Topik: Prolegnas

  • Mengakhiri Brutalitas Pemilu Lewat Revisi Undang-Undang

    Mengakhiri Brutalitas Pemilu Lewat Revisi Undang-Undang

    Mengakhiri Brutalitas Pemilu Lewat Revisi Undang-Undang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kata “brutal” menjadi favorit para elite politik untuk mengomentari jalannya Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
    Mereka menggunakan kata ini sebagai simbol bahwa pemilihan umum yang digelar 2024 sangat jauh dari cita-cita demokrasi.
    Tentu, yang paling banyak memakai kata “brutal” untuk mengomentari
    Pemilu 2024
    adalah mereka yang kalah. 
    Ucapan brutalitas pemilu ini diungkapkan berbagai elite politik, baik yang telah pensiun dari jabatan publik, maupun mereka yang saat itu berada di dalam kekuasaan.
    Diksi berbeda pernah diucapkan oleh Wakil Presiden Ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla, meskipun maknanya tak jauh berbeda.
    Dia menyebut, Pemilu 2024 sebagai ajang pemilihan presiden, wakil presiden sekaligus parlemen yang paling buruk sepanjang sejarah sejak tahun 1955.
    “Artinya adalah demokrasi pemilu yang kemudian diatur oleh minoritas, artinya oleh orang yang mampu, orang pemerintahan, orang yang punya uang,” katanya setelah Pemilu 2024 tiga minggu berlalu, tepatnya pada Kamis (7/3/2024).
    Dia mengatakan, Pemilu 2024 tak seharusnya mundur seperti saat ini agar proses pergantian kepemimpinan bisa semakin baik dan berkualitas.
    Selebihnya, tiga tokoh yang mengucapkan kata “brutal” untuk menggambarkan Pemilu 2024 ialah Eks Menkopolhukam Mahfud MD yang juga kontestan Pilpres 2024, dan Ketua MPR-RI Bambang Soesatyo.
    Ada juga Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI sekaligus cawapres nomor urut 1.
    Dari kalangan masyarakat sipil, ada pengajar hukum pemilu Fakultas Hukum UI Titi Anggraini.
    Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya pun mengakui perlunya perbaikan pemilu, berkaca pada
    pemilu 2024
    lalu.
    Pada sebuah acara diskusi 19 November lalu, Bima Arya menjelaskan, Presiden memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024 sehingga ada amanat yang diberikan secara langsung kepada Kementerian Dalam Negeri untuk memperbaikinya.
    “Yang pertama kali dia sampaikan adalah ‘tolong Kemendagri lakukan kajian tentang sistem pemiliu kita, tidak efektif, tidak efisien,’ kira-kira begitu,” ujar Bima.
    Ia menyebut, Presiden Prabowo Subianto menangkap keresahan masyarakat terkait apa yang disebut “brutalitas” dalam Pemilu 2024, mulai dari biaya politik hingga isu yang mungkin bisa memecah belah bangsa.
    “Nah ini saya kira apa yang ditangkap Presiden dengan apa yang disuarakan juga oleh para pemikir, peneliti di kampus, juga teman-teman politisi,” ucap dia.
    Hal yang menjadi sorotan dan dalil gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) saat perselisihan hasil pemilihan presiden 2024 adalah politisasi bantuan sosial.
    Putusan MK memang tak mengubah hasil apa pun dari keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait pemenang Pilpres.
    Namun, pendapat berbeda dari Hakim Konstitusi Saldi Isra menjadi catatan penting penyelenggaraan Pemilu 2024.
    Wakil Ketua MK ini beranggapan bahwa dalil Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar berkaitan dengan politisasi bansos seharusnya tidak ditolak Mahkamah.
    “Saya berkeyakinan bahwa dalil pemohon terkait dengan politisasi bansos beralasan menurut hukum,” ujar Saldi membacakan pendapat berbedanya (dissenting opinion) dalam sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024).
    Dia mengungkit bahwa pembagian bansos atau nama lainnya untuk kepentingan elektoral tidak mungkin untuk dinafikan sama sekali.
    Menurut Saldi, terdapat fakta persidangan perihal pemberian atau penyaluran bansos atau sebutan lainnya yang lebih masif dibagikan dalam rentang waktu yang berdekatan/berhimpitan dengan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
    “Praktik demikian merupakan salah satu pola yang jamak terjadi untuk mendapatkan keuntungan dalam pemilu (electoral incentive),” kata Saldi.
    Hal ini secara tak langsung juga menjadi ketakutan dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024. K
    Ketakutan yang membesar ini disalurkan lewat Komisi II DPR-RI sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan menghentikan penyaluran bantuan sosial agar tak terjadi politisasi oleh calon kepala daerah petahana yang memiliki kewenangan terkait bansos ini.
    Selain masalah bansos, dukungan Kepala Negara kepada kontestan pemilu menjadi sorotan publik dalam konteks brutalitas pemilu.
    Meski secara aturan tak ada yang melarang, hal yang dilakukan kali pertama oleh Presiden Joko Widodo ini dilanjutkan Prabowo saat ini di masa Pilkada.
    Sedikitnya, Presiden Prabowo blak-blakan meng-endorse tiga pasangan calon kepala daerah, yakni calon gubernur dan wakil gubernur (cagub-cawagub) Jawa Tengah, Ahmad Luthfi dan Taj Yasin, lalu cagub-cawagub Banten, Andra Soni-Dimyati Natakusumah. Terakhir dukungan untuk cagub-cawagub Jakarta, Ridwan Kamil dan Suswono.
    Bentuk brutalitas lainnya yang paling terlihat di Pilkada Serentak 2024 adalah aksi borong tiket.
    Hal ini jelas terlihat pada saat pendaftaran calon kepala daerah untuk Pilgub Jakarta. Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang saat itu memiliki elektabilitas paling tinggi tak dapat tiket karena tak ada yang mencalonkan.
    Sedangkan paslon Ridwan Kamil-Suswono melanggeng dengan memborong 15 partai.
    Beruntung putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah memberikan kesempatan PDI-Perjuangan mengusung calonnya sendiri sehingga Pilkada Jakarta berjalan dengan lebih dari dua pasangan calon.
    Namun nasib berbeda terlihat di beberapa daerah yang masih menyuguhkan kotak kosong sebagai lawan calon tunggal yang memborong tiket pilkada.
    Terbanyak berada di Provinsi Bangka Belitung dengan tiga daerah kabupaten/kota yang berkontestasi dengan kotak kosong.
    Cegah terulang dengan perbaikan hukum pemilu
    Ada harapan besar dari masyarakat agar pemilu di masa depan tak lagi sebrutal saat ini dengan jalan memperbaiki aturan main pemilihan.
    Revisi UU Pemilu
    digaungkan, baik dari kalangan elite politik, legislatif, pemerintah dan masyarakat sipil.
    Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraeni mengatakan,
    revisi UU Pemilu
    dan Pilkada yang menjadi prioritas program legislasi nasional (prolegnas) sangat diperlukan.
    Salah satu yang paling krusial adalah pemisahan antara pemilu dan pilkada di tahun yang berbeda untuk menghindari rendahnya tingkat partisipasi pemilih.
    “Ada sejumlah hal yang mendesak dievaluasi dan diperbaiki dalam UU Pilkada berkaca dari penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 yang terselenggara di tahun yang sama dengan Pemilu Serentak 2024,” ujarnya pada Jumat (29/11/2024).
    Ia juga menyoroti beban berat yang dihadapi penyelenggara akibat harus mengelola tahapan pemilu dan pilkada secara bersamaan.
    Hal penting lainnya adalah membuat ambang batas calon kontestan pemilu dan pilkada yang dilakukan secara lebih adil.
    Wamendagri Bima Arya mengatakan, ambang batas pencalonan tak hanya mengatur batas bawah suara yang harus diperoleh partai atau kumpulan partai, tetapi juga harus mengatur batas atas suara partai atau kumpulan partai dalam mencalonkan pasangan calon tertentu.
    Hal ini perlu dilakukan, agar aksi borong tiket tak lagi terjadi di masa depan.
    Terakhir dan yang mungkin paling penting di luar hal teknis lainnya adalah segera merevisi UU Pemilu setelah Pilkada Serentak 2024 dinyatakan selesai.
    Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengatakan,
    revisi UU pemilu
    harus segera dilakukan agar terbebas dari intervensi dan kepentingan politik yang kuat.
    Jika revisi UU Pemilu dan Pilkada direvisi mendekati tahun pemilihan, dia khawatir akan ada intervensi yang kuat dan titipan pasal yang bisa menguntungkan para kontestan pemilu.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Alasan Baleg DPR Tunda Audiensi Bareng PPATK terkait RUU Perampasan Aset

    Alasan Baleg DPR Tunda Audiensi Bareng PPATK terkait RUU Perampasan Aset

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Legislasi (Baleg) DPR menunda audiensi terkait pembahasan RUU Perampasan Aset dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

    Adapun, rapat pleno ini sebenarnya dijadwalkan pada hari ini, Rabu (4/12/2024) pukul 10:00 WIB, di Ruang Baleg DPR RI.

    Wakil Ketua Baleg DPR RI Martin Manurung menyampaikan, pihaknya menerima informasi secara lisan bahwa PPATK masih memerlukan tambahan waktu untuk menyempurnakan materi paparannya. 

    “Kami menerima informasi secara lisan beberapa saat yang lalu bahwa dari pihak PPATK perlu adanya penyempurnaan materi paparan dalam pleno ini,” ujarnya dalam ruang Baleg, Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (4/12/2024).

    Dengan demikian, lanjut Martin, rapat pleno hari ini ditunda sampai dengan pihak PPATK mengirimkan surat lanjutan dan merasa siap untuk menyampaikan pemaparannya dalam rapat pleno di Baleg DPR RI.

    “Sehingga pimpinan tadi sudah memutuskan dari rapat pimpinan agar rapat ini ditunda sampai dengan adanya surat dari PPATK, untuk setelah mereka siap menyampaikan paparan di tengah pleno Baleg,” lanjut dia.

    Di lain kesempatan, Wakil Ketua Baleg DPR RI Sturman Panjaitan mengaku bahwa dirinya belum mengetahui secara dalam tentang materi apa yang akan disampaikan oleh PPATK.

    Dia turut berpendapat RUU Perampasan Aset ini termasuk salah satu isu yang cukup sensitif. Maka dari itu, dia memahami jika PPATK membutuhkan waktu tambahan dalam menyempurnakan materinya.

    “Karena ini kan isu yang cukup sensitif saat ini, sehingga mereka butuh [tambahan waktu]. Jangan sampai nanti ada pemahaman yang berbeda terhadap apa yang ingin disampaikan dengan apa yang ditangkap oleh audience,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (4/12/2024).

    Lebih jauh, politikus PDIP ini berharap bahwa RUU Perampasan Aset dapat dimasukkan ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2026.

    “Mudah-mudahan [Prolegnas prioritas] di tahun 2025 ini selesai semua nih ceritanya yang prioritas. Iya 2026 itulah nanti yang salah satunya diharapkan masuk,” pungkasnya.

  • Wakil Ketua Baleg DPR ingin RUU Perampasan Aset masuk prioritas 2026

    Wakil Ketua Baleg DPR ingin RUU Perampasan Aset masuk prioritas 2026

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI Sturman Panjaitan menginginkan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2026.

    Untuk mencapai hal itu, kata Sturman di Jakarta, Rabu, rancangan undang-undang (RUU) yang masuk Prolegnas Prioritas tahun 2025 harus selesai dibahas di DPR.

    RUU yang masuk prioritas pada tahun 2025 ada sebanyak 41 RUU yang diusulkan oleh 13 komisi di DPR, Baleg, pemerintah, hingga DPD.

    “Perhatikan setiap tahun kita ada rapat lagi, ada prioritasnya lagi setiap tahun kan, mudah-mudahan ini pada tahun 2025 ini selesai semua,” kata Sturman di Kompleks Parlemen, Jakarta.

    Pada Rabu ini, Baleg DPR dijadwalkan melaksanakan audiensi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk membahas RUU Perampasan Aset.

    Namun, dia mengatakan bahwa audiensi itu diundur karena PPATK perlu melengkapi data-data yang diperlukan.

    Menurut Sturman, kelengkapan itu memang diperlukan karena isu yang dibahas merupakan isu yang sensitif. Jangan sampai ada pemahaman yang berbeda terhadap hal yang ingin disampaikan dengan yang ditangkap audiens.

    “Mereka akan menyiapkan data atau informasi yang lebih baik lagi supaya informasinya itu tidak separuh-separuh, tidak setengah-setengah,” katanya.

    Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR RI lainnya Martin Manurung mengatakan PPATK menyampaikan secara lisan kepada Baleg DPR untuk mengundur jadwal audiensi tersebut demi penyempurnaan materi paparan.

    “Rapat ini ditunda sampai dengan adanya surat dari PPATK setelah mereka siap untuk menyampaikan paparan di tengah pleno Baleg,” kata Martin.

    RUU tentang Perampasan Aset sudah masuk Prolegnas Jangka Menengah 2025–2029. RUU yang memiliki nomenklatur lengkap, yaitu RUU tentang Perampasan Aset terkait Tindak Pidana, tercatat diusulkan DPR atau pemerintah.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Didik Kusbiantoro
    Copyright © ANTARA 2024

  • GMNI Nyatakan Sikap soal Beleid Agraria Masuk Prolegnas – Page 3

    GMNI Nyatakan Sikap soal Beleid Agraria Masuk Prolegnas – Page 3

    Namun Imanuel menyayangkan, menuju delapan dekade bangsa Indonesia merdeka, rakyat belum menikmati kemerdekaan yang sesungguhnya. Kemerdekaan yang dicita-citakan para pendiri bangsa, yaitu rakyat yang berdaulat atas tanah dan airnya.

    Padahal, sambung dia, Tanah dan kekayaan agraria merupakan sumber pokok yang amat menentukan bagi penghidupan kaum tani, nelayan, masyarakat adat dan masyarakat pedesaan dan masyarakat tak bertanah di perkotaan sebagai representative pokok masyarakat Indonesia.

    Imanuel mewanti, saat ini keberadaan UUPA 1960 sedang terancam oleh DPR RI melalui masuknya rencana revisi UUPA 1960 dalam Prolegnas 2025-2029. GMNI bersikap upaya revisi UUPA 1960 adalah sebuah pengingkaran atas Cita-cita Proklamasi 1945 dan konstitusi serta mengancam tercerabutnya akar-akar kedaulatan rakyat dan bangsa ini atas kekayaan agrarianya.

    “Kami GMNI menyatakan menolak upaya revisi Undang-Undang Pokok Agraria 1960 (UUPA 1960) yang saat ini sedang bergulir di DPR RI dan menyatakan upaya tersebut sebagai pengkhianatan terhadap cita-cita kemerdekaan dan amanat konstitusi atas sumber-sumber agraria Indonesia,” tegas Imanuel.

    Imanuel juga memastikan, GMNI mendesak dikeluarkannya perubahan UUPA 1960 dari daftar Prolegnas dan mendukung segala upaya Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk merealisasikan kedaulatan pangan, pengentasan kemiskinan dan membangun industrialisasi nasional melalui reforma agraria.

    “Mendukung upaya Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk mentertibkan pajak di bidang sumber kekayaan alam agar pendapatan negara di bidang sumber daya alam dapat meningkat dan mendesak Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menaikan pendapatan negara melalui redistribusi tanah, khususnya dalam segi ketimpangan penguasaan tanah, penertiban tanah terlantar dan konflik agraria,” dorong Imanuel.

    Terakhir, Imanuel menyatakan GMNI mendesak pemerintahan Prabowo-Gibran untuk berkomitmen menjalankan UUPA 1960 sebagai landasan konstitusional menjalankan perombakan struktur agraria dan pelaksanaan redistribusi tanah bagi rakyat tak bertanah demi terciptanya tatanan masyarakat adil dan Makmur.

    “Mendesak DPR RI untuk segera membahas dan mengesahkan UU Reforma Agraria sebagai landasan hukum yang kuat sesuai cita-cita UUPA 1960 dalam mengimplementasikan reforma agraria,” dia memungkasi.

     

  • DPR Usul Tax Amnesty Jilid III, Anindya Bakrie Beri Respons Begini

    DPR Usul Tax Amnesty Jilid III, Anindya Bakrie Beri Respons Begini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie buka suara mengenai usulan DPR untuk implementasi Tax Amnesty jilid III di 2025. Menurutnya kalangan pengusaha masih melakukan evaluasi dan mempelajari dampak dari pengampunan pajak ini.

    “Kita harus tahu lebih dahulu ini, kalau tidak salah ini inisiatifnya dari DPR ya, kita akan pelajari dan juga evaluasi,” kata Anindya Bakrie, di Hotel Mulia, Jakarta, Sabtu (30/11/2024).

    Ia melihat implementasi Tax Amnesty pertama era pemerintahan Presiden Joko Widodo dinilai sukses. Sedangkan tahap kedua selama 6 bulan di tahun 2022 itu juga lumayan sukses.

    “Sehingga tahap 3 ini kita harus pastikan kaya apa impact-nya, yang paling penting waktunya,” katanya.

    Anindya mengingatkan persoalan timing atau waktu implementasi, di tengah rencana pemerintah juga mau meningkatkan PPN 12% di tahun 2025.

    Sehingga dalam Rapimnas Kadin 2024 mendatang Anindya, ingin melihat tanggapan dan masukan dari kalangan pengusaha yang hadir.

    “Di sini lah dalam Rapimnas kita bicarakan utuh supaya tidak sepenggal-sepenggal, dan tidak terjadi distorsi kalau sepenggal-sepenggal,” katanya.

    Foto: Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie menghadiri Rapimnas Kadin 2024 di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta. (Dok. Kadin Indonesia)
    Ketua Umum Kadin Indonesia, Anindya Bakrie menghadiri Rapimnas Kadin 2024 di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta. (Dok. Kadin Indonesia)

    Sebelumnya Komisi XI DPR RI mengagendakan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak atau tax amnesty mulai Januari 2025, atau setelah pimpinan DPR menetapkan masa reses akhir tahun dalam Rapat Paripurna pada 5 Desember 2024.

    Sebagaimana diketahui, Rapat Paripurna DPR pada 19 November 2024 silam telah menyepakati RUU tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak masuk ke dalam Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025. Komisi XI menjadi alat kelengkapan dewan yang membahas RUU itu.

    Wakil Ketua Komisi XI DPR Fauzi rancangan pembahasan RUU Tax Amnesty jilid III ini secara garis besar akan mengevaluasi pelaksanaan program tax amnesty jilid I yang digelar pada 2016 melalui 3 periode.

    Sebab, ia mengatakan, masih banyak pengemplang pajak yang mengikuti program pengampunan pajak itu belum sepenuhnya mendeklarasikan 100% hartanya dan memenuhi kewajiban pembayaran pajaknya ke pemerintah.

    “Jadi ini penting supaya baik yang di dalam maupun di luar negeri, khususnya yang di luar negeri harus berani declare, kan dengan pengampunan, tax amnesty,” ucap Fauzi Amro, usai menghadiri Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2024 di Jakarta, dikutip Sabtu (30/11/2024).

    Karena itu, konsep program amnesti pajak jilid III ini mayoritas akan menargetkan wajib pajak yang telah mengikuti program tax amnesty jilid I, bukan pengemplang pajak baru yang selama ini tak patuh membayar pajak.

    Maka, dalam RUU Tax Amnesty Jilid III kata dia akan mengatur konsep pemberian sanksi secara tegas kepada para pengemplang pajak yang tak juga mematuhi kewajiban perpajakan, sambil mengevaluasi besaran tarif diskon pajaknya supaya mereka betul-betul memenuhi kewajiban perpajakannya.

    (emy/wur)

  • Di Zaman Pak Jokowi Sukses

    Di Zaman Pak Jokowi Sukses

    Jakarta

    Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Anindya Bakrie merespons rencana adanya pengampunan pajak atau Tax Amnesty Jilid III. DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025.

    Anindya menilai, rencana implementasi Tax Amnesty perlu dilihat kembali potensi keberhasilannya. Pihaknya akan mencoba mempelajari dan mengevaluasi kembali hasil implementasi program tersebut sebelumnya.

    “Kita akan pelajari dan juga evaluasi. Karena dari sisi Tax Amnesty tahap pertama di zaman Pak Jokowi sukses, tahap kedua lumayan, sehingga tahap ketiga ini kita harus pastikan kayak apa impact-nya,” kata Anindya, ditemui di sela-sela acara Forum Anggota Luar Biasa (ALB) Pra-Rapimnas Kadin 2024 di Hotel Mulia, Jakarta, Sabtu (30/11/2024).

    Menurutnya, salah satu hal yang perlu menjadi pertimbangan penting ialah terkait waktu pelaksanaannya. Apalagi, mengingat di 2025 nanti akan diterapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%. “Yang paling penting waktunya. Satu sisi kita lihat ada PPN 12% lain sisi dengan upaya kalau benar ada Tax Amnesty ini,” ujarnya.

    Persoalan ini juga akan dibahas lebih lanjut dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin 2024 yang akan diselenggarakan esok hari. Ia berharap agar pembahasan terkait Tax Amnesty dan PPN 12% ini tuntas sehingga tidak terjadi distorsi.

    “Dalam Rapimnas kita bicarakan utuh supaya tidak sepenggal-sepenggal, dan tidak terjadi distorsi kalau sepenggal-sepenggal. Dan kita tanyakan ALB, asosiasi, himpunan, Kadin Provinsi, dan pengusaha di pusat, gimana ide-ide seperti yang disampaikan,” kata dia.

    Sebagai informasi, DPR RI mengusulkan pelaksanaan Tax Amnesty atau pengampunan pajak jilid III di 2025. Wacana pelaksanaan kebijakan tersebut dimaksudkan untuk membantu pemerintah mencari dukungan pendanaan dalam pelaksanaan proyek-proyek Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.

    Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan Badan Legislasi (Baleg) DPR secara mendadak memasukkan RUU tersebut dalam long list. Untuk itu, Komisi XI berinisiatif memasukkannya sebagai RUU prioritas Komisi XI.

    RUU Pengampunan Pajak kemungkinan besar akan mulai dibahas bersama pemerintah pada tahun depan. Terkait sektor-sektor apa saja yang diberikan pengampunan, sejauh ini belum dibicarakan.

    Program Tax Amnesty sendiri pertama kali dilaksanakan di Indonesia pada 2016 dengan klaim hanya dilakukan satu kali. Nyatanya pemerintah kembali membuka program tax amnesty jilid II atau dikenal Program Pengungkapan Sukarela (PPS) pada 2022 dan akan berlangsung jilid III.

    (shc/fdl)

  • Soal RUU Jasa Konstruksi, Apa Saja yang Krusial? – Page 3

    Soal RUU Jasa Konstruksi, Apa Saja yang Krusial? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Sebagai asosiasi tertua yang didirikan sejak tahun 1959, GAPENSI telah mengundang seluruh asosiasi badan usaha jasa konstruksi terakreditasi untuk berdiskusi terkait rencana pemerintah dalam merevisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

    Dalam diskusi tersebut, disoroti isu beredarnya draft rancangan undang-undang pengganti UU Nomor 2 Tahun 2017 yang dinilai sebagai hoax.

    Draft tersebut berpotensi mempengaruhi opini publik, padahal penyusunan rancangan undang-undang baru memerlukan tahapan yang jelas, mulai dari naskah akademis, daftar isian masalah, hingga masukan dari publik, yang saat ini belum terlaksana.

    Pada pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2025, belum tercantum rencana pembahasan RUU pengganti UU Nomor 2 Tahun 2017.

    Namun, RUU Perubahan Ketiga atas UU Nomor 2 Tahun 2017 telah masuk dalam daftar Prolegnas Lima Tahun.

    “Kami meminta kepada DPR-RI, khususnya Komisi V, untuk tidak terburu-buru dalam mengesahkan perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017,” ujar Ketua Umum BPP GAPENSI, Andi Rukman, Kamis (28/11/2024).

    Catatan GAPENSI

    Hasil telaah gabungan asosiasi badan usaha jasa konstruksi terakreditasi menunjukkan bahwa isi UU Nomor 2 Tahun 2017 telah cukup memadai untuk mencapai tujuan sebagaimana diatur dalam Pasal 3, dengan beberapa catatan.

    Salah satu poin penting adalah kewenangan pemerintah pusat dan daerah yang dinilai masih sektoral dalam memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan usaha jasa konstruksi.

    Dalam diskusi, juga ditekankan pentingnya peningkatan peran tenaga kerja lokal dan penyedia jasa konstruksi lokal. Menteri Dalam Negeri telah mengarahkan pemerintah daerah agar setiap proyek konstruksi yang didanai APBD wajib mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kompetensi tenaga kerja lokal dan penyedia jasa lokal.

     

  • Begini Reaksi Sri Mulyani Saat Ditanya Tax Amnesty Jilid III di Tengah Penolakan PPN 12%

    Begini Reaksi Sri Mulyani Saat Ditanya Tax Amnesty Jilid III di Tengah Penolakan PPN 12%

    Jakarta

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati enggan menanggapi rencana pelaksanaan pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III. Bendahara Negara itu memilih diam seribu bahasa saat ditanya wartawan terkait hal tersebut.

    Ketika ditemui di TPS 01 Bintaro Sektor 3A, Tangerang Selatan (Tangsel), Rabu (27/11/2024), awalnya Sri Mulyani ditanya soal harapannya terkait Pilkada 2024 dan ditanggapi. Kemudian saat ditanya terkait tax amnesty, ia tidak menghiraukan dan langsung berbincang dengan wanita paruh baya yang menghampirinya sebelum masuk mobil.

    Sebagaimana diketahui, DPR RI memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2025. Artinya peraturan tersebut akan diprioritaskan untuk dibahas dan disahkan pada tahun depan.

    Sebelumnya, Sri Mulyani juga memilih bungkam saat ditanya mengenai banyaknya penolakan terhadap rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12% di 2025. Kebijakan itu rencananya mulai berlaku 1 Januari 2025.

    Sri Mulyani tak mau menjawab satupun pertanyaan awak media di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (26/11) soal kenaikan PPN jadi 12%, termasuk apakah ada peluang kebijakan itu ditunda.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun demikian. Ditemui di tempat yang sama, dia tak mau banyak bicara soal banyaknya permintaan menunda kenaikan PPN.

    “PPN ke Bu Menteri Keuangan. Ibu aja nggak mau (jawab) apalagi saya,” ungkap Airlangga singkat.

    Ketika ditanya apakah ada kemungkinan kebijakan itu ditunda, dia menyatakan belum ada arah pembicaraan untuk itu. “Nggak,” jawabnya singkat.

    (acd/acd)

  • Menhan Sjafrie Dukung Revisi UU TNI, Ini Poin-poin yang Berubah

    Menhan Sjafrie Dukung Revisi UU TNI, Ini Poin-poin yang Berubah

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pertahanan (Menhan) Sjafrie Sjamsoeddin mengungkapkan pihaknya akan mendorong revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) Nomor 34 Tahun 2004, guna melanjutkan penguatan kebijakan strategi pertahanan.

    Hal ini dia sampaikan dalam rapat kerja bersama Komisi I DPR RI, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin (25/11/2024).

    “Kita akan melanjutkan penguatan kebijakan strategi pertahanan, yaitu seperti yang tadi disinggung, kita akan melakukan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia,” ungkap Sjafrie Sjamsoeddin di hadapan Komisi I.

    Selain itu, Sjafrie juga menuturkan dalam melakukan penguatan kebijakan strategis nasional, pihaknya akan membentuk Dewan Pertahanan Nasional (DPN). Menurutnya, ini merupakan amanat dari Pasal 15 UU Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

    “Kita akan melakukan penguatan kebijakan strategis nasional dengan membentuk amanat undang-undang pertahanan negara pasal 15, yaitu terbentuknya Dewan Pertahanan Nasional, dalam konteks bagaimana kita mengamankan kedaulatan negara,” tuturnya.

    Sjafrie membeberkan dari sistem pertahanan negara, Indonesia disebut sudah tertinggal 22 tahun lamanya. Hal ini diakibatkan dari intensitas pelaksanaan tugas di dalam negeri yang sangat tinggi dalam Kementerian Pertahanan dan TNI, membuat reformasi birokrasi pertahanan negara belum sempat tersentuh sampai saat ini.

    Sebagai informasi, Komisi I DPR telah mengusulkan revisi Undang-Undang (UU) TNI masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka panjang periode 2025-2029.  

    Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin mengemukakan ada dua fokus utama terkait revisi UU ini yaitu, pos jabatan di kementerian/lembaga yang bisa ditempati prajurit TNI dan perubahan usia pensiun. 

    “Di dalam pasal 47 UU TNI Nomor 34 Tahun 2004 itu, bahwa prajurit TNI aktif hanya di 10 tempat saja yang boleh menduduki jabatan di tempat tersebut, di tempat lain tidak bisa,” ujarnya kepada wartawan, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Kamis (14/11/2024).

    Namun, dia menjelaskan dalam revisi itu nantinya akan ada pembahasan lebih lanjut terkait posisi lain yang mungkin bisa ditempati prajurit TNI. Menurutnya, ada lembaga atau instansi terkait militer yang bisa ditempati TNI.

    Selanjutnya, ujar Legislator PDIP ini, ada revisi terkait usia pensiun prajurit TNI pada tingkatan perwira dan bintara. Tadinya, lanjut dia, masa dinas perwira TNI yang mulanya 58 tahun menjadi 60 tahun, kemudian untuk bintara dari 55 tahun menjadi 58 tahun.

  • Tax Amnesty Jilid III, Dari Siapa dan Untuk Siapa?

    Tax Amnesty Jilid III, Dari Siapa dan Untuk Siapa?

    Bisnis.com, JAKARTA — Rancangan Undang-Undang tentang Pengampunan Pajak resmi masuk ke dalam daftar Program Legislasi Nasional atau Prolegnas Prioritas 2025. Wacana pemberlakuan kembali program pengampunan pajak alias tax amnesty jilid III pun terkuak.

    Alhasil, muncul berbagai pertanyaan di kalangan masyarakat: siapa yang pertama kali mengusulkan RUU Tax Amnesty tersebut? Untuk siapa program tax amnesty jilid III itu? Demi kepentingan negara atau malah segelintir pihak?

    Usulan RUU Tax Amnesty sendiri pertama kali muncul dalam rapat kerja antara Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan pemerintah dan DPD pada Senin (18/11/2024). Ketika itu, RUU Tax Amnesty ditulis sebagai usulan dari Baleg DPR.

    Dalam perkembangan, Komisi XI DPR—yang menangani perihal keuangan negara—bersurat kepada Baleg DPR untuk ‘mengambil alih’ usulan RUU Tax Amnesty.

    Meski demikian, Ketua Komisi XI DPR Misbakhun mengaku tidak tahu siapa yang pertama kali mengusulkan RUU Tax Amnesty tersebut. Dia menekankan, Komisi XI hanya mengambil alih usulan RUU Tax Amnesty dari Baleg.

    “Cek ke Baleg,” ujar Misbakhun di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Selasa (19/11/2024).

    Sementara itu, Ketua Baleg DPR Bob Hasan mengaku bahwa RUU Tax Amnesty sudah ada dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional (Prolegnas), sebelum DPR periode 2024—2029.

    Oleh sebab itu, RUU Tax Amnesty hanya operan dari DPR periode sebelumnya yang belum sempat dibahas secara serius. Bob pun tidak tahu siapa yang pertama kali mengusulkan RUU Tax Amnesty tersebut.

    “Mau tanya dari mana, dari apa, segala macam, kami ini [Baleg periode 2024—2029] orang baru, sudah masuk dalam list waktu itu. Ya dulu-dulu kan [DPR periode sebelumnya] ada pembahasan mungkin, kan gitu,” ujar Bob kepada Bisnis, Jumat (22/11/2024).

    Di samping itu, politisi Partai Gerindra itu merasa tidak terlalu penting siapa yang pertama kali mengusulkan RUU Tax Amnesty tersebut. Entah pengusulnya pengusaha, pemerintah, maupun DPR, Bob meyakini yang terpenting adalah kebermanfaatan beleid tersebut untuk negara.

    Dia mengingatkan bahwa pemerintah baru Presiden Prabowo Subianto memerlukan dana yang tidak sedikit untuk mengeksekusi berbagai program unggulan seperti makan bergizi gratis hingga renovasi dan pembangunan sekolah-sekolah.

    Menurutnya, program tax amnesty bisa menjadi salah satu cara untuk meraih dana segar jumbo secara instan bagi pemerintah. Bagaimanapun, para konglomerat akan membayar uang tebusan atas pengungkapan atau deklarasi harta yang selama ini tidak dipajaki.

    “Intinya itu pemerintah butuh duit. Untuk ngolah-ngolah semua ini kan enggak mungkin dengan selalu pinjam-pinjam,” jelas Bob.

    Bisnisgrafik Tax Amnesty: Mengampuni ‘Pendosa’ Pajak. / Bisnis-M. Imron GhozaliPerbesar

    Tax Amnesty Jilid III, Untuk Apa?

    Sebagai informasi, dalam 10 tahun terakhir, pemerintah sebenarnya sudah pernah dua kali mengeluarkan kebijakan tax amnesty yaitu jilid I (periode 18 Juli 2016—31 Maret 2017) dan jilid II (1 Januari—30 Juni 2022) melalui Program Pengungkapan Sukarela atau PPS.

    Ketua Pengawas Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) Prianto Budi Saptono meyakini bahwa semua wacana tax amnesty jilid III tersebut tidak pernah hadir dari ruang hampa.

    Prianto mencontohkan sebelumnya pemerintah mengungkap fenomena penghindaran pajak di sektor perkebunan. Tidak hanya itu, pemerintah juga menyatakan akan berupaya mengejar pajak shadow economy seperti aktivitas ekonomi ilegal.

    Dia menilai bahwa ada dua cara penegakan hukum untuk mengejar pengemplang pajak (tax evader) dan pelaku penghindaran pajak (tax avoider) tersebut. Pertama, penegakan hukum administrasi hingga penegakan hukum pidana pajak. 

    Pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia itu mengungkapkan bahwa cara pertama cenderung mendapatkan perlawanan dari terduga tax evader maupun tax avoider seperti lewat proses sengketa pajak hingga ke Pengadilan Pajak hingga Mahkamah Agung.

    “Cara pertama di atas tidak gampang dan belum tentu mendapatkan pajak sesuai ekspketasi pemerintah. Alih-alih banyak menang sengketa pajak, pemerintah justru hampir 60% mengalami kekalahan ketika ada sengketa [banding dan gugatan] di pengadilan pajak,” ujar Prianto kepada Bisnis, pekan lalu.

    Kedua, melalui tax amnesty. Dia berpendapat bahwa tax amnesty merupakan cara yang lebih sederhana dan cenderung tanpa ada proses perlawanan.

    Kebijakan tax amnesty, lanjutnya, cenderung digulirkan ketika pemerintah belum mampu mengatasi permasalah tax evasion dan tax avoidance. Oleh sebab itu, Prianto menilai tidak ada yang salah dengan wacana tax amnesty jilid III ketika negara butuh dana instan dari masyarakat.

    “Kebijakan tax amnesty di banyak negara pada kenyataannya juga berulang meskipun teorinya menyatakan bahwa seharusnya tax amnesty itu cukup sekali untuk satu generasi wajib pajak,” tutupnya.

    Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato dalam acara sosialisasi Tax Amnesty di Medan, Sumatra Utara pada Kamis (21/7/2016). / dok. KemensetnegPerbesar

    Pendapat berbeda disampaikan oleh Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar. Menurutnya, tidak ada urgensinya penerapan Tax Amnesty Jilid III.

    Kebijakan tersebut, sambung Fajry, hanya akan mencederai rasa keadilan bagi wajib pajak yang telah patuh. Sejalan dengan itu, dia khawatir akan banyak Wajib Pajak yang semakin melakukan penghindaran pajak.

    “Buat apa untuk patuh, toh ada tax amnesty lagi?” kata Fajry kepada Bisnis, pekan lalu.

    Dia menilai Tax Amnesty Jilid III akan menjadi langkah mundur pemerintah. Apalagi, wacana pengampunan pajak untuk orang tajir itu bergulir ketima pemerintah berencana menaikkan tarif PPN menjadi 12% pada tahun depan.

    Oleh sebab itu, Fajry tidak heran apabila nantinya banyak penolakan dari berbagi kalangan masyarakat ihwal wacana Tax Amnesty Jilid III.

    “Terlebih, tax amnesty ini untuk siapa? Sebagian besar konglomerat sebenarnya sudah masuk ke Tax Amnesty Jilid I dan sebagian lagi melengkapinya kemarin,” jelasnya.

    Tanggapan Pengusaha soal Tax Amnesty Jilid III

    Kalangan pengusaha mengakui program pengampunan pajak atau tax amnesty tidak terlalu ideal, tetapi dibutuhkan untuk menambah penerimaan negara.

    Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani menilai tax amnesty mempunyai sisi negatif yakni memberikan rasa ketidakadilan bagi wajib pajak yang telah patuh.

    Apalagi, tax amnesty sudah pernah pernah dilakukan selama dua kali yaitu pada 2016—2017 dan 2022. Akibatnya, masyarakat akan cenderung meremehkan kebijakan-kebijakan umum tentang perpajakan karena secara rutin pemerintah mengeluarkan program tax amnesty.

    “Inilah yang membuat kebijakan tax amnesty ini adalah program yang kurang ideal,” jelas Ajib dalam keterangannya, Rabu (20/11/2024).

    Di samping itu, lanjutnya, secara umum literasi perpajakan masih rendah. Akibatnya, budaya taat pajaknya juga rendah.

    Dia mengingatkan, pemerintah berencana memberlakukan kebijakan core tax system atau sistem inti administrasi perpajakan pada tahun depan. Ajib berpendapat, sistem tersebut membutuhkan prasyarat penting yaitu wajib pajak harus mempunyai pemahaman dan kepatuhan pajak yang lebih baik.

    “Hal ini yang membuat tax amnesty dibutuhkan oleh masyarakat,” katanya.

    Selain itu, sambungnya, secara praktis tax amnesty juga akan menambah pemasukan buat APBN. Dengan pengampunan pajak, harta yang dilaporkan oleh wajib pajak yang sebelumnya tidak dilaporkan akan muncul masuk ke Sistem Keuangan Indonesia sehingga ke depan menjadi aset yang lebih produktif untuk perekonomian nasional.

    Bahkan, menurut Ajib, tax amnesty bisa memberikan daya ungkit untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% karena penerima manfaatnya tidak akan ragu lagi membelanjakan uang yang telah dilaporkan.

    “Secara prinsip, fungsi pajak adalah untuk keuangan negara atau budgeteir dan juga fungsi mengatur ekonomi atau regulerend. Dalam konteks kebijakan tax amnesty ini, aspek budgeteir dan regulerend bisa didorong bersama dan memberikan manfaat,” tutupnya.