Topik: Prolegnas

  • Infografis Prabowo Instruksikan Menkum Supratman Tinjau Ulang Seluruh UU dan Sederet Usulan RUU Prolegnas – Page 3

    Infografis Prabowo Instruksikan Menkum Supratman Tinjau Ulang Seluruh UU dan Sederet Usulan RUU Prolegnas – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan untuk meninjau ulang seluruh undang-undang dan peraturan pemerintah yang ada saat ini. Instruksi ini terungkap saat rapat kerja Komisi XIII DPR dengan Menteri Hukum atau Menkum Supratman Andi Agtas.

    Bermula saat muncul permintaan dari anggota Komisi XIII DPR Yasonna H. Laoly. Mantan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Menkumham di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) itu meminta pemerintah tidak kejar tayang dalam setiap pembahasan rancangan undang-undang atau RUU.

    “Pak Menteri (Menkum Supratman) ini adalah mantan Ketua Baleg (Badan Legislasi), kita sering membahas undang-undang bersama. Ada keinginan untuk pembahasan undang-undang ke depannya lebih dalam, tidak kejar tayang, karena potensialnya bisa menimbulkan banyak soal,” ujar Yasonna di Jakarta, Senin 4 November 2024.

    Yasonna mencontohkan mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang belum lama ini mengabulkan gugatan Partai Buruh terkait Undang-Undang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja.

    Terkait permintaan Yasonna, Menkum Supratman pun angkat bicara. Supratman mengaku sudah mendapat instruksi langsung dari Presiden Prabowo.

    “Sesuai arahan Pak Ketua tadi terkait dengan Presiden, Beliau sudah menegaskan 4 hal, Pak. Satu, review semua peraturan perundang-undangan baik tingkatnya undang-undang, PP (peraturan pemerintah), perpres (peraturan presiden), termasuk peraturan menteri (permen),” kata Supratman.

    Bukan hanya itu. Supratman menekankan review UU agar tak ada undang-undang atau peraturan lain yang menghambat program strategis pemerintah.

    Adapun sederet usulan RUU telah diusulkan berbagai komisi di DPR untuk masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029. Apa saja di antaranya? Simak selengkapnya dalam rangkaian Infografis berikut ini:

  • Prabowo Tinjau Ulang Seluruh Undang-Undang hingga Perpres, Apa Prioritasnya? – Page 3

    Prabowo Tinjau Ulang Seluruh Undang-Undang hingga Perpres, Apa Prioritasnya? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Presiden Prabowo Subianto akan meninjau ulang seluruh undang-undang, peraturan pemerintah dan peraturan presiden (perpres). 

    Kaji ulang tersebut, kata Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi, agar tidak ada undang-undang dan peraturan pemerintah yang bertabrakan dan saling bertentangan.

    “Kita harus sisir mana UU yang bertabrakan satu sama lain dan mana aturan yang bertentangan dengan aturan yang di atasnya itukan harus dilakukan,” kata Hasan kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu, (6/11/2024).

    Menurut Hasan, aturan harus saling bersinergi dan tidak membatalkan satu sama lain. “Apalagi kalau ada aturan di bawah yang bertentangan dengan atasnya, jadi ini perlu disisir saja. Tapi soal detilnya aturan apa saja? Tanyakan langsung ke Pak Supratman Menteri Hukum,” katanya.

    “Ini memang sudah seharusnya dan perintah presiden itu bukan sesuatu yang projek besar,” lanjutnya.

    Apa prioritasnya?

    Menurut Menteri Hukum Supratman Andi Agtas, review ulang RUU tersebut agar tak ada undang-undang atau peraturan lain yang menghambat program strategis pemerintah.

    Adapun program strategis yakni, program swasembada pangan, kemandirian energi, hilirisasi, dan soal lahan. Prabowo, kata Supratman, ingin agar semua status lahan berkeadilan untuk masyarakat.

    “Jadi program-program inilah yang akan kita kawal menjadi prioritas untuk kami jadikan rujukan dalam penataan regulasi di Kementerian Hukum,” katanya.

    Adapun terkait penguasaan lahan, Supratman menegaskan, Prabowo menginginkan agar semua penguasaan, baik dalam bentuk hak guna usaha (HGU) maupun hak guna bangunan (HGB) harus berkeadilan.

    “Pak Prabowo menginginkan presiden kita menginginkan supaya penguasaan lahan, entah itu statusnya HGB entah itu statusnya HGU, harus berkeadilan,” kata dia.

    Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menganggap arahan Prabowo yang disampaikan Supratman masih abstrak. Sebab, ia menduga Menkum tak akan mampu untuk mengkaji seluruh UU dan aturan turunan yang ada, tanpa spesifikasi jelas. 

    “Kalau Prabowo minta semuanya, impossible itu. Harus jelas dulu undang-undang yang mana. Mau ratusan, ribuan undang-undang dicek? Memang kerjanya Menkum cuman itu doang? Jadi pastikan dulu undang-undang mana yang mau di-review,” ucap Agus kepada Liputan6.com.

    “Yang penting Presiden musti jelas ngomongnya, yang mana yang disuruh. Kalau disuruh semuanya, mati itu Menteri Hukum. Begitu banyak (aturan),” lanjutnya Agus. 

    Sementara menurut Agus, peninjauan kembali seluruh UU hingga perpres ini dilakukan Prabowo agar segala program prioritasnya tetap sesuai dengan payung hukum yang ada. 

    “Mungkin apa yang dia rencanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan enggak, kan gitu,” ujarnya.

    Agus mencontohkan program swasembada pangan, dimana beberapa kementerian/lembaga punya aturan yang berkaitan dengan itu. Menurut dia, Prabowo tampaknya tak ingin regulasi di tiap instansi yang ada saling bertentangan. 

    “Swasembada pangan, kita harus baca UU pangan. Cari aja yang terbaru. Kemudian itu tentu ada kaitannya dengan Kementerian Pertanian, Perdagangan, Perindustrian, dicari tuh, dicocokan, dibikin tabel, dicek mana sisi atau pasal mana yang bertentangan,” urainya.

    “Lalu untuk program kemandirian pangan, bagaimana tanahnya. Harus dilihat UU pertanahan. Lalu soal industrialisasi, harus lihat UU perindustrian, memungkinkan tidak. Kalau dirubah lama, mungkin enggak pakai PP, mungkin enggak pakai permen (peraturan menteri),” bebernya. 

     

     

    Upaya Percepatan Program Prioritas Prabowo

    Pengamat Politik Hasyibulloh Mulyawan mengatakan peninjauan ulang sejumlah Undang-Undang dan perpres hingga ke permen merupakan upaya percepatan dalam pengimplementasian program-program prioritas Presiden Prabowo. Khususnya program-program yang menyasar langsung pada masyarakat.

    “Karena selama ini kalau kita lihat banyak antara peraturan undang-undang satu akan bertentangan dengan undang-undang yang lainya artinya saling tumpang tindih ketika diimplementasikan menjadi peraturan menteri secara teknis,” kata Hasyibulloh kepada Liputan6.com.

    Tumpang tindih ini, kata dia juga akan sulitkan birokrasi bergerak secara lentur untuk bisa mengimplementasikan program prioritas presiden ke depannya.

    Sementara Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari mengatakan seorang presiden memang harus menelusuri undang-undang bermasalah yang dibentuk saat pemerintahan sebelumnya. 

    “Presiden baru yang baik adalah memastikan dia punya sikap berbeda dibandingkan presiden lama yang dianggap memiliki catatan buruk. Terutama dalam khusus Jokowi ya, pembentukan peraturan perundang-undangan yang sangat buruk. Perlu ada upaya menelusuri undang-undang yang bermasalah itu dengan bijaksana ya,” ujar Feri kepada Liputan6.com.

    Undang-Undang kontroversial yang perlu direvisi misalnya yang berkaitan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, kemudian UU Cipta Kerja.

    “Bahkan ada perintah segera membentuk Undang-Undang Ketenagakerjaan yang lebih pro kepada masyarakat sipil terutama kalangan pekerja. Nah itu akan jadi sebuah policy yang luar biasa bijak dari Presiden Prabowo,” kata dia.

    Hal ini bukan saja menghilangkan produk undang-undang Presiden Jokowi yang buruk saja, tetapi memastikan hak-hak konstitusional warga negara segera kembali yang telah dihilangkan dari undang-undang yang bermasalah.

    Selain mereview kembali UU dan aturan yang sudah ada, program legislasi nasional juga harus menjadi target terutama yang berkaitan dengan demokrasi ke depan.

    “Salah satu yang paling penting adalah pembahasan RUU Pemilu dan RUU Partai Politik. Kan kalau RUU Partai Politik dan RUU Pemilu dibahas 2 hingga 3 tahun lagi. Itu pasti RUU-nya tidak akan penuh ke ruang fairness dalam pemilu, akan banyak pola-pola kecurangan yang akan dijadikan pasal-pasal,” kata dia.

     

  • Supratman Andi Agtas: UU Ketenagakerjaan Baru Tak Perlu Lewat Prolegnas DPR

    Supratman Andi Agtas: UU Ketenagakerjaan Baru Tak Perlu Lewat Prolegnas DPR

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Supratman Andi Agtas menyatakan, pembentukan Undang-Undang Ketenagakerjaan baru tidak perlu melewati proses program legislasi nasional (Prolegnas) di DPR.

    Pria yang menjabat Menteri Hukum (Menkum) RI tersebut menyampaikan hal itu untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait judicial review (JR) Undang-Undang Nomor 6 tahun 2023 tentang Cipta Kerja.

    “Terkait perubahan UU Ketenagakerjaan itu enggak perlu lewat proses prolegnas,” kata Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jalarta, Rabu (6/11/2024).

    Politikus Partai Gerindra itu menyebut, pembentukan UU Ketenagakerjaan baru merupakan peintah dari putusan MK yang meminta pembentuk Undang-Undang dalam hal ini pemerintah dan DPR memisahkan dari UU Cipta Kerja.

    “Nah, karena itu secepatnya kami akan berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan. Yang paling penting yang harus disikapi sekarang kan soal pengampunan,” ucap Supratman.

    Mantan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu menambahkan, pihaknya juga sudah bersepakat dengan para buruh dan pekerja untuk sesegera mungkin mempersiapkan peraturan menteri ketenagakerjaan (Permenaker).

    “Walaupun tidak perlu terburu-buru,” tegas Supratman.

    Sebelumnya, MK memandang Pemerintah dan DPR perlu membuat Undang-undang Ketenagakerjaan baru dalam kurun waktu dua tahun. Hal itu disampaikan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam sidang pembacaan putusan perkara nomor: 168/PUU-XXI/2023 tentang UU Ciptaker.

    “Menurut Mahkamah, pembentuk UU segera membentuk UU Ketenagakerjaan yang baru dan memisahkan atau mengeluarkan dari yang diatur dalam UU 6/2023,” ujar Enny di Gedung MK, Jakarta, Kamis (31/10).

  • DPR: PP 51/2023 tak berlaku usai ada putusan MK soal ketenagakerjaan

    DPR: PP 51/2023 tak berlaku usai ada putusan MK soal ketenagakerjaan

    “Dan karena PP 51 sudah tidak berlaku, sistem pengupahan dan lain-lain akan dibicarakan bersama-sama,”Jakarta (ANTARA) –

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan sudah tak lagi berlaku setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168/PUU-XXII/2024 atas uji materi Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terkait ketenagakerjaan.

     

    Dia mengatakan hal itu disepakati setelah Pimpinan DPR RI bertemu dengan Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Hukum yang pemerintah, serta Partai Buruh yang mewakili elemen buruh. Dengan begitu, sistem penetapan pengupahan untuk 2025 akan dibahas lebih lanjut.

     

    “Dan karena PP 51 sudah tidak berlaku, sistem pengupahan dan lain-lain akan dibicarakan bersama-sama,” kata Dasco di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu.

     

    Walaupun begitu, menurut dia, pembahasan itu pun bakal dikaji secara seksama berdasarkan indeks upah buruh agar tidak ada pihak manapun yang dirugikan, baik pengusaha maupun buruh.

     

    Selain itu, dia mengatakan DPR RI juga bakal merealisasikan perintah dari Putusan MK agar membuat UU tentang Ketenagakerjaan yang baru dan dipisahkan dari UU Cipta Kerja. Dia pun pun optimis pembuatan UU itu berlangsung salam waktu yang tidak lama.

     

    “Tetapi memang perlu waktu untuk membicarakan karena ini hal bukan hal yang mudah dan juga tidak harus terburu-buru demikian,” kata dia.

     

    Sementara itu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa Rancangan UU (RUU) tentang Ketenagakerjaan itu tidak perlu masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Pasalnya, hal itu merupakan perintah dari Putusan MK yang bisa masuk ke dalam RUU kumulatif terbuka.

     

    Namun, dia mengatakan bahwa hal yang paling penting untuk segera ditindaklanjuti adalah mengenai pengupahan. Menurut dia, seluruh pihak sepakat bahwa Peraturan Menteri Ketenagakerjaan akan segera dikeluarkan untuk mengatur urusan pengupahan tahun 2025.

     

    “Nah karena itu secepatnya kami akan berkoordinasi dengan Menteri Ketenagakerjaan,” kata Supratman.

     

    Ketua Partai Buruh Said Iqbal pun menyatakan setuju atas tidak diberlakukannya lagi PP Nomor 51 Tahun 2023.

    Menurut dia, Putusan MK itu harus disikapi secara cepat karena berkenaan dengan persoalan upah minimum.

     

    Dia menjelaskan bahwa ketetapan upah minimum sudah harus diberlakukan pada 1 Januari 2024. Menurut dia, ketetapan upah minimum kota/kabupaten biasanya dikeluarkan 40 hari menjelang 1 Januari 2025, yakni pada 21 November 2024.

     

    Namun terkait landasan hukum untuk upah minimum melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan atau aturan lainnya, menurut dia tidak harus dikeluarkan pada 21 November 2024 sepanjang hal itu disepakati oleh para pihak.

     

    “Kami Serikat Buruh setuju dengan saran Pak Sufmi Dasco untuk membahas lebih hati-hati, lebih detail, lebih penuh keseimbangan antara kepentingan pengusaha dan buruh sesuai arahan beliau tadi. Kami setuju,” kata Said.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2024

  • Yusril Soal RUU Perampasan Aset: Kapan DPR Akan Bahas Hal Ini? – Page 3

    Yusril Soal RUU Perampasan Aset: Kapan DPR Akan Bahas Hal Ini? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Pemerintah menunggu undangan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset.

    Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra menilai RUU Perampasan Aset merupakan upaya untuk memperkuat langkah pemberantasan korupsi di Indonesia, yang diinisiasi oleh pemerintahan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo.

    “Pemerintahan Pak Prabowo ini meneruskan apa yang telah dirintis, dilakukan, maupun belum terselesaikan pada masa pemerintahan Presiden Jokowi yang lalu,” ucap dia dikutip dari Antara, Selasa (5/11/2024).

    Ia menjelaskan dalam RUU tersebut, perampasan terhadap aset dilakukan dari tindak pidana yang lebih luas, bukan hanya dari hasil kejahatan korupsi.

    Selain itu, kata dia, dalam RUU terdapat aturan bahwa perampasan aset bisa dilakukan dari dugaan hasil kejahatan yang belum diputus di pengadilan pidana, sehingga berbeda dengan aturan perampasan aset yang dikenal dalam hukum pidana konvensional.

    Berbagai aturan baru tersebut, menurut dia, berpotensi menimbulkan perdebatan di berbagai kalangan. Namun, dirinya mempersilakan seluruh pihak, baik ahli maupun tokoh masyarakat, untuk mengkritisi maupun memberi masukan untuk RUU itu saat dibahas di DPR.

    “Dengan begitu pada akhirnya kami dapat menciptakan satu UU yang dianggap baik dan memberikan kontribusi penting dalam memberantas kejahatan pada umumnya, maupun kejahatan korupsi pada khususnya,” ungkap dia dikutip dari Antara.

    Apabila nantinya RUU Perampasan Aset dibahas di DPR, Yusril mengatakan, pemerintah akan membentuk tim yang akan diketuai oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebagai wakil dari pemerintah.

    Pada masa pemerintahan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo, ia menjelaskan, RUU tersebut sudah disampaikan kepada DPR melalui surat presiden dan direncanakan masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Tetapi hingga pergantian kepemimpinan, pemerintah masih menunggu DPR mulai membahas RUU Perampasan Aset tersebut.

    “Tidak ada keinginan sedikit pun oleh pemerintah sekarang ini untuk menarik kembali RUU yang sudah disampaikan oleh Pak Jokowi. Tetapi kami hanya menunggu kapan DPR akan membahas RUU ini,” ujar dia.

  • Ketika Yasonna Minta Pemerintah Tak "Nitip" UU Kejar Tayang dan Singgung Aparat Rebutan "Kavling"…
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 November 2024

    Ketika Yasonna Minta Pemerintah Tak "Nitip" UU Kejar Tayang dan Singgung Aparat Rebutan "Kavling"… Nasional 4 November 2024

    Ketika Yasonna Minta Pemerintah Tak “Nitip” UU Kejar Tayang dan Singgung Aparat Rebutan “Kavling”…
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan
    Menteri Hukum
    dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) yang kini menjadi anggota Komisi XIII
    DPR
    RI,
    Yasonna
    Laoly, menyampaikan dua hal dalam rapat kerja komisi bersama Menteri Hukum
    Supratman Andi Agtas
    di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/11/2024).
    Pertama, Yasonna meminta agar
    pemerintah
    tidak lagi membuat undang-undang secara kejar tayang dan menjadikan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sebagai lembaga titipan undang-undang tersebut.
    “Karena Pak Menteri ini mantan Ketua Baleg, kita sering membahas undang-undang bersama, ada keinginan untuk pembahasan undang-undang ke depannya lebih dalam, tidak kejar tayang karena potensialnya bisa menimbulkan banyak soal,” kata Yasonna.
    Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini pun menyinggung perihal Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja yang digugat oleh buruh dan gugatannya dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
    “Kita pengalaman, Pak Menteri, membahas Rancangan Undang-undang Cipta Kerja. Mahkamah Konstitusi baru saja mengabulkan gugatan dari buruh tentang ini,” ujarnya.
    Yasonna berharap rancangan undang-undang ke depannya selalu melalui pembahasan yang panjang, termasuk dari segi sosiologis, yuridis, dan filosofis.
    “Sebagai orang yang sangat berpengalaman di Baleg tentu kita menitipkan kepada pemerintah melalui Pak Menteri, ke depannya boleh kita katakan cara-cara pembahasan perundang-undangan lebih kita bahas secara mendalam, kecuali revisi-revisi singkat, barangkali,” katanya.
    “Saya ikut serta dalam pemerintahan 10 tahun kurang 3 bulan, jadi saya tahu benar soal kejar tayang ini. Juga teman-teman kalau kita mau jujur, titipan-titipan rencana undang-undang dari pemerintah ke DPR, ini kan dibuka saja lah,” ujar Yasonna lagi.
    Kedua, Yasonna mendesak agar proses
    Revisi UU
    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (
    KUHAP
    ) bisa dikebut.
    Dia pun menyinggung soal aparat berebut kavling saat membahas mandeknya pembahasan
    revisi KUHAP
    .
    “Pembahasannya, kalau di kalangan pemerintah sulit memang hukum acara pidana, bisa kita pahami. Antara penegak hukum biasa lah saling berebut kavlingnya,” katanya
    “Saya kira memang ini perlu, demi kepentingan rakyat, asasi manusia, perlindungan dan proses, proses yang baik dalam penegakan hukum,” ujar Yasonna lagi.
    Dia lantas menyinggung soal kasus yang menimpa Mahkamah Agung (MA). Tetapi, Yasonna tak menyebutkan secara detail kasus yang dimaksud.
    “Dari segi undang-undang saya meminta, karena kita tahu beberapa belakangan ini ada persoalan besar yang menimpa Mahkamah Agung, peradilan kita,” kata Yasonna.
    Namun, saat ditanya wartawan, Yasonna tidak menjelaskan apa maksud dari pernyataan-pernyataannya di dalam ruang rapat.
    Dia hanya menekankan bahwa revisi KUHAP penting demi mewujudkan proses peradilan yang lebih adil.
    Diketahui, MA tengah disorot usai penangkapan Zarof Ricar (ZR) yang ternyata eks pejabat tinggi MA. Dia ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) karena diduga terlibat kasus suap pengurusan perkara di MA
    Penangkapan hingga penetapan tersangka ZR jadi perhatian publik karena didapati uang tunai lebih dari Rp 920 miliar dari hasil penggeledahan di kediamannya.
    Kemudian, dua hakim agung pada MA, Gazalba Saleh dan Sudrajad Dimyati diketahui terjerat kasus korupsi.
    Sebagai informasi, revisi KUHAP merupakan salah satu RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) jangka menengah periode 2020-2024.
    Rancangan
    beleid
    itu juga masuk prolegnas prioritas tahun 2024 namun tak kunjung beres hingga keanggotaan DPR RI periode 2019-2024 beres.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Soal RUU Perampasan Aset, Menteri Hukum Akan Lapor ke Presiden
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        4 November 2024

    Soal RUU Perampasan Aset, Menteri Hukum Akan Lapor ke Presiden Nasional 4 November 2024

    Soal RUU Perampasan Aset, Menteri Hukum Akan Lapor ke Presiden
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Menteri Hukum

    Supratman Andi Agtas
    mengatakan, bakal melaporkan ke Presiden
    Prabowo
    Subianto terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
    Diketahui,
    RUU Perampasan Aset
    tidak ada di dalam daftar RUU usulan DPR yang masuk ke Program Legislasi nasional (
    Prolegnas
    ). Hal itu berdasarkan daftar yang dibacakan dalam rapat Badan Legislasi (Baleg) pada Senin (28/10/2024) yang membahas evaluasi periode sebelumnya dan usulan Prolegnas 2025-2029.
    Menurut Supratman, Prabowo telah meminta Kementerian Hukum untuk mengulas kembali terhadap seluruh RUU yang berpotensi menghambat program pemerintahan yang telah tertuang dalam Asta cita.
    Dia pun kembali menegaskan bahwa pemberantasan korupsi merupakan hal yang dikedepankan oleh Prabowo. Sebagaimana pidatonya usai mengucapkan sumpah/janji sebagai Presiden RI pada 20 Oktober 2024.
    “Kalau itu sudah pasti, pemberantasan korupsi itu menjadi bagian,” kata Supratman usai rapat bersama Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (4/11/2024), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Supratman lantas menyebut bahwa dia sedang menunggu undangan dari Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ke Kementerian Hukum untuk membahas terkait sejumlah RUU yang akan masuk ke dalam Prolegnas. Sebab, sejauh ini, dia mengatakan Kementerian Hukum belum ada pembahasan mengenai Prolegnas.
    “Justru saya mau ke Baleg ini, untuk mendiskusikan terkait itu,” ujar Supratman.
    “Beberapa undang-undang yang tadi ditanyakan, karena ini kan tidak hanya pemerintah, tidak hanya Presiden, justru kami akan bicara dengan DPR,” katanya lagi.
    Selain itu, Supratman mengaku akan mengkaji terkait adanya usulan diksi “perampasan” diganti dengan “pemulihan” dalam RUU Perampasan Aset. Dia pun belum mendapat informasi terkait pertimbangan usulan perubahan diksi tersebut.
    “Kami belum dapat kajiannya, apa yang menjadi pertimbangannya. Nanti akan kita kaji kalau kemudian mereka sudah memberikan kita menyangkut soal kepastian dan diksi terkait dengan itu,” ujar politikus Gerindra itu
    Sejauh ini, Badan Legislasi DPR RI sedang mengundang berbagai lembaga dan organisasi untuk menyerap aspirasi usulan RUU. Selain RUU tentang Pemilu, RUU tentang Perampasan Aset juga kerap diusulkan oleh lembaga-lembaga terkait.
    Pimpinan Badan Legislasi DPR RI pun menyatakan bahwa harus mendengar usulan dari Komisi III DPR RI terlebih dahulu agar RUU Perampasan Aset bisa masuk dalam Prolegnas 2024-2029.
    Komisi III DPR merupakan alat kelengkapan dewan yang paling berkompeten untuk mengajukan usulan undang-undang tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
    Diketahui, pembahasan
    RUU Perampasan Aset Tindak Pidana
    itu sudah 18 tahun tak kunjung selesai dibahas di DPR RI.
    RUU Perampasan Aset Tindak Pidana sudah mulai disusun oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang atau tepatnya tahun 2008.
    Bahkan, di tahun 2012, RUU ini diajukan masuk legislasi nasional. Namun, belasan tahun berlalu usulan itu tak kunjung diundangkan.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Menteri Hukum akan lapor ke Presiden soal RUU Perampasan Aset

    Menteri Hukum akan lapor ke Presiden soal RUU Perampasan Aset

    Jakarta (ANTARA) –

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas bakal melaporkan ke Presiden Prabowo Subianto soal Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset, yang kini didorong oleh berbagai pihak untuk masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI.

     

    Dia mengatakan bahwa Prabowo telah meminta Kementerian Hukum untuk mengulas kembali terhadap seluruh RUU yang berpotensi menghambat program pemerintahan yang telah tertuang dalam Astacita. Menurut dia, semangat Prabowo terkait pemberantasan korupsi bisa ditafsirkan melalui pidato-pidatonya.

    “Kalau itu sudah pasti, pemberantasan korupsi itu menjadi bagian,” kata Supratman usai rapat bersama Komisi XIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

    Di pun mengaku sedang menunggu undangan dari Badan Legislasi DPR RI ke Kementerian Hukum untuk membahas terkait sejumlah RUU yang akan masuk ke dalam Prolegnas. Pasalnya sejauh ini, dia mengatakan Kementerian Hukum belum ada pembahasan mengenai Prolegnas.

    “Justru saya mau ke Baleg ini, untuk mendiskusikan terkait itu,” kata dia.

    Selain itu, dia mengaku akan mengkaji terkait adanya usulan diksi “perampasan” diganti dengan “pemulihan” dalam RUU Perampasan Aset. Dia pun belum mendapat informasi terkait pertimbangan usulan perubahan diksi tersebut.

    “Beberapa undang-undang yang tadi ditanyakan, karena ini kan tidak hanya pemerintah, tidak hanya presiden, justru kami akan bicara dengan DPR,” katanya.

    Sejauh ini, Badan Legislasi DPR RI sedang mengundang berbagai lembaga dan organisasi untuk menyerap aspirasi usulan RUU. Selain RUU tentang Pemilu, RUU tentang Perampasan Aset juga kerap diusulkan oleh lembaga-lembaga terkait.

    Pimpinan Badan Legislasi DPR RI pun menyatakan bahwa harus mendengar usulan dari Komisi III DPR RI terlebih dahulu agar Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset bisa masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024-2029.

    Komisi III DPR merupakan alat kelengkapan dewan yang paling berkompeten untuk mengajukan usulan undang-undang tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
    Baca juga: Baleg DPR beri opsi pakai judul “pemulihan” pada RUU Perampasan Aset
    Baca juga: Baleg DPR sebut harus dengar Komisi III soal RUU Perampasan Aset
    Baca juga: Ketua DPR sebut RUU Perampasan Aset jadi bahasan periode selanjutnya
    Baca juga: Menteri Hukum: Presiden minta review peraturan tidak dukung empat hal

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Guido Merung
    Copyright © ANTARA 2024

  • PDI-P Soroti Perombakan Sistem Pemilu dan Penguatan Parpol di Paket Revisi UU Politik
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        3 November 2024

    PDI-P Soroti Perombakan Sistem Pemilu dan Penguatan Parpol di Paket Revisi UU Politik Nasional 3 November 2024

    PDI-P Soroti Perombakan Sistem Pemilu dan Penguatan Parpol di Paket Revisi UU Politik
    Tim Redaksi
    TANGERANG, KOMPAS.com
    – Sekretaris Jenderal (Sekjen)
    PDI-P

    Hasto Kristiyanto
    menganggap usulan merevisi 8 paket Undang-Undang (UU) terkait sistem politik dan pemilu adalah gagasan yang baik.
    Menurut Hasto, partai politik (Parpol) memilki peran penting dalam sistem demokrasi, sehingga perbaikan sistem pelembagaan di internal diperlukan, khususnya untuk proses kaderisasi.
    “Ya itu suatu gagasan yang baik, karena dari PDI Perjuangan juga melakukan pelembagaan partai, disertasi saya menunjukkan itu,” ujar Hasto kepada wartawan, Minggu (3/11/2024).
    “Partai harus mengembangkan adanya
    think tank
    , adanya
    research based policy
    , sehingga partai melakukan proses kaderisasi,” sambungnya.
    Selain itu, Hasto berpandangan revisi UU tersebut juga baik dilakukan dalam rangka memperbaiki
    sistem pemilu
    di Indonesia ke depan.

    Akan tetapi, Hasto berharap agar pihak eksekutif maupun legislatif tetap memperhatikan skala prioritas, sebelum memutuskan tindak lanjut atas usulan tersebut.
    “Perombakan terhadap sistem pemilu ke depan penting, tetapi skala prioritas saat ini adalah mengamankan Pilkada yang berkedaulatan rakyat. Jangan sampai ada yang menggunakan kekuatan aparatur negara yang seharusnya netral,” pungkasnya.
    Diberitakan sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI mempertimbangkan penggunaan metode omnibus law untuk revisi 8 undang-undang (UU) yang terkait sistem politik dan pemilu.
    Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia saat rapat dengar pendapat umum antara Baleg DPR bersama Perludem hingga Komnas HAM pada Rabu (30/10/2024).
    Menurut Doli, metode
    omnibus law
    dapat menyatukan berbagai regulasi politik yang saling berkaitan menjadi satu undang-undang yang lebih komprehensif.
    “Makanya saya tadi mengusulkan ya sudah kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi
    omnibus law
    . Jadi karena itu saling terkait semua ya,” ujar Doli di Kompleks Parlemen, Rabu (30/10/2024).
    Doli menyampaikan sistem politik dan pemilu di Indonesia masih perlu disempurnakan, terutama untuk mengatasi persoalan biaya tinggi dan kompleksitas pelaksanaan pemilu.
    “Ayo kita mulai bicara tentang soal menyempurnakan sistem politik termasuk sistem pemilu kita. Kan sudah banyak bicara tadi soal penyelenggaraan katanya begini, soal biaya mahal politik kita seperti itu. Nah itu sudah bisa mulai sebetulnya,” ucap Doli.
    Menurut Doli, setidaknya ada delapan UU terkait sistem pemilu dan politik yang perlu dikaji kembali dan disatukan melalui
    omnibus law
    .
    Beberapa di antaranya adalah UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3), UU Pemerintah Desa, serta UU Hubungan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah.
    “Karena hulunya semua ini kan adalah pemilu maka harus mulai dari revisi Undang-Undang Pemilu,” kata Doli.
    Doli mengatakan, Baleg bersama sejumlah organisasi masyarakat baru mendiskusikan soal kemungkinan menggabungkan UU Pemilu dan Pilkada.
    Kendati demikian, Doli berharap pembahasan soal revisi 8 UU dan penggunaan metode omnibus law ini dapat diselesaikan jauh sebelum pelaksanaan pemilu berikutnya pada 2029.
    Dengan begitu, aturan yang baru dihasilkan bisa diterapkan dan bisa disosialisasikan secara maksimal kepada masyarakat.
    “Lebih baik jauh dari pemilu, sehingga kita satu terhindar dari
    vested interest
    . Kita punya cukup waktu nanti untuk uji publik, menyerap aspirasi, sehingga nanti 2026, 2027, 2028 itu sosialisasi sudah,” kata Doli.
    Ia juga berharap seluruh jajaran legislatif dan eksekutif memiliki komitmen yang sama untuk menyempurnakan UU terkait politik dan pemilu, sehingga bisa menjadi bagian dari agenda program legislasi nasional (Prolegnas).
    “Mudah-mudahan. Saya bilang, yang diperlukan setelah kesadaran itu adalah komitmen kita semua.
    Commited
    enggak kita mau menyempurnakan undang-undang politik, termasuk dalamnya soal penyelenggaraan pemilih,” ujar Doli.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Wakil Ketua Baleg DPR Pertanyakan Kata “Perampasan” pada RUU Perampasan Aset – Page 3

    Wakil Ketua Baleg DPR Pertanyakan Kata “Perampasan” pada RUU Perampasan Aset – Page 3

    Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Supratman Andi Agtas, menyatakan pemerintah akan mengajukan kembali Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset pada tahun 2025 ke DPR RI. RUU tersebut sejauh ini tidak pernah dibahas meski sudah bergulir sejak 2012 silam.

    “Kita akan lihat, karena prolegnas belum kita susun. Sekali lagi itu sekarang pemerintah sudah menyerahkannya kepada DPR. Dulu saya masih di sana juga, dan sudah ditugaskan kepada akademi untuk membahas. Sekarang, karena sudah mau memasuki pembahasan Prolegnas, nanti akan kami komunikasikan kembali kepada Presiden, apakah ini tetap dilanjutkan atau tidak,” ujar Andi di Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/9/2024).

    Menurut Andi, pemerintah tengah mendiskusikan untuk melanjutkan pengajuan RUU Perampasan Aset ke DPR RI dalam program legislasi nasional atau Prolegnas 2025. “Itu yang saat ini sedang kami diskusikan,” kata Andi.

    Dibahas Anggota DPR Periode 2024-2029

    Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengungkapkan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset kemungkinan besar akan dibahas pada periode DPR RI berikutnya.

    Meskipun Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta agar RUU tersebut segera diselesaikan, Sahroni menjelaskan bahwa waktu yang tersisa dalam masa sidang DPR RI periode 2019-2024 sudah sangat terbatas.

    “Masa sidang ini kan tinggal beberapa hari, jadi kemungkinan di masa sidang yang akan datang, di periode yang baru,” kata Sahroni di Universitas Borobudur, Jakarta, Minggu (8/9/2024).

    Diketahui Sahroni telah meraih gelar doktor dari Universitas Borobudur dengan disertasi yang bertema korupsi. Menurut dia, pidana penjara tidak akan efektif untuk memberikan efek jera terhadap pelaku korupsi.

    Maka dia pun menilai bahwa prinsip ultimum remedium untuk menangani kasus korupsi perlu dilakukan demi memaksimalkan pengembalian kerugian negara. Walaupun begitu, menurutnya upaya perampasan aset dan pengembalian kerugian negara merupakan dua hal yang berbeda.

    Selain itu, dia menilai bahwa tindak pidana korupsi di manapun masih tetap ada. Sehingga yang harus dilakukan, menurut dia, adalah upaya untuk meminimalisir kerugian negara di samping memberikan efek jera kepada pelaku.

    “Minimal (disertasi) strategi untuk melakukan itu, mungkin 5-10 tahun mendatang teman-teman mau berupaya, undang-undang itu lebih ditegaskan kepada proses ultimum remedium,” kata dia, dilansir dari Antara.