Topik: Prolegnas

  • Jokowi Beberkan Kronologi Revisi UU KPK: Inisiatif DPR, Bukan Saya! – Halaman all

    Jokowi Beberkan Kronologi Revisi UU KPK: Inisiatif DPR, Bukan Saya! – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, SOLO – Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo, mengatakan tidak ada hubungan antara revisi Undang-Undang KPK dengan upaya memuluskan Gibran Rakabuming sebagai wali kota Solo dan Bobby Nasution sebagai wali kota Medan.

    “Itu karangan cerita semua orang bisa membuat karangan cerita. Hubungannya apa? Coba pakai logika. Masak mengegolkan hal kecil pilihan wali kota yang benar saja. Logika kita pakai lah,” kata dia saat ditemui di Kelana Coffee and Eatery, Rabu (26/2/2025).

    Undang-undang (UU) KPK hasil revisi tercatat dalam Lembaran Negara sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019.

    Gibran Rakabuming menjadi wali kota Solo pada 26 Februari 2021-16 Juli 2024.

    Sementara itu, Bobby Nasution menjadi wali kota Medan pada 26 Februari 2021-20 Februari 2025.

    Menurut Jokowi,  UU KPK murni inisiatif dari DPR.

    Bahkan penyusunannya berkali-kali melalui jalan terjal hingga akhirnya masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2019.

    Jokowi mengklaim tidak pernah menandatangani UU KPK.

    Namun, undang-undang tetap berlaku.

    Akhirnya, RUU KPK tetap menjadi UU sesuai dengan aturan yang berlaku. 

    Sebab, UU yang telah disetujui bersama (DPR dan pemerintah) dan tidak ditandatangani presiden dalam waktu 30 hari secara otomatis berlaku sebagai UU dan wajib diundangkan dalam lembaran negara sesuai Pasal 20 ayat (5) UUD Tahun 1945.  

    “Tolong dilihat itu dicek ada beritanya semua. Sampai setelah diundangkan saya juga akhirnya tidak tanda tangan. Tapi kan aturannya setelah 30 hari bisa berlaku,” ujarnya.

    Dia meminta untuk menelusuri awal mula RUU KPK diajukan hingga menjadi UU KPK hasil revisi.

    “Coba dilihat tahun 2015 ada inisiatif dari DPR untuk memasukkan RUU KPK ke Prolegnas. Saat itu terjadi ketidaksepakatan antara DPR dan pemerintah sehingga tidak jadi. 2016-2018 ada upaya melakukan pembahasan itu tapi tidak terjadi. Baru tahun 2019 masuk prolegnas karena semua fraksi di DPR setuju,” terangnya.

    Namun ia mengakui bahwa saat RUU KPK diusulkan, ia menandatangani Surat Presiden Usulan Revisi UU KPK.

    Ia menandatangani surat ini mempertimbangkan semua fraksi yang setuju diusulkannya revisi UU ini.

    “Pada akhirnya dibahas dan digedok di rapat paripurna. Semua atas inisiatif DPR. Surpresnya itu kalau semua fraksi setuju presiden kalau tidak musuhan dengan semua fraksi. Tapi bukan dari sini. Bukan saya mengejar-ngejar,” jelasnya.

     

  • Kronologi Jokowi Vs Hasto soal Dalang Revisi UU KPK

    Kronologi Jokowi Vs Hasto soal Dalang Revisi UU KPK

    Kronologi Jokowi Vs Hasto soal Dalang Revisi UU KPK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Video Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P
    Hasto Kristiyanto
    yang membahas mengenai dalang dari revisi Undang-Undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) tiba-tiba mencuat setelah dirinya ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
    DIketahui, KPK menetapkan
    Hasto
    sebagai tersangka kasus suap dan perintangan penyidikan kasus Harun Masiku.
    Hasto mengatakan, dalang dari
    revisi UU KPK
    adalah Presiden ke-7 RI Joko Widodo (
    Jokowi
    ), bukan PDI-P ataupun Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri.
    Adapun revisi UU KPK sempat menjadi kontroversi pada 2019 lalu. Sebab, banyak poin yang melemahkan KPK.
    Setelah dituding mendalangi revisi UU KPK, Jokowi pun tidak tinggal diam.
    Jokowi membantah tudingan tangan kanan Megawati tersebut dan berbicara mengenai logika.
    Dalam video yang beredar, Hasto menuduh bahwa segala hal positif selalu diklaim oleh Jokowi, sementara hal buruk ditimpakan kepada PDI-P.
    “Ketika ada hal-hal yang positif, selalu diambil oleh Presiden Jokowi tanpa menyisakan benefit bagi kepentingan PDI Perjuangan,” ujar Hasto melalui akun YouTube miliknya, dikutip Sabtu (22/2/2025).
    Hasto juga menegaskan bahwa PDI-P berkomitmen dalam pemberantasan korupsi, sehingga tuduhan bahwa partainya menginisiasi revisi UU KPK dianggap tidak berdasar.
    “Karena itulah tuduhan bahwa revisi Undang-Undang KPK diarsiteki oleh PDI Perjuangan itu sangat salah,” katanya.
    Dia juga mengklaim bahwa revisi UU KPK dilakukan Jokowi untuk melindungi Gibran dan Bobby dalam pencalonan mereka sebagai wali kota.
    Hasto mengaku, pernah bertanya langsung kepada Jokowi di Istana Merdeka mengenai pencalonan anak dan menantunya serta risiko politik yang mungkin muncul.
    Bahkan, masih kata Hasto, seorang menteri di kabinet Jokowi pernah mengungkapkan bahwa diperlukan dana sebesar 3 juta dolar Amerika untuk meloloskan revisi UU KPK.
    “Saat itu Pak Menteri yang menjadi kepercayaan dari Pak Jokowi ini menyampaikan bahwa kira-kira akan diperlukan dana sebesar 3 juta dollar Amerika untuk mengegolkan revisi Undang-Undang KPK,” ujar Hasto dalam video itu.
    “Dan mengapa berjalan mulus? Karena Presiden Jokowi punya kepentingan untuk melindungi Mas Gibran dan Mas Bobby,” katanya lagi.
    Jokowi pun membalas Hasto yang menyebut dirinya sebagai inisiator revisi UU KPK.
    Dia meminta masyarakat menelusuri kembali kronologi pembentukan UU KPK secara runtut, mengingat saat ini adalah era keterbukaan informasi.
    Jokowi menyoroti peristiwa tahun 2015, ketika Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) KPK masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
    “Coba dilihat lagi. Saat itu terjadi ketidaksepakatan antara DPR dan pemerintah sehingga tidak jadi dibahas,” ujar Jokowi saat ditemui di Kelurahan Manahan, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo, Rabu (26/2/2025).
    Jokowi menjelaskan bahwa upaya revisi kembali muncul pada periode 2016 hingga 2018, namun tetap tidak berlanjut.
    “2016, 2017, 2018, juga ada upaya untuk melakukan pembahasan itu, tetapi juga tidak terjadi,” katanya.
    Kemudian, pada 2019, DPR kembali membahas revisi UU KPK melalui Prolegnas.
    Jokowi menegaskan bahwa semua fraksi di DPR menyetujui pembahasan tersebut.
    “Karena memang semua fraksi yang ada di DPR setuju, sampai akhirnya dibahas dan digodok di rapat paripurna. Atas semuanya, atas inisiatif DPR,” ujarnya menegaskan.
    Setelah DPR menyepakati revisi, lahirlah Surat Presiden (Surpres) mengenai perubahan UU KPK.
    Dia mengaku, harus mempertimbangkan efek politik dari revisi UU KPK karena semua fraksi di DPR setuju.
    “Ya, surpresnya itu, kan itu kalau sudah semua fraksi menyetujui, semua fraksi di DPR setuju,” kata Jokowi.
    “Ya presiden kalau tidak, musuhan dengan semua fraksi dong, politiknya harus dilihat seperti itu,” ujarnya lagi.
    Jokowi juga menegaskan bahwa dirinya tidak menandatangani RUU KPK yang diusulkan DPR, meskipun aturan menyatakan bahwa RUU tetap berlaku setelah 30 hari.
    “Dan sampai setelah diundangkan, saya juga akhirnya tidak tanda tangan. Coba dilihat lagi,” katanya.
    “Tapi kan aturannya tetap setelah 30 hari bisa berlaku. Ya, itu aja,” ujar Jokowi melanjutkan.
    Sementara itu, Jokowi kembali membantah keras dirinya menjadi dalang dari revisi UU KPK.
    Jokowi menegaskan Hasto hanya mengarang cerita saja, yang mana semua orang bisa melakukannya.
    “Itu karangan cerita, semua orang bisa membuat karangan cerita,” tegasnya.
    Dia juga membantah bahwa revisi UU KPK berkaitan dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2019.
    “Hubungannya apa? Coba pakai logika dong kita itu, pakai logika. Untuk apa, masalah menggantungkan hal-hal yang kecil, yang beneran saja. Logika kita, kita pakai lah,” kata Jokowi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bantah Tudingan Hasto Terkait Revisi UU KPK, Jokowi: Itu Karangan Cerita

    Bantah Tudingan Hasto Terkait Revisi UU KPK, Jokowi: Itu Karangan Cerita

    Surakarta, Beritasatu.com – Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menepis tudingan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang menyebut revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (RUU KPK) merupakan inisiatif dirinya untuk memuluskan langkah Gibran Rakabuming Raka dan Bobby Nasution dalam kontestasi politik.

    “Itu karangan cerita. Semua orang bisa membuat karangan cerita,” ujar Jokowi di Solo, Rabu (16/2/2025).

    Jokowi membantah tudingan bahwa dirinya terlibat dalam penyusunan RUU KPK demi kepentingan politik anak dan menantunya. Menurutnya, revisi UU KPK merupakan inisiatif seluruh fraksi DPR sejak 2015 dan bukan berasal dari dirinya.

    “Hubungannya apa? Pakai logika. Masa revisi UU KPK dilakukan hanya untuk pemilihan wali kota? Yang benar saja,” tegasnya.

    Jokowi kemudian menjelaskan kronologi pembahasan revisi UU KPK yang pertama kali diajukan oleh DPR pada 2015, tetapi tidak dibahas karena ketidaksepakatan dengan pemerintah.

    “Dari 2015 DPR sudah mengusulkan revisi ini ke Prolegnas. Namun, saat itu tidak ada kesepakatan dengan pemerintah, jadi tidak dibahas,” ujarnya.

    Pada 2016 hingga 2018, DPR kembali mengusulkan revisi, tetapi tetap tidak menemukan titik temu. Baru pada 2019, seluruh fraksi DPR menyetujui revisi UU KPK dan membawanya ke rapat paripurna DPR untuk disahkan.

    “Semua fraksi di DPR setuju, lalu dibahas dan diketok palu di rapat paripurna atas inisiatif DPR,” jelas Jokowi.

    Terkait Surat Presiden (Surpres) yang dikeluarkan untuk menyukseskan revisi UU KPK, Jokowi menegaskan bahwa jika dirinya menolak, maka akan berkonflik dengan semua fraksi di DPR.

    “Kalau semua fraksi DPR setuju, lalu presiden menolak, maka itu sama saja bermusuhan dengan semua fraksi,” ujarnya.

    Namun, ia juga menekankan dirinya tidak menandatangani revisi UU KPK tersebut, meskipun dalam aturan perundang-undangan, setelah 30 hari, UU tetap berlaku meski tanpa tanda tangan presiden.

    “Saya tidak tanda tangan. Tapi aturannya tetap setelah 30 hari bisa berlaku,” tandasnya.

    Tudingan terhadap Jokowi muncul dalam video yang diunggah di kanal YouTube koreksi_org pada Sabtu (22/2/2025). Dalam video tersebut, Hasto Kristiyanto menyebut Jokowi bertanggung jawab atas revisi UU KPK yang disahkan pada 2019.

  • Skandal Mega Korupsi Beruntun: Rp 271 Triliun Belum Usai, Muncul Rp 193,7 Triliun

    Skandal Mega Korupsi Beruntun: Rp 271 Triliun Belum Usai, Muncul Rp 193,7 Triliun

    Skandal Mega Korupsi Beruntun: Rp 271 Triliun Belum Usai, Muncul Rp 193,7 Triliun
    Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang
    INDONESIA
    kembali diguncang kasus korupsi besar. Setelah skandal PT Timah yang merugikan negara Rp 271 triliun belum selesai, kini muncul kasus di Pertamina dengan kerugian mencapai Rp 193,7 triliun.
    Angka ini belum termasuk kerugian yang harus ditanggung masyarakat pengguna BBM jenis Pertamax yang dimanipulasi.
    Kasus-kasus ini menegaskan bahwa korupsi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Meski disebut sebagai
    extraordinary crime
    (kejahatan luar biasa), upaya pemberantasannya masih berjalan biasa saja.
    Hukuman yang dijatuhkan sering kali ringan dan tidak sebanding dengan dampak finansial yang ditimbulkan, sehingga tidak memberikan efek jera.
    Salah satu kelemahan utama dalam pemberantasan korupsi di Indonesia adalah ketimpangan antara besarnya kerugian negara dengan hukuman yang diberikan.
    Banyak koruptor hanya divonis beberapa tahun penjara, bahkan ada yang mendapatkan remisi dan bebas lebih cepat.
    Pada 2023, misalnya, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) memberikan remisi kepada 2.136 narapidana korupsi bertepatan dengan peringatan HUT RI ke-78, di mana 16 orang diantaranya langsung bebas.
    Kemudian, pada momen Lebaran tahun yang sama, sebanyak 271 narapidana kasus korupsi juga mendapat remisi khusus.
    Dari segi hukuman yang diterima koruptor, Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2023 mencatat bahwa dari 1.649 putusan perkara korupsi dengan 1.718 terdakwa, mayoritas hanya dijerat Pasal 2 dan 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Hukuman minimum untuk Pasal 2 hanya 4 tahun penjara, sedangkan Pasal 3 lebih ringan lagi, hanya 1 tahun.
    ICW bahkan mengategorikan hukuman ini sebagai ringan jika di bawah 4 tahun, sedang jika 4–10 tahun, dan berat di atas 10 tahun.
    Sebagai contoh, dalam kasus korupsi PT Timah, salah satu pelaku utama awalnya hanya divonis 6,5 tahun, sebelum akhirnya diperberat menjadi 20 tahun di tingkat banding.
    Namun, mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan, hukuman ini masih terbilang ringan.
     
    Dengan ancaman hukuman yang tidak sebanding, korupsi menjadi kejahatan yang berisiko rendah, tetapi memiliki keuntungan luar biasa besar. Bahkan jika tertangkap, seorang koruptor tetap bisa menikmati hasil kejahatannya setelah menjalani hukuman.
    Selain hukuman yang ringan, lemahnya pemulihan aset semakin memperburuk masalah ini, karena uang hasil korupsi sering kali tetap bisa dinikmati para pelaku.
    Lemahnya mekanisme pemulihan aset semakin memperparah keadaan. Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang dapat menjadi dasar hukum untuk mengembalikan hasil kejahatan korupsi hingga kini belum disahkan.
    Setiap periode, RUU ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas), tetapi tidak pernah benar-benar dibahas hingga disahkan.
    Urgensi untuk mengatasi masalah ini tidak bisa diabaikan. Kasus mega korupsi terbaru menegaskan perlunya tindakan tegas dari pemerintah.
    Salah satu solusi yang dapat segera diambil adalah penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Perampasan Aset.
    Regulasi ini akan mempercepat pemulihan aset negara yang hilang dan mengirimkan sinyal kuat bahwa pemerintah serius dalam memberantas korupsi.
    Syarat “hal ihwal kegentingan yang memaksa” untuk menerbitkan Perpu jelas telah terpenuhi, mengingat besarnya kerugian negara akibat dua kasus korupsi besar baru-baru ini.
    Lemahnya penegakan hukum juga memperkuat budaya impunitas di kalangan pejabat korup. Ketidaktegasan dalam menjatuhkan hukuman menimbulkan persepsi bahwa korupsi dapat dilakukan tanpa konsekuensi serius, menciptakan lingkungan yang membiarkan praktik tidak etis terus berlangsung.
    Masalah ini diperparah keterkaitan pejabat publik dengan kepentingan politik dan ekonomi yang kuat, sehingga sulit menuntut pertanggungjawaban mereka.
    Oleh karena itu, selain memperberat hukuman, langkah-langkah pencegahan juga harus dioptimalkan melalui reformasi regulasi dan transparansi birokrasi.
    Pemerintah harus memprioritaskan pengesahan undang-undang anti-korupsi yang lebih komprehensif. Ini mencakup tidak hanya
    RUU Perampasan Aset
    , tetapi juga kebijakan peningkatan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa di sektor publik.
    Penguatan kapasitas aparat penegak hukum dalam menyelidiki dan menuntut kasus korupsi sangat penting.
    Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan sumber daya tambahan, pelatihan, dan dukungan bagi lembaga anti-korupsi agar mereka dapat menjalankan tugasnya secara efektif.
    Melihat lambannya proses legislasi terhadap pembentukan RUU ini, bila memang pemerintah memiliki komitmen pemberantasan korupsi, Presiden dapat mengeluarkan Perpu.
    Terungkapnya dua mega korupsi dalam waktu berdekatan menunjukkan bahwa negara sedang tidak baik-baik saja. Hal ikhwal kepentingan memaksa sebagaimana yang menjadi prasyarat diterbitkannya Perpu seharusnya sudah terpenuhi.
    Tanpa regulasi yang kuat, penegakan hukum yang tegas, dan keterlibatan publik, korupsi akan terus merajalela.
    Pemerintah harus segera bertindak untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar di masa depan.
    Upaya yang terkoordinasi dalam memperkuat kerangka hukum, meningkatkan kapasitas penegakan hukum, dan mendorong transparansi adalah satu-satunya jalan untuk mengatasi masalah korupsi yang mengakar dan memulihkan kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Kejar Penyelesaian RUU EBT, Indonesia Siap Pimpin Transisi Energi di ASEAN – Page 3

    DPR Kejar Penyelesaian RUU EBT, Indonesia Siap Pimpin Transisi Energi di ASEAN – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT), kembali masuk dalam agenda pembahasan DPR RI, setelah sempat tertunda di periode sebelumnya. Regulasi ini menjadi bagian krusial dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045.

    Pendapat ini dikemukakan Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya saat menjadi narasumber dalam Forum Legislasi bertajuk “RUU EBT Kembali Dibahas, Menanti Energi Terbarukan Sebagai Solusi Energi”, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (25/2/2025).

    Bambang juga meyakini kalau RUU ini akanmendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8%. Dengan target pembangunan 107 GW energi dalam 15 tahun ke depan, di mana 75% di antaranya berasal dari energi baru terbarukan. Karenanya, ia menilai RUU EBT sebagai langkah strategis dalam memastikan ketahanan energi nasional dan menjawab tantangan global menuju Net Zero Emission.

    “Sebenarnya, pembahasan RUU EBT sebelumnya sudah hampir rampung pada periode 2019-2024 di Komisi VII DPR RI. Namun, karena alasan teknis, pembahasannya harus dilanjutkan ke periode saat ini,” ujarnya.

    Menurut Bambang, pembahasan RUU EBT menjadi prioritas Komisi XII DPR RI,sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Ia juga menekankan bahwa regulasi ini sejalan dengan visi pemerintahan Prabowo-Gibran dalam mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8% agar Indonesia bisa keluar dari jebakan pendapatan menengah (middle income trap) dan menjadi negara industri maju.

    “Selain sebagai strategi ketahanan energi, RUU EBT juga bertujuan untuk menjawab tantangan global, khususnya komitmen Indonesia terhadap Net Zero Emission. Hal ini semakin relevan dengan proyeksi kebutuhan energi Indonesia yang diperkirakan mencapai 107 GW dalam 15 tahun ke depan, dengan 75 GW berasal dari sumber energi baru terbarukan,” tuturnya lagi.

    Dalam kaitannya dengan kebijakan energi nasional, Komisi XII DPR RI juga telah mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Kebijakan Energi Nasional. PP ini memberikan landasan bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan strategis terkait pemenuhan energi.

     

  • Wairjen sebut perubahan usia pensiun di RUU TNI agar setara dengan ASN

    Wairjen sebut perubahan usia pensiun di RUU TNI agar setara dengan ASN

    Jakarta (ANTARA) – Wakil Inspektur Jenderal (Wairjen) TNI Mayjen TNI Alvis Anwar mengatakan perubahan batas usia pensiun dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI diatur agar setara dengan aparatur sipil negara (ASN).

    “Masalah (revisi) Undang-Undang TNI ya ini kami kan menyetarakan dengan PNS ya. Kalau PNS kan usia 60 tahun (pensiun),” kata Alvis di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa, ketika ditanya jurnalis mengenai perubahan batas usia pensiun dalam revisi UU TNI.

    Selain itu, dia mengatakan bahwa perubahan batas usia pensiun dilakukan karena memerhatikan kebutuhan organisasi TNI.

    “Mungkin itu pertimbangan dari penyusun regulasi undang-undang ini untuk rencananya menaikkan usia pensiun dari 58 menjadi 60 tahun,” ujarnya.

    Berdasarkan Pasal 55 huruf a UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN, disebutkan batas usia pensiun pegawai ASN adalah 60 tahun untuk pejabat pimpinan tinggi utama, pejabat pimpinan tinggi madya, dan pejabat pimpinan tinggi pratama.

    Sementara itu, ketika ditanya jurnalis mengenai potensi anggaran yang meningkat imbas penambahan batas usia pensiun tersebut, dia memandang bahwa hal tersebut pasti diperhitungkan.

    “Kalau masalah anggaran, sementara kami kan diberikan alokasi anggaran tertentu. Selama itu masih dalam rentang pagu yang ditentukan, tentu itu masih bisa dilakukan,” katanya.

    Kemudian, ketika ditanya potensi adanya perwira berstatus non-job bila batas pensiun diubah, dia mengatakan bahwa pola karier di TNI sudah diperhitungkan.

    “Artinya, pola karier kami ini kan sudah jelas di TNI itu. Sudah ada aturannya, sudah ada langkah-langkahnya, dan itu semua sudah dipertimbangkan,” jelasnya.

    Saat ini, RUU TNI telah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 berdasarkan Rapat Paripurna DPR RI pada Selasa (18/2).

    Pewarta: Rio Feisal
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Usia Pensiun TNI Diusulkan Jadi 60 Tahun, Mayjen Alvis: Agar Setara dengan PNS

    Usia Pensiun TNI Diusulkan Jadi 60 Tahun, Mayjen Alvis: Agar Setara dengan PNS

    Usia Pensiun TNI Diusulkan Jadi 60 Tahun, Mayjen Alvis: Agar Setara dengan PNS
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Inspektur Jenderal (Wairjen) TNI,
    Mayjen Alvis Anwar
    , menilai, usia pensiun perwira TNI yang diusulkan naik dari 58 menjadi 60 tahun dalam revisi
    Undang-Undang TNI
    dimaksudkan agar setara dengan Pegawai Negeri Sipil (
    PNS
    ).
    “Masalah Undang-Undang TNI ya, ya ini kita kan menyetarakan dengan PNS ya, kalau PNS kan usia 60 tahun ya,” kata Alvis, saat ditemui di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (25/2/2025).
    Selain itu,
    usia pensiun TNI
    yang dinaikkan kemungkinan berkaitan dengan kebutuhan organisasi.
    Namun, dirinya tidak bisa memastikan alasan pasti mengapa usia pensiun TNI dinaikkan.
    Hal ini pun ia serahkan kepada pembuat Undang-Undang, dalam hal ini pemerintah dan DPR.
    “Mungkin itu pertimbangan dari penyusun regulasi Undang-Undang ini untuk rencananya menaikkan usia pensiun dari 58 menjadi 60,” imbuh Alvis.
    Lebih lanjut, ia ditanya mengenai banyaknya kritik terhadap TNI jika usia pensiun perwira dinaikkan.
    Kritik tersebut berisi kekhawatiran akan membengkaknya anggaran karena banyak perwira non-job jika usia pensiun TNI dinaikkan.
    Namun, menurut Alvis, hal ini tidak ada kaitannya. Sebab, TNI sudah memiliki anggaran yang ditentukan setiap tahunnya.
    “Saya kira sudah diperhitungkan. Artinya, pola karier kita ini kan sudah jelas di TNI, sudah ada aturannya, sudah ada langkah-langkahnya, dan itu semua sudah dipertimbangkan,” ujar dia.
    “Kalau masalah anggaran, sementara kita kan diberikan alokasi anggaran tertentu, selama itu masih dalam rentang pagu yang ditentukan, tentu itu masih bisa dilakukan,” pungkas dia.
    Untuk diketahui, RUU TNI masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas DPR 2025.
    Hal ini setelah RUU itu disepakati dalam rapat paripurna DPR, Selasa (18/2/2025).
    Salah satu poin yang disoroti publik dalam revisi UU TNI yang sempat dibahas tahun lalu adalah penambahan usia pensiun prajurit TNI.
    Usia pensiun yang sebelumnya ditetapkan pada 58 tahun untuk perwira dan 53 tahun untuk bintara serta tamtama, diusulkan untuk diperpanjang.
    Pada draf RUU TNI yang diterima Kompas.com pada Mei 2024, Pasal 53 menyebutkan bahwa usia pensiun bagi perwira diperpanjang dari semula 58 tahun ke 60 tahun.
    “Usulan perpanjangan usia pensiun sudah melalui pembahasan dan analisis, disesuaikan dengan usia produktif masyarakat Indonesia,” kata Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI saat itu, Mayjen Nugraha Gumilar, melalui pesan tertulis pada 28 Mei 2024.
    Alasan di balik usulan ini adalah untuk memanfaatkan keahlian dan pengalaman prajurit yang masih produktif, serta menyesuaikan dengan standar usia produktif yang ditetapkan Badan Pusat Statistik (BPS).
    Kendati demikian, penambahan usia pensiun menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya penumpukan perwira tinggi non-job.
    Meski hingga kini tidak diketahui berapa jumlah perwira tinggi non-job tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Senator DPD Siap Kawal DOB Kabupaten Raja Ampat Utara Sampai Terealisasi  – Halaman all

    Senator DPD Siap Kawal DOB Kabupaten Raja Ampat Utara Sampai Terealisasi  – Halaman all

    Senator DPD Siap Kawal DOB Kabupaten Raja Ampat Utara Sampai Terealisasi 
     
     Willy Widianto/Tribunnews.com
     
      

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Republik Indonesia (RI), daerah pemilihan (Dapil) Papua Barat Daya, Paul Finsen Mayor menegaskan kesiapannya mendorong dan mengawal pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Raja Ampat Utara hingga terealisasi. 

    “Keberadaan Kabupaten Raja Ampat Utara akan mampu memperpendek rentang kendali pemerintahan sehingga pelayanan publik lebih efektif dan efisien,” kata Paul Finsen Mayor saat bertemu dengan Tim Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Raja Ampat Utara, di Kantor DPD RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Senin (24/02/2025).

    Tim Pembentukan DOB Kabupaten Raja Ampat Utara terdiri dari Melkisedek Maray, SKM (Ketua), Nimbrod Suruan, S.Pd.SD.MM ( Sekretaris) dan 3 anggota tim yaitu Nonske Mayor, Albertho Y Binur dan Yanis Burdames.

    Paul Finsen Mayor menilai penambahan DOB Kabupaten Raja Ampat Utara akan membuka akses pembangunan yang selanjutnya akan memberikan dampak kesejahteraan bagi rakyat. Terpenting, Paul mengingatkan pemekaran tersebut harus menjamin dan memberi ruang seluas-luasnya bagi Orang Asli Papua.

    “SDM Papua menjadi prioritas utama yang berkiprah bagi daerahnya sendiri. Sejak sekarang SDM harus dipersiapkan dengan baik karena juga menjadi syarat penting terbentuknya DOB,” papar dia lagi.

    Ketua Tim Pembentukan DOB Kabupaten Raja Ampat Utara Melkisedek Maray, SKM mengatakan bahwa mereka merupakan tim akar rumput. Artinya tim yang benar-benar muncul dari aspirasi paling bawah, dari rakyat.

    “Ada 3 suku besar di Raja Ampat Utara. Kami serahkan dokumen lengkap pemekaran Kabupaten Raja Ampat Utara. Kami sangat mengharapkan kehadiran DOB Raja Ampat Utara karena situasi dan kondisi di sana memang sudah wajib ada pemekaran,” tegasnya.

    Dijelaskan olehnya, Raja Ampat memiliki letak geografis kepulauan yang didominasi oleh laut. Dimana jarak Raja Ampat Utara itu jauh dari Waisai, sebagai ibukota induk Kabupaten Raja Ampat yang sekarang. Sehingga masalah transportasi, kesehatan dan pendidikan sangat tinggi secara cost.

    “Pada intinya semua hal terkait pembentukan DOB Kabupaten Raja Ampat Utara sudah siap. Masalah SDM atau lokasi dan lain-lain sangat siap. Kita harapkan pemerintah dan DPR RI segera merealisasikannya, didukung dan dikawal para anggota DPD RI,” tukas Melkisedek Maray.

    Sedangkan Nimbrod Suruan, S.Pd.SD.MM, Sekretaris Tim, mengatakan usulan DOB Kabupaten Raja Ampat Utara sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). DOB Kabupaten Raja Ampat Utara merupakan salah satu kabupaten yang telah diusulkan bersama Kabupaten Raja Ampat Selatan oleh Pemerintah Kabupaten Raja Ampat  saat itu. Namun, usulan itu dipending oleh pemerintah pusat karena masih adanya program Moratorium. Hingga kini belum dibahas lagi. 

    “Di sisi lain, sudah ada revisi Undang-Undang Otonomi Khusus bagi Tanah Papua maka Provinsi Papua dan Papua Barat diberikan ruang untuk melakukan pemekaran wilayah, terbukti dengan hadirnya 3 provinsi baru di Provinsi Papua dan 1 provinsi di Papua Barat. Artinya moratorium sudah ditarik dan tidak ada alasan lagi bagi pemerintah dan DPR RI untuk tidak segera mengesahkan RUU DOB Kabupaten Raja Ampat Utara. Semoga tidak terlalu lama prosesnya,” pinta dia.

     

  • BPKH Usul Mekanisme Penetapan Biaya Haji di RUU Ibadah Haji & Umrah

    BPKH Usul Mekanisme Penetapan Biaya Haji di RUU Ibadah Haji & Umrah

    Bisnis.com, JAKARTA – Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengusulkan mekanisme penetapan biaya penyelenggara ibadah haji dalam revisi Undang-undang No.8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

    Kepala BPKH Fadlul Imansyah menyampaikan, proses penetapan biaya penyelenggara ibadah haji dimulai dengan penetapan standar biaya masukan oleh BPKH.

    “Ini sebagai referensi dari perhitungan biaya penyelenggara ibadah haji,” kata Fadlul dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (20/2/2025).

    Langkah selanjutnya, kata Fadlul, penyelenggara ibadah haji menyusun komponen berdasarkan kebutuhan operasional haji tahun berjalan. 

    Usulan itu selanjutnya diajukan kepada BPKH oleh penyelenggara ibadah haji untuk dilakukan penelahaan oleh badan yang mengelola keuangan haji.

    Pada tahap ini, Fadlul menyebut bahwa BPKH akan melakukan penilaian kelayakan usulan berdasarkan kemampuan keuangan haji. 

    Apabila setelah penelahaan BPKH menyetujui usulan tersebut, maka BPKH dan penyelenggara ibadah haji akan mengajukan usulan tersebut secara bersama-sama ke DPR untuk mendapat persetujuan final.

    Namun, jika usulan tersebut tidak sesuai dengan kemampuan keuangan haji, BPKH dapat mengusulkan kembali atau memberikan masukan terhadap usulan tersebut.

    “Sehingga prosesnya dapat kembali ke tahap penyusunan oleh penyelenggara ibadah haji,” ujarnya. 

    Melalui mekanisme ini, Fadlul mengharapkan penetapan biaya penyelenggara ibadah haji dapat dilakukan secara transparan dan akuntabel.

    Selain itu, penetapan biaya juga diharapkan dapat memerhatikan keberlanjutan keuangan haji demi kepentingan jemaah haji Indonesia. 

    Sebagai informasi, Komisi VIII DPR RI mulai menggelar rapat pembahasan revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

    Adapun Komisi VIII DPR RI mulai menggelar rapat pembahasan revisi UU Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. RUU usul inisiatif DPR ini telah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2025 dan merupakan salah satu prioritas yang harus diselesaikan pemerintah dan DPR RI.

  • Akademisi: Penambahan Kewenangan Penegak Hukum Tidak Diperlukan, Bisa Ancam Kebebasan Sipil – Halaman all

    Akademisi: Penambahan Kewenangan Penegak Hukum Tidak Diperlukan, Bisa Ancam Kebebasan Sipil – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Revisi Undang-Undang (RUU) Kejaksaan, TNI, dan Polri dinilai memicu polemik di tengah masyarakat. 

    Sebab revisi tersebut memberikan kewenangan berlebihan sehingga bisa menimbulkan ketidakpastian hukum. 

    Demikian hal ini mengemuka dalam diskusi “Quo Vadis Penambahan Kewenangan Penegakan Hukum dan Urgensi Pengawasan Publik di Jakarta, Kamis (20/2/2025).

    Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Prof Dr Ali Syafaat, menilai, saat ini tidak diperlukan adanya penambahan kewenangan penegakan hukum, baik kejaksaan, Polri hingga TNI.

    “Perubahan terhadap UU Kejaksaan belum memiliki urgensi. Begitupula RUU Polri dan RUU TNI. Jika ada penambahan Kewenangan pasti akan ada konflik kepentingan dan tumpang tindih kewenangan,” katanya.

    Menurutnya, penambahan kewenangan aparat pada RUU tersebut akan membuka potensi terjadinya penyalahgunaan kewenangan. 

    Jika ada permasalahan terkait penegakan hukum harusnya kewenangan lembaga pengawasan yang diperkuat bukan dengan memperluas kewenangan. Perubahan-perubahan terhadap UU ini yang disebut sebagai autocratic legalisme, berbahaya bagi demokrasi dan HAM juga negara hukum.

    Tidak ada kewenangan yang kurang dan sempit dari UU yang sekarang ada ketika penegak hukum dan Militer menjalankan tugasnya, sehingga tidak perlu adanya revisi terhadap UU Polri, UU Kejaksaan dan RUU TNI.”

    Ia menambahkan, kalau revisi tersebut terus dipaksakan justru akan mengganggu dan mengancam kebebasan sipil. 

    “Kalau terus dipaksakan, justru kita jadi curiga ada apa ini terus dipaksakan, apa ada kepentingan kekuasaan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, CENTRA Initiative menolak pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU TNI, UU Polri, dan UU Kejaksaan. 

    CENTRA menyoroti pembahasan RUU yang tidak memiliki urgensi.

    “RUU TNI sesungguhnya tidak memiliki urgensi yang mendesak untuk dibahas. Dalam rangka melakukan transformasi militer ke arah yang profesional,” kata Ketua Badan Pengurus CENTRA Initiative Al Araf kepada wartawan, Selasa (18/2/2025) lalu.

    Secara umum, Al Araf menolak RUU TNI, Polri, dan Kejaksaan. Sebab, ketiga UU ini membuka peluang penyalahgunaan wewenang.

    “Lembaga penegak hukum maupun militer dengan kewenangan yang ada sekarang saja sudah berulangkali menyalahgunakan kewenangannya sehingga terjadi praktik korupsi, kekerasan dan penyimpangan lainnya,” ujarnya.

    “Apalagi jika ditambah kewenangan-kewenangan lagi dalam RUU yang mereka ajukan (RUU Polri, RUU Kejaksaan, RUU TNI) maka akan menjadi jadi potensial penyalahgunaan kewenangannya,” lanjutnya.

    DPR Membantah

    Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membantah rancangan revisi Undang-undang Tentara Negara Indonesia (RUU TNI) akan mengembalikan dwifungsi atau memperluas fungsi militer.

    Revisi terhadap UU Nomor 34 tahun 2004 tersebut diklaim hanya melanjutkan draf beleid yang didasarkan pada surat presiden (surpres) di akhir masa jabatan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).

    Wakil Ketua DPR Adies Kadir mengatakan, RUU TNI yang masuk pada Prolegnas Prioritas 2025 sama dengan draf sebelumnya. RUU hanya diajukan kembali oleh pemerintah karena butuh penyesuaian isi Surpres usai Presiden Prabowo Subianto mengubah sejumlah nomenklatur kementerian atau lembaga; termasuk yang terkait dengan pembahasan RUU TNI di DPR.

    “Itu yang Dwifungsi ABRI segala macam itu nggak. Nggak. Kita lihat nanti sama-sama. Tapi sekarang kan yang ada beberapa [anggota TNI] yang masuk juga tapi sedikit sekali kan. Itu kebutuhan kementeriannya aja. Sedikit kali kalau kita lihat TNI. Lebih banyak pensiunan dari Polri,” kata Adies, Selasa lalu.