Topik: Prolegnas

  • Anggota DPR: Kenaikan bantuan parpol harus sesuai keuangan negara

    Anggota DPR: Kenaikan bantuan parpol harus sesuai keuangan negara

    “Efek domino dukungan negara terhadap partai politik cukup besar dalam meningkatkan kualitas demokrasi yang bertumpu di partai politik,”

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Khozin menyatakan usulan kenaikan dana bantuan partai politik parut dipertimbangkan, namun gagasan tersebut harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan negara.

    “Tapi harus digarisbawahi, usulan tersebut harus disandingkan dengan kemampuan keuangan negara yang menyangkut agenda national interest kita,” ingat Khozin dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

    Dia mengatakan usulan tersebut patut dipertimbangkan karena usulan tersebut berdasarkan kajian yang mendalam dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    Khozin kembali menegaskan usulan tersebut harus disandingkan dengan kemampuan keuangan negara, terlebih kebijakan efisiensi anggaran akan dilanjutkan di tahun anggaran 2026.

    Dia menyampaikan kenaikan bantuan partai politik dapat dilakukan melalui perubahan PP No 1 Tahun 2018 tentang Bantuan Keuangan Partai Politik sebagai aturan turunan dari UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

    Menurut Pengasuh Pondok Pesantren Mahasiswi Al-Khozini, Jember ini, secara obyektif dukungan negara dalam bentuk kenaikan bantuan terhadap partai politik penting untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia di antaranya pendidikan politik bagi warga termasuk mendorong transparansi pengelolaan keuangan partai.

    “Efek domino dukungan negara terhadap partai politik cukup besar dalam meningkatkan kualitas demokrasi yang bertumpu di partai politik,” ujarnya.

    Anggota DPR dari Dapil Jatim IV (Jember dan Lumajang) ini menyebutkan Komisi II DPR telah mengusulkan dalam daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) perubahan paket UU politik seperti UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, UU No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, serta UU No 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.

    “Bisa saja dasar hukum kenaikan bantuan partai politik diperkuat dalam bentuk revisi UU Partai Politik termasuk pengaturan mekanisme pelaporannya,” kata Khozin.

    Bantuan dana parpol dari pemerintah di tingkat pusat (DPR), per suara sah sebesar Rp1.000, sedangkan untuk partai politik di tingkat provinsi (DPRD Provinsi) sebesar Rp1.200 per suara sah, dan untuk partai politik di tingkat kabupaten/kota (DPRD Kabupaten/Kota) sebesar Rp1.500 per suara sah.

    Jika melihat negara lain, kata Khozin, yang paling banyak mendanai partai politik adalah Jerman, dengan 75 persen dana partai politik dibiayai oleh negara.

    Selain Jerman, beberapa negara lain yang juga mensubsidi partai politik dari anggaran negara antara lain Uzbekistan (100 persen), Austria dan Meksiko (lebih dari 50 persen), serta Inggris, Italia dan Australia (kurang dari 50 pesen.

    “Data empirik dan perbandingan dengan negara lain patut menjadi bahan kajian bersama atas usulan kenaikan bantuan partai politik,” tuturnya.

    Pewarta: Fianda Sjofjan Rassat
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • DPRA tetapkan draf rancangan revisi UU Pemerintahan Aceh

    DPRA tetapkan draf rancangan revisi UU Pemerintahan Aceh

    Banda Aceh (ANTARA) – Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) melalui sidang paripurna di Banda Aceh, Rabu, mengesahkan dan menetapkan draf rancangan revisi UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) untuk diserahkan dan dibahas oleh DPR RI.

    “Dalam perumusan perubahan UUPA ini, DPRA mengikut sertakan unsur tim Pemerintah Aceh, kolaborasi semuanya telah menghasilkan draf rancangan perubahan UUPA ini, termasuk naskah akademiknya,” kata Ketua DPR Aceh, Zulfadli, di Banda Aceh, Rabu.

    Sebagai informasi, rencana perubahan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang UUPA ini sudah masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas 2024-2029, yang telah disepakati Baleg DPR RI serta Panitia Perancang UU DPD RI.

    Pelaksanaan paripurna penetapan draf revisi UUPA ini dilakukan sesuai bunyi Pasal 269 ayat (3) UUPA, yang menyatakan bahwa setiap rencana perubahan harus dikonsultasikan dan mendapatkan pertimbangan dari DPR Aceh.

    Zulfadli mengatakan pengkajian draf rancangan revisi UUPA ini juga melibatkan unsur guru besar, akademisi dan praktisi. Serta telah mendapatkan dukungan penuh dari partai politik lokal maupun nasional yang memiliki kursi di DPR Aceh.

    “Penyiapan dan pembahasan draf rancangan perubahan UUPA ini didukung sepenuhnya oleh pimpinan partai politik lokal dan partai politik nasional di DPRA,” ujar Zulfadli.

    Sementara itu, Ketua Tim Revisi UUPA di DPRA, Tgk Anwar Ramli menyampaikan bahwa terdapat delapan pasal perubahan dan satu penambahan/penyisipan dalam draf rancangan revisi tersebut.

    “Terdapat perubahan batang tubuh yang terdiri dari sembilan pasal, yaitu delapan pasal perubahan dan satu penyisipan/penambahan pasal baru,” kata Tgk Anwar Ramli dalam laporannya.

    Pasal perubahan

    Adapun delapan pasal perubahan tersebut yakni pasal 7 terkait dengan kewenangan Aceh, yaitu penegasan kewenangan pusat agar tidak terjadi paradoks yang dapat menimbulkan perbedaan penafsiran dalam praktik pelaksanaannya.

    Kemudian, pasal 11 tentang penegasan norma standar prosedur dan kriteria (NSPK) agar tidak menghalangi kewenangan Aceh.

    Pasal 235 tentang evaluasi Qanun APBA dan Fasilitasi Qanun Aceh lainnya. Di sini, juga ada penegasan kedudukan Qanun Aceh sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.

    Lalu, Pasal 270 yaitu makna dan kedudukan peraturan perundangan, qanun, NSPK, dan peraturan pemerintah dalam penafsiran kewenangan Aceh.

    Selanjutnya Pasal 183, terkait dengan pendapatan/fiskal Aceh, yaitu tentang dana otonomi khusus (otsus). Pasal 192 tentang regulasi lanjutan soal kedudukan zakat dalam UUPA.

    Berikutnya Pasal 160, meliputi kewenangan minyak dan gas bumi dan sumber daya alam lain termasuk karbon serta pengaturan tentang aset. Serta pasal 165, mengenai kewenangan Aceh dalam bidang perdagangan, pariwisata, dan investasi yang akan dikerjasamakan dengan Pemerintah Pusat.

    Sedangkan untuk penambahan baru yakni Pasal 251A, merupakan pasal tambahan yang mengatur tentang pajak dan pendapatan lain non-pajak yang diperlukan guna penyelenggaraan kekhususan Aceh.

    Tgk Anwar Ramli menegaskan, pembahasan perubahan UUPA oleh DPR RI ini perlu dikawal bersama, sehingga hasilnya bisa lebih baik dan komprehensif sesuai harapan masyarakat Aceh.

    “Pengawalan ini adalah tanggung jawab moral kita bersama, karena perubahan UUPA harus melibatkan pemangku kepentingan di Aceh sesuai pasal 269 ayat (3) UUPA,” demikian Tgk Anwar Ramli.

    Pewarta: Rahmat Fajri
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Bijak Memantau fasilitasi pemantauan DPR oleh warga

    Bijak Memantau fasilitasi pemantauan DPR oleh warga

    Bijak Memantau hadir untuk membuka akses, menyederhanakan isu, dan mendorong partisipasi yang lebih substansial.

    Jakarta (ANTARA) – Platform digital Bijak Memantau resmi diluncurkan di Jakarta, Selasa, untuk memfasilitasi masyarakat memantau kinerja DPR RI serta memahami proses legislasi secara lebih mudah dan substansial.

    CEO Think Policy Andhyta Firselly Utami mengatakan bahwa platform bijakmemantau.id ini merupakan kelanjutan dari inisiatif Bijak Memilih pada Pemilu 2024. Melalui pendekatan teknologi, Bijak Memantau hadir untuk menjembatani keterlibatan warga dalam pengawasan kebijakan publik, khususnya setelah pemilu.

    “Bijak Memantau hadir untuk membuka akses, menyederhanakan isu, dan mendorong partisipasi yang lebih substansial,” kata Andhyta dalam keterangannya.

    Andhyta menyebut Bijak Memantau memiliki tiga fitur utama, yakni: pertama, memahami isu berisi ringkasan delapan isu kebijakan prioritas seperti pendidikan, ekonomi, dan lingkungan.

    Fitur kedua, memantau Kebijakan yang memperbarui perkembangan RUU di Prolegnas.

    Ketiga, memantau pejabat yang menyajikan informasi legislator dan kanal komunikasi warga.

    “Warga juga dapat bergabung dalam komunitas diskusi dan kegiatan advokasi kebijakan melalui forum daring, kelas publik, dan kolaborasi bersama organisasi masyarakat sipil,” ujarnya.

    Sementara itu, ekonom dan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai inisiatif ini memperkuat peran kelas menengah dalam memengaruhi arah kebijakan.

    “Tantangannya adalah bagaimana mereka mendapatkan informasi yang baik agar tahu apa yang perlu diperjuangkan,” tambah Chatib.

    Wakil Ketua BKSAP DPR RI Bramantyo Suwondo menilai Bijak Memantau dapat menjadi jembatan yang memperkuat pemahaman masyarakat terhadap sistem politik.

    “Sinergi multipihak sangat krusial dalam membangun ruang dialog yang terbuka dan inklusif,” jelas Bramantyo.

    Peluncuran platform ini juga menjadi bagian dari rangkaian Open Government Week 2025 yang didukung oleh Open Government Indonesia.

    Direktur Hubungan Luar Negeri, Bappenas, dan juga selaku perwakilan dari Open Government Indonesia Maharani Wibowo menyatakan bahwa keterbukaan bukan sekadar prinsip pemerintahan, melainkan juga ekosistem yang perlu dirawat bersama.

    Menurut dia, keterlibatan publik hanya bisa tumbuh jika tersedia ruang yang aman, informatif, dan inklusif untuk bertanya, belajar, dan bertindak.

    Inisiatif-inisiatif yang mendorong pemahaman dan partisipasi warga dalam proses kebijakan, termasuk melalui pendekatan digital, kata Maharani,merupakan bagian penting dalam memperkuat demokrasi yang terbuka.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: D.Dj. Kliwantoro
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Legislator dorong RUU Pengelolaan Ruang Udara segera rampung

    Legislator dorong RUU Pengelolaan Ruang Udara segera rampung

    “Ini bukan lagi isu teknis semata. Kita sedang bicara tentang ruang strategis nasional yang belum dikelola secara terpadu,”

    Jakarta (ANTARA) – Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Endipat Wijaya mendorong agar Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengelolaan Ruang Udara segera rampung demi pengaturan ruang udara Indonesia.

    Pasalnya, kata dia, kian padatnya lalu lintas udara dan meningkatnya gangguan dari berbagai objek di langit Indonesia menjadi alarm keras bagi negara untuk segera memperbaiki tata kelola ruang udara.

    “Ini bukan lagi isu teknis semata. Kita sedang bicara tentang ruang strategis nasional yang belum dikelola secara terpadu,” ujar Endipat dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu.

    RUU tentang Pengelolaan Ruang Udara telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2024 dan akan terus dibahas pada tahun 2025 sebagai bagian dari agenda legislasi strategis.

    Endipat memaparkan lonjakan signifikan pelanggaran ruang udara oleh pesawat asing yang meningkat dari 364 kasus pada 2019 menjadi 1.583 kasus pada 2020.

    “Belum lagi gangguan dari balon udara, laser pointer, dan kembang api yang secara langsung bisa membahayakan keselamatan penerbangan,” ucap dia menambahkan.

    Ia juga melihat adanya tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pemanfaatan ruang udara, terutama untuk kegiatan olahraga dirgantara.

    Meski demikian, dirinya menyambut baik semangat kolaborasi lintas lembaga dalam pembahasan RUU.

    Dia pun menegaskan agar tidak ada lagi ego sektoral, sehingga semua pihak harus merasa memiliki ruang udara sebagai tanggung jawab bersama.

    Sebagai anggota komisi yang membidangi pertahanan, Endipat berharap agar RUU tersebut dapat menjawab kebutuhan profesionalisme dan kepastian hukum dalam pengelolaan ruang udara Indonesia, termasuk soal pembagian kewenangan dan keselamatan nasional.

    “Ini bukan hanya soal siapa yang berwenang, tapi bagaimana kita menjaga langit Indonesia tetap aman dan berdaulat,” tutur Ketua Tim Panitia Khusus (Pansus) RUU Pengelolaan Ruang Udara DPR.

    Dalam sebuah kunjungan kerja bersama tim pansus, perwakilan Kementerian Pertahanan, perwakilan TNI AU Komandan Lanud Sri Mulyono Herlambang, perwakilan Kementerian Perhubungan, Bea Cukai, Balai Karantina, perwakilan Pertamina di Landasan Udara (Lanud) Sri Mulyono, beberapa waktu lalu, Endipat menekankan pentingnya partisipasi publik.

    Partisipasi dimaksud, yakni seperti masukan dari pakar, akademisi, dan pemangku kepentingan lainnya, dalam penyusunan RUU tersebut.

    Menurut dia, partisipasi bermakna (meaningful participation) merupakan kunci agar regulasi itu tidak hanya menjadi dokumen hukum, tetapi juga panduan kerja nyata bagi semua pihak yang berkepentingan di udara Indonesia.

    Pewarta: Agatha Olivia Victoria
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

  • Mahasiswa UI Sebut DPR Langgar Aturan Sendiri dalam Revisi UU TNI – Halaman all

    Mahasiswa UI Sebut DPR Langgar Aturan Sendiri dalam Revisi UU TNI – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA – Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) menilai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melanggar aturan sendiri dalam proses revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).

    Dalam sidang perdana uji formil UU TNI 3/2025, para mahasiswa yang jadi pemohon ini menyoroti tidak dimasukkannya revisi UU TNI dalam daftar RUU Prioritas 2025 yang disahkan pada Rapat Paripurna DPR Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024–2025.

    Kuasa hukum pemohon, Stefani Gloria, menyatakan UU TNI tidak memenuhi syarat untuk di-carry over dari periode sebelumnya. 

    Berdasarkan Pasal 71A UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3), sebuah rancangan undang-undang (RUU) hanya dapat di-carry over apabila telah melalui tahap pembahasan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). 

    “Proses Undang-undang TNI pada periode 2019 hingga 2024 belum sampai pada tahap pembahasan DIM karena presiden belum pernah mengirimkan Surat Presiden dan DIM untuk pembahasan,” jelas Stefani dalam sidang di Gedung MK, Jumat (9/5/2025). 

    Stefani juga menambahkan, keputusan DPR Nomor 64/DPR RI/I/2024-2025 yang mengesahkan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025 dan Prolegnas RUU 2025–2029, menempatkan revisi UU TNI dalam daftar RUU tahun 2025 hingga 2029 tanpa memberikan status carry over. 

    “Karena undang-undang TNI bukan merupakan RUU carry over, pembentukan undang-undang TNI harus melewati seluruh tahapan pembentukan perundang-undangan secara berurutan sesuai dengan pasal 1 angka 1 undang-undang P3,” ungkap Gloria.

    “Yakni tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan dan pengundangan,” sambungnya. 

    Adapun tiga mahasiswa UI yang jadi pemohon dalam perkara 56/PUU-XXIII/2025 adalah Muhammad Bagir Shadr, Muhammad Fawwaz Farhan Farabi, dan Thariq Qudsi Al Fahd. 

    Sebagai informasi, MK menggelar sidang perdana pengujian Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2025 tentang perubahan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada hari ini. 

    Berdasarkan informasi yang tertera di situs resmi MK, terdapat 11 perkara pengujian UU TNI yang akan disidangkan. 

  • Puan Maharani: RUU Perampasan Aset Dibahas Usai RUU KUHAP Rampung

    Puan Maharani: RUU Perampasan Aset Dibahas Usai RUU KUHAP Rampung

    Bisnis.com, JAKARTA — Ketua DPR RI Puan Maharani menjelaskan pembahasan rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA) akan digulirkan seusai Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHP) selesai dibahas.

    DPuan menyampaikan demikian karena menurutnya memang hal itu sudah sesuai dengan mekanisme yang ada bahwa DPR RI akan membahas KUHAP terlebih dahulu.

    DPR RI, kata Puan, tidak akan tergesa-gesa dalam membahas RKUHAP. Pihaknya akan mendengar masukan dari seluruh elemen masyarakat. Begitu pula dengan RUU Perampasan Aset nantinya.

    “Setelah itu baru kita akan masuk ke perampasan aset. Bagaimana selanjutnya, ya itu juga kita akan minta masukkan pandangan dari seluruhnya,” ungkapnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

    Cucu Proklamator RI ini berpandangan jika pembahasan RUU Perampasan Aset dilakukan secara tergesa-gesa, maka nantinya tidak akan sesuai dengan aturan yang ada.

    “Dan kemudian tidak sesuai dengan mekanisme yang ada. Itu akan rawan, jadi ya seperti itu,” pungkasnya.

    Sebelumnya, isu pembahasan RUU Perampasan Aset muncul kala Presiden RI Prabowo Subianto memberikan lampu hijau mendukung UU Perampasan Aset. Dukungan tersebut dia lontarkan saat berorasi di depan para buruh saat memperingati Hari Buruh Internasional pada Kamis (1/5/2025) di Monas, Jakarta. 

    Dia menekankan agar aturan yang sempat mandek di parlemen ini agar kembali dilanjutkan khususnya untuk memberantas praktik korupsi di Tanah Air.

    “Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu,” ujarnya dengan nada tegas yang disambut riuh peserta aksi buruh.

    Menyusul hal tersebut, Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra menyatakan pemerintah siap untuk membahas Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset.

    Dia berpandangan bahwa memang seharusnya perampasan aset hasil korupsi perlu diatur dengan Undang-Undang, supaya hakim memiliki dasar hukum yang kuat dalam mengambil keputusan.

    “Kapan aset yang diduga sebagai hasil korupsi itu dapat disita dan kapan harus dirampas untuk negara, semua harus diatur dengan undang-undang agar tercipta keadilan dan kepastian hukum serta penghormatan terhadap HAM,” jelasnya melalui keterangan tertulis yang dikutip Senin (5/5/2025).

    Sementara itu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menyatakan belum ada pembahasan soal Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA) meski Presiden Prabowo Subianto telah memberikan dukungannya terhadap UU Perampasan Aset.

    Ketua Baleg DPR RI, Bob Hasan menyebut meski memang belum ada pembahasan itu, RUU Perampasan Aset nyatanya menjadi inisiatif pemerintah dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) jangka menengah 2025-2029.

    “Namun demikian, bila mana sudah ada sinyal dari Bapak Prabowo Subianto tentunya akan kita coba lakukan satu proses,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).

  • Yang Benar Saja DPR! Sudah Mangkrak 13 Tahun, Masih Tunda Lagi Bahas RUU Perampasan Aset

    Yang Benar Saja DPR! Sudah Mangkrak 13 Tahun, Masih Tunda Lagi Bahas RUU Perampasan Aset

    GELORA.CO – Nampaknya tak ada keseriusan dari DPR untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Padahal Presiden Prabowo Subianto belum lama ini menyatakan dukungan dan dorongan agar RUU ini segera disahkan.

    Ketua DPR RI Puan Maharani menjelaskan, saat ini Komisi III DPR sedang merampungkan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sehingga pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi tertunda.

    “Memang sesuai dengan mekanismenya kita akan membahas KUHAP dulu. Namun kita awalnya tidak akan tergesa-gesa. Kita akan mendapatkan masukan dari seluruh elemen masyarakat dulu sesuai dengan mekanismenya,” tutur Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).

    Setelah itu, lanjut dia, baru kemudian DPR akan membahas RUU perampasan aset.

    “Bagaimana selanjutnya, ya itu juga kita akan minta masukkan pandangan dari seluruhnya. Karena kalau tergesa-gesa nanti tidak akan sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ada. Itu akan rawan. Jadi ya seperti itu,” tandasnya.

    Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) Bob Hasan mengaku pihaknya memang belum membahas RUU Perampasan Aset sampai saat ini. Ia menyebut, hal itu masuk ke dalam prolegnas jangka menengah 2025-2029.

    “Tetapi dalam prolegnas perampasan aset itu menjadi target sebagai inisiatif pemerintah di dalam prolegnas jangka menengah,” kata Bob kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).

    Meski begitu, mengingat sudah ada sinyal dari Presiden Prabowo Subianto saat peringatan Hari Buruh internasional beberapa waktu lalu, Bob mengaku akan mengambil langkah awal.

    “Tentunya akan kami coba lakukan satu proses, di mana kita ketahui sama-sama bahwa perampasan aset itu muatan materinya masih memerlukan satu pemutakhiran kembali,” tuturnya.

    Pakar Hukum dan Pembangunan dari Universitas Airlangga (Unair), Hardjuno Wiwoho pesimistis RUU Perampasan Aset bakal dibahas apalagi disahkan. Dia membeberkan perjalanan panjang RUU Perampasan Aset yang tak kunjung disahkan sejak zaman pemerintahan SBY. Bahkan berkali-kal masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) mulai 2012, namun terkatung-katung hingga saat ini.

    “Akibatnya apa, terkatung-katung pula nasib uang negara yang seharusnya bisa dikembalikan ke kas negara. Bisa digunakan untuk membiayai sejumlah program pembangunan pro-rakyat dari pemerintah,” ungkapnya.

    Di era Jokowi, lanjut Hardjuno, draf RUU Perampasan Aset kembali dimasukkan Menko Polhukam Mahfud MD. Lagi-lagi macetnya di parlemen. “Kalau sekarang masih juga mandek, pertanyaannya, siapa yang sebenarnya takut? Rakyat bisa menilai itu,” tegas Hardjuno.

    Berdasarkan catatan Hardjuno, RUU Perampasan Aset terakhir kali diajukan pemerintah ke DPR, melalui Surat Presiden Nomor R-22/Pres/05/2023 pada Mei 2023. Namun hingga kini belum juga masuk dalam Prolegnas Prioritas 2025. (*)

  • Kelompok DPD di MPR minta agenda perubahan UUD NRI 1945 pada 2026

    Kelompok DPD di MPR minta agenda perubahan UUD NRI 1945 pada 2026

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Kelompok DPD RI di MPR RI Dedi Iskandar Batubara mengungkapkan bahwa Kelompok DPD meminta agenda perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dilakukan pada tahun 2026.

    Dedi dikutip dari keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Rabu, mengatakan keinginan dan dukungan penuh untuk dilakukannya perubahan UUD 1945 dalam rangka penataan lembaga kenegaraan dalam sistem pemerintahan presidensial.

    “Dan itu juga menjadi harapan dari banyak pihak, termasuk masyarakat sipil,” ujarnya.

    Hal tersebut disampai senator asal Sumatera Utara tersebut di sela-sela diskusi publik Kelompok DPD RI di MPR bertajuk “Eksistensi DPD RI dan MPR RI Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Pasca Perubahan UUD 1945” di Serpong, Banten, Senin (5/5).

    Lebih lanjut, Dedi menyatakan bahwa 2025 sebagai tahun yang sangat penting bagi DPD RI, terlebih pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka memberikan sinyal adanya penataan kelembagaan lembaga negara.

    Hal tersebut, kata dia, dibuktikan dengan persetujuan RUU DPD RI masuk dalam RUU Prolegnas yang saat ini dalam proses pembahasan di Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI untuk mempersiapkan naskah akademik dan draf RUU tersebut.

    “Kami berharap ini menjadi salah satu pintu solusi bagi DPD RI terkait pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Ini momentum yang sangat strategis bagi DPD RI,” ujarnya.

    Selain itu, lanjut Dedi, pemerintah memberikan kesempatan yang cukup besar bagi alat-alat kelengkapan di DPD RI untuk berkolaborasi dengan pemerintah, meskipun tidak sama persis apa yang dilakukan oleh DPR.

    “Kami berharap ini menjadi momen kesadaran kolektif bangsa ini bahwa DPD RI sebagai lembaga legislatif, seyogyanya memiliki kewenangan yang seimbang dengan DPR,” tuturnya.

    Ia pun mengharapkan beberapa isu penting tersebut sudah menjadi pembahasan yang intens di ruang-ruang parlemen baik di lembaga pengkajian MPR maupun di Badan Legislasi DPR.

    “Sebab saya mendengar rencana perubahan terhadap UU Pemilu, rencana perubahan terhadap mekanisme pemilihan kepala daerah. Ini semua tentu akan memberi kesempatan dalam penataan melalui perubahan UUD 1945,” ucap dia.

    Sementara itu, senator dari Nusa Tenggara Timur sekaligus Sekretaris Kelompok DPD di MPR Abraham Paul Liyanto menyatakan akan terus mendorong penguatan kewenangan DPD RI.

    Menurut dia, penguatan kewenangan DPD RI dan penataan lembaga kenegaraan dalam sistem pemerintahan presidensial dapat dilakukan melalui perubahan UUD 1945.

    Ia juga menegaskan eksistensi dan penguatan lembaga DPD RI dapat melalui pembahasan RUU tentang DPD RI. Abraham juga mengungkapkan bahwa dia terus menyuarakan kepentingan daerah di samping tetap berjuang untuk memperkuat kewenangan DPD RI.

    Dalam kesempatan itu, Abraham juga menyinggung tentang Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) yang menjadi rekomendasi MPR RI periode 2019-2024.

    “Terkait PPHN ini masih dalam pembahasan mengenai payung hukumnya, apakah melalui perubahan UUD 1945 atau diatur dalam UU,” ujar Abraham yang juga Ketua Badan Sosialisasi MPR RI tersebut.

    Kelompok DPD RI di MPR kata dia, juga mendorong seluruh anggota DPD RI untuk bersuara memperjuangkan kepentingan daerah serta melakukan penataan lembaga negara dalam sistem presidensial termasuk penguatan kewenangan DPD RI.

    Abraham juga menyampaikan bahwa Kelompok DPD RI di MPR RI akan membuat buku saku yang menjadi pegangan bagi seluruh anggota DPD RI, saat berkunjung ke daerah pemilihan atau reses.

    “Buku saku tentang DPD RI berkaitan dengan hal-hal penting terkait DPD RI, tugas dan fungsinya serta agenda strategis yang ingin diperjuangkan,” ujarnya.

    Pewarta: Benardy Ferdiansyah
    Editor: Rangga Pandu Asmara Jingga
    Copyright © ANTARA 2025

  • Pemerintah Dorong DPR Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

    Pemerintah Dorong DPR Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat

    Pemerintah Dorong DPR Segera Sahkan RUU Masyarakat Adat
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Menteri Hak Asasi Manusia (HAM)
    Natalius Pigai
    mendorong
    DPR
    segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Masyarakat Adat.
    Natalius mengatakan, sejak Indonesia merdeka, belum ada undang-undang yang mengatur tentang perlindungan, pelestarian, penghormatan terhadap masyarakat adat.
    Padahal, Pasal-pasal dalam konstitusi secara tegas sudah mengatur keberadaan Masyarakat Hukum Adat dengan Pasal 18B ayat (2), Pasal 28I ayat (3) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
    “Dalam kerangka itulah,
    Kementerian HAM
    konsisten mendukung percepatan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat yang berisikan penghormatan terhadap nilai-nilai atau dijiwai, disemangati, oleh nilai-nilai hak asasi manusia. Saya kira itu sikap dari Kementerian Asasi Manusia,” kata Natalius di kantor Kemenham, Jakarta, Selasa (6/5/2025).
    Natalius yakin DPR tak memiliki kesulitan dalam mengesahkan RUU tentang Masyarakat Adat.
    Dia mengatakan, RUU yang disahkan harus bersifat substantif seperti memenuhi nilai-nilai HAM dan penghormatan terhadap nilai masyarakat adat.
    “Pengesahan itu kalau sudah menjadi hak inisiatif DPR, saya meyakini, apalagi saya pasti akan menyurati, saya meyakini tidak akan mengalami kesulitan,” ujarnya.
    Dalam kesempatan yang sama, Perwakilan dari Koalisi Kawal
    RUU Masyarakat Adat
    , Abdon Nababan mengatakan, Kementerian HAM merupakan rumah bagi masyarakat adat.
    Karenanya, ia meminta adanya pembahasan sampai dengan pengesahan RUU Masyarakat Adat terus dikawal.
    “Oleh karena itu tadi kami minta kementerian supaya RUU Masyarakat Adat ini dikawal betul di dalam pemerintahan Pak Prabowo lewat Menteri HAM, karena memang ini janji konstitusi,” kata Abdon.
    Untuk diketahui, Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat sudah masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sebanyak tiga kali.
    Meski sudah diajukan sejak 2009, RUU Masyarakat Adat masih tak kunjung disahkan sampai hari ini.
    Pakar hukum dan masyarakat dari Universitas Indonesia (UI) Ismala Dewi mengatakan, pengesahan RUU tersebut perlu dilakukan untuk memberikan keadilan dan memenuhi hak masyarakat adat.
    Hal tersebut disampaikan Ismala dalam diskusi daring pada Selasa (22/4/2025), sebagaimana dilansir Antara.
    “Sudah 15 tahun, artinya sudah lama sekali. Artinya belum sampai ini keadilan karena untuk menjamin kepastian masyarakat, untuk mencapai kesejahteraan itu belum terealisasi,” jelas Ismala.
    Masyarakat adat memerlukan perlindungan dan pengakuan hak-haknya, termasuk atas sumber daya alam seperti air yang dijaga dengan penerapan hukum adat.
    Dalam kesempatan tersebut, dia meminta pasal-pasal dalam RUU Masyarakat Adat tidak bertentangan, sebaliknya dapat memperbaiki aturan lama.
    “Sehingga substansi UU Masyarakat Adat menjadi lebih lengkap sesuai dan tidak bertentangan dengan aturan sebelumnya atau bahkan dapat memperbaiki aturan sebelumnya apabila dianggap peraturan lama tidak sesuai dengan rasa keadilan masyarakat,” jelasnya.
    Dia juga mendorong agar pasal yang mengatur mengenai sumber daya alam dalam RUU itu memperhatikan prinsip pengelolaan sumber daya air berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No.85/PUU-XI/2013 yang lebih jelas narasinya dan lebih lengkap substansinya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kala Prabowo Dukung RUU Perampasan Aset dan Yusril Ihza Mahendra Sebut Belum Ada Urgensi Bikin Perpu – Halaman all

    Kala Prabowo Dukung RUU Perampasan Aset dan Yusril Ihza Mahendra Sebut Belum Ada Urgensi Bikin Perpu – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Membandingkan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko KumHAM Imipas) Yusril Ihza Mahendra dan Presiden RI Prabowo Subianto soal Undang-undang (UU) Perampasan Aset.

    Prabowo Dukung Pengesahan RUU Perampasan Aset

    Adapun Prabowo menyatakan dukungan untuk pengesahan segera Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset menjadi UU di hadapan ribuan buruh dalam peringatan Hari Buruh 2025 atau May Day di lapangan Monas, Kamis (1/5/2025).

    Janji tersebut merupakan bagian dari komitmen Prabowo dalam memberantas korupsi.

    “Saudara-saudara, dalam rangka juga pemberantasan korupsi, saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Saya mendukung!” ujar Prabowo di atas panggung.

    Kemudian, Prabowo mengajak para buruh untuk meneruskan perlawanan terhadap kasus korupsi di Indonesia.

    “Bagaimana? Kita teruskan perlawanan terhadap koruptor?” tanya Prabowo yang selanjutnya dijawab setuju oleh para buruh yang memadati Lapangan Monas.

    Prabowo juga tegas akan menyikat maling negara dan tidak boleh ada kompromi terhadap para koruptor yang tidak mau mengembalikan uang hasil kejahatannya.

    “Enak aja, udah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja deh itu,” kata Prabowo, yang langsung disambut teriakan antusias dari massa buruh, “Setuju!”

    Adapun pengesahan RUU Perampasan Aset juga menjadi satu dari enam tuntutan buruh pada May Day 2025.

    HARI BURUH – Presiden RI Prabowo Subianto menghadiri acara peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day di Lapangan Monas, Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025). Peringatan Hari Buruh Internasional 2025 kali ini diselenggarakan di lapangan Monas yang dihadiri sekitar 200.000 Buruh dari berbagai elemen organisasi buruh. Peringatan Hari Buruh kali ini membawa enam tuntutan utama yaitu Penghapusan sistem outsourcing, Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), Revisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Realisasi upah layak, Pengesahan RUU Perampasan Aset untuk pemberantasan korupsi, Pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK). Dalam pidatonya Prabowo menyampaikan akan membentuk Satgas PHK, meloloskan RUU perlindungan pekerja rumah tangga, serta berusaha memberantas korupsi di Indonesia. Tribunnews/Jeprima (Tribunnews/Jeprima)

    Maki Dorong Prabowo Terbitkan Perpu Perampasan Aset

    Selanjutnya, menanggapi dukungan Prabowo terhadap pengesahan RUU Perampasan Aset, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mendorong Prabowo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang Perampasan Aset.

    “Urusan perampasan aset itu satu kata saja, Pak Prabowo membuat Perppu mengesahkan perampasan aset, kemudian diurus jadi Undang-Undang,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Sabtu (3/5/2025).

    Yusril Ihza Mahendra: Belum Ada Urgensi untuk Perpu Perampasan Aset

    Diwartakan Tribunnews.com, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, belum ada urgensi bagi Prabowo untuk mengeluarkan Perpu Perampasan Aset.

    Hal itu disampaikan Yusril di Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Senin, (5/5/2025).

    “Belum ada alasan untuk mengeluarkan Perppu untuk itu (perampasan aset),” kata Yusril.

    Menurutnya, penerbitan Perppu harus memenuhi sejumlah syarat, salah satunya yakni memenuhi unsur kegentingan memaksa.

    “Karena Perppu harus dikeluarkan hal ihwal kegentingan yang memaksa, sampai sekarang kita melihat ada kegentingan yang memaksa,” katanya.

    Yusril menilai terkait perampasan aset, UU yang ada sekarang baik itu Undang-undang Tipikor, Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK sudah cukup efektif.

    “Jadi saya kira belum ada urgensinya untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang. Tapi ya semuanya terserah kita kembalikan kepada presiden,” pungkasnya.

    Diusulkan Masuk Prolegnas

    Bulan lalu, Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa pemerintah akan mengusulkan RUU Perampasan Aset masuk program legislasi nasional (Prolegnas). 

    “Pada waktunya, seperti harapan seluruh masyarakat Indonesia dan juga teman-teman pers, saya yakin ini akan sesegera mungkin kita ajukan dalam revisi Prolegnas yang akan datang,” ujar Supratman di kantornya, Jakarta, Selasa (15/4/2025).

    Menurut Supratman, pemerintah sudah menyerahkan draf RUU Perampasan Aset ke DPR.

    Namun, pembahasannya sangat berkaitan erat dengan kekuatan politik.

    Supratman pun mengatakan, komunikasi dengan seluruh partai politik sangat diperlukan untuk menentukan nasib pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR.

    “Karena RUU-nya sudah pernah diserahkan ke DPR. Nah, cuma kan seperti yang selalu saya sampaikan kemarin bahwa ini menyangkut soal politik,” kata Supratman.

    (Tribunnews.com/Rizki/Taufik Ismail)