Topik: Prolegnas

  • DPD komitmen kawal empat RUU masuk Prolegnas Prioritas 2025

    DPD komitmen kawal empat RUU masuk Prolegnas Prioritas 2025

    Ini tugas kita bersama untuk mengawal RUU ini. Kita berharap jika ada produk legislasi DPD RI bisa menjadi sejarah bagi kita

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B. Najamudin menyatakan komitmen DPD RI dalam mengawal empat Rancangan Undang-Undang (RUU) usulan DPD RI yang berhasil masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

    Dia mengatakan empat RUU tersebut, yaitu RUU tentang Perubahan Undang-Undang Pemerintah Daerah, RUU tentang Perubahan Iklim, RUU tentang Masyarakat Hukum Adat, RUU tentang Daerah Kepulauan.

    “Ini tugas kita bersama untuk mengawal RUU ini. Kita berharap jika ada produk legislasi DPD RI bisa menjadi sejarah bagi kita,” kata Sultan dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa.

    Hal itu disampaikannya saat pembukaan Sidang Paripurna Ke-10 Masa Sidang III Tahun 2024–2025 di Nusantara V Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta.

    Dia menyebut DPD RI harus bersinergi dan berkolaborasi, serta bekerja lebih cepat secara efektif dan efisien dalam menindaklanjuti penyusunan empat RUU tersebut.

    “Kita berharap pada periode ini ada output dari RUU inisiatif DPD RI yang berhasil menjadi undang-undang,” ujarnya.

    Pada kesempatan itu, dia menyinggung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah dimulai sejak Senin (6/1) sangat penting untuk mempersiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia menghadapi Indonesia Emas 2045.

    “DPD RI mengajak turut berpartisipasi melakukan semua pihak untuk mengawasi program ini agar berjalan sesuai harapan,” ucapnya.

    DPD RI, kata dia, melalui Komite III akan mengawasi kesiapan di daerah dalam pelaksanaan program MBG maupun menemukan potensi-potensi penyelewengan dari permasalahan di kemudian hari.

    Adapun pada laporan hasil penyerapan masyarakat di daerah, anggota DPD RI asal Provinsi Sulawesi Utara Stefanus B.A.N Liow menilai program MBG di daerah asalnya itu belum dirasakan sepenuhnya oleh penerima manfaat.

    Untuk itu, dia mengimbau pemerintah pusat dan daerah dapat bersinergi dalam mensukseskan pelaksanaan program tersebut.

    “Di Sulut belum sepenuhnya merata program MBG. Maka ini perlu campur tangan dan sinergisitas pusat dan daerah,” katanya.

    Sementara itu, anggota DPD RI asal Provinsi Jawa Timur Lia Istifhama menilai program MBG di daerah asalnya mengalami beberapa kendala, salah satunya terkait anggaran dan belum menyentuh ke pondok pesantren.

    Dia juga berharap program MBG juga bisa menggandeng usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sehingga mampu meningkatkan perekonomian masyarakat.

    “Program ini memang masih belum merata terutama di pondok pesantren. Maka ini perlu juga menjadi perhatian pemerintah,” tutur dia.

    Di sisi lain, anggota DPD RI asal Provinsi Maluku Utara Hasby Yusuf mengingatkan agar pelaksanaan program MBG perlu memperhatikan pula aspek kehalalannya dan kemerataan di setiap sekolah.

    “MBG sangat penting, tapi yang perlu diperhatikan adalah aspek kehalalannya. Karena selama ini belum ada lebel halalnya,” kata dia.

    Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2025

  • HUT Ke-72 PDHI, Dokter Hewan Berperan Penting dalam Program Makan Bergizi Gratis

    HUT Ke-72 PDHI, Dokter Hewan Berperan Penting dalam Program Makan Bergizi Gratis

    Jakarta Beritasatu.com – Wakil Menteri Transmigrasi Viva Yoga Mauladi menegaskan pentingnya peran dokter hewan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani dan mencegah penyakit hewan di Indonesia.

    Meskipun jumlah tenaga kesehatan hewan masih jauh dari ideal, Viva Yoga mengajak para dokter hewan untuk tetap optimis berkontribusi dalam mendukung program makan bergizi gratis.

    Pernyataan tersebut disampaikan dalam sambutannya pada peringatan HUT ke-72 Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI), di Jakarta, Sabtu (11/1/2025).

    Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 13.500 dokter hewan, jumlah yang dinilai belum mencukupi kebutuhan di lapangan. Viva Yoga menyebutkan, idealnya Indonesia memerlukan tambahan 50.000 dokter hewan untuk mendukung berbagai program kesehatan hewan dan ketahanan pangan.

    “Sayangnya, dari ribuan perguruan tinggi, hanya 14 yang memiliki Fakultas Kedokteran Hewan (FKH),” ujar alumni FKH Universitas Udayana tersebut.

    Beberapa perguruan tinggi dengan FKH di Indonesia antara lain, Universitas Udayana, Universitas Airlangga, UGM, IPB, Universitas Syiah Kuala, Universitas Brawijaya, Universitas Hasanuddin, Universitas Nusa Cendana, Universitas Padjadjaran, Universitas Mandalika, Universitas Riau, Universitas Negeri Padang, Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, dan Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

    Viva Yoga juga mengungkapkan DPR saat ini tengah memperjuangkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pendidikan dan Pelayanan Kedokteran Hewan yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas). Ia optimistis RUU tersebut dapat disahkan dalam waktu satu tahun jika mendapat dukungan mayoritas fraksi di DPR.

    “Ini demi kebaikan masyarakat, bangsa, dan negara,” tegas politisikus Partai Amanat Nasional (PAN).

    Dalam mendukung program makan bergizi gratis, Viva Yoga menekankan pentingnya peran dokter hewan untuk memastikan ketersediaan protein hewani yang berkualitas dan aman. Menurutnya, Indonesia tidak bisa terus bergantung pada impor protein hewani dari negara lain.

    “Kita harus mewujudkan swasembada pangan dan memenuhi kebutuhan protein hewani secara mandiri,” ujarnya.

    Dengan kerja sama antarkementerian dan dukungan semua pihak, Viva Yoga optimistis  Indonesia mampu mencukupi kebutuhan protein hewani.

    “Dokter hewan memiliki peran strategis dalam mendukung program makan bergizi gratis yang menjadi bagian dari upaya meningkatkan kualitas hidup masyarakat,” tutupnya.

  • JarNas Bakal Ajukan Draf Revisi Undang-Undang TPPO ke DPR

    JarNas Bakal Ajukan Draf Revisi Undang-Undang TPPO ke DPR

    JarNas Bakal Ajukan Draf Revisi Undang-Undang TPPO ke DPR
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Jaringan Nasional Anti Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO),
    Rahayu Saraswati
    , mengatakan lembaganya berencana mengajukan naskah akademik revisi Undang-Undang terkait TPPO.
    Sara menuturkan,
    JarNas
    Anti TPPO yang akan berganti nama menjadi
    JarNas Anti Perdagangan Orang
    , akan segera mengajukan draft tersebut ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.
    “Rencana aksi ke depan adalah adanya draft (naskah akademik) revisi Undang-Undang
    tindak pidana perdagangan orang
    yang akan segera diajukan ke
    DPR
    untuk dimasukkan ke dalam prolegnas untuk ke depannya,” ujar Sara, di Kantor Konferensi Waligeraja Indonesia (KWI), Jakarta Pusat, Kamis (8/1/2025).
    Sara mengatakan, JarNas Anti Perdagangan Orang melihat bahwa banyak tantangan dalam mengurangi kasus TPPO.
    Salah satunya adalah soal UU yang kedaluwarsa.
    “Kami melihat bahwa ada banyak sekali tantangan, salah satunya di antaranya adalah dengan Undang-Undang TPPO yang sudah cukup kedaluwarsa dan kurang untuk mencakup beberapa hal,” ucap dia.
    Selain pengajuan revisi, kata Sara, lembaganya juga bakal melakukan
    roadshow
    berdasarkan Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2024 ke tempat rawan kasus TPPO.
    “Kami akan melakukan
    roadshow
    , kepada kementerian dan lembaga terkait agar ada lebih jelas ketegasan dari pemerintah untuk melawan perdagangan orang,” kata dia.
    Sara berharap ada kejelasan dari pemerintah untuk bekerja sama dengan lembaga-lembaga swasta dalam memberantas kasus TPPO.
    “Temtunya
    public-private partnership
    itu harus terus dibina. Pemerintah harus meningkatkan upaya hexahelix dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di Indonesia,” ujar dia.
    Pada tahun 2025, JarNas Anti Perdagangan Orang akan lebih berfokus pada daerah yang rawan kasus TPPO dan membuka jaringan internasional.
    Di antara daerah yang rawan TPPO yakni Batam, Kepulauan Riau, NTT, Jawa Timur, Sulawesi Utara, dan Bali.
    “(Rencana) ini sudah kami sampaikan bahkan kepada Wamen PPPA untuk bisa ditindaklanjuti pada saat kami melakukan rapat terbatas,” imbuhnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Politik kemarin, target 5.000 dapur MBG hingga presidential threshold

    Politik kemarin, target 5.000 dapur MBG hingga presidential threshold

    Jakarta (ANTARA) – Berbagai peristiwa politik kemarin (6/1) menjadi sorotan, mulai dari Istana ungkap target 5.000 dapur MBG operasional pertengahan 2025 hingga Gerindra sebut penghapusan presidential threshold kejutan sekaligus harapan.

    Berikut rangkuman ANTARA untuk berita politik kemarin yang menarik untuk kembali dibaca:

    Istana ungkap target 5.000 dapur MBG operasional pertengahan 2025

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi mengungkap target pemerintah untuk mencetak 5.000 kepala satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) untuk memimpin tata kelola dan operasional dapur-dapur umum makan bergizi gratis (MBG) di pertengahan 2025.

    Sejauh ini, Hasan Nasbi menyebut Badan Gizi Nasional (BGN) menyiapkan 1.000 kepala SPPG, yang seluruhnya telah menerima pendidikan dan pembekalan di Universitas Pertahanan (Unhan).

    “Kepala SPPG yang sudah selesai itu mungkin sudah ada 1.000-an SPPG yang ready (siap, red.), yang sudah dididik di Unhan. Nanti penempatan mereka berdasarkan kesiapan dapur-dapur. Ada dapur-dapur yang ready, nanti SPPG-nya ditempatkan di sana,” kata Hasan Nasbi kepada wartawan saat dihubungi di Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya di sini

    DPR dan pemerintah diminta serius tindak lanjuti putusan MK soal PT

    Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII) Felia Primaresti meminta DPR RI dan Pemerintah untuk serius menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden atau presidential threshold (PT).

    Menurut Felia, revisi Undang-Undang Pemilu yang telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) harus menjadi momentum bagi pembentuk undang-undang untuk mengintegrasikan putusan MK secara eksplisit. Langkah tersebut dinilai penting demi menjaga legitimasi legislasi dan esensi demokrasi.

    Revisi UU Pemilu harus mencantumkan penghapusan ambang batas pencalonan presiden tanpa membuka ruang multitafsir. Proses revisi ini juga wajib melibatkan pemangku kepentingan seperti partai politik, akademisi, dan masyarakat sipil agar partisipasi bermakna tercapai,” kata Felia dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya di sini

    Istana: Menu-menu makan bergizi gratis dirotasi tiap hari

    Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO/Istana) Hasan Nasbi menyebut menu-menu makanan bergizi gratis yang diberikan kepada anak-anak sekolah dan ibu-ibu hamil dirotasi setiap harinya menyesuaikan ketersediaan bahan baku di daerah masing-masing.

    Hasan menjelaskan tiap Dapur Makan Bergizi Gratis (MBG) atau yang disebut juga dengan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) telah menyusun jadwal menu yang berbeda setiap harinya.

    “Di setiap dapur itu sudah ada jadwal menunya, tetapi itu juga fleksibel bergantung ketersediaan bahan baku di sana. Pemasok-pemasok (bahan baku) nanti warga sekitar,” kata Hasan Nasbi kepada wartawan saat dihubungi di Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya di sini

    Pengamat dorong parpol berbenah usai MK hapus presidential threshold

    Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mendorong partai politik untuk berbenah secara kelembagaan internal partai setelah Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).

    Menurut Ninis, sapaan akrabnya, putusan MK tersebut membuka peluang bagi partai politik peserta pemilu mencalonkan sendiri kadernya tanpa berkoalisi dengan partai politik lain. Oleh sebab itu, kesempatan tersebut harus dimanfaatkan dengan cara membenahi kelembagaan partai terlebih dahulu.

    “Ini kita punya jarak 3 tahun dari putusan MK dibacakan pada tahun 2025, nanti ke pendaftaran calon peserta Pilpres 2029 pada tahun 2028,” kata Ninis pada webinar yang digelar Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas, sebagaimana diikuti secara daring di Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya di sini

    Gerindra: Penghapusan presidential threshold kejutan sekaligus harapan

    Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyebut bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebagai kejutan sekaligus harapan.

    “Terus terang, di sisi lain ini adalah sebuah kejutan, di sisi lain ini adalah sebuah harapan terhadap demokrasi,” kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.

    Baca selengkapnya di sini

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

  • Presidential Threshold Dihapus Perluas Alternatif Pilihan bagi Rakyat

    Presidential Threshold Dihapus Perluas Alternatif Pilihan bagi Rakyat

    JAKARTA – Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai penghapusan ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold oleh Mahkamah Konstitusi (MK) mewujudkan demokrasi yang lebih inklusif dan setara.

    Peneliti Perludem Haykal mengatakan, penghapusan presidential threshold merupakan tonggak baru dalam demokrasi Indonesia lantaran dengan putusan tersebut, setiap partai politik memiliki hak setara untuk mencalonkan pasangan presiden dan wakil presiden.

    “Langkah ini diharapkan tidak hanya memperkuat prinsip kesetaraan, tetapi juga membuka ruang kompetisi politik yang lebih adil dan inklusif, menghindarkan masyarakat dari polarisasi, serta memperluas alternatif pilihan bagi rakyat Indonesia,” ucap Haykal seperti dikonfirmasi di Jakarta, Kamis 2 Januari, disitat Antara

    Namun, kata dia, tantangan implementasi tetap harus diantisipasi dengan baik.

    Menurutnya, Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan seluruh pemangku kepentingan harus memastikan bahwa perubahan aturan itu dapat diintegrasikan ke dalam sistem pemilu yang diakomodasi melalui revisi Undang-Indang (UU) Pemilu yang saat ini telah masuk ke Program Legislasi Nasional (prolegnas).

    Dengan revisi UU Pemilu yang telah masuk dalam Prolegnas 2025, ia berharap DPR dan Pemerintah menjadikan putusan MK tersebut sebagai dasar dalam merancang aturan pemilu yang baru.

    “Perludem percaya bahwa keputusan ini membuka jalan bagi terciptanya demokrasi yang lebih sehat, kompetitif, dan inklusif di Indonesia,” tuturnya.

    Untuk itu, sambung dia, Perludem mengajak seluruh masyarakat untuk mendukung implementasi putusan tersebut serta mendorong Pemerintah dan partai politik untuk berkomitmen menciptakan sistem politik yang menjunjung tinggi hak memilih dan dipilih sebagai wujud kedaulatan rakyat.

    Dengan demikian, dirinya menegaskan bahwa putusan tersebut bukan hanya sebuah akhir, melainkan awal dari perjuangan panjang menuju demokrasi yang lebih baik bagi bangsa Indonesia.

    MK melalui Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 memutuskan bahwa norma Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

    Artinya putusan tersebut secara resmi menghapus ketentuan presidential threshold sebesar 20 persen suara sah nasional atau 25 persen kursi DPR untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden.

    Putusan itu menandai langkah bersejarah dalam perjalanan demokrasi Indonesia, memberikan peluang lebih besar bagi partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan pasangan presiden-wakil presiden tanpa batasan ambang suara yang selama ini dinilai problematik.

    Ketentuan presidential threshold telah diuji materi ke MK lebih dari 30 kali dalam kurun waktu satu dekade terakhir, namun selalu ditolak meski disertai perbedaan pandangan di antara hakim MK.

    Dalam berbagai putusan sebelumnya, mayoritas hakim cenderung mendukung keberlanjutan aturan ini sebagai open legal policy (kebijakan hukum terbuka) dari pembentuk UU.

    Tetapi hari ini, terjadi pergeseran posisi pandangan hakim yang mempertimbangkan situasi demokrasi terkini.

    MK kini menilai bahwa mempertahankan ambang batas pencalonan presiden tidak konstitusional karena bertentangan dengan hak politik warga negara.

  • Pakar Keamanan Prediksi Ancaman di 2025, Minta Pemerintah Percepat RUU Keamanan Siber

    Pakar Keamanan Prediksi Ancaman di 2025, Minta Pemerintah Percepat RUU Keamanan Siber

    Jakarta

    Menyongsong Tahun Baru, tentu masih akan banyak serangan siber yang dihadapi Indonesia. Pakar keamanan cyber memprediksi sejumlah ancaman siber di 2025.

    Agen AI

    Chairman lembaga riset keamanan siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) Pratama Persadha menyebutkan, beberapa prediksi ancaman siber yang perlu menjadi perhatian dan diwaspadai di 2025 antara lain ‘AI Agentik’ yang akan muncul sebagai peluang baru yang menarik bagi semua orang.

    “Vektor ancaman siber baru yang berpotensi, di mana AI agent mampu merencanakan dan bertindak secara independen untuk mencapai tujuan tertentu, akan dieksploitasi oleh pelaku ancaman,” ujarnya melalui keterangan tertulis.

    Agen AI ini, dijelaskan Pratama, dapat mengotomatiskan serangan siber, pengintaian, dan eksploitasi, sehingga meningkatkan kecepatan dan ketepatan serangan. Selain itu, agen AI yang jahat dapat beradaptasi secara real time, menerobos pertahanan tradisional dan meningkatkan kompleksitas serangan.

    Penipuan Berbasis AI

    Penipuan berbasis AI dan rekayasa sosial akan meningkat. AI akan meningkatkan penipuan seperti ‘pig butcering’ atau penipuan keuangan jangka panjang dan phishing suara (vishing), sehingga serangan rekayasa sosial semakin sulit dideteksi.

    Deepfake canggih yang dihasilkan AI dan suara sintetis juga akan memungkinkan pencurian identitas, penipuan, dan gangguan protokol keamanan.

    Selain itu, ransomware akan makin berkembang dengan otomatisasi dan AI, memungkinkan semakin banyak penyerang menggunakan aplikasi dan alat tepercaya untuk menyampaikan kampanye ransomware.

    “Penjahat dunia maya akan mempersiapkan kriptografi pasca-kuantum dengan mengadaptasi kemampuan ransomware untuk ketahanan masa depan,” kata Pratama.

    Cloud Jadi Target Utama

    Serangan rantai pasokan juga akan semakin meningkat. Penjahat dunia maya akan menargetkan ekosistem sumber terbuka, mengeksploitasi ketergantungan kode untuk mengganggu organisasi.

    “Lingkungan cloud akan menjadi target utama karena penyerang mengeksploitasi titik lemah dalam rantai pasokan cloud yang kompleks,” sebut pakar yang sudah menggeluti dunia siber sejak 1999 ini.

    Selain itu, lanjut Pratama, peretas akan menargetkan perusahaan pihak ketiga sebagai pintu masuk serangan kepada perusahaan besar yang diincarnya.

    Perang Siber Geopolitik

    Yang tidak kalah pelik, perang siber geopolitik juga akan semakin meningkat karena kampanye spionase oleh aktor yang disebut ‘The Big Four’, yakni Rusia, China, Iran, dan Korea Utara, terkait kejahatan dunia maya. Disinformasi akan terus selaras dengan kepentingan geopolitik.

    Serangan siber yang didorong oleh agenda ideologis atau politik akan meningkat, menargetkan pemerintah, bisnis, dan infrastruktur penting.

    Urgensi Pembentukan Lembaga PDP

    Pemerintahan Indonesia juga menghadapi sejumlah pekerjaan rumah krusial di bidang keamanan siber yang harus diselesaikan di 2025 demi memperkuat perlindungan terhadap infrastruktur digital dan data masyarakat.

    Salah satu prioritas utama adalah pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi (PDP) sebagai wujud konkret pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
    Lembaga ini diharapkan memiliki struktur yang independen dan kapabilitas yang kuat untuk mengawasi kepatuhan terhadap regulasi, menangani pelanggaran data, serta memberikan sanksi bagi pihak yang melanggar.

    Selain itu, penyelesaian Peraturan Pemerintah sebagai turunan dari UU PDP menjadi langkah penting untuk memberikan panduan operasional yang jelas bagi berbagai pihak, baik di sektor publik maupun swasta, dalam pengelolaan dan perlindungan data pribadi.

    “Regulasi ini harus mencakup aspek teknis dan hukum yang relevan, seperti standar keamanan data, prosedur pelaporan insiden, serta mekanisme penyelesaian sengketa,” Pratama mengingatkan.

    Percepat RUU Keamanan dan Ketahanan Siber

    Pemerintah juga harus mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber, yang telah menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas), agar segera disahkan menjadi undang-undang.

    “Regulasi ini diperlukan untuk memberikan kerangka hukum yang lebih komprehensif dalam menghadapi ancaman siber yang semakin kompleks dan terorganisir, sekaligus memperkuat koordinasi lintas sektor dalam penanggulangan insiden siber,” rinci Pratama.

    Lulusan Universitas Gadjah Mada dan Akademi Sandi Negara ini menyebutkan, dalam konteks kelembagaan, penguatan fungsi dan wewenang Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menjadi hal yang mendesak.

    “Pemerintah perlu memastikan bahwa BSSN memiliki sumber daya manusia, teknologi, dan anggaran yang memadai untuk menjalankan tugasnya, termasuk dalam bidang deteksi, respons, dan pemulihan insiden siber. BSSN juga harus diberdayakan untuk memainkan peran sentral dalam pengamanan infrastruktur kritis nasional, seperti energi, transportasi, dan telekomunikasi,” tegasnya.

    Terakhir, lanjut Pratama, penguatan keamanan dan pertahanan siber di lingkungan pemerintahan harus menjadi fokus utama. Ini mencakup penerapan kebijakan keamanan siber yang ketat di semua instansi pemerintah, integrasi sistem keamanan yang interoperabel, serta peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan intensif dan sertifikasi di bidang keamanan siber.

    “Upaya ini akan menjadi fondasi penting bagi Indonesia dalam menghadapi tantangan era digital dan menjaga kedaulatan di dunia maya,” tutupnya.

    (rns/rns)

  • Komisi II DPR Godok RUU ASN, Bakal Rotasi ASN Pemda Seperti Anggota TNI-Polri

    Komisi II DPR Godok RUU ASN, Bakal Rotasi ASN Pemda Seperti Anggota TNI-Polri

    JAKARTA – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) akan membuat rotasi ASN dari Pemerintah Daerah (Pemda) bisa seperti anggota TNI, Polri, Kejaksaan.

    Menurut dia, RUU tersebut bakal menjadi fokus untuk dibahas Komisi II DPR RI pada tahun 2025 karena menjadi Prolegnas Prioritas. Dia ingin agar sistem meritokrasi ASN terbangun merata secara nasional.

    “Mungkin kami mulai dari eselon II ke atas, itu semua akan jadi ASN pusat, agar kepala dinas, sekretaris daerah, dan seterusnya itu bisa dirotasi dengan cukup baik secara nasional,” kata Rifqinizamy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin 30 Desember, disitat Antara.

    Menurut dia, nantinya undang-undang itu bakal memungkinkan ASN untuk berpindah ke daerah lain. Jangan sampai, kata dia, ada seorang ASN yang sejak diangkat hingga pensiun hanya bertugas di kabupaten tertentu saja, padahal keahliannya sangat baik.

    “Polisi, tentara, jaksa, itu bisa rotasi nasional, maka ASN juga kita harapkan punya kemampuan itu,” tuturnya.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa ASN yang sudah mendapatkan beasiswa untuk menempuh studi di luar negeri, kemampuannya berpotensi menurun karena kembali ke kampung halamannya. Maka orang-orang tersebut perlu dirotasi secara nasional.

    “Dia sudah S2 dan S3 dapat beasiswa ke luar negeri, ketika pulang ke kampung lagi kapasitas kemudian menjadi menurun,” kata dia.

    Maka dari itu, nantinya Komisi II DPR RI akan membahas mekanisme rotasi nasional bagi ASN itu ketika membahas RUU ASN. Selain itu, RUU ASN tersebut menurutnya akan membenahi masalah netralitas ASN terkait pemilu atau pilkada.

    “Maka dari itu residu pilkada yang membuat ASN kita tidak netral, itu kita coba benahi di UU ASN,” tandasnya.

  • Komisi II DPR: RUU ASN akan buat rotasi ASN Pemda seperti TNI-Polri

    Komisi II DPR: RUU ASN akan buat rotasi ASN Pemda seperti TNI-Polri

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) akan membuat rotasi ASN dari Pemerintah Daerah (Pemda) bisa seperti anggota TNI, Polri, Kejaksaan.

    Menurut dia, RUU tersebut bakal menjadi fokus untuk dibahas Komisi II DPR RI pada tahun 2025 karena menjadi Prolegnas Prioritas. Dia ingin agar sistem meritokrasi ASN terbangun merata secara nasional.

    “Mungkin kami mulai dari eselon II ke atas, itu semua akan jadi ASN pusat, agar kepala dinas, sekretaris daerah, dan seterusnya itu bisa dirotasi dengan cukup baik secara nasional,” kata Rifqinizamy di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

    Menurut dia, nantinya undang-undang itu bakal memungkinkan ASN untuk berpindah ke daerah lain. Jangan sampai, kata dia, ada seorang ASN yang sejak diangkat hingga pensiun hanya bertugas di kabupaten tertentu saja, padahal keahliannya sangat baik.

    “Polisi, tentara, jaksa, itu bisa rotasi nasional, maka ASN juga kita harapkan punya kemampuan itu,” katanya.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa ASN yang sudah mendapatkan beasiswa untuk menempuh studi di luar negeri, kemampuannya berpotensi menurun karena kembali ke kampung halamannya. Maka orang-orang tersebut perlu dirotasi secara nasional.

    “Dia sudah S2 dan S3 dapat beasiswa ke luar negeri, ketika pulang ke kampung lagi kapasitas kemudian menjadi menurun,” kata dia.

    Maka dari itu, nantinya Komisi II DPR RI akan membahas mekanisme rotasi nasional bagi ASN itu ketika membahas RUU ASN. Selain itu, RUU ASN tersebut menurutnya akan membenahi masalah netralitas ASN terkait pemilu atau pilkada.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Budi Suyanto
    Copyright © ANTARA 2024

  • Catatan Politik Akhir Tahun: 2024 Penuh Kontroversi dan Ujian bagi Demokrasi

    Catatan Politik Akhir Tahun: 2024 Penuh Kontroversi dan Ujian bagi Demokrasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejarah tercipta pada tahun 2024. Indonesia untuk pertama kalinya melaksanakan pemilihan umum baik untuk pemilihan presiden, pemilihan legislatif, hingga pemilihan kepala daerah alias Pilkada secara serentak dalam tahun yang sama.

    Tidak ada gejolak berarti. Pemilu relatif aman. Kalaupun ada gesekan, sifatnya minor dan terjadi di wilayah yang betul-betul rawan. Kondisi itu nyaris berbeda 180 derajat dengan tahun 2019. Saat itu, terjadi protes dan bentrokan antara massa dengan aparat. Banyak korban luka dan terdapat korban jiwa. 

    Kendati relatif aman, sejumlah kalangan mengkritisi pelaksanaan pesta demokrasi yang berlangsung serentak pada tahun 2024. Kualitas demokrasi konon berada di titik nadir.

    Pelanggaran konstitusi dan dugaan kecurangan yang melibatkan aparatur negara terjadi di secara massif. Indikatornya sangat sederhana, yakni adanya gugatan di Mahkamah Konsitusi (MK), yang mendalilkan cawe-cawe aparatur negara dalam berkas gugatannya.

    Dalam catatan Bisnis, MK telah menerima 313 perselisihan hasil pemilihan kepala daerah alias Pilkada 2024. Jumlah itu terdiri 23 sengketa pemilihan gubernur (Pilgub), 24 pemilihan bupati, dan 49 pemilihan wali kota. 

    Isu keterlibatan aparatur negara sejatinya bukan hal yang baru. Pernah muncul dalam pemilu 2019. Namun demikian kualitas pelaksanaan Pemilu hingga Pilkada 2024, menjadi perbincangan banyak pihak. Tidak hanya politisi, pemerhati politik juga menganggap bahwa kualitas demokrasi di Indonesia berada di titik terendah. 

    Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro, misalnya, menilai bahwa hal itu terjadi karena keseriusan dan komitmen para elite maupun stakeholders partai politik alias parpol dalam menyukseskan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang berkualitas masih rendah.

    “Pokoke [pokoknya] menang dengan perilaku menghalalkan semua cara, dan politik transaksional [vote buying] membuat pilkada tidak lagi dilandasi kualitas dan penegakan hukum yang baik, menafikan etika politik sehingga membuat pilkada penuh distorsi, menyimpang dan melanggar peraturan,” katanya Minggu (22/12/2024).

    Tren Pemusatan Kekuatan 

    Indikasi penurunan demokrasi itu sebenarnya terkonfirmasi dari data-data yang dirilis oleh lembaga global. The Economist Intelligence Unit telah berulangkali mengkategorikan Indonesia masuk dalam katengori negara demokrasi cacat (flawed democracy).

    Demokrasi cacat sekilas memiliki kesamaan dengan demokrasi prosedural. Artinya, secara prosedur telah menerapkan demokrasi, hak sipil dijamin, namun secara substansi masih terjadi masalah khususnya terkait penindasan masyakarat sipil atau kelompok oposisi.

    Di Indonesia, sejak periode kedua pemerintahan Joko Widodo (Jokowi), terjadi sebuah pembalikan dalam demokrasi di Indonesia. Terjadi konsolidasi kekuatan di level elite. Semua kalangan diakomodasi, termasuk oposisi akhirnya masuk dalam pemerintahan, kondisi yang memicu ketidakseimbangan kekuasaan di level eksekutif maupun legislatif.

    Tren ini berlanjut pada era Prabowo Subianto. Pemusatan kekuatan di era Prabowo terjadi melalui keberadaan Koalisi Indonesia Maju alias KIM Plus. KIM Plus terdiri dari 7 partai politik parlemen, termasuk 9 partai non-parlemen. Koalisi ini menguasai sebanyak 81% dari total kursi di DPR sebanyak 580.

    Fenomana koalisi besar ini nyaris menghadirkan bayak calon tunggal di Pilkada 2024. Namun demikian, rencana itu buyar setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang memberikan peluang partai non KIM Plus untuk mengajukan calon dalam Pilkada 2024. Alhasil, jumlah calon tunggal yang melawan kotak kosong berhasil diperkecil menjadi tersisa 37 daerah.

    Wacana Pilkada via DPRD

    Di tengah hiruk pikuk proses pemilu yang penuh kontroversi, Presiden Prabowo Subianto berencana mengevaluasi sistem pelaksanaan pemilihan kepala daerah atau Pilkada. Dia menganggap sistem yang berlaku saat ini berbiaya tinggi alias boros. Prabowo ingin sistem pilkada bisa lebih efektif dan efisien.

    Ketua Umum Partai Gerindra itu kemudian melontarkan wacana mengembalikan sistem Pilkada langsung ke sistem Pilkada berdasarkan representasi di lembaga legislatif. “Mari kita berfikir. Mari kita bertanya. Apa sistem ini berapa puluh triliun habis dalam waktu sehari dua hari?,” ujar Prabowo saat memberikan sambutan dalam ulang tahun ke 60 Golkar, Kamis (12/12/2024).

    Gagasan Prabowo langsung memperoleh dukungan dari jajaran menterinya maupun partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju alias KIM Plus. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Kanavian, misalnya, mengemukakan bahwa, evaluasi sistem Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak memang dapat memberikan penghematan signifikan bagi anggaran negara.

    “Ya, saya sependapat tentunya, kami melihat bagaimana besarnya biaya untuk pilkada. Belum lagi ada beberapa daerah yang kami lihat terjadi kekerasan, dari dulu saya mengatakan pilkada asimetris salah satunya melalui DPRD kan,” ujarnya kepada wartawan di Kantor Presiden, Senin (16/12/2024).

    Tito bahkan sesumbar bahwa evaluasi pilkada, termasuk wacana pilkada via DPRD tidak menyimpang dan mencederai mencederai demokrasi karena justru memfasilitasi pemilihan melalui perwakilan. Oleh sebab itu, Tito mengaku akan dengan serius membahas mengenai wacana tersebut ke depannya.

    “Mesti, pasti kita akan bahas. Kan salah satunya sudah ada di prolegnas. Di prolegnas kalau saya tidak salah, termasuk UU pemilu dan UU Pilkada. Nanti gongnya akan dicari tetapi sebelum itu kita akan adakan rapat,” pungkas Tito.

    Bukan Solusi

    Kendati demikian, wacana itu tetap memicu polemik. Ada yang bilang Indonesia kembali mundur karena pilkada melalui DPRD hanya akan menguntungkan elite. Selain itu, sistem Pilkada tidak langsung belum tentu menghapus money politics dalam pelaksanaan pesta demokrasi.

    “Biaya pilkada mahal itu akibat salah desain atau salah alokasi anggaran,” ujar Peneliti Perhimpunan Indonesia untuk Pembinaan Pengetahuan Ekonomi dan Sosial (BINEKSOS) Titi Anggraini.

    Titi melanjutkan bahwa sejatinya pemerintah harus memiliki rancangan yang tepat dalam meracik aturan yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pilkada yang demokratis. Sayangnya, dia melanjutkan sejauh ini pejabat lebih memilih mengkambing hitamkan pilkada dengan sebutan ‘mahal’ karena salah alokasi penganggaran yang mereka rancang.

    “Biaya [Pilkada] Rp37 Triliun itu sudah dievaluasi belum? Apakah dialokasikan dengan benar? Sudah efektif? Mengingat ada penyelenggara pemilu yang suka naik private jet. Lalu, kalau kunjungan dinas ke daerah, mobil dinasnya tidak cukup hanya satu sampai tiga,” tuturnya.

    Selain itu, pemborosan-pemborosan itu juga tampak misalnya dari pelaksanaanRapat Kerja Nasional (Rakernas), konsolidasi, hingga musyawarah besar juga seringkali dilakukan dengan cara-cara yang inefisien. Titi menilai bahwa mahalnya biaya kontestasi politik lebih bergerak di ruang gelap. Padahal, menurutnya laporan dana kampanye selama ini tidak mencerminkan politik yang mahal.

    Kalau mengacu data Komisi Pemilihan Umum atau KPU, PDIP tercatat sebagai partai politik dengan total penerimaan paling tinggi. Angka total penerimaannya adalah Rp183.861.799.000 (Rp183 miliar) dan total pengeluaran tertinggi pada Rp115.046.105.000 (Rp115 miliar). Di sisi lain, Partai Kebangkitan Nasional (PKN) tercatat sebagai partai politik dengan total pengeluaran paling rendah. PKN memiliki total penerimaan senilai Rp453 juta dan total pengeluaran Rp42 juta

    Sementara itu, berdasarkan laporan Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat dari 103 paslon pilgub di Pilkada serentak 2024 rata-rata menerima dana sumbangan untuk kampanye sebesar Rp3,8 miliar yang berasal dari berbagai sumber. “Mahalnya karena jual-beli suara, mahal politik untuk jual-beli perahu, atau yang mana? Atau mahal karena jagoan atau titipan elite nasional tidak bisa menang pilkada atau seperti apa?” imbuh Titi.

  • Beda Pendapat DPR Mengawali Babak Baru RUU KUHP

    Beda Pendapat DPR Mengawali Babak Baru RUU KUHP

    Jakarta, voi.id – Rancangan Undang-undang (RUU) KUHP dan RUU PAS akan dilanjutkan kembali, setelah sempat terhenti pengesahannya di tingkat II lantaran Presiden Jokowi meminta untuk menunda. Penundaan ini juga berangkat dari desakan publik, karena terdapat pasal-pasal yang dianggap kontroversi.

    Namun, nasib UU warisan dari DPR periode sebelumnya ini juga menjadi perdebatan di antara fraksi-fraksi. Ada yang tidak ingin RUU tersebut dibongkar, ada juga yang ingin dibuka lagi pembahasan terkait pasal-pasal kontroversi.

    Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa mengatakan, rapat internal komisi membahas mengenai RUU yang di-carry over dalam waktu secepatnya. Menurut dia, RUU ini hanya tinggal dimajukan di tingkat II atau disah-kan dalam rapat paripurna.

    Terkait dengan sosialisasi RUU tersebut, bukan untuk menyerap aspirasi dari kritikan terhadap beberapa pasal yang ada di dalam RUU KUHP. Sebab, Desmond mengatakan, aspirasi sudah selesai diserap.

    Menurut dia, mensosialisasikan RUU KUHP dan RUU PAS juga bukan tugas dan kewajiban DPR. Karena, hal ini adalah wewenang pemerintah.

    “Ya, ini kan bukan kewajiban DPR, ini kan kewajiban pemerintah bersama-sama DPR menjelaskan pasal-pasal itu. Tinggal pemerintah mau ke mana,” ucap Desmond, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/11).

    Senada, anggota Komisi III dari fraksi PPP Arsul Sani mengatakan, membuka peluang rapat dengar pendapat dengan kelompok masyarakat sipil untuk masukan. Namun, semangatnya bukan untuk mengubah pasal-pasal yang sudah disepakati.

    “Boleh saja. Saya misalnya sudah komunikasi dengan kelompok masyarakat sipil. Kalau kalian katakan kok ada pasal yang penjelasannya cuma kayak begini, perlu ditambah agar tidak terjadi ini itu, ya itu boleh. Semangat di komisi III begitu,” ucapnya.

    Terkait dengan kemungkinan pemerintah untuk membongkar kembali pasal-pasal yang disetujui, Arsul menegaskan, bahwa pasal-pasal tersebut sudah disetujui antara DPR dan pemerintah.

    “Apa lagi yang mau dibongkar? Kemarin sudah setuju. Kalau mau bongkar biar di penjelasan saja. Penjelasan pasal per pasal itu juga merupakan tafsir resmi atas keberlakuan UU yang dimaksud,” ucapnya.

    “Paling kalaupun ada perbaikan, itu rumusan pasal dan penjelasan. Misalnya masih mau hukuman mati dihapus, enggak bisa. Pasti tidak jadi. Karena ini bukan soal politik di mana akan terpecah koalisi dan non koalisi. Ini soal hukum. Pidana materil. Paling banter perbedaan karena ada beda ideologi dan filosofi hukum masing-masing fraksi,” lanjutnya.

    Arsul mengatakan, DPR menargetkan RUU KUHP dan RUU PAS ini akan selesai dan disah-kan pada tahun kedua periode 2019-2024. Sebab, jika dikebut saat ini RUU tersebut belum masuk dalam RUU prioritas.

    “Ya tapi masuk dulu prolegnas. Target awalnya pasti antara awal 2020 atau pertengahan 2020,” jelasnya.

    Sementara itu, anggota komisi III Taufik Basari dari fraksi NasDem mengatakan, sikap partainya tegas ingin ada pembahasan, utamanya terhadap RKUHP. Sedangkan, RUU PAS pihaknya tidak mempermasalahkan.

    “Kita harap ada pembahasan lagi terutama untuk beberapa hal. Misal di Buku I kita punya catatan terhadap pasal 2 soal living law. Kita harus pastikan bahwa itu tidak bertentangan dengan asas legalitas. Karena ketika kita membiarkan itu, yang jadi persoalan adalah rancang bangun RUU KUHP ke bawahnya,” ucapnya.

    Sedangkan di Buku II, kata dia, semangat kriminalisasi yang akhirnya overkriminalisasi. Terutama di Bab Kesusilaan. Selain itu juga pasal-pasal karet karena penafsiran aparat penegak hukum yang keliru.

    “Jadi kesimpulannya, NasDem ingin tetap dibuka lagi pembahasan RUU KUHP. Kedua, metodenya adalah dengan melihat sinkronisasi asas di buku I RUU KUHP. Ketiga, kemudian melakukan simulasi bagaimana penerapan pasal-pasak kontroversial itu nanti,” jelasnya.

    Taufik menegaskan, keinginan partainya ini bukan berarti tidak mengakui hasil kerja DPR periode sebelumnya. Namun, pihaknya ingin menjaga agar semangat mengubah produk kolonial jadi nasional.

    “Tercapai tujuannya. Kalau kita biarkan, produk ini bisa lebih kolonial lagi. Kenapa? karena pasal-pasal karet ini. Semangatnya memang ingin cepat selesai karena pembahasannya sudah lama. Makanya begitu nanti kita agendakan untuk pembahasan, kita harus intensif membahas itu. Sehingga akhir tahun ini sudah selesai,” tuturnya.