Topik: Prolegnas

  • DPR Tunggu Pembahasan RUU Pemilu Terkait Usul KPU Jadi Ad Hoc – Page 3

    DPR Tunggu Pembahasan RUU Pemilu Terkait Usul KPU Jadi Ad Hoc – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyebut bakal menunggu terlebih dahulu momentum pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu terkait adanya usulan agar KPU diubah menjadi lembaga ad hoc.

    Dia pun menghargai adanya usulan tersebut dan berbagai aspirasi lainnya yang berkembang. Menurut dia, Komisi II DPR RI berencana untuk membuat Omnibus Law tentang Politik yang di dalamnya juga memuat RUU Pemilu.

    “Di dalamnya terdapat beberapa Undang-Undang (UU) yang sekarang dijadikan satu UU Politik, yaitu UU Pemilu, UU Partai Politik, UU Pilkada, UU terkait dengan Hukum Acara sengketa Pemilu dan beberapa ketentuan-ketentuan lain terkait dengan Pemilu,” kata Rifqi di Jakarta, Sabtu (23/11/2024) seperti dilansir Antara.

    Namun, dia mengatakan Komisi II DPR belum menjadwalkan pembahasan terhadap kedudukan KPU dan Bawaslu, terutama di tingkat provinsi, kabupaten, kota, sampai di tingkat TPS, KPPS, dan pengawas.

    Pasalnya, menurut dia, sejauh ini Komisi II DPR RI masih akan fokus terhadap RUU tentang perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Dia mengatakan bahwa RUU itu masuk ke dalam daftar Program Leguslasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 yang diusulkan Komisi II DPR RI.

    Walaupun begitu, RUU tentang Pilkada dan RUU tentang Pemilu juga masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2025 yang diusulkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

  • Legislator Dorong Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat

    Legislator Dorong Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat

    Jakarta

    Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Arzeti Bilbina mendorong agar Rancangan Undang-undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat segera disahkan. Ia menilai RUU tersebut penting untuk menjamin hak-hak masyarakat adat yang selama ini terabaikan.

    “Menjamin hak-hak masyarakat adat merupakan kewajiban Negara. Maka kami mendorong agar RUU Masyarakat Hukum Adat masuk dalam Proglenas prioritas sehingga bisa segera disahkan,” kata Arzeti, Sabtu (23/11/2024).

    RUU Masyarakat Hukum Adat sendiri telah diusulkan sejak tahun 2003 dan dirumuskan naskah akademiknya pada tahun 2010. Meski sudah lama masuk Prolegnas DPR, namun RUU yang menyangkut kemaslahatan orang banyak itu belum juga disahkan.

    Berbagai lembaga, termasuk organisasi non-pemerintah dan komunitas adat secara aktif mengadvokasi pengakuan hak-hak masyarakat adat, serta perlindungan terhadap budaya dan lingkungan mereka.

    Arzeti menilai RUU MHA harus segera disahkan guna memberi pengakuan resmi terhadap hukum adat dan hak-hak masyarakat adat. Seperti hak atas tanah, sumber daya alam, dan hak untuk mempertahankan budaya.

    “Dengan adanya beleid khusus terkait masyarakat adat, kita berharap Pemerintah lebih memperhatikan adat budaya yang ada di Indonesia. Apalagi zaman sekarang sudah digempur oleh budaya luar yang sangat masif,” ungkap Arzeti.

    “Kan juga bisa memberikan kepentingan jangka panjang untuk masyarakat dan Pemerintah bisa menjaga adat budaya masyarakat kita,” ujarnya.

    “RUU Masyarakat Adat akan memastikan budaya orisinil kita tetap terjaga. Banyak adat budaya kita yang mulai hilang karena tergerus arus kemajuan zaman, seperti bahasa daerah kita yang sudah mulai tidak terpakai dan tidak digunakan masyarakat setempat,” lanjut Arzeti.

    “Dengan menjadikan pelestarian budaya sebagai hal prioritas, Korea Selatan berhasil membawa budaya Korea menjadi mendunia Kita lihat bagaimana keberhasilan K-Pop dan K-Drama terhadap perekonomian Korea Selatan,” ungkapnya.

    “Indonesia harus seperti itu agar bahasa dan budaya kita dikenal di kancah global. Betapa bangganya kita kalau musik-musik asli Indonesia seperti Gambang Kromong, Karawitan, Gamelan, Kombi dari Papua, Kolintang, Gambus dan lain-lain bisa seperti K-Pop,” tambah Arzeti.

    Selain itu, Arzeti menyinggung mengenai hukum adat yang sudah mulai ditinggalkan oleh generasi muda saat ini bisa. Alhasil, banyak masyarakat yang lebih mengutamakan arus globalisasi.

    “Untuk itu, saya mengajak Pemerintah dan teman-teman di DPR didukung oleh seluruh elemen bangsa untuk kita memperjuangkan RUU Masyarakat Adat. Tentunya ini semua demi kepentingan masyarakat,” ujarnya Arzeti.

    (eva/ygs)

  • Pemerintah Mau Ampuni Pajak Orang Kaya, Simak Daftar Orang Terkaya RI!

    Pemerintah Mau Ampuni Pajak Orang Kaya, Simak Daftar Orang Terkaya RI!

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tengah mewacanakan pengampunan pajak atau tax amnesty, yang pada dasarnya mengincar para konglomerat yang memiliki tunggakan besar. Lalu, siapa saja orang-orang kaya yang kemungkinan bisa mendapatkan tax amnesty?

    Berdasarkan data Forbes Real-Time Billionaires, sejumlah nama konglomerat masuk ke dalam daftar orang terkaya di Indonesia. Saat ini, posisi orang terkaya di Indonesia di peringkat pertama ditempati oleh Prajogo Pangestu. 

    Prajogo Pangestu yang memiliki beberapa perusahaan di Bursa seperti PT Barito Pacific Tbk. (BRPT), PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN), hingga PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN) memiliki kekayaan bersih sebesar US$46,6 miliar. Menurut Forbes, sumber kekayaan Prajogo Pangestu berasal dari bisnis petrokimia dan energi. 

    Orang terkaya selanjutnya adalah Low Tuck Kwong dengan jumlah kekayaan US$26,9 miliar. Konglomerat kelahiran Singapura ini mendapatkan kekayaannya dari bisnis batu bara. 

    Pada posisi selanjutnya orang terkaya Indonesia adalah Robert Budi Hartono dengan kekayaan US$24,8 miliar dan Michael Hartono dengan kekayaan US$23,8 miliar. Hartono bersaudara memiliki bisnis yang terdiversifikasi mulai dari bisnis perbankan hingga rokok. 

    Konglomerat selanjutnya adalah Sri Prakash Lohia dengan bisnis petrokimia. Forbes mencatat kekayaan Sri Prakash Lohia saat ini sebesar US$7,9 miliar. 

    Nama selanjutnya yang berada dalam daftar Forbes real-time billionaire adalah Agoes Projosasmito. Agoes tercatat memiliki kekayaan US$7 miliar yang berasal dari bisnis tambang dan investasi. 

    Kemudian, ada nama konglomerat Tahir dan keluarga dengan jumlah kekayaan US$5,8 miliar yang berasal dari berbagai macam bisnis.

    Nama mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian era SBY, Chairul Tanjung juga masuk ke dalam daftar orang terkaya Indonesia. Chairul Tanjung memiliki kekayaan sebesar US$5,1 miliar dari berbagai macam bisnisnya.

    Pada posisi ke-9, terdapat nama Dewi Kam, yang juga merupakan pemegang saham PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) selain Low Tuck Kwong. Dewi Kam memiliki kekayaan sebesar US$4,7 miliar. 

    Sementara itu, orang terkaya ke-10 di Indonesia adalah Djoko Susanto. Pemilik jaringan minimarket Alfamart ini diperkirakan Forbes memiliki kekayaan bersih sebesar US$4,2 miliar. 

    Selain nama-nama tersebut, terdapat pula nama seperti pemilik Grup Wilmar Martua Sitorus, Mochtar Riady dan keluarga dari Grup Lippo, Crazy Rich Surabaya Hermanto Tanoko, hingga Hary Tanoesoedibjo dalam daftar Forbes ini. 

    Sebagaimana diketahui, muncul wacana tax amnesty jilid III usai DPR resmi memasukkan RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak alias tax amnesty ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

    Meski tax amnesty berlaku untuk semua wajib pajak, pada dasarnya program tersebut lebih mengincar para konglomerat yang memiliki tunggakan pajak besar. 

    Pada saat pemerintahan pertama kali menerapkan tax amnesty pada 2016 misalnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada Ditjen Pajak lebih fokus mengejar para orang kaya, khususnya yang memiliki harta di luar negeri.

    Pemerintah bakal berkonsentrasi mengejar wajib pajak (WP) yang memiliki kekayaan kotor lebih dari Rp10 miliar atau WP yang melaporkan penghasilan di dalam SPT di atas Rp1 miliar per tahun.

  • KPPU Yakin DPR Segera Bahas Revisi UU 5/1999 tentang Persaingan Usaha

    KPPU Yakin DPR Segera Bahas Revisi UU 5/1999 tentang Persaingan Usaha

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Fanshurullah Asa yakin pembahasan revisi Undang-undang terkait Persaingan Usaha tidak membutuhkan waktu yang lama.

    Sebagaimana diketahui, revisi Undang-undang (UU) No.5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sudah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) atas inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

    “Memang UU Persiangan Usaha sudah puluhan tahun dan tidak pernah direvisi. Terima kasih ke teman-teman di legislatif khususnya Komisi VI, yang sudah punya perhatian ke KPPU,” ujarnya di sela kunjungan ke Redaksi Bisnis Indonesia, Jumat (22/11/2024). 

    Beberapa tahun silam, UU tersebut memang hampir direvisi oleh pemerintah dan DPR. Kala itu, usulan revisis datang dari pihak pemerintah. Lantaran sekarang revisi UU merupakan inisiatif DPR maka dia yakin tidak akan aral yang merintangi pembahasan tersebut. 

    Menurutnya, DPR masih bisa menggunakan draft revisi yang dulu sudah pernah dibahas oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Naskah tersebut, kata dia, masih sangat relevan dengan kondisi teraktual . 

    “Beberapa pasal memang perlu direvisi misalkan masalah definisi pelaku usaha yang sudah lintas negara, masalah notifikasi pre-merger. Mudah-mudahan bisa diwujudkan karena sudah ada kajiannya, naskah akademiknya juga sudah ada,” terangnya. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, setidaknya ada lima isu krusial terkait amandemen regulasi ini yakni penguatan kelembagaan KPPU sehingga sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menggeser regim merger dari post-merger yang membebani pelaku usaha menjadi pre-merger notification yang sejalan praktik internasional terbaik.

    Terkait dengan persoalan merger ini, berdasarkan penelitian yang disampaikan pada World Economic Forum (WEF), siklus hidup sebuah perusahaan hanya mencapai 13 tahun. Setelah itu, pelaku usaha akan melakukan merger atau akuisisi dan konsolidasi. Sebelumnya, siklus hidup perusahaan bisa mencapai 100 tahun dan merger semakin dinamis seiring platform ekonomi digital. 

    Isu lainnya, yaitu perubahan formula denda persaingan menjadi setinggi-tingginya 30% dari penjualan barang di mana pelaku usaha melakukan pelanggaran dan mengadopsi program leniensi atau whistleblower, atau justice collaborator dengan memberi keringanan hukuman bagi pelaku usaha yang kooperatif selama periode pemeriksaan. 

    Terakhir, amandemen itu bisa memberikan perluasan kewenangan KPPU sehingga menjangkau pelaku usaha di negara lain tetapi memiliki kegiatan bisnis di Indonesia.

  • Munculnya Rencana Tax Amnesty Jilid III hingga Ditjen Pajak Buka Suara

    Munculnya Rencana Tax Amnesty Jilid III hingga Ditjen Pajak Buka Suara

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) merespons terkait usulan DPR RI mengenai pelaksanaan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III pada 2025. Pihaknya menyatakan akan mendalami rencana tersebut.

    “Terkait Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty, kami akan mendalami rencana tersebut,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti dalam keterangan tertulis, Jumat (22/11/2024).

    Sebagai informasi DPR memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025. Artinya, RUU tersebut akan diprioritaskan untuk dibahas dan disahkan pada tahun depan.

    Jika berjalan lancar, maka pada 2025 nanti akan ada kebijakan tax amnesty jilid III. Sebelumnya, selama dua periode Presiden Joko Widodo tax amnesty berlangsung 2 kali, yaitu periode 2016-2017, dan 2022.

    Masuknya usulan RUU Pengampunan Pajak dalam Prolegnas Prioritas 2025 secara tiba-tiba, dan disetujui dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (19/11). Padahal rencana tersebut belum pernah muncul dalam rapat-rapat sebelumnya.

    “Jadi kalau Baleg itu kan menerima usulan dari setiap komisi, dari Komisi XI itu ada pengampunan pajak. Nah mengapa dan apa isinya, nanti Komisi XI yang membahas. Kami hanya mensinkronisasi nanti kalau mereka sudah selesai,” ucap Pimpinan Badan Legislasi (Baleg) Martin Manurung kepada wartawan usai paripurna.

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan tax amnesty memberikan kesempatan bagi wajib pajak kelas kakap untuk ‘bertaubat’ dari ketidakpatuhan pajak.

    “Kita tetap berusaha melakukan pembinaan untuk wajib pajak itu tetap patuh. Tapi pada saat yang sama, kita juga harus memberikan peluang terhadap kesalahan-kesalahan di masa lalu untuk diberikan sebuah program,” kata Misbakhun ditemui di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (19/11).

    Dia mengatakan DPR tak ingin para pengemplang pajak untuk menghindar terus-menerus. Tax amnesty, kata dia, adalah jalan keluar untuk mengampuni kesalahan pajak itu.

    “Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni. Maka amnesty ini salah satu jalan keluar,” ujar dia.

    Pandangan lain disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR Fraksi Gerindra, Mohamad Hekal. Menurutnya, usulan pelaksanaan tax amnesty lebih kepada semangat dalam membantu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mencari dukungan pembiayaan.

    “Saya lihat semangatnya lebih ke teman-teman ingin membantu pemerintah baru mencari pembiayaan untuk proyek-proyek ataupun agenda politik yang masuk Asta Cita,” kata Hekal ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta Selatan, Rabu (20/11).

    (acd/acd)

  • Orang Kaya Diampuni, Orang Miskin Dicekik Pajaknya

    Orang Kaya Diampuni, Orang Miskin Dicekik Pajaknya

    Jakarta: Langkah DPR memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty ke dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024 mendapat kritik tajam. Keputusan ini dinilai janggal lantaran RUU tersebut secara mendadak masuk dalam longlist usulan Badan Legislasi (Baleg) DPR.
     
    Langkah ini menuai banyak pertanyaan karena berpotensi membebaskan pelanggar pajak dari tanggung jawab masa lalu menjadi prioritas. Sementara, RUU Perampasan Aset, yang memiliki dampak besar dalam pemberantasan korupsi, justru diabaikan.
     
    “RUU Perampasan Aset adalah instrumen penting untuk mengembalikan kerugian negara akibat korupsi dan tindak kejahatan ekonomi lainnya. Tanpa adanya regulasi ini, aset-aset yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan rakyat akan terus terhenti di tangan para pelaku kejahatan,” ungkap pengamat hukum dan pegiat antikorupsi Hardjuno Wiwoho, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 22 November 2024.
    Hardjuno mensinyalir lolosnya RUU Tax Amnesty ke dalam daftar Prolegnas prioritas adalah titipan pengusaha, terutama pengusaha hitam yang mengemplang pajak selama ini.
     
    Selama ini, para pengemplang pajak terus menghindar dari kewajiban membayar pajak. Karena itu, mereka diduga melobi DPR akan membuat regulasi pengampunan pajak jilid III terhadap mereka.
     
    “Saya ajak seluruh rakyat Indonesia untuk mengawal RUU ‘siluman’ ini. Ini bentuk ketidakadilan di negara ini. Orang kaya diusulkan beri Tax Amnesty, sementara rakyat jelata dicekik pajaknya,” ketus Hardjuno.
     

    Komitmen pemberantasan korupsi jadi lemah

    Keputusan untuk tidak memprioritaskan RUU Perampasan Aset menurut Hardjuno sangat melemahkan komitmen pemberantasan korupsi. Padahal, regulasi ini dapat mempercepat proses pengembalian aset negara yang dikorupsi.
     
    “RUU ini penting untuk memastikan keadilan. Hasil korupsi harus dikembalikan ke rakyat, bukan justru dibiarkan menjadi aset pribadi yang dinikmati segelintir orang,” ujar Hardjuno.
     
    Lebih lanjut, Hardjuno mempertanyakan alasan mendadak di balik prioritas RUU Pengampunan Pajak. Karena menurutnya, DPR seharusnya mendahulukan kepentingan yang lebih besar, yakni memberantas korupsi.
     
    “Bukan meloloskan kebijakan yang berpotensi memberikan keuntungan bagi segelintir pelaku pelanggaran pajak,” kata Hardjuno.

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Bukan Revisi, Aturan Tax Amnesty Jilid III Akan Beda Jauh dengan Jilid I dan II

    Bukan Revisi, Aturan Tax Amnesty Jilid III Akan Beda Jauh dengan Jilid I dan II

    Bisnis.com, JAKARTA — RUU tentang Pengampunan Pajak yang masuk Prolegnas Prioritas DPR 2025 bukanlah revisi dari aturan lama. Akibatnya, ketentuan tax amnesty jilid III kemungkinan besar akan berbeda jauh dari tax amnesty jilid I maupun jilid II.

    Usulan RUU Tax Amnesty pertama kali muncul dalam rapat kerja antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah dan DPD pada Senin (18/11/2024). Ketika itu, RUU Tax Amnesty ditulis sebagai usulan dari Baleg DPR.

    Ketua Baleg DPR Bob Hasan menjelaskan bahwa pihaknya mengusulkan beleid dengan nomenklatur RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak. Artinya, Baleg DPR ingin merevisi UU Tax Amnesty yang lama.

    Kendati demikian, Bob mengungkap bahwa Komisi XI DPR bersurat kepada Baleg DPR untuk ‘mengambil alih’ usulan RUU Tax Amnesty tersebut. Dalam usulan Komisi XI, ternyata nomenklaturnya diganti menjadi RUU tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).

    Oleh sebab itu, Komisi XI bukan ingin merevisi UU Tax Amnesty yang lama melainkan membuat beleid baru dari nol sehingga akan terjadi banyak perubahan ketentuan dalam pelaksanaan tax amnesty jilid III nantinya.

    “Kalau sudah sampai 50% perubahan di setiap Undang-Undang itu, ya sudah judulnya bukan revisi tapi ya judul baru,” jelas Bob kepada Bisnis, Jumat (22/11/2024).

    Di samping itu, politisi Partai Gerindra tersebut paham betul muncul sejumlah kritik atas wacana penerapan kembali pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III.

    Kendati demikian, dia mengingatkan bahwa pemerintah baru Presiden Prabowo Subianto memerlukan dana yang tidak sedikit untuk mengeksekusi berbagai program unggulan seperti makan bergizi gratis hingga renovasi dan pembangunan sekolah-sekolah.

    Menurutnya, program tax amnesty bisa menjadi salah satu cara untuk meraih dana segar jumbo secara instan bagi pemerintah. Bagaimanapun, para konglomerat akan membayar uang tebusan atas pengungkapan atau deklarasi harta yang selama ini tidak dipajaki.

    “Intinya itu pemerintah butuh duit. Untuk ngolah-ngolah semua ini kan enggak mungkin dengan selalu pinjam-pinjam,” jelas Bob.

    Sebagai informasi, dalam 10 tahun terakhir, pemerintah sebenarnya sudah pernah dua kali mengeluarkan kebijakan tax amnesty.

    Pertama, tax amnesty jilid I pada 18 Juli 2016—31 Maret 2017. Program tersebut dijalankan berdasarkan UU Nomor 11/2016 tentang Pengampunan Pajak, yakni UU yang ingin direvisi oleh DPR.

    Tax amnesty jilid I diperuntukkan untuk seluruh wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan usaha. Tarifnya pun berbeda-beda tergantung waktu pelaporan dan repatriasi harta, mulai dari 2% hingga 10%.

    Kedua, tax amnesty jilid II atau Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 1 Januari—30 Juni 2022. Dasar hukumnya berdasarkan UU Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 196/PMK.03/2021.

    Peruntukan tax amnesty jilid II/PPS dibagi menjadi dua. Kebijakan I, untuk wajib pajak yang telah mengikuti tax amnesty jilid I tetapi masih memiliki harta yang belum dilaporkan; Kebijakan II, untuk wajib pajak orang pribadi yang memiliki harta yang diperoleh pada 2016—2020 tetapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) 2020.

    Sedangkan tarifnya lebih tinggi dibanding tax amnesty jilid I. Kebijakan I, 6%—11% tergantung pada repatriasi atau investasi; Kebijakan II, 12%—18% tergantung lokasi harta (dalam atau luar negeri) dan pengalihan ke investasi dalam negeri.

    Belakangan, muncul wacana tax amnesty Jilid III usai DPR resmi memasukkan RUU Tax Amnesty ke dalam Prolegnas Prioritas 2025. Kendati demikian, belum jelas arah RUU Tax Amnesty yang baru tersebut.

    Ketua Komisi XI DPR Misbakhun menjelaskan bahwa pembahasan RUU Tax Amnesty masih akan sangat panjang. Setelah disahkan masuk Prolegnas Prioritas 2025, pimpinan DPR masih akan menentukan RUU Tax Amnesty nantinya akan menjadi inisiatif pemerintah atau parlemen.

    Jika menjadi inisiatif DPR maka naskah akademik dan draf RUU Tax Amnesty akan disusun oleh Komisi XI. Sebaliknya, jika menjadi inisiatif pemerintah maka naskah akademik dan draf RUU Tax Amnesty akan disusun oleh Kementerian Keuangan.

    Oleh sebab itu, Misbakhun mengaku belum bisa menjelaskan substansi yang akan dibahas dalam RUU Tax Amnesty. Kendati demikian, dia tidak menampik bahwa nantinya akan ada tax amnesty jilid III apabila beleid tersebut selesai dibahas.

    “Sektor apa saja yang akan dicakup di dalam tax amnesty itu, tax amnesty itu meliputi perlindungan apa saja, ya nanti kita bicarakan sama pemerintah,” ujar Misbhakun di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).

    Bisnisgrafik Tax Amnesty: Mengampuni ‘Pendosa’ Pajak. / Bisnis-M. Imron GhozaliPerbesar

  • Video: Wamenkeu Era SBY Soal Rencana Tax Amnesty Jilid III Prabowo

    Video: Wamenkeu Era SBY Soal Rencana Tax Amnesty Jilid III Prabowo

    Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah kembali berencana menerapkan program pengampunan pajak atau tax amnesty. Dimana DPR telah memasukkan RUU Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak ke dalam program legislasi nasional atau prolegnas prioritas.

    Menilik rencana tax Amnesty Jilid III, Ekonom Senior, Anny Ratnawati tidak mau berandai-andai dan mengatakan kepastiannya masih menunggu pernyataan pemerintah terkait urgensi dan rencana pastinya agar tidak menimbulkan polemik.

    Sementara terkait pelaksanaan Tax Amnesty Jilid I dan II, Anny ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang erat kaitannya terhadap analisis pajak dan pengawasan pajak di masa depan. Hal terpenting dari program ini adalah pemanfaatan data tax amnesty oleh Dirjen Pajak untuk analisis kepatuhan pajak.

    Jika DJP bisa maksimal memanfaatkan hasil Tax Amnesty Jilid I dan Jilid II maka Kemenkeu bisa mendorong perbaikan tax ratio dan regulasi yang penting dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi RI.

    Seperti apa ekonom melihat urgensi tax amnesty? Selengkapnya simak dialog Anneke Wijaya dengan Ekonom Senior, Anny Ratnawati dalam Power Lunch, CNBC Indonesia (Jum’at, 22/11/2024)

  • Tanpa Tax Amnesty, Negara Tetangga RI Bisa Kok Banyak Kumpulkan Pajak

    Tanpa Tax Amnesty, Negara Tetangga RI Bisa Kok Banyak Kumpulkan Pajak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Isu kembali bergulirnya program pengampunan pajak atau tax amnesty yang kini memasuki jilid III mencuat di Indonesia, seusai Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

    Dalam UU Tax Amnesty sebelum ada wacana perubahan itu, tujuan diselenggarakannya program amnesti pajak terdiri dari tiga aspek, salah satunya adalah meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain digunakan untuk pembiayaan pembangunan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Ayat 2 UU No 11/2016.

    “Artinya negara memang lagi butuh cash flow. Nah, kalau cash flow, salah satu solusinya adalah tax amnesty,” kata Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi Amro di Gedung Parlemen, Jakarta, dikutip Jumat (22/11/2024).

    Ekonom senior yang merupakan pendiri Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini mengatakan, dari sisi penerimaan pajak Indonesia memang masih sangat rendah terlihat dari rasio pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio stagnan di kisaran 10%.

    Angka tax ratio Indonesia yang per 2023 sebesar 10,21% pun menjadi yang terendah dibanding negara-negara tetangga lain. Negara-negara seperti Vietnam, Filipina, Kamboja berkisar di level 18%, dan Thailand 16%.

    Negara-negara itu pun diketahui tak sering menggelar tax amnesty seperti di Indonesia. Indonesia sudah menggelar tax amnesty pada 2016 yang dikenal dengan tax amnesty jilid I dan pada 2022 dikenal dengan tax amnesty jilid II atau yang disebut dengan nama program pengungkapan sukarela (PPS).

    “Jadi sebaiknya kita mentransparankan saja pajak-pajak terutama dari pengusaha besar karena tax ratio kita itu masih terendah di Asean. Yang lain sudah 18%, Thailand yang enggak ya, dia 16% an. Kita di bawah 10%. Jadi itu bau politik tidak usah,” ucap Didik.

    Sebagai informasi, dalam Pasal 2 ayat 2 UU Tax Amnesty disebutkan bahwa Pengampunan Pajak bertujuan untuk:

    a. mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan Harta, yang antara lain akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar Rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi;

    b. mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi;

    c. meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

    (arj/mij)

  • DJP Buka Suara soal Rencana Tax Amnesty Jilid III

    DJP Buka Suara soal Rencana Tax Amnesty Jilid III

    Jakarta

    Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) buka suara terkait usulan DPR RI mengenai pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III pada 2025. Pihaknya menyatakan akan mendalami rencana tersebut.

    “Terkait Rancangan Undang-Undang Tax Amnesty, kami akan mendalami rencana tersebut,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti dalam keterangan tertulis, Jumat (22/11/2024).

    Sebagaimana diketahui, DPR RI memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025. Artinya peraturan tersebut akan diprioritaskan untuk dibahas dan disahkan pada tahun depan.

    Masuknya RUU Pengampunan Pajak dalam Prolegnas Prioritas 2025 terjadi secara tiba-tiba yang disetujui dalam rapat paripurna DPR RI pada Selasa (19/11). Padahal rencana tersebut belum pernah muncul dalam rapat-rapat sebelumnya.

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan tax amnesty memberikan kesempatan bagi wajib pajak kelas kakap untuk ‘bertaubat’ dari ketidakpatuhan pajak.

    “Kita tetap berusaha melakukan pembinaan untuk wajib pajak itu tetap patuh. Tapi pada saat yang sama, kita juga harus memberikan peluang terhadap kesalahan-kesalahan di masa lalu untuk diberikan sebuah program,” kata Misbakhun ditemui di Kementerian PPN/Bappenas, Jakarta, Selasa (19/11).

    Dia mengatakan DPR tak ingin para pengemplang pajak untuk menghindar terus-menerus. Tax amnesty, kata dia, adalah jalan keluar untuk mengampuni kesalahan pajak itu.

    “Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni. Maka amnesty ini salah satu jalan keluar,” ujar dia.

    Pandangan lain disampaikan Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Fraksi Gerindra, Mohamad Hekal. Menurutnya, usulan pelaksanaan tax amnesty lebih kepada semangat dalam membantu pemerintahan Presiden Prabowo Subianto untuk mencari dukungan pembiayaan.

    “Saya lihat semangatnya lebih ke teman-teman ingin membantu pemerintah baru mencari pembiayaan untuk proyek-proyek ataupun agenda politik yang masuk Asta Cita,” kata Hekal ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta Selatan, Rabu (20/11).

    Lihat juga video: Indef Sebut Pemerintah Punya Opsi Lain untuk Jaga Stabilitas Ekonomi

    (acd/acd)