Topik: Proyek Strategis Nasional

  • Ombudsman Minta Pagar Misterius di Tangerang Segera Dicabut sebab Rugikan Nelayan
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Januari 2025

    Ombudsman Minta Pagar Misterius di Tangerang Segera Dicabut sebab Rugikan Nelayan Megapolitan 9 Januari 2025

    Ombudsman Minta Pagar Misterius di Tangerang Segera Dicabut sebab Rugikan Nelayan
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – Ombudsman RI meminta agar
    pagar bambu
    misterius yang terpasang di sepanjang 30,16 kilometer perairan Kabupaten Tangerang, Banten segera dicabut.
    Pasalnya, pagar itu ilegal dan merugikan masyarakat, khususnya bagi nelayan.
    “Pagar ini harus segera dicabut karena merugikan masyarakat,” kata anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika dalam keterangannya yang diterima
    Kompas.com,
    Kamis (9/1/2025).
    Yeka menyebut, para nelayan di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang mengalami kerugian hingga Rp 8 miliar akibat pagar bambu itu. Dia menjelaskan, pagar tersebut menghalangi akses nelayan.
    “Ini bukan kawasan PSN (Proyek Strategis Nasional), tetapi ada pemasangan pagar bambu yang membatasi ruang gerak nelayan,” kata dia.
    Selain itu, Ombudsman juga menemukan aktivitas lain seperti penimbunan tambak dan aliran sungai tanpa izin. Aktivitas tersebut disebut dapat merusak ekosistem serta alur air di perairan yang terletak di Desa Muncung, Kronjo, Kabupaten Tangerang itu.
    Yeka menyebut, aktivitas ini juga berpotensi meningkatkan risiko banjir dan menurunkan produktivitas tambak warga.
    Sementara, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi menyebut, temuan pagar bambu ini merupakan hasil Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) yang dilakukan Ombudsman berdasarkan temuan dugaan maladministrasi.
    “Kami mendalami aspek perizinan, pengawasan, dan penegakan hukum terkait pemagaran laut serta penimbunan sungai ini,” jelas Fadli.
    Berangkat dari temuan ini, Fadli menambahkan, Ombudsman akan memeriksa dugaan pengabaian kewajiban hukum oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten serta Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWS C3).
    Investigasi tersebut bakal mencakup dampak lingkungan dan kerugian ekonomi masyarakat.
    Sebelumnya diberitakan, pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer membentang di laut wilayah Kabupaten Tangerang, Banten. Masih menjadi misteri untuk apa dan siapa yang memasang pagar bambu tersebut.
    Pagar itu terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
    Ombudsman RI saat melakukan pengecekan pada 5 Desember 2024 yang lalu menemukan fakta bahwa pagar tidak dipasang satu lapis, melainkan berlapis-lapis.
    Adanya
    pagar laut
    itu pun membuat aktivitas nelayan dan warga terganggu. Bahkan, dapat membahayakan keselamatan nelayan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dirjen Pendis Kemenag Apresiasi Tim Terpadu Rampungkan Pemenuhan Lahan UIII Depok

    Dirjen Pendis Kemenag Apresiasi Tim Terpadu Rampungkan Pemenuhan Lahan UIII Depok

    loading…

    Kemenag merampungkan tahap akhir pembayaran uang santunan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) atas PSN pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cisalak, Depok. Foto: Ist

    DEPOK – Kementerian Agama (Kemenag) merampungkan tahap akhir pembayaran uang santunan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK) atas Proyek Strategis Nasional (PSN) pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cisalak, Kota Depok.

    Sejak Senin (6/1/2025) hingga hari ini, Kamis (9/1/2025), dana santunan sebesar Rp128,5 miliar telah diserahkan kepada warga penggarap 689 bidang lahan di Gedung Rektorat UIII.

    Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Kemenag Abu Rokhmad mengapresiasi kinerja Tim Terpadu Pembangunan UIII dalam upaya pengurusan lahan yang dilakukan bertahap sejak 2018. Dengan rampungnya pembayaran uang santunan tahap akhir ini, maka harapan bangsa Indonesia memiliki kampus kebanggaan yang menjadi ikon studi Islam bertaraf internasional dapat terwujud.

    “UIII kini berdiri dengan megah dan menjadi kebanggaan bagi bangsa Indonesia karena telah menjadi ikon studi Islam bertaraf internasional,” ujar Abu Rokhmad di Jakarta, Kamis (9/1/2025).

    Menurut dia, capaian ini tidak lepas dari kerja keras tim yang terdiri dari Kementerian Agama, UIII, Pemprov Jawa Barat, Pemkot Depok, Satpol PP, TNI, Polri, Kecamatan Sukmajaya, dan Kelurahan Cisalak yang senantiasa mendampingi warga mejalani setiap proses dan tahapan dalam upaya pemenuhan lahan.

    Tidak hanya pada tahap akhir, tetapi juga setiap tahapan sejak diterbitkannya Perpres No 57 Tahun 2016 tentang Pendirian UIII.

    “Pemprov Jabar dan Pemkot Depok juga telah bekerja keras untuk mewujudkan kampus UIII yang mendunia melalui berbagai fasilitas dan kebijakan sehingga seluruh tahapan pembangunan dapat berjalan dengan lancar dan kondusif,” katanya.

    Kampus UIII telah berdiri di atas lahan seluas 142,5 hektare dengan status lahan sepenuhnya tanpa kendala. Dia optimistis berbagai fasilitas yang telah dibangun menjadikan UIII sebagai destinasi belajar bagi mahasiswa internasional.

    Pihaknya mendorong seluruh pimpinan UIII untuk terus berinovasi untuk melengkapi seluruh fasilitas pembelajaran yang lebih lengkap dan modern.

    “Kini saatnya UIII menunaikan janji dan cita-cita para pendirinya. Secara akademik, UIII harus berkualitas, unggul dan berdaya saing global. Secara tata kelola, bisnis dan keuangan, UIII harus mampu mewujudkan diri sebagai PTN BH yang berkelas, berintegritas dan mandiri, melalui kerja-kerja akademik yang serius dan berkelanjutan. UIII harus lebih berprestasi, rekognisi dapat diraih dan reputasinya diakui dunia,” ujar Abu Rokhmad.

    (jon)

  • Ombudsman: Pagar Misterius di Tangerang Rugikan Nelayan hingga Rp 8 Miliar
                
                    
                        
                            Megapolitan
                        
                        9 Januari 2025

    Ombudsman: Pagar Misterius di Tangerang Rugikan Nelayan hingga Rp 8 Miliar Megapolitan 9 Januari 2025

    Ombudsman: Pagar Misterius di Tangerang Rugikan Nelayan hingga Rp 8 Miliar
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com 
    – Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyebut, para nelayan di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang mengalami kerugian besar akibat
    pagar bambu
     misterius yang terpasang di sepanjang 30,16 kilometer perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
    Dia menjelaskan, pagar tersebut menghalangi akses nelayan ke laut sehingga menimbulkan kerugian hingga miliaran rupiah.
    “Kerugian yang dialami nelayan akibat pagar ini tidak kurang dari Rp 8 miliar. Pagar ini harus segera dicabut,” ujar Yeka dalam keterangannya yang diterima
    Kompas.com
    , Kamis (9/1/2025).
    Menurut Yeka, ada dugaan pencatutan Proyek Strategis Nasional (PSN) terkait pemasangan pagar bambu itu.
    “Ini bukan kawasan PSN, tetapi ada pemasangan pagar bambu yang membatasi ruang gerak nelayan,” kata dia.
    Selain itu, Ombudsman juga menemukan aktivitas lain seperti penimbunan tambak dan aliran sungai tanpa izin. Aktivitas tersebut disebut dapat merusak ekosistem serta alur air di perairan yang terletak di Desa Muncung, Kronjo, Kabupaten Tangerang itu.
    Yeka menyebut, aktivitas ini juga berpotensi meningkatkan risiko banjir dan menurunkan produktivitas tambak warga.
    Sementara, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Banten, Fadli Afriadi menyebut, temuan pagar bambu ini merupakan hasil Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) yang dilakukan Ombudsman berdasarkan temuan dugaan maladministrasi.
    “Kami mendalami aspek perizinan, pengawasan, dan penegakan hukum terkait pemagaran laut serta penimbunan sungai ini,” jelas Fadli.
    Berangkat dari temuan ini, Fadli menambahkan, Ombudsman akan memeriksa dugaan pengabaian kewajiban hukum oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten serta Balai Besar Wilayah Sungai Cidanau Ciujung Cidurian (BBWS C3).
    Investigasi tersebut bakal mencakup dampak lingkungan dan kerugian ekonomi masyarakat.
    Sebelumnya diberitakan, pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer membentang di laut wilayah Kabupaten Tangerang, Banten. Masih menjadi misteri untuk apa dan siapa yang memasang pagar bambu tersebut.
    Pagar itu terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang, Banten.
    Ombudsman RI saat melakukan pengecekan pada 5 Desember 2024 yang lalu menemukan fakta bahwa pagar tidak dipasang satu lapis, melainkan berlapis-lapis.
    Adanya
    pagar laut
    itu pun membuat aktivitas nelayan dan warga terganggu. Bahkan, dapat membahayakan keselamatan nelayan.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Jangan Kaget, RI Punya Bahan Baku Chip dari Pabrik Raksasa

    Jangan Kaget, RI Punya Bahan Baku Chip dari Pabrik Raksasa

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir mengungkapkan bahwa Indonesia kini mampu memproduksi bahan baku chip semikonduktor yakni selenium.

    Hal tersebut menyusul beroperasinya proyek smelter milik PT Freeport Indonesia (PTFI) yang ada di Kawasan Ekonomi Khusus, Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur.

    “Di Freeport sudah ada turunannya salah satu smelter terbesar di dunia. Tapi bukan turunan detailnya. Sementara yang menggelitik ada bahan baku selenium untuk chip mikro,” ujar Erik dalam acara MINDialogue Hilirisasi dan Industrialisasi Strategi Kunci Menuju Indonesia Emas 2045, Kamis (9/1/2025).

    Seperti diketahui, smelter single line terbesar di dunia ini memiliki kapasitas pemurnian hingga 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun.

    Ditambah dengan smelter pertama yang sudah beroperasi yaitu PT Smelting, keduanya akan memurnikan 3 juta ton konsentrat tembaga per tahun dengan produksi sekitar 1 juta ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 220 ton perak per tahun.

    Smelter konsentrat tembaga yang berlokasi di JIIPE ini menjadi salah satu proyek strategis nasional dengan investasi mencapai US$ 3,7 miliar atau Rp 58 triliun.

    Saat smelter beroperasi secara komersial, tenaga kerja yang dibutuhkan sekitar 2.000 orang. Adapun tenaga kerja diprioritaskan untuk warga lokal Gresik terlebih dulu.

    (pgr/pgr)

  • Ombudsman soal Pagar Laut Misterius 30,16 Km: Harus Segera Dicabut

    Ombudsman soal Pagar Laut Misterius 30,16 Km: Harus Segera Dicabut

    Bisnis.com, JAKARTA – Ombudsman RI bakal kembali melakukan kunjungan langsung ke lokasi berdirinya pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, Banten pada pekan depan.

    Anggota Ombudsman Yeka Fatika Hendra menyampaikan, pihaknya hingga saat ini masih menginvestigasi siapa pemilik pagar laut dan untuk apa pagar laut itu dibangun. 

    “Masih investigasi. Rabu (15/1/2025) saya mau sidak lagi ke sana,” kata Yeka kepada Bisnis, Kamis (9/1/2025).

    Rencana kunjungan ini bukanlah kali pertama. Pada Desember 2024, Yeka telah melakukan kunjungan langsung ke lokasi, usai nelayan yang ada di Kecamatan Kronjo, Tangerang mengeluh kesulitan untuk menangkap ikan imbas adanya pemagaran laut tersebut.

    Dalam tinjauannya, Yeka menemukan indikasi pemagaran laut yang berdampak besar pada akses masyarakat pesisir. Pagar bambu berlapis-lapis terlihat membatasi pergerakan kapal nelayan, sedangkan penimbunan tambak dan aliran sungai memperparah situasi. Padahal, Yeka menilai bahwa wilayah tersebut bukanlah kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN). 

    “Saya ragu kalau aparat penegak hukum (APH) tidak tahu hal ini. Pagar bambu berlapis-lapis ini harus segera dicabut, demi pelayanan terhadap nelayan,” ujarnya.

    Kronologi Temuan Pagar Laut

    Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Banten, didapatkan ada pemagaran yang terbentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang yang disinyalir sepanjang 30,16 km.

    Panjang 30,16 km itu meliputi 16 kecamatan dengan perincian tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.

    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan, struktur pagar laut terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan juga diberi pemberat berupa karung berisi pasir. 

    “Kemudian di dalam area pagar laut itu sudah juga dibuat kotak-kotak yang bentuknya lebih sederhana dari pagar laut itu sendiri,” katanya.

    Adapun, pihaknya pertama kali mendapat informasi mengenai keberadaan pagar laut ini pada 14 Agustus 2024. Eli mengungkap, pihaknya langsung menindaklanjuti dengan turun ke lapangan pada 19 Agustus 2024. Dari kunjungan ke lapangan ada aktivitas pemagaran laut saat itu masih di sepanjang kurang lebih 7 km. 

    Kemudian pada 4-5 September 2024, pemprov Banten bersama dengan Polsus dari PSDKP (Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan) KKP dan juga tim gabungan dari DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) kembali datang ke lokasi untuk bertemu dan berdiskusi.

    Eli Susiyanti menuturkan, pada 5 September 2024, pihaknya membagi dua tim. Pertama langsung terjun ke lokasi, sedangkan satu tim lainnya berkoordinasi dengan camat dan beberapa kepala desa di daerah itu. 

    Kala itu, informasi yang didapatkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat maupun dari desa terkait pemagaran laut di daerah itu. Saat itu pula belum ada keluhan dari masyarakat terkait pemagaran tersebut. 

    Selanjutnya, Eli mengaku bahwa pada 18 September 2024, pihaknya kembali melakukan patroli dengan melibatkan dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang serta Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI). Saat itu, DKP Banten meminta aktivitas pemagaran dihentikan. 

    “Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut, Polairut, PSDKP KKP, PUPR Satpol-PP, Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang. Kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana, dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km. Terakhir malah sudah 30 km,” tuturnya.

  • Beroperasi Mulai Februari 2025, RDF Rorotan Bakal Jadi Pengolahan Sampah Terbesar Dunia – Page 3

    Beroperasi Mulai Februari 2025, RDF Rorotan Bakal Jadi Pengolahan Sampah Terbesar Dunia – Page 3

    Sebelumnya,PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) meraih kontrak baru sebesar Rp19,96 triliun hingga November 2024. Perolehan ini meningkat sebesar 17,6% dibandingkan capaian Oktober yang berada di angka Rp16,98 triliun.

    Kontrak baru tersebut juga turut menambah perolehan kontrak berjalan Perseroan. Hingga November 2024 total kontrak pekerjaan Perseroan sebesar Rp 64,37 Triliun. Demikian mengutip dari keterangan resmi, Kamis (2/1/2025).

    Berdasarkan jenis pekerjaan, mayoritas dari kontrak baru tersebut berasal dari segmen Infrastruktur dan Gedung yaitu sebesar 37%. Sementara segmen lain seperti industri penunjang konstruksi berkontribusi sebesar 30%, diikuti EPCC sebesar 20%, dan Properti sebesar 12%.

    Adapun hingga November 2024, Perseroan tengah mengerjakan 73 proyek konstruksi yang tersebar di seluruh Indonesia, di mana 39 proyek merupakan Proyek Strategis Nasional dan 8 proyek Ibu Kota Nusantara (IKN).

    Direktur Utama WIKA, Agung Budi Waskito (BW) optimistis dengan langkah transformasi yang telah dilakukan Perseroan yaitu fokus pada keunggulan eksekusi proyek, diversifikasi portofolio pekerjaan yang kuat dan beragam, serta implementasi Environment, Social, and Governance (ESG) yang unggul di  industri konstruksi nasional akan semakin meningkatkan daya saing Perseroan dalam memperoleh kontrak pekerjaaan.

     

  • Mau Dibuat Apa Pagar Misterius yang Membentang 30,16 Km di Laut Tangerang?

    Mau Dibuat Apa Pagar Misterius yang Membentang 30,16 Km di Laut Tangerang?

    Jakarta

    Pagar laut misterius membentang sepanjang 30,16 kilometer di pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Pagar misterius tersebut dilaporkan terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian 6 meter.

    Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto mengatakan saat ini pihaknya bersama Ombudsman dan tim gabungan masih melakukan penyelidikan terkait dalang dan alasan di balik pemasangan pagar tersebut.

    Namun, pihaknya telah menemukan bahwa aktivitas tersebut tidak mempunyai perizinan yang harus dipenuhi seperti tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

    “Nah, kita tidak tahu juga. Tapi yang jelas kita melihat bahwa ada satu fakta bahwa dipagari, tadi menurut informasi dari Ibu Kadis per hari ini sampai 30 km. Dari indikasi awal kita tidak ada perizinan yang harus dipenuhi dengan ketentuan PP 21 maupun peraturan tentang pengelolaan ruang laut,” kata Suharyanto di Kantor KKP Gedung Mina Bahari IV, Jakarta Pusat, Selasa kemarin.

    Saat ditanya lebih lanjut apakah keberadaan pagar misterius tersebut ada sangkut pautnya dengan salah satu proyek strategis nasional (PSN) di sekitar area tersebut, Suharyanto menyebut hingga saat ini masih belum bisa dipastikan.

    “Nah, memang di Teluk Jakarta itu ada PSN ya. Tapi bahwasannya batasan atau di-analisisnya itu apakah sampai yang dipagari itu, itu juga belum bisa dipastikan,” ucapnya.

    Kemudian saat ditanya apakah pemagaran tersebut ada indikasi untuk keperluan reklamasi, ia mengatakan untuk saat ini belum ada pengajuan izin tentang kegiatan reklamasi di wilayah perairan tersebut. Sehingga indikasi tersebut masih belum bisa dibuktikan.

    “Nah, kita tidak tahu, karena itu baru kita ketahui ketika ruang laut itu diajukan permohonan dan dalam permohonannya ada proposalnya. Ini kan tidak ada,” terang Suharyanto.

    Kalaupun benar keberadaan pagar misterius sepanjang 30,16 Km dimaksudkan untuk reklamasi, Suharyanto menyebut proses pemasangan pagar laut ini harus terlebih dahulu mendapatkan izin dari pihak terkait termasuk KKP. Selain itu pemasangan pagar juga harus memenuhi persyaratan ekologi.

    “Kita tidak soal hanya pemagarannya. Tapi kita bicara ke depan pemagarannya untuk apa? Kalau ngomongin itu untuk batas reklamasi, ya saya bilang tunggu dulu. Karena di dalam proses perizinan ruang laut, harus ada persyaratan ekologi yang harus ketat dipenuhi, termasuk ada ahli oseanografi yang tahu itu bahaya tidak,” jelas Suharyanto.

    Karena itu Suharyanto memastikan KKP bersama pihak terkait akan melakukan penyelidikan lebih jauh terkait alasan sekaligus dalang di balik pemasangan pagar tersebut.

    “Kemudian nanti KKP memang akan termasuk di dalamnya dari pihak yang aktif lah, dengan ombudsman dan juga apa namanya, teman-teman ATR/BPN yang terkait dengan pertahanan itu,” paparnya.

    (fdl/fdl)

  • Pagar Laut Misterius 30,16 Km di Perairan Tangerang: Pemilik Misterius, Warga Dibayar Rp 100 Ribu – Halaman all

    Pagar Laut Misterius 30,16 Km di Perairan Tangerang: Pemilik Misterius, Warga Dibayar Rp 100 Ribu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten kini menjadi pusat perhatian. Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada rekomendasi atau izin dari camat atau desa terkait pemagaran laut yang berlangsung.

    Warga dikabarkan menerima upah Rp100 ribu untuk memasang pagar-pagar bambu sejauh 30,16 kilometer tersebut. Pemasangan dilakukan saat malam hari.

    “Siapa yang melakukan belum teridentifikasi. Mereka (warga) sampaikan masyarakat malam-malam disuruh pasang (pagar bambu) dikasih uang Rp100.000 per orang. Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ,” ujar Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Banten, Fadli Afriadi, Rabu(8/1/2025).

    Pemasangan pagar yang membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji telah berlangsung selama enam bulan dan dilakukan dengan beberapa lapisan. Temuan ini berdasarkan informasi dari masyarakat saat pimpinan Ombudsman RI melakukan kunjungan ke lokasi pada 5 Desember 2024.

    Hasil penelusuran bersama nelayan, Fadli menjelaskan bahwa pagar tersebut memiliki pintu setiap 400 meter yang dapat diakses oleh perahu.  Namun, di dalam area tersebut, nelayan akan kembali menjumpai pagar lapisan berikutnya.

    “Pagar tersebut berbentuk seperti labirin,” ungkapnya. Fadli menegaskan bahwa keberadaan pagar tersebut telah mengganggu aktivitas masyarakat serta merugikan dan membahayakan para nelayan.

    “Tidak sesuai dengan prinsip bahwa laut itu kan terbuka, tidak boleh tertutup. Padahal, DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan Banten) telah menyatakan bahwa tidak berizin,” kata Fadli.

    Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan meminta pemerintah harus tegas dan harus segera membongkar pagar laut misterius tersebut.

    “Pemerintah harus tegas, bongkar pagar laut yang merugikan warga. Kasihan mereka tidak bisa melaut untuk mencari nafkah. Masyarakat jangan dirugikan dengan alasan pembangunan. Masyarakat lah yang memiliki negara, bukan satu-dua orang atau perusahaan,” ujar Yohan.

    Menurut Yohan negara tidak boleh kalah oleh satu-dua orang, atau perusahaan pengembang kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

    “Kalau benar dugaan pagar laut ini dibangun oleh pihak pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, saya tegaskan negara tidak boleh kalah oleh mereka,” ujarnya.

    Presidium MN KAHMI ini juga akan mendesak dilakukan evaluasi terhadap pembangunan PSN PIK 2 dalam rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    “Kami mendukung langkah Kementerian ATR/BPN mengkaji ulang PSN PIK 2. Kami juga apresiasi, kemarin Pimpinan DPR Pak Sufmi Dasco juga membuka peluang kaji ulang proyek tersebut,” ucap Politikus PAN ini.

    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti mengatakan, saat dilaporkan warga, pihaknya sudah menerjunkan tim. Kala itu pagar masih sepanjang 7 km.

    Tim DKP bersama Polisi Khusus Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali datang ke lokasi pada 4-5 September. Tim mengungkap tak ada izin dari camat ataupun kepala desa untuk pemagaran itu.

    “Terakhir kami melakukan inspeksi gabungan bersama-sama dengan TNI Angkatan Laut Polairud, kemudian dari PSDKP, dari PUPR, dari SATPOL PP, kemudian dari Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang, kami bersama-sama melaksanakan investigasi di sana dan panjang lautnya sudah mencapai 13,12 km, terakhir malah sudah 30 km,” ungkap Eli.

    Menurut Eli, struktur pagar terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter. Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan diberi pemberat berupa karung berisi pasir.  

    Yang mengejutkan, berdasarkan investigasi tidak ada satu pun rekomendasi atau izin dari pihak berwenang. Struktur ini membentang di enam kecamatan yang mencakup 16 desa, tepat di kawasan yang dihuni ribuan nelayan.

    “Di sepanjang kawasan ini, 6 kecamatan dengan 16 desa ini, ada sekelompok nelayan, masyarakat pesisir yang beraktivitas sebagai nelayan. Ada 3.888 nelayan, kemudian ada 502 pembudi daya,” jelas Eli.

    Sekretaris Direktorat Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Kusdiantoro mengindikasikan adanya upaya tidak benar dalam kasus ini.

    “Pemagaran laut merupakan indikasi adanya upaya orang untuk mendapatkan hak atas tanah di laut secara tidak benar, yang akan menjadikan pemegang hak berkuasa penuh dalam memanfaatkan, menutup akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati, dan perubahan fungsi ruang laut,” tegasnya.

    Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) melalui Rasman Manafii menekankan bahwa aktivitas ini melanggar aturan.

    “Aktivitas di ruang laut yang aturannya itu harus ada KKPRL kalau di atas kegiatan 30 hari,” katanya.

    Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto juga mengaku tidak tahu siapa yang membangun pagar tersebut. Demikian juga apakah pagar itu terkait reklamasi, ia tak bisa memastikan karena tak ada proposal izin ke pihaknya.

    “Nah, kita tidak tahu. Itu (reklamasi) baru kita ketahui ketika ruang laut itu diajukan permohonan dan dalam permohonannya ada proposalnya. Ini kan tidak ada,” ujar Suharyanto. (Tribun Network/kps/wly)

  • Pagar Laut 30,16 Km di Tangerang Dikebut Malam Hari, Pekerja Tak Tahu Siapa yang Perintahkan – Halaman all

    Pagar Laut 30,16 Km di Tangerang Dikebut Malam Hari, Pekerja Tak Tahu Siapa yang Perintahkan – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, TANGERANG – Pagar misterius membentang sepanjang 30,16 kilometer mengangetkan banyak pihak.

    Pagar itu muncul di pesisir Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. 

    Pagar bambu setinggi 6 meter ini membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji.

    Hingga kini belum ada yang mengaku bertanggung jawab atas pembangunannya.

    Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten Eli Susiyanti seperti dikutip dari Kompas.TV, Rabu (8/1/2025), mengatakan  struktur pagar terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata 6 meter.

    Di atasnya, dipasang anyaman bambu, paranet dan diberi pemberat berupa karung berisi pasir.

    Setelah diinvestigasi aparat gabungan  tidak ada satu pun rekomendasi atau izin dari pihak berwenang untuk membuat pagar itu.

    Sementara keberadaan pagar itu mengganggu aktibitas ribuan negalay karena pagar sepanjang 30,16 Km itu mencakup 16 desa.

    Berikut sejumlah informasi terbaru mengenai keberadaan pagar misterius itu seperti dirangkum Tribunnews.com, Kamis (9/1/2025).

    Pagar Dikerjakan Malam-malam

    Kepala Perwakilan Ombudsman RI Wilayah Banten, Fadli Afriadi, menyebut pemasangan pagar laut itu mempekerjakan masyarakat setempat yang mendapatkan upah Rp 100.000 sehari.

    Namun belum diketahui siapa pihak yang memerintahkan pemasangan pagar itu.

    Warga yang memasang pagar tersebut diminta bekerja pada malam hari dengan imbalan Rp 100.000 per orang.

    “Mereka (warga) sampaikan masyarakat malam-malam disuruh pasang dikasih uang Rp 100.000 per orang. Cuma itu yang memerintahkan siapa, kita belum sampai situ,” jelas Fadli dikutip dari Kompas.com.

    ‘Ada Negara di Dalam Negara’

    Hingga kini, identitas pemilik atau pihak yang bertanggung jawab atas pemasangan pagar laut ini masih belum diketahui.

    Proses investigasi yang dilakukan Ombudsman RI bersama DKP Banten berfokus untuk mengungkap siapa pihak di balik aktivitas ini.

    “Kita masih mengidentifikasi pihak-pihak mana saja yang akan kami panggil,” kata Fadli Afriadi.

    Meskipun beberapa informasi telah dikumpulkan, pihak yang memberikan instruksi kepada warga untuk memasang pagar ini tetap belum teridentifikasi.

    Banyak pihak mempertanyakan tujuan di balik pemasangan pagar ini, mengingat struktur dan ukurannya yang tidak biasa.

    Kepala DKP Banten, Eli Susiyanti, menegaskan bahwa pagar tersebut tidak memiliki izin resmi.

    Selain itu, tidak ada rekomendasi dari camat atau kepala desa setempat terkait pemagaran ini, sehingga memunculkan spekulasi adanya pelanggaran hukum.

    Direktur Perencanaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Suharyanto juga mengaku tidak tahu siapa yang membangun pagar tersebut. 

    Demikian juga apakah pagar itu terkait reklamasi, ia tak bisa memastikan karena tak ada proposal izin ke pihaknya.

    Said Didu: Ada Negara di Dalam Negara

    Mantan Sekretaris BUMN Said Didu pun juga turut menyoroti pagar laut misterius itu, dikatakan misterius karena Pemerintah tak tahu siapa pemiliknya.

    Said Didu memberikan respon perihal keberadaan pagar laut yang berada di Tangerang itu. Hal ini disampaikan olehnya melaluin akun media sosial X miliknya.

    “Sudah sering diungkap tapi semua tidak ada yang berani,” kata Said Didu dalam sebuah unggahan video di akun X miliknya pada Selasa (8/1/2025) dikutip dari Tribun Tangerang.

    Dalam video berdurasi 1.54 menit tersebut Said Didu, mengaku sudah mengungkap perihal keberadaan pagar laut sepanjang puluhan meter itu.

    “Saya sering menyatakan bahwa di PIK 2, sudah terjadi negara dalam negara, bahwa yang ingin membantah bahwa itu tidak terjadi, fakta menunjukan ini dibelakang saya, ini sekitar 1-2 kilometer itu terlihat laut yang sudah dipagar,” kata Said Didu dalam video tersebut.

    Said Didu dalam pernyataanya di video itu juga menyampaikan jika keberadaan pagar misterius itu pun juga sudah diperiksa oleh 9 lembaga.

    “Itu sudah diperiksa 9 lembaga, termasuk angkatan laut, sudah pernah memeriksa pagar ini, dan memang menemukan ada pagar sepanjang 23 kilometer, tapi anehnya tidak ada satupun lembaga yang berani menyatakan siapa yang membangun pagar,” ujarnya.

    DPR Minta Tegas Bongkar Pagar Laut

    Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Ahmad Yohan meminta pemerintah harus tegas dan segera membongkar pagar misterius tersebut.

    “Pemerintah harus tegas, bongkar pagar laut yang merugikan warga. Kasihan mereka tidak bisa melaut untuk mencari nafkah. Masyarakat jangan dirugikan dengan alasan pembangunan. Masyarakat lah yang memiliki negara, bukan satu-dua orang atau perusahaan,” ujar Yohan dalam pernyataannya yang diterima Tribunnews, Rabu(8/1/2025).

    Menurut Yohan, negara tidak boleh kalah oleh satu-dua orang, atau perusahaan pengembang kawasan Proyek Strategis Nasional (PSN) Tropical Coastland di Pantai Indah Kapuk (PIK) 2.

    “Kalau benar dugaan pagar laut ini dibangun oleh pihak pengembang PSN PIK 2, Agung Sedayu Group, saya tegaskan negara tidak boleh kalah oleh mereka,” ujarnya.

    Presidium MN KAHMI ini juga akan mendesak dilakukan evaluasi terhadap pembangunan PSN PIK 2 dalam rapat kerja dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan.

    “Kami mendukung langkah Kementerian ATR/BPN mengkaji ulang PSN PIK 2. Kami juga apresiasi, kemarin Pimpinan DPR Pak Sufmi Dasco juga membuka peluang kaji ulang proyek tersebut,” ucap Politikus PAN ini.

    Sumber: Kompas.TV/Tribun Tangerang/Kompas.com

    Sebagian artikel ini telah tayang di Tribuntangerang.com dengan judul Respon Said Didu Soal Keberadaan Pagar Laut di Tangerang: Sudah Kita Ungkap Tak Ada yang Berani

     Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Fakta Pagar Misterius di Laut Tangerang: Terbentang 30,16 Km, Siapa Pemiliknya?

     

     

     

  • Pemagaran Laut di Tangerang Ganggu Alur Air, Sedimentasi, dan Ekosistem

    Pemagaran Laut di Tangerang Ganggu Alur Air, Sedimentasi, dan Ekosistem

    Jakarta, Beritasatu.com– Himpunan Ahli Pengelolaan Pesisir Indonesia (HAPPI) menyoroti pemasangan pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang sepanjang 30,16 km. 

    Ketua Umum HAPPI Muh Rasman Manafi mengatakan, pemegaran laut di Tangerang yang dilakukan sejak Agustus 2024, kini dikeluhkan masyarakat. Secara lingkungan, kata dia, pemagaran laut di Tangerang telah mengganggu alur air, pola sedimentasi, dan ekosistem sekitar.

    “Pagar laut ini membatasi akses ke laut yang merupakan ruang publik. Membatasi pergerakan kapal nelayan,” kata Rasman saat diskusi publik “Permasalahan Pemagaran Laut di Tangerang Banten”, di Jakarta, Selasa (7/1/2025).

    Rasman yang juga asisten deputi pengelolaan kelautan dan ruang laut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyatakan, masyarakat juga khawatir akan adanya peningkatan risiko banjir.

    “Kerugian ekonomi pemagaran laut di Tangerang membuat nelayan harus mengeluarkan waktu dan ongkos lebih untuk melaut, pengurukan lahan, dan sungai mengurangi produktivitas tambak warga,” ungkapnya.

    Menurutnya, hilangnya akses nelayan tradisional ke wilayah laut memengaruhi keberlanjutan mata pencaharian mereka sehingga terjadi ketegangan karena akses pemanfaatan sumber daya antara masyarakat dan pengelola proyek strategis.

    “Proyek strategis yang tidak melibatkan masyarakat lokal berpotensi menimbulkan konflik sosial jangka panjang. Penegakan hukum harus dilakukan secara terpadu,” katanya.

    Menurutnya, konflik ini akan menjadi penyebab kegagalan proyek strategis nasional (PSN) sehingga harus disepakati dahulu bahwa ini terjadi karena pelanggaran proses perizinan.

    “Maka perlu ada audit dan pengawasan lintas sektor. Kepentingan masyarakat yang sebelumnya melakukan pemanfaatan ruang laut ini harus diakomodir,” katanya.

    Dia mengungkapkan, pengendalian harus terus dilakukan sebagai preventif sebelum terjadinya pelanggaran. Harus harmonis di level sektor, stakeholder, dan masyarakat yang memanfaatkan sumber daya. “HAPPI menawarkan kolaborasi dengan stakeholder lain,” katanya.

    Rasman kembali menegaskan, pemagaran laut di Tangerang bertentangan dengan prinsip pengelolaan ruang laut yang berkeadilan dan berkelanjutan. “Pelanggaran atas pemagaran laut di Tangerang memerlukan penegakkan hukum ruang laut,” kata dia.