ini. Dugaan mark up anggaran dalam proyek kereta cepat harus diusut secara tuntas dan transparan,” kata Abdullah kepada wartawan, Selasa 28 Oktober 2025. 

    Legislator PKB ini mengatakan, jika ditemukan tindak pidana dalam kasus tersebut, KPK harus bertindak tegas. Menurutnya, siapa pun yang terlibat dalam praktik korupsi, baik dari kalangan pemerintah, BUMN, maupun pihak swasta, harus diproses sesuai hukum yang berlaku.

    “KPK tidak boleh pandang bulu. Jika dalam penyelidikan ditemukan tindak pidana korupsi, para pelakunya harus diseret ke jalur hukum tanpa pengecualian,” kata Abdullah.

    Lebih lanjut, Abdullah berharap penyelidikan yang dilakukan KPK dapat dilakukan secara profesional dan independen, sehingga hasilnya bisa mengembalikan kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi di sektor infrastruktur.

    “Proyek sebesar Kereta Cepat Whoosh seharusnya menjadi kebanggaan nasional, bukan malah menjadi beban akibat penyimpangan anggaran. Karena itu, kita harus dukung penuh KPK agar bisa menuntaskan kasus ini,” pungkas Abdullah